Anda di halaman 1dari 36

ABORSI DALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh : Achmad Junaedi, S.Ag,M.Pd.I


Disampaikan pada Perkuliahan Agama SMT III
ProdiD3 Keperawatan STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
A. Latar Belakang
Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di luar
pernikahaan, terutama para pelajar dan mahasiswa hari ini sudah
sampai batas yang sangat mengkawatirkan. Ini akibat hilangnya nilai-
nilai agama dalam kehidupan masyarakat, ditambah dengan
gencarnya media massa atau elektronik yang menawarkan
kehidupan glamor, bebas dan serba hedonis ( hanya memikirkan
kesenangan dunia saja ) yang menyebabkan generasi muda terseret
dalam jurang kehancuran.
Pacaran sudah menjadi aktivitas yang lumrah, bahkan sebagian
orang tua minder dan merasa malu jika anaknya tidak mempunyai
pacar, karena menurut pandangan mereka orang yang tidak pacaran,
adalah orang yang tidak bisa bergaul dan masa depannya
suram,serta susah mencari jodoh. Tidak sedikit dari mereka yang
akhirnya melakukan hubungan seks di luar pernikahan dan hamil,
kemudian berakhir dengan pengguran kandungan dengan paksa.
Data statistis BKBN ( Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional) menunjukkan bahwa sekitar 2.000.000 kasus aborsi
terjadi setiap tahun di Indonesia. Untuk kasus aborsi di luar
negeri – khususnya di Amerika. data-datanya telah
dikumpulkan oleh dua badan utama, yaitu Federal Centers for
Disease Control (CDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI)
yang menunjukkan hampir 2 juta jiwa terbunuh akibat aborsi.
Jumlah ini jauh lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang
dibunuh dalam perang manapun dalam sejarah negara itu.
Begitu juga lebih banyak dari kematian akibat kecelakaan,
maupun akibat penyakit . ( Aborsi.com )
• Diantara materi Bahtsul Masail dalam Musyawarah
Nasional Alim Ulama yang diselenggarakan oleh
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tanggal satu
dan dua Nopember 2014 adalah tentang hukum
aborsi yang mana beberapa bulan sebelumnya
muncul polemik legalisasi aborsi.Hal ini terkait PP
No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
yang menuai reaksi beragam. Pasalnya, dalam PP
tersebut disebutkan pula bahwa aborsi bisa
dilakukan oleh perempuan dengan alasan darurat
medis maupun alasan perkosaan.
• Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan amanat dari UU No
36/2009 tentang Kesehatan sebenarnya mengatur bagaimana agar
perempuan mendapat layanan kesehatan sehingga bisa hidup sehat,
melahirkan generasi sehat dan bermutu, serta mengurangi angka
kematian ibu. Ini dapat dilihat dari konstruksinya, PP ini terdiri dari 8
bab dan 52 pasal.
• Pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk pelayanan kesehatan
reproduksi sedini mungkin, yakni sejak remaja. Pelayanan itu diberikan
lewat layanan kesehatan reproduksi remaja, kesehatan masa pra-
kehamilan, selama kehamilan, persalinan, pasca melahirkan, layanan
kontrasepsi, kesehatan seksual dan kesehatan sistem reproduksi.
Sayangnya, dalam PP tersebut terdapat 9 pasal yang mengatur soal
aborsi dengan indikasi kedaruratan medis atau aborsi pada korban
pemerkosaan. Klausul tersebut terdapat pada Pasal 31 yang isinya
menyatakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi
kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan. Aborsi atas 2
alasan itu hanya bisa dilakukan pada usia kehamilan maksimal 40 hari
dihitung sejak Hari Pertama Haid Terkahir (HPHT).
• Penentuan aborsi dan pelaksanaannya kemudian diatur dalam Pasal 32-38.
Misalnya, penentuan indikasi medis ditentukan tim kelayakan aborsi, harus
ada bukti indikasi pemerkosaan dari keterangan ahli, aborsi harus dengan
persetjuan perempuan hamil, serta konseling sebelum dan sesudah aborsi.
• PP ini berangkat dari semangat memberi hak kesehatan bagi perempuan.
Sebab, perempuan korban pemerkosaan kerap menerima beban ganda,
yakni sebagai korban kekerasan seksual dan harus menghidupi anak yang
dilahirkan. Belum lagi cercaan masyarakat kepada korban pemerkosaan. Ia
harus menanggu beban ekonomi dan psikologis. Selain itu, sebagian besar
ibu yang hamil karena perkosaan itu membenci anak yang dikandungnya,
karena kehamilannya itu tidak diinginkan. Padahal, anak yang dikandung
itu harus dikandung dengan cinta dan tanggung jawab.
• Meski demikian, beberapa kalangan mempersoalkan PP tersebut. Di
antaranya beralasan bahwa PP tersebut dianggap telah melegalkan aborsi.
Padahal, aborsi tidak boleh dilegalkan dengan alasan apapun. Selain itu,
tidakan aborsi juga melanggar kode etik kedokteran. Sehingga bila ada
dokter yang melakukan praktik aborsi bisa dikenakan sanksi profesi.
• Dari sisi peraturan perundang-undangan, PP tersebut juga
dianggap bertentangan dengan UU No. 23/2002 tentang
Perlindungan Anak. Karena di dalam UU tersebut
disebutkan, anak yang masih dalam kandungan secara
hukum juga harus dilindungi oleh negara. Pasal 1 UU
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak adalah
yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih
dalam kandungan. Artinya, aborsi tidak dibenarkan oleh
UU ini. Selain tindak pidana, aborsi juga dianggap juga
sebagai pelanggaran HAM. Dan PP ini juga berpeluang
untuk dijadikan dasar oleh orang-orang yang berprilaku
seks bebas untuk melakukan aborsi karena dianggap legal.
• Pada dasarnya hukum melakukan aborsi adalah
haram. Namun dalam keadaan darurat yang dapat
mengancam ibu dan/atau janin, aborsi
diperbolehkan berdasarkan pertimbangan medis
dari tim dokter ahli. Hukum aborsi akibat
perkosaan adalah haram. Namun sebagian ulama
memperbolehkan aborsi sebelum usia janin
berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan.
Menurut ilmu kedokteran hal itu dapat diketahui
dari hari pertama haid terakhir
MENJAGA ‘IFFAH (KESUCIAN DIRI )
• Katakan “ Tidak “ pada pacaran
menurut KBBI (Edisi ketiga, 2002 ) pacar atau teman
(lawan jenis ) yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih. Adapun berpacaran adalah
bercintaan atau berkasih-kasihan.sedangkan
menurut Duvall dan Miller dilakukan untuk
menemukan dan mendapatlan pasangan yang
nyaman dan dapat mereka nikahi (ariyanto : 2008 )
• Pacaran dan perilaku seksual remaja
• Manajemen hati agar tidak pada pacaran
Keuntungan Berpacaran
1. Belajar mengenal karakter lawan jenis
2. Mendapatkan perhatian lebih dari orang lain, yakni pacar
3. Mudah menemukan tempat menyampaikan keluhan
4. Memiliki tempat berbagi disaat suka maupun duka
5. Tidak kesepian
6. Ada yang mentraktir
7. Antar jemput alias ojek gratis
8. Sarana mencari pendamping hidup
9. Senang dan bahagia karena bisa menyalurkan rasa cinta dan
dicintai
10. Menimbulkan motivasi atau semangat hidup
11. Sarana menyalurkan ‘ hasrat “ atau nafsu seksual
Kerugian Pacaran
1. Mengurangi waktu untuk diri sendiri
2. Menghambat kinerja otak (memikirkan 1 obyek saja )
3. Mendorong orang untuk berbohong
4. Menghabiskan uang (beli pulsa,bensin,jalan-jalan)
5. Menghambat cita-cita
6. Beternak dosa
7. Hati menjadi resah karena banyak melakukan dosa
8. Perasaan resah karena cemburu atau takut di tinggal
9. Memunculkan fitnah
10. Hilangnya keperawanan atau keperjakaan, bila tidak mampu mengendalikan nafsu
11. Menimbulkan aib bagi keluarga, jika hamil di luar nikah
12. Menunda pernikahan karena keasyikan berpacaran
13. Menimbulkan efek sakit hati, bahkan bunuh diri apabila putus cinta
14. Membatasi pergaulan dan wawasan, karena dilarang pacar
15. Terjadi kekerasan dalam pacaran
16. Menyebabkan konflik dengan Ortu, bila hubungan tidak disetujui
17. Menggangu kuliah atau studi
B. Pengertian Aborsi
• Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil
konsepsi atau pembuahan, sebelum janin dapat hidup di luar
tubuh ibunya.
• Sedang menurut bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang
berasal dari kata “ ajhadha - yajhidhu “(‫)اإلجهاض‬yang berarti
wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan
belum sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti bayi yang
lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya.
Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut dengan “ isqhoth
“ ‫( ِإْس َقاُط الَحْم ِل‬menggugurkan) atau “ ilqaa’ ( melempar ) atau “
tharhu “ ( membuang ) ( al Misbah al Munir , hlm : 72 )
• Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi aborsi
mempunyai banyak macam dan bentuk, sehingga
untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan
dipukul rata. Diantara pembagiaan Aborsi adalah
sebagai berikut :
• Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
makna Aborsi adalah pengguguran. Aborsi ini dibagi
menjadi dua :
• Pertama : Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang
dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
• Kedua : Aborsi Legal, yaitu Aborsi yang dilaksanakan
dengan sepengetahuan pihak yang berwenang.
C. Pembagian Aborsi
Menurut medis Aborsi dibagi menjadi dua juga :
1. Aborsi spontan ( Abortus Spontaneus ), yaitu aborsi secara secara tidak
sengaja dan berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak
tertentu. Masyarakat mengenalnya dengan istilah keguguran.
2. Aborsi buatan ( Aborsi Provocatus ), yaitu aborsi yang dilakukan secara
sengaja dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi
dua :
a. Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan,
maka disebut dengan Abortus Profocatus Therapeuticum
b. Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum
yang berlaku, maka disebut Abortus Profocatus Criminalis
Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah :
menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya
atas permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya .
D. Pandangan Islam Terhadap Aborsi
• Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh
dihinakan baik dengan merubah ciptaan tersebut,
maupun menguranginya dengan cara memotong
sebagian anggota tubuhnya, maupun dengan cara
memperjual belikannya, maupun dengan cara
menghilangkannya sama sekali yaitu dengan
membunuhnya, sebagaiman firman Allah swt : .

Artinya : “ Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan


umat manusia “ ( Qs. al-Isra’:70)
• Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh
semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan
menyelamatkan semua orang.

Artinya : “ Barang siapa yang membunuh seorang manusia,


maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
keselamatan nyawa manusia semuanya.” (Qs. Al Maidah:32)
• Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan
kehendak Allah swt, sebagaimana firman Allah
swt
‫َو ُنِقُّر ِفي اَأْلْر َح اِم َم ا َنَش اء ِإَلى َأَج ٍل ُّمَس ًّم ى ُثَّم ُنْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفاًل‬
Artinya : “Selanjutnya Kami dudukan janin itu
dalam rahim menurut kehendak Kami selama
umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu
dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS al Hajj : 5)
• Kelima : Larangan membunuh jiwa tanpa hak,
sebagaimana firman Allah swt :
‫َو َال َتْقُتُلوْا الَّنْفَس اَّلِتي َح َّر َم ُهّللا ِإَّال ِبالَح ِّق‬
• “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah melainkan dengan alasan
yang benar “ ( Qs al Isra’ : 33 )
E. Hukum Aborsi Dalam Islam.
• Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan
terbagi menjadi tiga pendapat :
• Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh.
Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan
janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi,
Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya
ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud yang
menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup
ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap
benda mati, sehingga boleh digugurkan.
• Pendapat kedua :
• Menggugurkan janin sebelum peniupan roh
hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu
peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
• Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak
diketahui secara pasti, maka tidak boleh
menggugurkan janin jika telah mendekati waktu
peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian .
Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama
madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang
ulama dari madzhab Syafi’I . ( Hasyiyah Ibnu
Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
• Pendapat ketiga :
• Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya
bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur
dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka
merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh
Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267,
Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
• Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) ,
telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani
ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan
kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya
dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
• Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu,
yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis
adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika
bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan
bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang
dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang
berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
• Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan
janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh
terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu,
Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang
sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu,
dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk
dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan
tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang
janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka
dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
• Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh
hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin
tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang
mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Pendapat Kedua :
• Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah
ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan
satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari
kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih
diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin,
karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara
yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan
keberadaannya terakhir.( Mausu’ah Fiqhiyah :
2/57 )
• Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa
dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun
hal itu tidak mutlak benarnya.
Dalam Pandangan Nahdlatul Ulama’
• Ada yang melarang secara mutlak, ada yang
membolehkan dengan batasan dan alasan,
ada pula yang sekadar memakruhkan. Namun,
tidak ada yang membolehkan secara mutlak.
Perbedaan itu dilatarbelakangi oleh
perbedaan mereka dalam melihat status
kandungan dalam setiap fase pertumbuhan
janin, mulai dari pasca pembuahan, fase
‘alaqah (janin yang masih berupa darah
kental/ segumpal darah), mudhghah (janin
yang masih berupa daging kental / segumpal
daging), dan janin yang sudah bernyawa.
Lanjutan …
• Dalam melihat masalah ‘alaqah, misalnya, jumhur fuqaha
dari mazhab Hanafi, Syafi‘i, dan Hanbali, memandangnya
bukan sebagai kandungan. Sehingga wanita yang
keguguran dari ‘alaqah tidak dianggap nifas. Tidak bisa
pula seorang wanita dijatuhi talak dengan ta‘liq
melahirkan ‘alaqah. Dan iddah hamil pun tidak dianggap
berakhir dengan keluarnya ‘alaqah.
Sementara ulama Maliki memandang sebaliknya.
Sehingga darah yang keluar pasca keluarnya ‘alaqah
dianggap darah nifas. Talaq ta‘liq yang digantungkan pada
kelahiran juga dianggap sah dengan keluarnya ‘alaqah.
Dan iddah hamil pun dianggap berakhir dengan keluarnya
‘alaqah. (Lihat: Tim Kementerian Wakaf, al-Mausu‘ah al-
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 1420 H, jilid 5, hal. 285).
• Berangkat dari perbedaan di atas, Syekh Zakariya al-
Anshari dari mazhab Syafi‘i termasuk yang
membolehkan dengan batasan, sebagaimana yang
dikemukakan dalam salah satu kitabnya :

• Artinya: Menggugurkan kandungan, jika janin belum


ditiupi ruh (bernyawa), hukumnya boleh. Sedangkan
setelah janin ditiupi ruh, hukumnya haram. Sedangkan
patokan ditiupi ruh atau belum dikembalikan kepada
dugaan. (Lihat: al-Gharar al-Bahiyyah fi Syarh al-
Bahjah al-Wardiyyah, jilid 5, hal. 331). Batasannya
adalah janin tersebut sudah ditiupi ruh atau belum.
• Kemudian, ulama kontemprer yang membolehkan
pengguguran kandungan dengan batasan adalah Sayyid Sabiq
(w. 1420H), penulis Fiqhus Sunnah. Menurutnya, Setelah
menetapnya sperma dalam rahim ata terjadinya pembuahan,
maka hasil pembuahan tersebut tidak boleh digugurkan jika
usia janin sudah 120 hari. Alasannya, karena tindakan
menggugurkan pada usia itu termasuk penganiayaan
terhadap satu makhluk, sehingga meniscayakan adanya
hukuman baik di dunia maupun di akhirat.
• Sementara menggugurkan janin atau merusak hasil
pembuahan sebelum usia janin 120 hari, hukumnya
diperbolehkan dengan catatan ada alasan yang
mendorongnya. Namun, bila tidak ada sebab yang
dibenarkan, hukumnya makruh. (Lihat: Fiqhus Sunnah,
[Beirut: Darul Kitab al-Arabi], 1977, jilid 2, hal. 195).
Ada pula pendapat yang membolehkan dengan
batasan sekaligus alasan, seperti yang diungkap
dalam Mausu‘ah al-Fiqh al-Islami. Di dalamnya
disebutkan, tidak boleh hukumnya menggugurkan
kandungan dalam fase apa pun kecuali ada alasan
yang dibenarkan syara’. Batasan dan alasan tersebut
dapat dirinci sebagai berikut :
• Jika terdapat kemaslahatan menurut syara’ dalam
menggugurkannya, atau bertujuan untuk menolak
bahaya yang mungkin terjadi, sementara usia
kehamilannya kurang dari 40 hari pertama, maka
hukumnya boleh.
• Tidak boleh menggugurkan ‘alaqah (darah kental)
atau mudhghah (daging kental), kecuali tim medis
yang kredibel menyatakan bahwa keberadaan
‘alaqah atau mudhghah tersebut akan mengancam
keselamatan jiwa ibunya.
• Setelah janin memasuki fase ketiga, tepatnya
genap berusia empat bulan atau 120 hari, maka
tidak boleh digugurkan kecuali tim medis
terpercaya memutuskan bahwa membiarkan si
janin tumbuh akan mengakibatkan kematian
ibunya. Ini semata dilakukan demi menolak bahaya
yang lebih besar.
• Jika hasil pemeriksaan medis memutuskan bahwa
keberadaan janin cacat parah dan tidak mungkin
diatasi, sehingga jika dibiarkan lahir pun hidupnya
akan cacat dan menderita sehingga akan
menyulitkan keluarganya, dan usia kehamilannya
di bawah empat bulan, dan tim dokter juga
merekomendasikan untuk menggugurkannya,
maka pengguguran tersebut boleh dilakukan
dengan alasan darurat. (Syekh Muhammad ibn
Ibrahim, Mausu‘ah al-Fiqh al-Islami, [Beirut: Baitul
Afkar ad-Dauliyyah], 2009, jilid 5, hal. 50).
• Sementara pendapat yang melarang secara mutlak antara lain adalah
pendapat Imam al-Ghazali, meskipun beliau merupakan pengikut
mazhab Syafi‘i.
• ‫ أن تقع النطفة في الرحم وتختلط‬،‫ ولها مراتب‬:‫ قال‬،‫أن االجهاض جناية على موجود حاصل‬
‫ فإن صارت مضغة وعلقة كانت‬،‫ وإفساد ذلك جناية‬،‫ وتستعد لقبول الحياة‬،‫بماء المرأة‬
‫ ازدادت الجناية تفاحشا‬،‫الجناية أفحش وإن نفخ فيه الروح واستوت الخلقة‬.
• Artinya: Menggugurkan kandungan adalah sebuah bentuk kejahatan
terhadap maujud (makhluk) yang ada. Hanya saja tingkatannya
berbeda-beda. Artinya, walau sperma baru masuk ke dalam rahim
dan bercampur dengan sel telur (pembuahan), yang selanjutnya siap
menerima kehidupan, maka merusaknya dianggap sebuah
kejahatan. Apalagi jika sudah berbentuk ‘alaqah atau mudhghah,
maka kejahatannya dinilai lebih berat. Sedangkan menggugurkan
kandungan dimana janin sudah bernyawa dan penciptaannya sudah
sempurna, maka kejahatannya dinggap lebih berat lagi. (Lihat: Sayid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, [Beirut: Darul Kitab al-‘Arabi], 1977, Jilid 2, hal.
195).
• Rupanya pandangan al-Ghazali di atas dilatari
oleh ayat yang melarang membunuh anak
secara umum, baik anak yang sudah lahir
maupun yang belum lahir, walaupun alasan yang
terdapat dalam ayat tersebut hanya takut miskin
atau tidak mampu menafkahi. Terlebih dalam
ayat yang lain disebutkan bahwa tindakan
membunuh anak termasuk perbuatan dosa
besar.
• Dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya
janin yang masih dalam kandungan), hanya karena
takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :
‫َو َال َتْقُتُلوْا َأْو الَد ُك ْم َخ ْش َيَة ِإْم الٍق َّنْح ُن َنْر ُز ُقُهْم َو ِإَّياُك م إَّن َقْتَلُهْم َك اَن ِخ ْطًء ا‬
‫َك ِبيًر ا‬
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-
anakmu karena takut melarat. Kamilah yang
memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang
besar.” (Qs al Isra’ : 31)
• ‫َو اَل َتْقُتُلوا َأْو اَل َد ُك ْم ِم ْن ِإْم اَل ٍق َنْح ُن َنْر ُز ُقُك ْم َو ِإَّياُهْم َو اَل َتْقَر ُبوا اْلَفَو اِح َش‬
‫َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو َم ا َبَطَن َو اَل َتْقُتُلوا الَّنْفَس اَّلِتي َح َّر َم ُهللا ِإاَّل ِباْلَح ِّق‬
• Artinya : “ Dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi
rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik
yang tampak maupun yang tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar, “ (QS. Al-An‘am [6]: 151).
F. Kesimpulan
• bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis,
yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah
ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’I hukumnya
adalah haram dan termasuk kategori membunuh jiwa yang
diharamkan Allah swt.
• Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk
penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di
dalamnya.
• Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada
pendapat yang membolehkan secara mutlak pengguguran
kandungan. Kendati ada pendapat yang memakruhkan atau yang
membolehkan, juga diikuti dengan batasan, alasan, dan pertimbangan
ahli yang kredibel. Bahkan, jika merujuk dua ayat di atas, alasan takut
miskin atau tidak mampu membiayai juga bukan pembenar tindakan
tersebut. Terlebih jika dilakukan sekadar menutupi aib. Wallahu ‘alam.
Sekian,Terima Kasih ………

Anda mungkin juga menyukai