Disampaikan pada Perkuliahan Agama SMT III ProdiD3 Keperawatan STIKES Hafshawaty Zainul Hasan A. Latar Belakang Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di luar pernikahaan, terutama para pelajar dan mahasiswa hari ini sudah sampai batas yang sangat mengkawatirkan. Ini akibat hilangnya nilai- nilai agama dalam kehidupan masyarakat, ditambah dengan gencarnya media massa atau elektronik yang menawarkan kehidupan glamor, bebas dan serba hedonis ( hanya memikirkan kesenangan dunia saja ) yang menyebabkan generasi muda terseret dalam jurang kehancuran. Pacaran sudah menjadi aktivitas yang lumrah, bahkan sebagian orang tua minder dan merasa malu jika anaknya tidak mempunyai pacar, karena menurut pandangan mereka orang yang tidak pacaran, adalah orang yang tidak bisa bergaul dan masa depannya suram,serta susah mencari jodoh. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya melakukan hubungan seks di luar pernikahan dan hamil, kemudian berakhir dengan pengguran kandungan dengan paksa. Data statistis BKBN ( Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) menunjukkan bahwa sekitar 2.000.000 kasus aborsi terjadi setiap tahun di Indonesia. Untuk kasus aborsi di luar negeri – khususnya di Amerika. data-datanya telah dikumpulkan oleh dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (CDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI) yang menunjukkan hampir 2 juta jiwa terbunuh akibat aborsi. Jumlah ini jauh lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang manapun dalam sejarah negara itu. Begitu juga lebih banyak dari kematian akibat kecelakaan, maupun akibat penyakit . ( Aborsi.com ) • Diantara materi Bahtsul Masail dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tanggal satu dan dua Nopember 2014 adalah tentang hukum aborsi yang mana beberapa bulan sebelumnya muncul polemik legalisasi aborsi.Hal ini terkait PP No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang menuai reaksi beragam. Pasalnya, dalam PP tersebut disebutkan pula bahwa aborsi bisa dilakukan oleh perempuan dengan alasan darurat medis maupun alasan perkosaan. • Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan amanat dari UU No 36/2009 tentang Kesehatan sebenarnya mengatur bagaimana agar perempuan mendapat layanan kesehatan sehingga bisa hidup sehat, melahirkan generasi sehat dan bermutu, serta mengurangi angka kematian ibu. Ini dapat dilihat dari konstruksinya, PP ini terdiri dari 8 bab dan 52 pasal. • Pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk pelayanan kesehatan reproduksi sedini mungkin, yakni sejak remaja. Pelayanan itu diberikan lewat layanan kesehatan reproduksi remaja, kesehatan masa pra- kehamilan, selama kehamilan, persalinan, pasca melahirkan, layanan kontrasepsi, kesehatan seksual dan kesehatan sistem reproduksi. Sayangnya, dalam PP tersebut terdapat 9 pasal yang mengatur soal aborsi dengan indikasi kedaruratan medis atau aborsi pada korban pemerkosaan. Klausul tersebut terdapat pada Pasal 31 yang isinya menyatakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan. Aborsi atas 2 alasan itu hanya bisa dilakukan pada usia kehamilan maksimal 40 hari dihitung sejak Hari Pertama Haid Terkahir (HPHT). • Penentuan aborsi dan pelaksanaannya kemudian diatur dalam Pasal 32-38. Misalnya, penentuan indikasi medis ditentukan tim kelayakan aborsi, harus ada bukti indikasi pemerkosaan dari keterangan ahli, aborsi harus dengan persetjuan perempuan hamil, serta konseling sebelum dan sesudah aborsi. • PP ini berangkat dari semangat memberi hak kesehatan bagi perempuan. Sebab, perempuan korban pemerkosaan kerap menerima beban ganda, yakni sebagai korban kekerasan seksual dan harus menghidupi anak yang dilahirkan. Belum lagi cercaan masyarakat kepada korban pemerkosaan. Ia harus menanggu beban ekonomi dan psikologis. Selain itu, sebagian besar ibu yang hamil karena perkosaan itu membenci anak yang dikandungnya, karena kehamilannya itu tidak diinginkan. Padahal, anak yang dikandung itu harus dikandung dengan cinta dan tanggung jawab. • Meski demikian, beberapa kalangan mempersoalkan PP tersebut. Di antaranya beralasan bahwa PP tersebut dianggap telah melegalkan aborsi. Padahal, aborsi tidak boleh dilegalkan dengan alasan apapun. Selain itu, tidakan aborsi juga melanggar kode etik kedokteran. Sehingga bila ada dokter yang melakukan praktik aborsi bisa dikenakan sanksi profesi. • Dari sisi peraturan perundang-undangan, PP tersebut juga dianggap bertentangan dengan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Karena di dalam UU tersebut disebutkan, anak yang masih dalam kandungan secara hukum juga harus dilindungi oleh negara. Pasal 1 UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak adalah yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. Artinya, aborsi tidak dibenarkan oleh UU ini. Selain tindak pidana, aborsi juga dianggap juga sebagai pelanggaran HAM. Dan PP ini juga berpeluang untuk dijadikan dasar oleh orang-orang yang berprilaku seks bebas untuk melakukan aborsi karena dianggap legal. • Pada dasarnya hukum melakukan aborsi adalah haram. Namun dalam keadaan darurat yang dapat mengancam ibu dan/atau janin, aborsi diperbolehkan berdasarkan pertimbangan medis dari tim dokter ahli. Hukum aborsi akibat perkosaan adalah haram. Namun sebagian ulama memperbolehkan aborsi sebelum usia janin berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan. Menurut ilmu kedokteran hal itu dapat diketahui dari hari pertama haid terakhir MENJAGA ‘IFFAH (KESUCIAN DIRI ) • Katakan “ Tidak “ pada pacaran menurut KBBI (Edisi ketiga, 2002 ) pacar atau teman (lawan jenis ) yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Adapun berpacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan.sedangkan menurut Duvall dan Miller dilakukan untuk menemukan dan mendapatlan pasangan yang nyaman dan dapat mereka nikahi (ariyanto : 2008 ) • Pacaran dan perilaku seksual remaja • Manajemen hati agar tidak pada pacaran Keuntungan Berpacaran 1. Belajar mengenal karakter lawan jenis 2. Mendapatkan perhatian lebih dari orang lain, yakni pacar 3. Mudah menemukan tempat menyampaikan keluhan 4. Memiliki tempat berbagi disaat suka maupun duka 5. Tidak kesepian 6. Ada yang mentraktir 7. Antar jemput alias ojek gratis 8. Sarana mencari pendamping hidup 9. Senang dan bahagia karena bisa menyalurkan rasa cinta dan dicintai 10. Menimbulkan motivasi atau semangat hidup 11. Sarana menyalurkan ‘ hasrat “ atau nafsu seksual Kerugian Pacaran 1. Mengurangi waktu untuk diri sendiri 2. Menghambat kinerja otak (memikirkan 1 obyek saja ) 3. Mendorong orang untuk berbohong 4. Menghabiskan uang (beli pulsa,bensin,jalan-jalan) 5. Menghambat cita-cita 6. Beternak dosa 7. Hati menjadi resah karena banyak melakukan dosa 8. Perasaan resah karena cemburu atau takut di tinggal 9. Memunculkan fitnah 10. Hilangnya keperawanan atau keperjakaan, bila tidak mampu mengendalikan nafsu 11. Menimbulkan aib bagi keluarga, jika hamil di luar nikah 12. Menunda pernikahan karena keasyikan berpacaran 13. Menimbulkan efek sakit hati, bahkan bunuh diri apabila putus cinta 14. Membatasi pergaulan dan wawasan, karena dilarang pacar 15. Terjadi kekerasan dalam pacaran 16. Menyebabkan konflik dengan Ortu, bila hubungan tidak disetujui 17. Menggangu kuliah atau studi B. Pengertian Aborsi • Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil konsepsi atau pembuahan, sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya. • Sedang menurut bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata “ ajhadha - yajhidhu “()اإلجهاضyang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti bayi yang lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut dengan “ isqhoth “ ( ِإْس َقاُط الَحْم ِلmenggugurkan) atau “ ilqaa’ ( melempar ) atau “ tharhu “ ( membuang ) ( al Misbah al Munir , hlm : 72 ) • Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi aborsi mempunyai banyak macam dan bentuk, sehingga untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan dipukul rata. Diantara pembagiaan Aborsi adalah sebagai berikut : • Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah pengguguran. Aborsi ini dibagi menjadi dua : • Pertama : Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. • Kedua : Aborsi Legal, yaitu Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak yang berwenang. C. Pembagian Aborsi Menurut medis Aborsi dibagi menjadi dua juga : 1. Aborsi spontan ( Abortus Spontaneus ), yaitu aborsi secara secara tidak sengaja dan berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat mengenalnya dengan istilah keguguran. 2. Aborsi buatan ( Aborsi Provocatus ), yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi dua : a. Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan, maka disebut dengan Abortus Profocatus Therapeuticum b. Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, maka disebut Abortus Profocatus Criminalis Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah : menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya . D. Pandangan Islam Terhadap Aborsi • Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik dengan merubah ciptaan tersebut, maupun menguranginya dengan cara memotong sebagian anggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya, sebagaiman firman Allah swt : .
Artinya : “ Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan
umat manusia “ ( Qs. al-Isra’:70) • Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Artinya : “ Barang siapa yang membunuh seorang manusia,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (Qs. Al Maidah:32) • Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt, sebagaimana firman Allah swt َو ُنِقُّر ِفي اَأْلْر َح اِم َم ا َنَش اء ِإَلى َأَج ٍل ُّمَس ًّم ى ُثَّم ُنْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفاًل Artinya : “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS al Hajj : 5) • Kelima : Larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt : َو َال َتْقُتُلوْا الَّنْفَس اَّلِتي َح َّر َم ُهّللا ِإَّال ِبالَح ِّق • “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan yang benar “ ( Qs al Isra’ : 33 ) E. Hukum Aborsi Dalam Islam. • Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat : • Pendapat Pertama : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 ) Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 ) Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan. • Pendapat kedua : • Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. • Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’I . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 ) • Pendapat ketiga : • Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386) • Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat. • Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh • Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat. Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat: • Pendapat Pertama : Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama. Pendapat Kedua : • Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 ) • Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Dalam Pandangan Nahdlatul Ulama’ • Ada yang melarang secara mutlak, ada yang membolehkan dengan batasan dan alasan, ada pula yang sekadar memakruhkan. Namun, tidak ada yang membolehkan secara mutlak. Perbedaan itu dilatarbelakangi oleh perbedaan mereka dalam melihat status kandungan dalam setiap fase pertumbuhan janin, mulai dari pasca pembuahan, fase ‘alaqah (janin yang masih berupa darah kental/ segumpal darah), mudhghah (janin yang masih berupa daging kental / segumpal daging), dan janin yang sudah bernyawa. Lanjutan … • Dalam melihat masalah ‘alaqah, misalnya, jumhur fuqaha dari mazhab Hanafi, Syafi‘i, dan Hanbali, memandangnya bukan sebagai kandungan. Sehingga wanita yang keguguran dari ‘alaqah tidak dianggap nifas. Tidak bisa pula seorang wanita dijatuhi talak dengan ta‘liq melahirkan ‘alaqah. Dan iddah hamil pun tidak dianggap berakhir dengan keluarnya ‘alaqah. Sementara ulama Maliki memandang sebaliknya. Sehingga darah yang keluar pasca keluarnya ‘alaqah dianggap darah nifas. Talaq ta‘liq yang digantungkan pada kelahiran juga dianggap sah dengan keluarnya ‘alaqah. Dan iddah hamil pun dianggap berakhir dengan keluarnya ‘alaqah. (Lihat: Tim Kementerian Wakaf, al-Mausu‘ah al- Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 1420 H, jilid 5, hal. 285). • Berangkat dari perbedaan di atas, Syekh Zakariya al- Anshari dari mazhab Syafi‘i termasuk yang membolehkan dengan batasan, sebagaimana yang dikemukakan dalam salah satu kitabnya :
• Artinya: Menggugurkan kandungan, jika janin belum
ditiupi ruh (bernyawa), hukumnya boleh. Sedangkan setelah janin ditiupi ruh, hukumnya haram. Sedangkan patokan ditiupi ruh atau belum dikembalikan kepada dugaan. (Lihat: al-Gharar al-Bahiyyah fi Syarh al- Bahjah al-Wardiyyah, jilid 5, hal. 331). Batasannya adalah janin tersebut sudah ditiupi ruh atau belum. • Kemudian, ulama kontemprer yang membolehkan pengguguran kandungan dengan batasan adalah Sayyid Sabiq (w. 1420H), penulis Fiqhus Sunnah. Menurutnya, Setelah menetapnya sperma dalam rahim ata terjadinya pembuahan, maka hasil pembuahan tersebut tidak boleh digugurkan jika usia janin sudah 120 hari. Alasannya, karena tindakan menggugurkan pada usia itu termasuk penganiayaan terhadap satu makhluk, sehingga meniscayakan adanya hukuman baik di dunia maupun di akhirat. • Sementara menggugurkan janin atau merusak hasil pembuahan sebelum usia janin 120 hari, hukumnya diperbolehkan dengan catatan ada alasan yang mendorongnya. Namun, bila tidak ada sebab yang dibenarkan, hukumnya makruh. (Lihat: Fiqhus Sunnah, [Beirut: Darul Kitab al-Arabi], 1977, jilid 2, hal. 195). Ada pula pendapat yang membolehkan dengan batasan sekaligus alasan, seperti yang diungkap dalam Mausu‘ah al-Fiqh al-Islami. Di dalamnya disebutkan, tidak boleh hukumnya menggugurkan kandungan dalam fase apa pun kecuali ada alasan yang dibenarkan syara’. Batasan dan alasan tersebut dapat dirinci sebagai berikut : • Jika terdapat kemaslahatan menurut syara’ dalam menggugurkannya, atau bertujuan untuk menolak bahaya yang mungkin terjadi, sementara usia kehamilannya kurang dari 40 hari pertama, maka hukumnya boleh. • Tidak boleh menggugurkan ‘alaqah (darah kental) atau mudhghah (daging kental), kecuali tim medis yang kredibel menyatakan bahwa keberadaan ‘alaqah atau mudhghah tersebut akan mengancam keselamatan jiwa ibunya. • Setelah janin memasuki fase ketiga, tepatnya genap berusia empat bulan atau 120 hari, maka tidak boleh digugurkan kecuali tim medis terpercaya memutuskan bahwa membiarkan si janin tumbuh akan mengakibatkan kematian ibunya. Ini semata dilakukan demi menolak bahaya yang lebih besar. • Jika hasil pemeriksaan medis memutuskan bahwa keberadaan janin cacat parah dan tidak mungkin diatasi, sehingga jika dibiarkan lahir pun hidupnya akan cacat dan menderita sehingga akan menyulitkan keluarganya, dan usia kehamilannya di bawah empat bulan, dan tim dokter juga merekomendasikan untuk menggugurkannya, maka pengguguran tersebut boleh dilakukan dengan alasan darurat. (Syekh Muhammad ibn Ibrahim, Mausu‘ah al-Fiqh al-Islami, [Beirut: Baitul Afkar ad-Dauliyyah], 2009, jilid 5, hal. 50). • Sementara pendapat yang melarang secara mutlak antara lain adalah pendapat Imam al-Ghazali, meskipun beliau merupakan pengikut mazhab Syafi‘i. • أن تقع النطفة في الرحم وتختلط، ولها مراتب: قال،أن االجهاض جناية على موجود حاصل فإن صارت مضغة وعلقة كانت، وإفساد ذلك جناية، وتستعد لقبول الحياة،بماء المرأة ازدادت الجناية تفاحشا،الجناية أفحش وإن نفخ فيه الروح واستوت الخلقة. • Artinya: Menggugurkan kandungan adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap maujud (makhluk) yang ada. Hanya saja tingkatannya berbeda-beda. Artinya, walau sperma baru masuk ke dalam rahim dan bercampur dengan sel telur (pembuahan), yang selanjutnya siap menerima kehidupan, maka merusaknya dianggap sebuah kejahatan. Apalagi jika sudah berbentuk ‘alaqah atau mudhghah, maka kejahatannya dinilai lebih berat. Sedangkan menggugurkan kandungan dimana janin sudah bernyawa dan penciptaannya sudah sempurna, maka kejahatannya dinggap lebih berat lagi. (Lihat: Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, [Beirut: Darul Kitab al-‘Arabi], 1977, Jilid 2, hal. 195). • Rupanya pandangan al-Ghazali di atas dilatari oleh ayat yang melarang membunuh anak secara umum, baik anak yang sudah lahir maupun yang belum lahir, walaupun alasan yang terdapat dalam ayat tersebut hanya takut miskin atau tidak mampu menafkahi. Terlebih dalam ayat yang lain disebutkan bahwa tindakan membunuh anak termasuk perbuatan dosa besar. • Dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih dalam kandungan), hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt : َو َال َتْقُتُلوْا َأْو الَد ُك ْم َخ ْش َيَة ِإْم الٍق َّنْح ُن َنْر ُز ُقُهْم َو ِإَّياُك م إَّن َقْتَلُهْم َك اَن ِخ ْطًء ا َك ِبيًر ا Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak- anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (Qs al Isra’ : 31) • َو اَل َتْقُتُلوا َأْو اَل َد ُك ْم ِم ْن ِإْم اَل ٍق َنْح ُن َنْر ُز ُقُك ْم َو ِإَّياُهْم َو اَل َتْقَر ُبوا اْلَفَو اِح َش َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو َم ا َبَطَن َو اَل َتْقُتُلوا الَّنْفَس اَّلِتي َح َّر َم ُهللا ِإاَّل ِباْلَح ِّق • Artinya : “ Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar, “ (QS. Al-An‘am [6]: 151). F. Kesimpulan • bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’I hukumnya adalah haram dan termasuk kategori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt. • Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya. • Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pendapat yang membolehkan secara mutlak pengguguran kandungan. Kendati ada pendapat yang memakruhkan atau yang membolehkan, juga diikuti dengan batasan, alasan, dan pertimbangan ahli yang kredibel. Bahkan, jika merujuk dua ayat di atas, alasan takut miskin atau tidak mampu membiayai juga bukan pembenar tindakan tersebut. Terlebih jika dilakukan sekadar menutupi aib. Wallahu ‘alam. Sekian,Terima Kasih ………