Anda di halaman 1dari 27

Sanksi

Tujuan Pemidanaan
• mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegak­
kan norma hukum demi pengayoman masyarakat;
• memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan
pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan
berguna;
• menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan
rasa damai dalam masyarakat; dan
• membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pidana dan Tujuan pemidanaan

“Not making sentence equal, but


in making sentencing
philosiophies agree” (bukan
memjadikan pidana sama, tetapi
menjadikan falsafah pemidanaan
serasi).
(Kenedy)
Relasi TujuaN pemidanaan dan
sanksi
Tujuan
1

Sanksi menjadi alat


Sanksi untuk memastikan
Tujuan (sistem,
2 jenis dan pencapaian tujuan
besaran) yang ditentukan oleh
pembentuk undang-
undang.
Tjuan 3
Straft & Maatregel
• Straft : Pidana

• Maatregel : Tindakan
Sistem Sanksi DALAM
KUHP
• KUHP tidak pernah menentukan tujuan pemidanaan
sebagai syarat tertulis dalam buku I
• Sehingga menjadi otoritas penuh dari hakim untuk
menentukan tujuan apa yang akan dicapai dalam
penjatuhan sanksi
• Penjara sebagai sanksi berbeda pengertiannya dengan
perjara sebagai institusi (lapas/bapas)
• Kualifikasi delik aduan misalnya
STRAFMAAT, STRAFSOORT,
STRAFTMODUS

• strafsoortnya yakni jenis-jenis pidana yang


ada dalam baik pidana pokok maupun
dalam pidana tambahan
• strafmaat yaitu berat ringannya pidana,
• Strafmodus yaitu alasan atau bentuk
pengenaan pidananya
Strafmodus

(1) bentuk pengenaan pidana tunggal;


.
(2) bentuk pengenaan pidana alternatif;
(3) bentuk pengenaan pidana kumulasi;
(4) bentuk pengenaan pidana kombinasi
Stelsel Pemidanaan
(pasal 10 KUHP)
Pidana Pokok: Pidana Tambahan:

1. pidana mati 1. pencabutan hak-hak


tertentu
2. pidana penjara 2. perampasan barang-barang
3. kurungan tertentu
3. pengumuman putusan
4. Denda hakim
Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan (impe-ratif),
sedangkan penjatuhan pidana tambahan sifatnya fakultatif.
• Para penulis di Belanda mengakui bahwa susunan (sistem) pidana yang terdapat di dalam Pasal
10 KUHP itu bersifat sederhana.
• Pompe dalam Utrecht menyebutkan, bahwa kesederhanaan sistem pidana itu dapat dibuktikan
dari adanya dua jenis hukuman saja yaitu hukuman utama (hoofdstraf) dan hukuman tambahan
(bijkomende straf).
• Van Bemmelen menyebutkan bahwa mengenai kesederhanaan dari susunan pidana yang telah
dipilih oleh pembentuk undang-undang itu, di dalam MvT antara lain disebutkan sebagai berikut:

“door groote eenvoudigheid, zeker op zich zelve een groot voor­deel. Hoe minder straffen
toch, hoe gemakkelijker haar onderlinge vergelijking; en zonder zoodanige vergelijking is
geen toebedeeling van de straf in juiste verhouding tot te betrekke­lijke zwaarte der
misdrijven mogelijk”. (kesederhanaan seperti itu dengan sendirinya membawa keuntungan-
keuntungan yang sangat besar. Karena makin sedikit pidana-pidana yang ada, akan makin
mudah orang membuat perbandingan mengenai pidana-pidana tersebut. Dan tanpa dapat
membuat per-bandingan seperti itu, orang tidak akan dapat menjatuhkan pidana secara tepat
sesuai dengan berat-ringannya kejahatan.)
Perkembangan sanksi pidana

• Sanksi bukan hanya terfokus pada Pidana tambahan


hukuman mati atau penjara
melainkan : - ganti rugi …..
Pidana pokok: - pelaksanaan pemenuhan
• pidana penjara; kewajiban adat;

• pidana tutupan; Diluar KUHP/RKUHP:


• pidana pengawasan; kebiri,
• pidana denda; dan • Sanksi terhadap korporasi
• pidana kerja sosial.
Pidana Tambahan
• Penjatuhan jenis pidana tambahan bersifat fakultatif, bukan meru-pakan suatu
keharusan.
• Apabila me­nurut penilaian hakim, bagi keja-hatan atau pelanggaran yang diancam
dengan salah satu jenis pidana tambahan [misalnya Pasal 242 ayat (4) yang
diancam dengan pidana tambahan: pencabutan hak-hak tertentu seba­gaimana
disebutkan dalam Pasal 35 KUHP] yang didakwakan telah terbukti, maka hakim
boleh menjatuhkan dan boleh juga tidak men­jatuhkan pidana tambahan tersebut.
• Walaupun prinsip dasarnya penjatuhan jenis pidana tambahan itu bersifat
fakultatif, akan tetapi ada juga beberapa pengecualiannya, dimana penjatuhan
pidana tambahan menjadi bersifat imperatif, mi­salnya terdapat pada Pasal 250 bis,
261 dan 267 KUHP.
• P.A.F. Lamintang menyebutkan, bahwa mengenai keputusan apakah perlu atau
tidaknya dijatuhkan suatu pidana tambahan, selain dari menjatuhkan suatu pidana
pokok kepada seorang terdakwa, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada
pertimbangan hakim.
Komulasi pidana Pokok

• KUHP tidak mengenal adanya suatu kumulasi dari pidana-


pidana pokok yang diancamkan bagi suatu tindak pidana
tertentu, khususnya pidana penjara dengan pidana denda, atau
pidana kurungan dengan pidana denda.
• Namun hal ini tidak berarti bahwa hukum pidana Indonesia
tidak mengenal adanya suatu kumulasi dari pidana-pidana
pokok yang telah diancamkan bagi suatu tindak pidana tetentu.
• Beberapa ketentuan pidana yang mengandung ancaman pidana yang lebih dari satu pidana
pokok secara kumulatif misalnya dapat dilihat di dalam UU No. 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 7 (drt)
Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi (yang masih berlaku sampai saat ini) dan UU
No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Komulasi pidana pokok
• Diancamkannya dua pidana pokok secara kumulatif kepada seorang terdakwa
sebenarnya merupakan penyimpangan dari kehendak pembentuk KUHP,
• menurut Memorie van Toelichting (MvT), penjatuhan dua macam pidana
pokok secara bersama bagi seseorang yang telah melakukan suatu tindak
pidana tertentu itu tidak dapat dibenarkan, dengan alasan bahwa pidana berupa
perampasan kemerdekaan dan pidana berupa denda itu mempunyai sifat dan
tujuan yang sangat berbeda.
• Dalam hal ini Simons dalam P.A.F. Lamintang mempunyai pendapat yang
berbeda, bahwa penjatuhan dari dua macam pidana pokok pada suatu saat
yang sama bagi seseorang yang telah terbukti melakukan suatu tindak pidana
tertentu itu dapat dibenarkan, khususnya apabila tindak pidana itu telah
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu ke­untungan
Pidana Mati

pelaksanaan (eksekusi) pidana mati seperti


diterangkan dalam Pasal 11 KUHP yang
menyatakan bahwa :”Pidana mati dijalankan oleh
algojo ditempat gantungan dengan menjeratkan tali
yang terikat ditiang gantungan pada leher terpidana,
kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana
berdiri” Ketentuan ini telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964, yakni
dilaksanakan didepan satu regu tembak.
1870 Pidana Mati dihapuskan di
belanda
Politik hukum pidana di negeri Belanda pada tahun 1870
itu tidak diikuti di daerah koloni (Indonesia), karena
menurut tanggapan kebanyakan ahli-ahli hukum pidana,
keadaan khusus di Indo-nesia menuntut supaya penjahat-
penjahat yang terbesar dapat dilawan dengan pidana mati.
Dalam suatu daerah yang begitu luas yang didiami rakyat
yang heterogen (berbeda sifat), alat-alat kepolisian tidak
dapat menjamin keamanan seperti di Eropa Barat.
Penjara
• Falsafah dan tujuan pidana dalam konsep penjara (dalam
konsep retributif/detterence) sebagai sanksi tidak lagi
sejalan ketika diterjemahkan dalam institusinya (dalam
UU pemasyarakatan merupakan lembaga
rehabilitasi/resosialisasi)
• Sehingga dalam mempertimbangkan penggunaan sanksi
pidana penjara saat ini (termasuk besarannya) bukan
hanya terkait dengan jenis pidana, tingkat keseriusan,
kerugian korban … tetapi juga bagaimana pelaksanaan
dari sanksi ini dilapangan.
BOEI
• lembaga-lembaga yang dapat dipandang sebagai pen­jara sudah ada pada
tahun 1300, yaitu
• Delle Stinhe yang ada di Florence, l

• embaga koreksi di London pada tahun 1557,

• Amsterdam 1556,

• Roma 1704, Ghent 1773.

Lembaga-lembaga ko­reksi tersebut menegakkan disiplin dan bekerja keras,


dan upah para penjaga koreksi itu dibayar oleh terpidana
• penjara modern baru dikenal di Philadelphia pada tahun 1790. Se­
belumnya, telah ada
Penjara
Pidana penjara strafsoortnya mencakup pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu (Pasal 12 ayat (1) KUHP). Strafmaat dari pidana
penjara diterangkan dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) KUHP yang
menjelaskan sebagai berikut :

(1) Pidana penjara selama waktu tertentu paling cepat dan paling lama lima
belas tahun berturut-turut;

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh
tahun berturut-turut dalam hal yang kejahatan yang dipidananya hakim boleh
memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama
waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab
tambahan pidana karena perbarengan (concurcus), pengulangan (residive) atau
karena ditentukan dalam Pasal 52 KUHP.

(3) Pidana penjarar selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua
puluh tahun.
Maksimum Khusus

• KUHP mengenal pengaturan pidana Pasal 372 KUHP disitu


dicantumkan ancaman pidana :
maksimum, artinya dalam setiap delik “….dengan pidana paling lama
ancaman pidana hanya diberi batas empat Tahun atau denda paling
banyak sembilan ratus rupiah”.
pidana maksimum saja tetapi tidak
dikenal batas minimum pidana Pasal 311 ayat (1) KUHP disitu
dicantumkan ancaman
• Pernyataan yang berwarna merah pidana :”….diancam
melakukan fitnah dengan
menunjukan batas maksimum pidana pidana penjara paling lama
yang diancamkan. empat tahun”
PENSYLVANIAN SYSTEM
• Sistem yang pertama, masing­-masing terpidana dimasukkan
dalam sel-sel (cel) tersendiri. la sama sekali tidak diijinkan
menerima tamu, baik tamu dari luar maupun sesama nara­pidana.
Dia tidak boleh bekerja di luar sel tersebut. Satu-satunya peker-
jaan­nya ialah untuk membaca Buku Suci yang diberikan kepada-
nya. Sistem ini pertama kali digunakan di Pensylvania, oleh
karenanya disebut sebagai PENSYLVANIAN SYSTEM atau
dikenal juga dengan CELLULAIRE SYSTEM karena
pelaksanaannya dila-kukan dalam sel-sel;
AUBURN SYSTEM
• Sistem yang kedua adalah apa yang disebut sebagai
AUBURN SYSTEM, karena pertama kalinya digunakan
di AUBURN, atau disebut juga sebagai SILENT
SYSTEM, karena pelaksanaannya. Pada waktu malam
hari terpidana dima­sukkan dalam sel-sel secara sendiri-
sendiri seperti cellulaire system. Pada si­ang hari
diwajibkan bekerja bersama-sama dengan narapidana
(penjara) la­innya, akan tetapi dilarang berbicara antara
sesama narapidana atau kepada orang lain;
ENGLISH SYSTEM
Sistem yang ketiga yang disebut sebagai ENGLISH SYSTEM atau IRE SYSTEM atau dikenal juga
dengan PROGRESSIVE SYSTEM. Cara pelaksanaan pidana penjara menurut sistem ini adalah
bertahap.

Sistem progresif adalah sistem peralihan dari keadaan bebas ke pemenjaraan dan sebaliknya dari
pemenjaraan ke kebebasan. Peralihan dari keada-an bebas ke pemenjaraan dilakukan sangat tajam,
sebaliknya peralihan dari pemenjaraan kepada kebebasan penuh, dilakukan secara bertahap dan
berangsur-­angsur.

Tahap-tahap itu adalah sebagai berikut: :


• Tahap penutupan dalam sel tersendiri dan bekerja keras;
• Tahap bekerja secara bercampur di dalam suatu progressive class dimana mereka diberi angka
(mark) dan kredit. Siapa-siapa yang mengumpulkan angka baik yang banyak ditem-patkan di
dalam kelas yang lebih tinggi;
• Terpidana yang berkelakuan baik sekali dan memenuhi syarat tertentu dilepaskan dengan syarat.
Inilah yang dikenal sekarang dengan parole atau di Indonesia dengan pelepasan bersyarat me­
nurut Pasal 15 KUHP.
Probation
• Pasal 14 (ayat 1) : KUHPApabila hakim menjatuhkan
pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan,
tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam
putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa
pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari
ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan
karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana
sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam
perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana
selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus
yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.
Probation
• Pidana bersyarat (Pasal 14 KUHP) sebagai cara penerapan pidana
sebagaimana diatur di dalam KUHP tidak lagi dicantumkan di dalam
Konsep KUHP Baru.
• Dalam RKUHP Baru diatur tentang pidana pengawasan yang
merupakan pidana pokok yang berdiri sendiri. Menurut Rancangan
Penjelasan Pasal 77 RKUHP Baru, bahwa pelaksanaan pidana
pengawasan ini dikaitkan dengan ancaman pidana penjara.
• Pidana pengawasan bersifat non-custodial, probation, atau pidana
penjara ber-syarat yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana lama. Pidana ini merupakan alternatif dari pidana
penjara dan tidak ditujukan untuk tindak pidana yang berat sifatnya.
Pidana Pengawasan
• Pidana pengawasan dijatuhkan hakim dalam mengadili terdakwa
yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
pemasyarakatan paling lama tujuh tahun atau kurang. Pada KUHP
maka syarat penjatuhan pidana bersyarat adalah dalam putusan yang
menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak lebih dari satu tahun
atau sehubungan dengan pidana kurungan, dengan ketentuan tidak
termasuk pidana kurungan pengganti denda atau dalam hal
menyangkut pidana denda dengan batasan bahwa hakim harus yakin
bahwa pembayaran denda betul-betul akan dirasakan berat oleh
terdakwa;
• Pidana pengawasan merupakan pidana pokok yang berdiri sendiri,
sedangkan pidana bersyarat merupakan cara penerapan pidana.
Parole
• Pembebasan bersyarat (Pasal 18 KUHP adalah bebasnya Narapidana
setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan
ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.
• Pembebasan bersyarat ini dapat diberikan kepada Narapidana sepanjang
memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan
Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat
(Permenkumham 3/2018).
• Pembebasan Bersyarat dapat diajukan dengan memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan dan mengikuti proses yang dijabarkan dalam
Permenkumham 3/2018 sampai terbitnya keputusan pemberian
pembebasan bersyarat dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama
Menteri Hukum dan HAM.

Anda mungkin juga menyukai