Anda di halaman 1dari 30

HUKUM KELUARGA DAN WARIS

OLEH:

DRA. Hj. YUNIMAR,SH.MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS EKASAKTI
PADANG
2012
HUKUM KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak mereka.
Keluarga semacam ini disebut juga dengan keluarga inti atau
keluarga batih (nuclear family/somah). Keluarga inti ini
berlangsung selama anak-anak mereka belum membentuk
keluarga inti yang baru. Keluarga adalah “Sekelompok
manusia yang mempunyai hubungan darah atau hubungan
perkawinan,dan terjadi melalui perkawinan”

2. Ciri-Ciri Keluarga
a. Keluarga tediri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan
perkawinan , hubungan darah dan adopsi.
b. Keluarga yang para anggotanya hidup bersamanya dalam
suatu rumah tangga (household).
c. Keluarga yang merupakan suatu kesatuan orang-orang yang
berinteraksi dan saling berkomunikasi mendalam, yang
memainkan peranan masing-masing sesuai dengan status
yang dimiliki.
d. Keluarga mempertahankan suatu kebudayaan bersama, yang sebagian besar
berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.

3. Fungsi Membentuk Keluarga


 Untuk melanjutkan keturunan sebagai lanjutan identitas keluarga.
 Sebagai wadah dalam memelihara, mendidik dan mengasuh anak, baik
secara fisik maupun secara psikis.
 Pembentukan kepribadian dalam lingkungan keluarga para orang tua
meletakkan dasar-dasar kepribadian pada anak-anaknya,dengan tujuan
untuk memproduksikan serta melestarikan kepribadian mereka dengan
cucu dan keturannya.
 Keluarga juga berfungsi sebagai alat reproduksi kepribadian yang berakar
dari etika, estika, moral keagamaan dan kebudayaan yang berkolerasi
fungsional dengan sebuah stuktur masyarakat tertentu.
 Tempat terselengaranya transmisi kebudayaan dan kekerabatan dari
generasi kegenerasi.
 Keluarga berfungsi sebagai unit ekonomi, terutama dalam pemenuhan
kebutuhan pangan, sandang, papan, dan beberapa materi lainya.
 Keluarga berfungsi sebagai wadah pendidikan informal , baik ilmu
maupun agama.
 Sebagai wadah untuk meletakkan dasar-dasar sosialisai dan kontrol sosial.
4.Hukum Keluarga
Hukum keluarga ini adalah kelanjutan dari hukum perkawinan, yaitu keseluruhan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan .
Keberadaan hubungan keluarga erat kaitannya dengan beberapa hal:
a.Hubungan anak dengan orang tua
b.Hukum waris
c.Perwalian
d.Pengampuan
Sistem Kekeluargaan(kekerabatan) di Indonesia
ada3 (tiga) sistem yaitu:

a. Sistem Patrilineal: sistem yg menarik garis


keturunan dr pihak ayah, misalnya: suku batak

b. Sistem Matrineal: suatu sistem yg menarik garis


keturunan dr pihak ibu sampai kepada nenek moyang
perempuan, misal: suku Minangkabau.

c. Sistem Parental / bilateral, yaitu menarik garis


keturunan dari Ayah & ibu, misal : suku jawa.

Sistem kekerabatan adalah serangkain aturan yang


mengatur penggolongan orang-orang sekerabat.
Jenis Ikatan kekeluargaan (2 jenis):

1.Ikatan kekeluargaan sedarah: ikatan karena adanya


hub. darah yg terdiri dari garis keturunaan keatas &
kebawah tanpa batas, serta kesamping sampai
derajat kedua.
2.Ikatan keluarga semenda: pertalian kekeluargaan
krn perkawinan, yaitu suatu pertalian antara salah
seorang dr suami isteri dan keluarga sedarah dari
pihak lain (Pasal 295 ayat (1) KUHPer).
Akibat adanya Ikatan Keluarga
1.Dilarang kawin dua orang yg berhub darah dlm
garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas.
(Pasal 30 - 31 BW = Psl 8 UU No. 1/1974)
3. Larangan u/menjadi saksi (Pasal 1909
BW)
1). Siapa saja yg mempunyai pertalian
keluarga sedarah dlm garis ke samping
derjat kedua atau keluarga semenda dg
salah satu pihak
3) Siapa saja yg krn kedudukannya,
pekerjaannya atau jabatannya
diwajibkan UU untuk
merahasiakan sesuatu, namun
hanya hal-hal yg dipercayakan
kpdnya.
PENGERTIAN PERKAWINAN

1.Pengertian perkawinan(Ps.1UUP No1/1974


Perkawinan: ikatan lahir batin antara seorang
pria dg seorg wanita sbg suami istri dg tuj
membentuk keluarga (RT) yg bahagia & kekal
berdasarkan Ketuhanan YME
2. KHI Ps 2 perkawinan: pernikahan
yakni,akad yg sangat kuat/mitsaaqan qholiidhan
utk mentaati perintah Allah SWT dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
3. Ps. 26 BW UU memandang soal perkawinan
hanya dl hub. perdata
Pengertian perkawinan menurut beberapa sarjana:
1. Subekti; Perkawinan:
Pertalian yg sah antara seorang lelaki dg seorang
perempuan untuk waktu lama.

2. Ali Afandi: Perkawinan;


suatu persetujuan kekeluargaan

3. Paul Scholten
Perkawinan; hub. hk antara seorang pria dg
seseorang wanita utk hidup bersama dengan
kekal, yang diakui oleh negara.
Menurut Wirjono Prodjodikoro,
Perkawinan: suatu hidup bersama seorg
laki-laki dg seorang perempuan,yang
memenuhi syarat-syarat yang
termasuk dalam hukum perkawinan

HK.PERKAWINAN:
Hukum yg mengatur mengenai syarat-
syarat & cara-cara melansungkan
perkawinan beserta akibat-akibat hk.bg
pihak yg melansungkan perkawinan tsb.
Bentuk Perkawinan (4 (empat) segi :
1. Segi jumlah suami atau isteri, terdiri dari :
1). Perkawinan Monogami , ialah perkawinan
antara seorang pria dengan seorang wanita.
2) Perkawinan Poligami: perkawinan antara seorg
pria dg lebih dari satu wanita
3). Poliandri, yaitu perkawinan antara seorang
wanita dengan lebih dari satu pria.
2. Segi asal suami isteri, terdiri dari :
1) Perkawinan Eksogami ialah perkawinan
antara pria dan wanita yang berlainan
suku / ras.
2) Perkawinan Endogami ialah perkawinan
antara pria dan wanita yang berasal dari
suku dan ras yang sama .
3).Perkawinan Homogami ialah perkawinan antara
pria dan wanita dari lapisan sosial yang sama.
4). Perkawinan Heterogami ialah perkawinan antara
pria dan wanita dari lapisan sosial yang
berlainan.
3. Ditinjau dr segi hk, perkwn mrpkn suatu Perjj.
alasan:
 1) Melakskn ikatan pekwn ada syarat & rukunnya
 2) Memutuskan ikatan perkwn ada prosedurnya
 4. Segi Sosial Kemasyarakatan: bhw. Org
berkeluarga/pernah berklrg. mempunyai
kedudkan yg lbh tinggi dr mrk yg blm nikah
 Dasar hkm perkawinan di Indonesia
 1. Buku I dari Kitab Undang-undang Hukum perdata
(KUHPer) , Bab IV s/d XL.
2. UU No. 1 Thn 1974 tentang Perkawinan.
3. UU No.50 Thn 2009 tentang Peradilan
Agama
Perj. Kawin; persetujuan antara calon suami
dg calon isteri sec. tertulis yg disahkan
oleh pencatat perkwn.
Sifat perj. kawin;
1) berada dlm lapangan kekeluargaan
2). Akibat perkw berlaku umum
3) Perjjan tsb hrs disetujui pemerintah
4) Dlm perkw. ketentn UU bersft
mengikat
Hal yg tdk boleh diucapkan pd waktu janji kwn;
1. Perj. yg bertentangan dg adat kebiasaan &
ketertiban Umum. ex tdk akan Kwn lg
sepeninggal sumi, tdk akan berpisah (Ps.139 )
2. Bertentangan dg kekuasaan suami sbg.
ayah/kepala keluarga (Ps.140 BW)
3. Tdk akan memberi warisan pd keturunan (141
4. Akan menanggung rugi laba yg tdk sama (142)
5. Diaturnya perkw. menrt UU negara ;ain (143)
 Syarat-syarat dan Cara Pelaksanaan Perkawinan
 1. Syarat sahnya perkawinan menurut UU No1/74
 Menurut Pasal 2 UUP No.1/74, perkawinan sah apabila
 dilakukan mnrt hukum masing-masing agama dan
 kepercayaan nya. syarat-syarat perkawinan (Pasal 6 UUP)
 adalah:
 1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua
 calon mempelai (pasal 6 ayat (1) UU No 1/74).
2. Melangsungkan perkawianan, seorang yg blm mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya
(Pasal 6 ayat (2) UU No 1/74).
3. Dalam hal salah sorang dari kedua orang tua telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu
menyatakan kehendaknya , maka izin cukup dapat
diperoleh dari orang yang masih hidup, atau dari oarang
tua yang mampu menyatakan kehendaknya (pasal 6 ayat
(3) UU No1/74)
4. Dalam kedua orang tua sudah meningal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya,
maka izin diperoleh dari wali (Pasal 6 ayat (4) No/74).
5. Dlm hal ada perbedaan pendapat antara 0rg tua,wali tdk
menyatakan pendapatnya mk Pengadilan dl daerah hk t4
tinggal org yg akan melangsungkan perkwn atas
permintaan
ybs.memberi izin stlh terlebih dulu mendengar org tsb (Ps 6
ayat (5) UUP
6. Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan
calon mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun,kecuali
ada
dispensai dari Pengadilan (Pasal 7 UU No 1/74)
7. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita
tidak dalam hubungan keluarga /darah yang tidak boleh
kawin atau semenda (Pasal 8 UU No1/74)
8. Calon mempelai tidak dalam ikatan perkawinan denagan
pihak lain dan calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan
perkawinan denagan pihak lain, kecuali telah mendapat izin
dari Penagdilan untuk melakukan poligami (Pasal 9 UU No
9. Jika sudah ditalaq 3 (tiga) kali,maka pasangan suami istri tidak
bisa /tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi (Pasal 10 UU
No 1/74)
10. Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita janda
(Pasal 11 UU No. 1/74)
11. Tata cara Perkwn diatur dlm peraturan perundang-undangan
tersendiri (Ps 12
 Tata Cara Perkawinan
 Mengenai tata cara perkawinan diatur dalam perundang-undangan
tersendiri yaitu Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Menurut PP
No.9/1975, tata cara pelaksanaan perkawinan harus melalui tahap-
tahap sebagai berikut :
1) Pencatatan Perkawinan
 Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain
agama islam, pencatatan perkawinan dilakukan oleh P. 3. NTR atas
dasar ketentuan undang-undang No. 22 tahun 1946 dan Undang –
undang No.32 Tahun 1954.
2) Pemberitahuan perkawinan
 Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencata ditempat
perkawinan akan dilangsungkan (Pasal 3ayat 1).
3) Penelitian oleh pegawai pencatat.
4) Pengumuman Perkawinan
Syarat dan para pihak yang behak mencegah perkawinan
 Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-
syarat untuk melaksanakan perkawinan (pasal 13 UU No.1/74). Adapun para
pihak yang dapat mneyakan mencegah perkawinan menurut pasal 14 ayat (1)
UU No.1/74 adalah sebagai berikut :
 Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari salah
seorang mempelai.
 Saudara dari seorang calon mempelai .
 Wali nikah dari salah seorang calon mempelai.
 Wali dari salah seorang calon mempelai.
 Pihak-pihak yang berkepentingan.

 Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat perkawinan


 Usia pria dan wanita dalam perkawinan belum tetntu terpenuhi (Pasal 7 ayat
1 UU No. 1/74)
 Terkena larangan perkawinan (Pasal 8 UU No. 1/74)
 Seseorang yang masih terkait perkawinan dengan orang lain (pasal 9 UU
No.1/74)
 Suami dan istri bercerai untuk kedua kalinya (Pasal 10 UU No.1/74)
 Tidak memenuhi tata cara perkawinan (Pasal 12 UU No. 1/74)
Perkawinan di Luar negeri, Yaitu;
 Perkawinan yg dilangsungkan diluar Indonesia antara
dua org warga negara Indonesia/seorang warga negara
Indonesia dg warga asing adlh sah, bilamana dlakukn
mnrut hk yg berlaku di negara dimn prkwinn itu
dilansungkan & bagi warga negara Indonesia tdk
melanggar ketentuan UU (Ps. 56 UUP (1)
 Pasal 56ayat (2) UU No. 1/1974 : “ Dalam waktu satu tahun
suami isteri itu kembali kewilayah Indonesia, surat bukti
perkawinan mrk hrs didaftarkan dikantor pencatatan
perkawinan t4 tinggal mrk”.
 Pengertian perkawinan campuran;
 Perkawinan antr dua org yg di Indonesia tunduk pd hk yg
berlainan krn perbedaan kewarganegaraan & salah satu pihak
kewaganegaraan asing dan salah satu phk berkewarganegaraan
Indonesia (Pasal 57 UU No. 1/1974)
Syarat melangsungkan perkawinan campuran
1. Pasal 60 ayat (1) UUP, perkawinan campuran tdk dpt
dilangsungkan seblm terbukti bhw syarat perkawinan
yg ditentukan o/hkm yg berlaku bagi phk masing2x
telah dipenuhi.
2. Utk membuktikn bhw syarat2x tsb tlh dipenuhi ayat
(1)& krn itu tdk ada rintangan u/ mlksankn perkwinan
campuran , maka o/ mrk yg mnrt hkm yg berlaku bg
pihak masing-masing berwenang mencatat
perkawinan, diberiksn surat keterangan bahwa
syarat-syarat telah dipenuhi (Pasal 60 ayat (2)).
3. Jika pejabat ybs menolak utk memberikan srt
keterangan itu, mk atas permintaaan yg
berkepentingan , Pengadilan memberikn keputusan
yg tdk beracara, serta tdk blh dimintakan banding lg
ttg soal apakah penolakan pemberian surat
keterangan itu beralasan atau tidak (Pasal 60 ayat 3)
4. Jika pengadilan memutuskan bahwa
penolakan tidakberalasan, maka keputusan
itu menjadi pengganti keterangan yang
tersebut pd ayat 3 (Pasal 60 ayat 4).
5. Surat ketrangan atau pengganti keterangan
tidak mempunyai kekuatan lagi.
6. Jika perkawinan tidak dilangsungkan
dalam masa 6 bulan sudah keterangan itu
diberikan (Pasal 60 UU No. 1/74).
Perwalian
Pengertian perwalian
Perwalian (voogdij) adalah pengawan terhadp anak yang dibawah umur, yang tidak
berada dibawah kekuasaan orang rua serta pengusuran benda atau kekayaan
tersebutdiatu oleh undang-undang (Subekti ,
Anak dibawah perwalain
Menurut UU No 1/74 pasal 50 menjelaskan,anak yang belum mencapai 18 tahun
atau yang belum pernah melansungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah
kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali.
Kewajiban wali
Menurut Pasal 51 dan 52 disebutkan bahwa seorang wali berkewajiban sebagai
berikut :
 Wajib mengurus anak yang dibawah penguasaanya dan harta bendanya
sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.
 Wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaanya
pada waktu memululai jabatanya dan mencatat semua perubahn harta benda
anak itu.
 Bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulakan karena kesalahan dan
kelalaian nya.
Perceraian
Alasan alasan perceraian
Menurut Pasal 19 PP No. 9/1975 disebutkan bahwa , perceraian dapat terjadi
karena alasan :
o Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
sebagainay a yang sukar disembuhakan.
o Salah stu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun beturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa lasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuan.
o Salah satu mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukiuman yang lebih berat
setelah perkawian berlangsung.
o Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang berat yang
membiayakan orang alin.
o Salah satu pihat mendapat cacat badan atau penyakit akibat tidak dapat
menjalankan sebagai suami istri.

Tata Gugatan Perceraian


Menurut Pasal 39 UU No 1/74,perceraian hanya dapat dilakukan denagn
pengadilan setelah pengadilan yang bersngkutan berusaha dengan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Gugatan Perceraian diajakuan kepada pengadilan (Pasal 40 UU No 1/74). Dalam
Pasal 20 PP No9/1975 ,disebutkan bahwa:
1. Gugatan Perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada pengadilan
yang daerah hukumya meliputi tempat kediaman tergugat.
2. Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas/tidak diketahui/tidak mempunyai
kediaman yang tetap ,gugatan perceraian diajukan kupada Pengadilan ditempat
kediaman penggugat.
3. Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar neger,gugatan perceraian kepada
pengadilan ditempat kediaman penggugat.

Akibat Perceraian
Menurut Pasal 41 UUP, putusnya perkawinan karena perceraian adalah :
1. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara anaknya semata-mata berdasarkan
kepentingan anak, bilaman ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Penagadilan memberikan keputusan.
2. Bapak yang bertangguang jawab atas semua biaya pendidikan dan pemeliharaan
anak itu,bilaman bapak dalam kenyataannya tidak ada memenuhi kewajiban
tersebut, pengadilan mentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3. Penagdilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberi biaya
penhidupan dan/menetukan suatu kewajiban bagi bekas istri.
BAB III
HUKUM WARIS
Pengertian hukum waris
 Hukum waris adalah hukum yan mengatur tentang peralihan harta kekeyaan
yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnay bagi para ahli
warisnya.
 Hukum waris adalah himpunan yang mengatur akibat-akibat hukum hata
kekayaan pada kemtian-kematian peralihan harta kekeyaan yang ditinggalkan
orang yang meninggal dunia dan akibat-akibat hukum yang ditimbulkan
peralihan ini bagi para penerimanya, baik dalam hubungan dan perimbangan
diantara mereka satu dengan yang lain maupun dengan pihak ketiga.
Pengaturan hukum waris
 Mengenai hukum waris diatur dalam Buku II KUHPer tentang Benda, yang
pertama-tama disebut dalam pasal 830 yakni “Pewarisan Hanya Berlangsung
Karena Kematian” .
 Berdasarkan pada Pasal 830 KUHPer diatas maka beberapa ahli berpendapat
tentang huku waris :
• Prof. Ali Afandi , Mengutip definisi dari Mr. A. Petto
 Hukum waris adlah suatu ketentuan –ketentuan dimana berhubungan dengan
meningggalnya seorang akibat-akibatnya didalam bidang kebendaan,
Syarat-Syarat Umum Pewarisan
Unuk dapat mewarisi asa 2 syarat yang herus dipenuhi :
1. Harus ada orang yang meninggal dunia
Dalam Pasal (877BW) (830 KUHP) pewarisan hanya berlangsung karena
kematian
2. Untuk memperoleh harta peniggalan ,orang harus hidup pada saat pewaris
meninggal dunia Dalam Pasal (883 BW ) (836). Untuk dapat bertindak
sebagai ahli waris, ia harus sudah ada pada saat harta peninggalan terbuka.

Tidak Patut (Onwaardig) Meneirma Warisan


Pada dasrnya setiap orang (termasuk bayi yang baru lahir) , cukupuntuk
mewaris. Didalam hukum waris , dikenal istilah “tidak patut mewaris
(menerima waris)”. Menurut Pasal 838 KUHPer yang tidak patut mewaris
itu adalah :
a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau
mencoba /berkhtiar membunuh si pewaris.
b. Mereka yang dengan keputusan Hakim pernah disalahkan memfitnah
sipewaris, terhadap mana mana diancam denagn hukuman lima tahun
atau lebih berat.
c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencapai

Anda mungkin juga menyukai