Anda di halaman 1dari 15

Pendidikan Agama

AGAMA, ASKETISME,
DAN EKSTRIMISME
Ekstrimisme
• Ekstrimisme adalah suatu
paham yang berlebihan dan
melampaui batas
kebiasaan/kewajaran dan
menjalankan dan menuntut
sesuatu.
• Ekstremis adalah orang yang
melampaui batas kebiasaan
(hukum dan sebagainya)
dalam membela atau menuntut
sesuatu. (KBBI).
Radikalisme

• Radikalisme adalah paham


atau aliran yang
menginginkan perubahan
atau pembaharuan sosial
dan politik dengan cara
kekerasan atau drastis.
(KBBI).
Terorisme

• Terorisme diartikan sebagai


penggunaan kekerasan untuk
menimbulkan ketakutan dalam
usaha mencapai tujuan. (KBBI)
Asketisme
• Asketisme berasal dari
bahasa Yunani askein yang
berarti “melatih”.
• Dalam Ensiklopedi Nasional
Indonesia, Asketisme atau
askesis adalah usaha untuk
mengarahkan diri kepada
Tuhan dengan melakukan
mati raga serta penyangkalan
diri.
• Meninggalkan keduniaan,
fokus pada akhirat
• Meninggalkan pergaulan
sosial, fokus pada ibadah
• Mengabaikan kesolehan
sosial, focus pada
kesalehan ritual
ASKETISME DALAM ISLAM

Ibnu Khaldun lebih dipersepsikan


sebagai zuhud yaitu alienasi diri dari
masyarakat dan mengasingkan jiwanya
untuk lebih fokus melakukan ibadah
murni (mahdhah) Asketisme dalam perkembangan
Islam dihiasi oleh tindakan
rasional sufi baik terkesan
sebagai sugesti dari sifat sufi
atau bawaan konsep interpolasi
dari pribadi seorang sufi.
Mawdudi mencoba mengkritisi kedudukan
sufi asketisme terkadang prilaku sufi
tersebut terjerumus antara atheisme dan
politheisme hingga terjatuh ke dalam konflik
kekaburan Islam
PERKEMBANGAN ASKETISME MODERN

Pemikiran asketisme modern terlihat


lebih dominan dari implementasi gaya
berpikir Max Weber.
Agama dapat memompa semangat
manusia untuk tujuan yang yang
Asketisme yang berkembangan di Barat diinginkannya sampai kehebatan
merubah pola pikir agama menjadi orientasi manusia menghadapi
pasar sehingga panggilan hati (beruf ) melalui penderitaannya sekalipun.
orientasi tersebut dapat dicapai secara
mudah. Karena itu beruf (hati) dan calling
(jiwa) tersebut bertujuan perbaikan nasib Asketisme duniawi lebih dominan
ketimbang perbaikan kesalehan terhadap kemampuan menguasai atau
memperoleh uang. Walaupun demikian
sesuatu yang tidak rasional dipahami
dalam dimensi dorongan konsistensi
Agama mengajak kepada askese tetapi Weber kemurnian religius yang membawa kepada
mengajak kepada calling yang diasumsikannya kekecewaan dunia (disenchantment of the
sebagai cara menumbhkan motivasi melebihi world)
dari anjuran agama itu sendiri
Asketisme dalam Perspektif Islam

Asketisme memiliki dua muatan nilai


yakni qanu‘, iqna (merasa cukup dengan
apa yang dimilikinya) dan tawassuth Sayyed Hossein Nasr
(keseimbangan kebutuhan). mengidentikkan kata
asketisme sama dengan
zuhud
qanu‘, iqna dipahami sebagai
keseimbangan dalam usahanya yang Asketisme lebih dikenal dalam
maksimal untuk memperbaiki masa depan mayoritas Muslim menyebutnya
serta memuaskan diri dalam semua dengan istilah zuhud sedangkan
kebutuhan dasar manusia dalam batas praktek asketisme adapula yang
menyamakan dengan kerelaan
kelayakan standar hidup minimum. (riyâdhah)

tawassuth upaya menahan diri dari segala


kebutuhan moderat yang banyak ditawari
dalam kehidupan modern yang sifatnya
euphoria (rasa nyaman yang berlebihan)
yang ekstrem pengaruh dunia material
Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Tetap konsisten dengan keyakinan


asketisme dalam Islam selalu yang tinggi dalam hati ditanamkan
dipertahankan sejalan dengan syari‘at kerelaan penerimaan terhadap apa
hingga anjuran yang mesti dilakukan yang ada di sisinya yang diperoleh
adalah meninggalkan setiap sesuatu yang secara apa adanya
tidak bermanfaat untuk Hari Akhiratmu.

Asketisme ditujukan sebagai upaya motivasi menghindari dari segala


penguasaan materi dalam batas yang dilarang karena takut pada
efek hukuman dunuiawi serta menghargai diri dengan sebesar-
besarnya mengenai penguasaan yang boleh dimiliki manusia agar
tumbuh sikap kehati-hatian dalam setiap pertimbangannya karena
tersugesti dalam takut adanya pembalasan (azâb)
Asketisme dalam Dimensi Klasik

Ahmad ibn Hambal yaitu


Al-Tahanawi mengatakan zuhud diartikan memendekkan harapan (qashr
dengan memendekkan harapan (qashr al-’amal’) al-’amal) serta mawas diri terhadap
dengan tidak makan yang bercampur (lauk barang yang ada pada tangan manusia
pauk) dan tidak pula memakai pakaian megah dengan melakukan mahabbah kepada
atau mahal Tuhan dengan tidak terpengaruh
duniawi

Al-Jarrah mengutip Ibnu Qayyim Ketiga, zuhud pada perbuatan keutamaan


(fadhail) yakni zuhud yang tidak menghendaki
perdebatan(kalam) dan argumentasi (nadhar).

pertama, zuhud pada katagori Kedua, zuhud pada katagori


perbuatan haram merupakan diragukan kepastian halal (syubhat)
dengan perhitungan tingkat syubhat
perbuatan wajib dihindari
maka mengamati secara detail adalah
temasuk katagori kewajiban wajib namun bila tidak dapat
pokok (fardhu ‘ain) dipastikan maka hal tersebut menjadi
disunatkan (mustahabban) untuk
memastikannya kembali.

:‫عن إبن عباس رضي اهلل عنهما قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬
‫َو ِإَّياُك ْم َو اْلُغُلَّو يِف الِّديِن َفِإَمَّنا َأْه َلَك َمْن َك اَن َقْبَلُك ْم اْلُغُلُّو يِف الِّدين‬

• Dari Ibnu Abbas rodhiallohu anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallama
bersabda:
• “Jauhkan diri kalian dari berlebih-lebihan (ghuluw) dalam agama. Sesungguhnya
berlebih-lebihan dalam agama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR
an-Nasa’i 5/268, Ibnu Majah no.3029, al-Baihaqi, at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-
Kabir, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah, dan dishahihkan oleh al-Albani, Imam an-
Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
‫•‬
‫َج اَء َثالُث َر هٍط ِإَلى ُبُيوِت َأزَو اِج الَّنِبِّي َص َّلى الَّلُه َعَليِه َو َس َّلَم َيسَأُلوَن َعن‬
‫ِع َباَدِة الَّنِبِّي َص َّلى الَّلُه َعَليِه َو َس َّلَم ‪َ ،‬فَلَّم ا ُأخِبُر وا َك َأَّنُه م َتَق اُّلوَه ا ‪َ ،‬فَق اًلوا ‪:‬‬
‫وَأي َنح ِم الَّنِبِّي َّلى الَّلُه َعَليِه َّل ؟ َقد َغَف الَّلُه َلُه ا َق َّد ِم ن َذنِبِه‬
‫َم َت َم‬ ‫َر‬ ‫َو َس َم‬ ‫َص‬ ‫َن ُن َن‬
‫َو َما َتَأَّخ َر ‪َ ،‬قاَل َأَح ُد ُه م ‪َ :‬أَّما َأَنا َفِإ ِّني ُأَص ِّلي اَّلليَل َأَبًد ا ‪َ ،‬و َقاَل آَخ ُر ‪َ :‬أَنا‬
‫َأُصوُم الَّد هَر َو اَل ُأفِط ُر ‪َ ،‬و َقاَل آَخ ُر ‪َ :‬أَنا َأعَتِز ُل الِّنَس اَء َفاَل َأَتَز َّو ُج َأَبًد ا ‪،‬‬
‫َفَج اَء َر ُس وُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َعَليِه َو َس َّلَم َفَق اَل ‪َ :‬أنُتُم اَّلِذ يَن قُلُتم َك َذ ا َو َك َذ ا ؟‬
‫َأَما َو الَّلِه ِإِّني َأَلخَش اُك م لَّلِه َو َأتَق اُك م َله ‪َ ،‬لِكِّني َأُصوُم َو ُأفِط ُر ‪َ ،‬و ُأَص ِّلي‬
‫َو َأرُقُد ‪َ ،‬و َأَتَز َّو ُج الِّنَس اَء ‪َ ،‬فَم ن َر ِغ َب َعن ُس َّنِتي َفَليَس ِم ِّني )رواه‬
‫البخاري ‪ ،‬رقم ‪ 5063‬ومسلم‪ ،‬رقم ‪)1401‬‬
• “Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi sallallahu
alaihi wa sallam bertanya tentang ibadah Nabi sallallahu’alahi
wa sallam. Ketika mereka diberitahukan, seakan-akan mereka
merasa remeh. Dan mengatakan, “Dimana kita dari (ibadahnya)
Nabi sallallahu’alaihi wa sallam? Beliau telah diampuni oleh Allah
dosa yang lalu maupun yang akan datang. Salah satu di antara
mereka mengatakan, “Sementara saya akan shalat malam
selamanya.” Yang lain mengatakan, “Saya akan berpuasa
selamanya dan tidak berbuka.” Dan lainnya mengatakan, “Saya
akan menjauhi wanita dan tidak menikah selamanya.” Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam datang dan bersabda, “Apakah anda
semua yang mengatakan ini dan itu? ‘Demi Allah, sesungguhnya
saya adalah yang paling takut kepada Alah dan paling bertakwa
kepada-NYa. Akan tetapi saya berpuasa dan berbuka, saya
shalat (malam) dan beristirahat dan saya menikahi wanita.
Siapa yang tidak menyukai sunahku (kebiasaanku), maka dia
bukan dari (golongan)ku.” (HR. Bukhari, no. 5063 dan Muslim,
no. 1401).
Wallahu A’lam
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai