Anda di halaman 1dari 30

Hukum Sanksi Ditinjau dari Hukum Pidana:

Pidana Denda

Bidang Studi Hukum Pidana


Fakultas Hukum UI - 2020
Parameter Kriminalisasi?
• Menentukan parameter untuk menetapkan sanksi pidana dan penjatuhan pidana
dapat dilakukan setelah disepakatinya makna dan tujuan pidana.
• Moral gravity dari setiap tindak pidana seyogyanya disusun melalui suatu
penelitian eksploratoris, yang menuntut adanya upaya sinergistik dengan disiplin
ilmu lain seperti kriminologi, psikologi sosial, sosiologi, dan antropologi.
• Sanksi selain pidana tidak akan mencapai tujuan dari penyelenggaraan Pemda
• Hasilnya menjadi landasan untuk menciptakan suatu skala indeks penetapan
pidana yang sungguh didasarkan atas collective conscience, dengan performance
indicator yang disumbangkan oleh disiplin-disiplin lain.
• Perancangan setiap rumusan pidana, karenanya, akan mempunyai acuan yang
jelas, dan diharapkan dapat menghindarkan terjadinya inkonsistensi dan
ketidakjelasan dalam penentuan sanksi.
Beberapa masalah dalam penentuan
sanksi
• Tidak ada parameter yang dijadikan landasan untuk menentukan sanksi,
baik berupa jenis maupun berupa besarannya
• RUU KUHP misalnya, sebagian besar masih memakai pola sanksi yang
diterapkan dalam KUHP
• Dalam hal ada sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda, tidak ada
rasio atau kesebandingan yang konstan, tergantung pada pembentuk UU
dan pada lingkup tindak pidana
• Sanksi administratif dan tindakan masih terlihat tumpang tindih dalam
berbagai peraturan perundang-undangan
• KUHP pada umumnya hanya mengatur pidana alternatif, namun dalam
berbagai UU dan RUU KUHP dirumuskan Pidana kumulatif, dengan
maksud untuk meningkatkan efektivitas sanksi tersebut.
Besaran pidana: Digantungkan pada variabel yang mana?

• Kerugian material dan immateril yang ditimbulkan


(yang aktual dan potensial)
• Dampak pada korban
• Hubungan pelaku dan individu
• Tingkat kesalahan pelaku
• Motivasi pelaku
• Keadaan-keadaan tertentu
• Nilai masyarakat
• Kepentingan negara
- Bahwa ada keinginan untuk menyeimbangkan
kembali antara “berat-ringannya keseriusan delik”
(diukur pada ancaman kerugiannya pada rasa aman
masyarakat) dengan ancaman pidana yang telah atau
akan dicantumkan.

- Perlu diperhatikan pula asas penggunaan delik


tersebut secara praktis dan efektif (kemungkinan
penegakkannya serta dampaknya pada prevensi
umum – juga beda antara kriminalisasi “in abstracto”
dan “in concreto”)
DALAM RUU KUHP NASIONAL

- Ada beberapa perubahan dan tambahan, antara lain :


a) Pidana mati menjadi pidana khusus
b) Pidana denda dibagi dalam 8 Kategori (I s/d VIII)
c) Ada pidana tambahan “pemenuhan kewajiban adat”
d) Ada pidana pengawasan (probation)
e) Ada pembedaan pidana untuk pelaku dewasa dan untuk pelaku
anak

6
JENIS-JENIS PIDANA

KUHP (UU No. 1/1946) R-KUHP


Bab II Buku I Pasal 10 Bab III Buku I Pasal 64

A. Hukuman/Pidana Pokok : A. Pidana Pokok :


1. Hukuman mati (death penalty/capital 1.Pidana penjara
punisment) 2.Pidana tutupan
2. Hukuman penjara 3.Pidana pengawasan
3. Hukuman kurungan 4.Pidana denda
4. Hukuman denda 5.Pidana kerja sosial
5. Hukuman tutupan
(khusus utk perbuatan yang B. Pidana Tambahan :
patut dihormati)  UU No. 20/1946 1.Pencabutan hak-hak tertentu
2.Perampasan barang-barang
B.Hukuman/Pidana Tambahan: tertentu dan/atau tagihan
1. Pencabutan hak-hak tertentu 3.Pengumuman putusan hakim
2. Perampasan barang-barang tertentu 4. Pembayaran ganti kerugian
3. Pengumuman putusan hakim 5. Pemenuhan kewajiban adat setempat
dan/atau kewajiban menurut hukum yang
hidup dalam masyarakat
PIDANA DENDA

Pasal 30 ayat (1) KUHP


• Obyek pidana denda?
• Berhasil/tidaknya pidana denda?
• Dgn adanya pidana denda seringkali penerapan
Hukum Pidana menjadi kabur krn pidana denda
dianggap bukan pidana karena pelaku tdk ada di LP
dan pembayaran denda dapat dilakukan oleh selain
pelaku
• Kontroversi nilai mata uang
Pidana Denda dan Kurungan Pengganti

• Jika denda tdk dibayar, maka diganti dgn pidana


kurungan
• Kurungan penganti denda:
• Minimal 1 hari dan maksimal 6 bulan
• Bila ada pemberatan denda, maka kurungan pengganti
denda dapat menjadi 8 bulan
Dampak positif dan negatif pidana denda

Berdasarkan “laporan pengkajian hukum tentang penerapan pidana Denda Dep.Keh.RI”, ternyata bahwa pidana
denda sejauh ini dirasakan belum memenuhi tujuan pemidanaan, disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Dapat digantikannya pelaksanaan denda oleh bukan pelaku, menyebabkan rasa dipidananya pelaku menjadi
hilang.
b. Nilai ancaman pidana denda di rasakan terlampau terlalu rendah, sehingga tidak sesuai dengan keselarasan
antara tujuan pemidanaan dengan rasa keadilan dalam masyarakat.
c. Meskipun terdapat ancaman pidana yang tinggi dalam aturan pidana diluar KUHP, akan tetapi belum dapat
mengikuti cepatnya perkembangan nilai mata uang dalam masyarakat.

Namun terlepas dari hal diatas, jenis pidana denda ini memberikan banyak segi-segi keadilan, antara lain:
a. Pembayaran denda mudah dilaksanakan dan dapat di revisi apabila ada kesalahan, dibanding dengan jenis
hukuman lainnya.
b. Pidana denda adalah hukuman yang menguntungkan pemerintah karena pemerintah tidak banyak
mengeluarkan biaya, bila tanpa disertai kurungan subsider.
c. Hukuman denda tidak membawa atau tidak mengakibatkan tercela nya nama baik atau kehormatan seperti
yang dialami terpidana penjara.
d. Pidana denda akan membuat lega dunia perikemanusiaan.
e. Hukuman denda akan menjadi penghasilan bagi daerah atau kota.
Pelaksanaan pidana denda
• Hakim tidak boleh mentetapkan, bahwa hukuman kurungan pengganti hukuman denda
itu harus dilaksananakan, jika terhukum tidak membayar sendiri denda tersebut. (vide
H.R 5 maret 1906, W 8345: 21 Januari 1907,8942.)
• Berdasarkan ketentuan
(Pasal 30 ayat 2 KUHP) Pelaksanaan pidana denda dapat diganti dengan pidana
kurungan maka sering dalam putusan hakim membuat pidana alternatif selain
kurungan juga ada pidana kurungan pengganti. Dalam hal ini terpidana bebas
memilihnya apakah harus membayar denda atau menjalani pidana kurungan.
• Pidana denda perlu adanya jaminan penggantinya di karenakan dalam pelaksanaan
pidana denda tidak dapat dijalankan denagan paksaan secara langsung seperti
penyitaan atas barang-barang terpidana. Ini berbeda dengan perkara perdata yg
dilakukan pelelangan setelah disita pengadilan dan juga pidana Penjatuhan uang
pengganti dalam perkara korupsi yang mana Jaksa bisa melakukan penyitaan terhadap
harta dari terdakwa.
• Pembayaran denda dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah putusan berkekuatan
hukum tetap terpidana harus mebayar denda tsb kecuali terhadap perkara-perkara
dengan pemeriksaan acara cepat harus seketika dilunasi (misalnya perkara lalu-lintas).
Pidana denda dibayarkan kepada kejaksaan yang menerima harus segera di setor ke
kas negara
Perkembangan kedudukan Pidana Denda
• Pidana denda yang merupakan salah satu jenis pidana pokok yang berdiri sendiri sebagaimana dalam
ketentuan dalam pasal 10 KUHP. Namun dalam ketentuan pidana dalam beberapa ketetuan Pidana
diluar KUHP, penjatuhan pidana denda bersama-sama dengan pidana pokok yang lain atau dikenal
dengan istilah Stesel Pidana Komulatif. Dalam Stesel komulatif tersebut terdakwa selain di jatuhi 2
Pidana pokok dapat dijatuhkan secara bersama-sama. Misalnya : dalam perkara illegal logging, undang-
undang perlindungan anak, terdakwa selain dijatuhi pidana penjara dan juga Pidana Denda;
• Dalam stesel komulatif, penjatuhan pidana denda pun tetap menacu kepada ketentuan KUHP, yaitu
besarnya denda yang dijatuhkan tetap di alternatifkan dengan pidana kurungan sebagai pidana
pengganti. Dan lamanya pidana pengganti maksimal pidana kurungan adalah selama 6 (enam) bulan.
• Namun perkembanan terakhir stesel komulaitif tetap dipertahankan namun alternative pidana
pengganti bukan lagi pidana kurungan, namun pidana penjara. Sebagai contoh dalam UU nomor 35
tahun 1999 tentang Narkotika dalam pasal 148 disebutkan "apabila putusan pidana denda
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini tidak dapat dibayar oleh Pelaku tindak pidana
Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar"
• Bandingkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan
saksi dan korban Pasal 43 ayat (1) disebutkan
"Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 pidana denda tersebut diganti dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun."
• Daricontoh diatas kedudukan Pidana denda sudah mengalami perubahan, pada Perkara Narkotika sudah
di tentukan alternative pidana penjara, sedangkan dal;am perlindungan saksi dan korban, alternatif
pidana penjara sudah ada batas minimumnya, yaitu 1 tahun;
Pidana denda di negara lain
• Sistem pidana baru diperkenalkan oleh Negara-negera skandinavia (finlandia dan
Swedia), yang kemudian diikuti oleh Jerman, Austria, Perancis dan Portugal yang
disebut denda harian (day fine). Maksud denda harian (day fine) adalah penjatuhan
pidana denda berdasarkan kepada kemampuan keuangan orang perhari. Tentunya
pandapatannya perhari dikurangi dengan utang-utangnya. Jadi pada delik yang sama
dipidana denda tidak sama karena didasarkan pada kemampuan keuangan si
pelanggar. Jumlahnya besarnya denda maksimum dan minimum juga sudah
ditentukan.
• Di Swedia satu hari maximum 1.000 crown sedangkan minimum sebesar 10 crown. Dan
minimal 1 hari dan maximal selama 6 bulan. Di Jerman hanya yang di jatuhi pidana 3
bulan atau kurang yang diganti dengan pidana denda harian. Di Perancis hanya delik-
delik ringan yang dikenakan denda harian. Yunani bahkan menganut aliran yang
menentukan bahwa semua pidana penjara yang tidak lebih dari 6 bulan dikonversi
menjadi pidana denda harian. Bahkan Pengadilan Yunani dapat mengenakan denda
harian sampai pada pidana penjara 18 Bulan jika dipandang cukup memadahi
menerapkan pidana denda harian untuk membuat jera pelanggar untuk melakukan
delik berikutnya.
• Di Belanda besarnya penetapan pidana denda dibagi menjadi 6 (enam) kategori, yaitu :
kesatu, 500 (lima ratus) guilder kedua, 5.000 (lima ribu) guilder ketiga, 10.000 (sepuluh
ribu) guilder keempat 25.000 (dua puluh lima ribu) guilder kelima 100.000 (seratus
ribu) guilder dan keenam 1.000.000 (satu juta) guilder.
Pidana Tambahan
Pidana Tambahan
• Pencabutan Hak: psl. 35-38 KUHP
• Perampasan barang: berupa barang yg diperoleh dr
kejahatan atau yg sengaja digunakan utk melakukan
kejahatan  Ps. 39 KUHP
• Pengumuman Putusan Hakim: Ps. 43 KUHP
Pidana Tambahan – UU No. 3/1997
Pidana Tambahan – UU Pengadilan Anak :
Pasal 23
(1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok
dan pidana tambahan.
(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:
a. pidana penjara;
b. pidana kurungan;
c. pidana denda; atau
d. pidana pengawasan.
(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap
Anak Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan
barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
(4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(Pembayaran ganti rugi yang dijatuhkan sebagai pidana tambahan
merupakan tanggungjawab dari orang tua atau orang lain yang
menjalankan kekuasaan orang tua).
Pidana Tambahan-KUHP

Pasal 35
(1). Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal
yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum
lainnya ialah:
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan-aturan umum.
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan,
hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas,
atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.
2. Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika
dalam aturan- aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.
Pidana Tambahan - RKUHP

Pasal 91 :
1) Hak-hak terpidana yang dapat dicabut dalam hal-hal ialah:
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang
tertentu;
2. hak memasuki TNI dan POLRI;
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum.
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas
penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu
atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian
atau pengampuan atas anak sendiri;
6. hak menjalankan profesi tertentu.
2) Jika terpidana adalah korporasi maka hak yang dicabut adalah segala
hak yang diperoleh korporasi.
Pidana Tambahan-KUHP

Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau
jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan
Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan
dalam Buku Kedua, dapat di cabut dalam hal
pemidanaan karena kejahatan jabatan atau
kejahatan yang melanggar kewajiban khusus
sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan,
kesempatan atau sarana yang diberikan pada
terpidana karena jabatannya.
Pidana Tambahan-KUHP

Pasal 37
1. Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan
pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain,
dapat dicabut dalam hal pemidanaan:
• orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan
bersama-sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah
kekuasaannya;
• orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di
bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam
bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.
2. Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim
pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang
hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan
wali dan kekuasaan pengampu.
Pidana Tambahan-KUHP

Pasal 38
1. Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya
pencabutan sebagai berikut:
• dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya
pencabutan seumur hidup;
• dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan,
lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima
tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
• dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun
dan paling banyak lima tahun.
2. Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat
dijalankan.
Pencabutan Hak

• a. Pencabutan Hak-hak Tertentu


• Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu tidak berarti hak-hak
terpidana dapat dicabut. Pencabutan tersebut tidak meliputi pencabutan hak-
hak kehidupan, hak-hak sipil (perdata), dan hak-hak ketatanegaraan. Menurut
Vos, pencabutan hak-hak tertentu itu ialah suatu pidana di bidang
kehormatan, berbeda dengan pidana hilang kemerdekaan, pencabutan hak-
hak tertentu dalam dua hal :
• 1. Tidak bersifat otomatis, tetapi harus ditetapkan dengan keputusan hakim;
• 2. Tidak berlaku seumur hidup, tetapi menurut jangka waktu menurut
undang-undang dengan suatu putusan hakim.
• Hakim boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu apabila diberi
wewenang oleh undang-undang yang diancamkan pada rumusan tindak
pidana yang bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan pencabutan
hak-hak tertentu dirumuskan dalam pasal: 317, 318, 334, 347, 348, 350, 362,
363, 365, 372, 374, 375. Sifat hak-hak tertentu yang dicabut oleh hakim tidak
untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali apabila
terpidana dijatuhi hukuman seumur hidup.
PERAMPASAN HARTA

Pasal 39
1. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari
kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan
kejahatan, dapat dirampas.
2. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak
dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat
juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal
yang ditentukan dalam undang-undang.
3. Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah
yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas
barang-barang yang telah disita.
Pidana Tambahan

Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai,
memasukkan atau mengangkut barang-barang denga
melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran
di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-
aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan,
dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka
hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-
barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan
kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya
tanpa pidana
apapun.
Pidana Tambahan

Pasal 41
1. Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya,
diganti menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak
diserahkan, atau harganya menurut taksiran dalam putusan
hakim, tidak di bayar.
2. Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan
paling lama enam bulan.
3. Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim
ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau
kurang di hitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh
sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak
satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah
lima puluh sen.
4. Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
5. Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana
kurungan pengganti ini juga di hapus.
Ketentuan Tambahan

Pasal 42
• Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan
dipikul oleh negara,dan segala pendapatan dari pidana
denda dan perampasan menjadi milik negara.
PERAMPASAN HAK
• Sebagaimana prinsip umum pidana tambahan, pidana perampasan barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan (imperatif)
untuk dijatuhkan. Akan tetapi, ada juga pidana perampasan barang tertentu yang menjadi keharusan (imperatif), misalnya pada Pasal 250 bis
(pemalsuan mata uang), Pasal 205 (barang dagangan berbahaya), Pasal 275 (menyimpan bahan atau benda, seperti surat dan sertifikat
hutang, surat dagang).
• Untuk pelaksanaan pidana perampasan barang apabila barang tersebut ditetapkan dirampas untuk negara, dan bukan untuk dimusnahkan
terdapat dua kemungkinan pelaksanaan, yaitu: apakah pada saat putusan dibacakan: 1) barang tersebut telah terlebih dahulu diletakkan
dibawah penyitaan, ataukah 2) atas barang tersebut tidak dilakukan sita.
• Pada ketentuan pertama berarti eksekusi terhadap barang sitaan tersebut dilakukan pelelangan di muka umum menurut peraturan yang
berlaku, dan hasilnya di masukkan ke kas negara (Pasal 42 KUHP). Sedangkan apabila kemungkinan kedua yang terjadi maka eksekusinya
berdasarkan pada Pasal 41 yaitu terpidana boleh memilih apakah akan tetap menyerahkan barang-barang yang disita ataukah menyerahkan
uang seharga penafsiran hakim dalam putusan. Apabila terpidana tidak mau menyerahkan satu di antara keduanya maka harus dijalankan
pidana kurungan sebagai pengganti. Mengenai pidana kurungan pengganti perampasan barang lebih lanjut dijelaskan dalam KUHP pasal 30
ayat (2) yang berbunyi Jika denda tidak dibayar, lalu diganti dengan kurungan.
• Di dalam praktik, apa yang disebut pidana tambahan berupa pernyataan disitanya barang-barang tertentu seringkali hanya merupakan suatu
tindakan pencegahan belaka, yang dilakukan dengan cara merusak atau dengan cara menghancurkan benda-benda yang telah dinyatakan
sebagai disita , baik merupakan benda yang telah dihasilkan oleh suatu kejahatan, maupun merupakan benda yang telah digunakan untuk
melakukan suatu kejahatan.
• Oleh karena itu, tepatlah kiranya apa yang dikatakan oleh Hazewinkel-Suringa, bahwa pidana tambahan berupa pernyataan disitanya barang-
barang tertentu yang semula telah dimaksud untuk menjadi suatu pidana, seringkali telah berubah fungsinya menjadi politerechtelijke
vernietigning, yakni pengrusakan yang dilakukan terhadap barang-barang tertentu yang menurut sifatnya adalah berbahaya, dengan maksud
agar benda-benda tersebut jangan sampai dapat digunakan oleh orang lain untuk tujuan-tujuan yang bersifat melawan hukum. Akan tetapi,
benda-benda yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi pada umumnya oleh hakim hanya akan dinyatakan sebagai disita untuk
kepentingan negara tanpa disertai perintah untuk merusak atau memusnahkannya.
PENGUMUMAN PUTUSAN
HAKIM
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan
diumumkan berdasarkan kitab undang- undang
ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia
harus menetapkan pula bagaimana cara
melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.
Pengumuman Keputusan Hakim

• Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim antara lain dapat diputuskan oleh hakim bagi
para pelaku dari tindak pidana yang telah diatur di dalam Pasal 127, 204, 205, 359, 360, 372, 374, 375,
378, dan seterusnya, serta Pasal 396 dan seterusnya KUHP. Pada umumnya, putusan hakim harus
diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum (pasal 195 KUHAP), apabila tidak maka
keputusan tersebut batal demi hukum. Hal ini berbeda dengan pengumuman putusan hakim sebagai
salah satu pidana.
• Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan suatu publikasi ekstra dari suatu putusan
pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana. Jadi dalam pengumuman putusan hakim ini, hakim
bebas untuk menentukan perihal cara pengumuman tersebut, misalnya melalui surat kabar, papan
pengumuman, radio, televisi, dan pembebanan biayanya ditanggung terpidana.
• Adapun penjatuhan pidana tambahan ini mempunyai daya kerja yang bersifat mencegah secara khusus,
mengingat bahwa penjatuhan pidana tambahan ini akan menyulitkan terpidana untuk kembali
melakukan tindak pidana yang sejenis. Di sisi lain, juga membuat terpidana menjadi tidak dapat
melakukan kembali tindak pidana yang sejenis di kemudian hari, karena hampir semua orang telah
diperingatkan tentang kemungkinan terpidana akan melakukan tindak pidana yang sejenis, apabila ia
diterima bekerja di jawatan atau perusahaan manapun atau apabila orang ingin berhubungan dengan
terpidana setelah selesai menjalankan pidananya.
• Pidana tambahan ini juga mempunyai suatu daya kerja yang bersifat mencegah secara umum, karena
setiap orang menjadi tahu bahwa alat-alat negara akan menindak secara tegas, siapapun yang
melakukan tindak pidana yang sama seperti yang telah dilakukan oleh terpidana, dan bukan tidak
mungkin bahwa perbuatan mereka pun akan disiarkan secara luas untuk dapat dibaca oleh semua
orang.
Pidana Tambahan diluar KUHP
Pengaturan mengenai hukuman tambahan juga terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya, KUHP
sendiri memang tidak membatasi bahwa hukuman tambahan tersebut terbatas pada tiga bentuk di atas saja. Dalam
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi misalnya, diatur juga mengenai hukuman tambahan
lainnya selain dari tiga bentuk tersebut, yakni terdapat dalam Pasal 18 yang isinya sebagai berikut :
1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk
atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
dilakukan;
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi;
3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk paling lama satu tahun;
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang
telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Adapula ketentuan-ketentuan pidana tambahan lain yang tercantum dalam undang-undang lainnya , yaitu:
1. Pencabutan izin usaha (Undang-Undang No.5 tahun 1984 tentang Perindustrian);
2. Pembayaran ganti rugi (Undnag-Undang No.3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak)
3. Pembubaran korporasi yang diikuti likuidasi (Undang-Undang No.15 tahun 2002 tentang Pencucian Uang);
4. Larangan menduduki jabatan direksi (Undang-Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat);
5. Perintah penghentian kegiatan tertentu (Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

Anda mungkin juga menyukai