Anda di halaman 1dari 12

Kemerdekaan bergama dan berkepercayaan

di indonesia
Pengertian :
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia
bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya.
Setiap manusia tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat
agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan
berkepercayaan muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apa
pun yang mengandung paksaan atau menyuruh penganutnya untuk memaksakan agamanya
kepada orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) sebagai berikut.

1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Di samping itu, dalam Pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2)
disebutkan, bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.”

Ketentuan-ketentuan di atas, semakin menunjukkan bahwa di Indonesia telah dijamin


adanya persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menentukan dan menetapkan
pilihan agama yang ia anut, menunaikan ibadah serta segala kegiatan yang berhubungan
dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan kata lain, seluruh warga negara
berhak atas kemerdekaan beragama seutuhnya, tanpa harus khawatir negara akan
mengurangi kemerdekaan itu.

Dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun


sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyebutkan bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.” Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal
sebagai berikut
a. Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk
oleh warga negara.

b. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam
negara dan pemerintahan.

c. Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu,
apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk
menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.

d. Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta perlindungan
hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang
berhubungan dengan eksistensi agama masing- masing.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan diatur pula dalam undang undang RI nomor 39
tahun 1999 tentang hak asasi manusia, serta dalam undang undang RI nomor 12 tahun
2005 tentang pengesahan kovenan internasional tentang hak asasi manusia.
Fungsi agama
• Sebagai pedoman hidup manusia dalam kehidupan sehari-hari,
baik secara individu maupun kelompok.
• Sebagai sumber aturan tata cara hubungan manusia dengan
Tuhannya, dan juga sesama manusia.
• Sebagai pedoman bagi manusia dalam mengungkapkan rasa
kebersamaan dengan sesama manusia.
• Sebagai pedoman perasaan keyakinan manusia terhadap sesuatu
yang luar biasa (supranatural) di luar dirinya.
• Sebagai cara manusia mengungkapkan estetika/ keindahan alam
semesta dan segala isinya.
• Sebagai cara untuk memberikan identitas kepada manusia sebagai
umat dari suatu agama.
Kerukunan umat beragama
• Kerukunan umat bergama merupakan sikap
mental umat beragama dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang serasi dengan
tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial
dan kekayaan. Di negara kita dikenal konsep Tri
Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas
kerukunan internal umat seagama, kerukunan
antar umat berbeda agama, dan kerukunan
antar umat beragama dengan pemerintah.
Contoh perilaku kerukunan internal umat seagama :
• Buka puasa bersama.
Kerukunan internal umat
• Bertetangga yang baik.
seagama
• Mengikuti kegiatan keagamaan.
• Menjaga toleransi antar sesama.
• Saling memaafkan antar sesama.
• Menjalankan syariat-syariat agama.
• Saling tolong-menolong dalam berbuat
kebaikan.
• Saling menjaga silaturahmi antar umat
beragama.
• Menghormati para ulama atau para pemuka
agama.
Adanya kesepahaman dan • Tidak menjadikan konflik sebuah perbedaan
kesatuan untuk melakukan antar umat.
amalan dan ajaran agama
• Menjaga hubungan baik dengan teman yang
yang dipeluk dengan
sama agamanya.
menghormati adanya
perbedaan yang bisa di • Menjalin hubungan persaudaraan yang erat
tolerir. antar umat seagama.
contoh perilaku kerukunan antar umat berbeda
agama :
Kerukunan antar umat
berbeda agama • Tidak mencela agama lain.
• Bersatu untuk menciptakan kedamaian.
• Tidak saling mengganggu dan mengejek.
• Saling menghormati hari raya agama lain.
• Bersatu untuk menciptakan kedamaian.
• Menghormati orang lain yang sedang
beribadah.
• Gotong royong membersihkan lingkungan
Cara atau sarana untuk sekitar.
mempersatukan dan • Tidak menjelekkan agama lain lewat media
mempererat hubungan antara
sosial.
orang-orang yang tidak
seagama dalam proses • Tetap menjaga silaturahmi walaupun
pergaulan di masyarakat, berbeda agama.
tetapi bukan ditujukan untuk • Membantu umat agama yang lain jika dalam
mencampuradukkan ajaran
agama.
kesusahan.
Kerukunan antar umat . Contoh perilaku kerukunan antar umat beragama dengan
beragama dengan pemerintah:
pemerintah • Merayakan hari besar keagamaan yang ditetapkan
pemerintah.
• Saling menghormati keputusan pemerintah dalam hal
keagamaan.
• Ikut serta mendukung peraturan pemerintah dalam hal
keagamaan.
• Tunduk terhadap peraturan pemerintah mengenai
kerukunan dalam beragama.
• Memberi ijin dalam membuat tempat ibadah dan tidak
mengganggu keamanan.
Pemerintah ikut andil dalam • Pemerintah tidak membedakan hak dan kewajiban
menciptakan suasana tentram, agama minoritas maupun mayoritas.
termasuk kerukunan antara umat
• Tunduk dan patuh terhadap peraturan keagamaan yang
beragama dengan pemerintah sendiri.
Trikerukunan umat beragama telah ditetapkan oleh pemerintah.
diharapkan menjadi menjadi salah satu • Pemerintah ikut berperan dan bertanggung jawab demi
solusi agar terciptanya kehidupan mewujudkan kerukunan hidup umat beragama.
umat beragama nan damai, penuh • Umat beragama bekerjasama dengan pemerintah dalam
kebersamaan, bersikap toleran, saling
menghormati dan menghargai dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
perbedaan • Setiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak, dan
kedudukan yang sama dalam Negara dan pemerintahan.
4.Ciri ciri kemerdekaan bergama dalam kedua peraturan tersebut

• Kebebasan Memeluk Agama


“Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.” (Pasal 22 ayat 1 UU no 39 tahun 1999). Pasal tersebut menjelaskan
bahwa kemerdekaan beragama terjadi ketika setiap orang bebas dan tanpa halangan / ancaman
dari orang lain untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
• Negara Menjamin Kemerdekaan Warganya untuk Beribadah
“Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing, dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” (Pasal 22 ayat 2 UU no 39 tahun 1999).
Pasal tersebut menjelaskan bahwa Negara harus menjamin warganya untuk tetap aman dalam
melaksanakan ibadah sesuai agamanya masing-masing tanpa ada paksaan atau pelarangan dari
orang lain.
• Kebebasan untuk menetapkan agama atas pilihan sendiri
“Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup
kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan,
baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau
tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan,
pengamalan, dan pengajaran.” (Pasal 18 ayat 1 UU no 12 tahun 2005). Pasal inimenjelaskan
bahwa setiap orang berhak menetapkann agamanya sendiri atau pemikirannya sendiri dan
kebebasan untuk beribadah di tempat umum maupun tertutup.
• Tanpa paksaan dalam menganut agama / kepercayaan
“Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau
menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.” (Pasal 18 ayat 2 UU no 12
tahun 2005). Pasal ini menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memaksa seseorang
sehingga kegiatan beribadah orang itu trganggu
• Hanya ketentuan hukum yang bisa membatasi seseorang dalam menentukan agama /
kepercayaan
“Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat
dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan,
ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang
lain.” (Pasal 18 ayat 3 UU no 12 tahun 2005). Pasal ini menjelaskan bahwa yang dapat
membatasi seseorang untuk menjalankan dan atau menentukan agama adalah hukum. Jadi,
selain hukum , tidak ada yang bisa memaksakan kehendak orang lain untuk menjalankan dan
menentukan agama / kepercayaan.
• Pendidikan agama harus sesuai dengan keyakinan masing-masing individu
“Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila
diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-
anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.” (Pasal 18 ayat 4 UU no 12 tahun
2005).Pasal ini mejelaskan bahwa Negara peserta konvenan internasional tentang hak-hak sipil
dan politik ini harus menghormati kebebasan orang tua untuk memastikan kesesuaian antara
pendidikan agama dengan agama yang dianut.
5.Apakah boleh kita untuk tidak bergama
Tidak memiliki agama atau biasa di sebut dengan atheis. Atheis
berasal dari bahasa yunani. A berarti tidak ada, dan theos berarti
tuhan. Secara hukum, tidak ada peraturan perundang –
undangan yang secara tegas melarang seseorang menganut
paham atheis. Akan tetapi, dengan seseorang menganut
ateisme, akan memberikan dampak pada hak hak orang tersebut
di mata hukum. Misalnya, kesulitan dalam pengurusan
dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda
Penduduk atapun Kartu Keluarga yang mengharuskan adannya
pencantuman agama. Juga ketika sesorang hendak
melaksanakan perkawainan, perkawinan hanya sah bila
dilakukan menurut hukum dari masing masing agama yang
dianutnya.

Anda mungkin juga menyukai