Hukum Keluarga
Hukum Keluarga
OLEH:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS EKASAKTI
PADANG
2012
HUKUM KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak mereka.
Keluarga semacam ini disebut juga dengan keluarga inti atau
keluarga batih (nuclear family/somah). Keluarga inti ini
berlangsung selama anak-anak mereka belum membentuk
keluarga inti yang baru. Keluarga adalah “Sekelompok
manusia yang mempunyai hubungan darah atau hubungan
perkawinan,dan terjadi melalui perkawinan”
2. Ciri-Ciri Keluarga
a. Keluarga tediri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan
perkawinan , hubungan darah dan adopsi.
b. Keluarga yang para anggotanya hidup bersamanya dalam
suatu rumah tangga (household).
c. Keluarga yang merupakan suatu kesatuan orang-orang yang
berinteraksi dan saling berkomunikasi mendalam, yang
memainkan peranan masing-masing sesuai dengan status
yang dimiliki.
d. Keluarga mempertahankan suatu kebudayaan bersama, yang sebagian besar
berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.
3. Paul Scholten
Perkawinan; hub. hk antara seorang pria dg
seseorang wanita utk hidup bersama dengan
kekal, yang diakui oleh negara.
Menurut Wirjono Prodjodikoro,
Perkawinan: suatu hidup bersama seorg
laki-laki dg seorang perempuan,yang
memenuhi syarat-syarat yang
termasuk dalam hukum perkawinan
HK.PERKAWINAN:
Hukum yg mengatur mengenai syarat-
syarat & cara-cara melansungkan
perkawinan beserta akibat-akibat hk.bg
pihak yg melansungkan perkawinan tsb.
Bentuk Perkawinan (4 (empat) segi :
1. Segi jumlah suami atau isteri, terdiri dari :
1). Perkawinan Monogami , ialah perkawinan
antara seorang pria dengan seorang wanita.
2) Perkawinan Poligami: perkawinan antara seorg
pria dg lebih dari satu wanita
3). Poliandri, yaitu perkawinan antara seorang
wanita dengan lebih dari satu pria.
2. Segi asal suami isteri, terdiri dari :
1) Perkawinan Eksogami ialah perkawinan
antara pria dan wanita yang berlainan
suku / ras.
2) Perkawinan Endogami ialah perkawinan
antara pria dan wanita yang berasal dari
suku dan ras yang sama .
3).Perkawinan Homogami ialah perkawinan antara
pria dan wanita dari lapisan sosial yang sama.
4). Perkawinan Heterogami ialah perkawinan antara
pria dan wanita dari lapisan sosial yang
berlainan.
3. Ditinjau dr segi hk, perkwn mrpkn suatu Perjj.
alasan:
1) Melakskn ikatan pekwn ada syarat & rukunnya
2) Memutuskan ikatan perkwn ada prosedurnya
4. Segi Sosial Kemasyarakatan: bhw. Org
berkeluarga/pernah berklrg. mempunyai
kedudkan yg lbh tinggi dr mrk yg blm nikah
Dasar hkm perkawinan di Indonesia
1. Buku I dari Kitab Undang-undang Hukum perdata
(KUHPer) , Bab IV s/d XL.
2. UU No. 1 Thn 1974 tentang Perkawinan.
3. UU No.50 Thn 2009 tentang Peradilan
Agama
Perj. Kawin; persetujuan antara calon suami
dg calon isteri sec. tertulis yg disahkan
oleh pencatat perkwn.
Sifat perj. kawin;
1) berada dlm lapangan kekeluargaan
2). Akibat perkw berlaku umum
3) Perjjan tsb hrs disetujui pemerintah
4) Dlm perkw. ketentn UU bersft
mengikat
Hal yg tdk boleh diucapkan pd waktu janji kwn;
1. Perj. yg bertentangan dg adat kebiasaan &
ketertiban Umum. ex tdk akan Kwn lg
sepeninggal sumi, tdk akan berpisah (Ps.139 )
2. Bertentangan dg kekuasaan suami sbg.
ayah/kepala keluarga (Ps.140 BW)
3. Tdk akan memberi warisan pd keturunan (141
4. Akan menanggung rugi laba yg tdk sama (142)
5. Diaturnya perkw. menrt UU negara ;ain (143)
Syarat-syarat dan Cara Pelaksanaan Perkawinan
1. Syarat sahnya perkawinan menurut UU No1/74
Menurut Pasal 2 UUP No.1/74, perkawinan sah apabila
dilakukan mnrt hukum masing-masing agama dan
kepercayaan nya. syarat-syarat perkawinan (Pasal 6 UUP)
adalah:
1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua
calon mempelai (pasal 6 ayat (1) UU No 1/74).
2. Melangsungkan perkawianan, seorang yg blm mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya
(Pasal 6 ayat (2) UU No 1/74).
3. Dalam hal salah sorang dari kedua orang tua telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu
menyatakan kehendaknya , maka izin cukup dapat
diperoleh dari orang yang masih hidup, atau dari oarang
tua yang mampu menyatakan kehendaknya (pasal 6 ayat
(3) UU No1/74)
4. Dalam kedua orang tua sudah meningal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya,
maka izin diperoleh dari wali (Pasal 6 ayat (4) No/74).
5. Dlm hal ada perbedaan pendapat antara 0rg tua,wali tdk
menyatakan pendapatnya mk Pengadilan dl daerah hk t4
tinggal org yg akan melangsungkan perkwn atas
permintaan
ybs.memberi izin stlh terlebih dulu mendengar org tsb (Ps 6
ayat (5) UUP
6. Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan
calon mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun,kecuali
ada
dispensai dari Pengadilan (Pasal 7 UU No 1/74)
7. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita
tidak dalam hubungan keluarga /darah yang tidak boleh
kawin atau semenda (Pasal 8 UU No1/74)
8. Calon mempelai tidak dalam ikatan perkawinan denagan
pihak lain dan calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan
perkawinan denagan pihak lain, kecuali telah mendapat izin
dari Penagdilan untuk melakukan poligami (Pasal 9 UU No
9. Jika sudah ditalaq 3 (tiga) kali,maka pasangan suami istri tidak
bisa /tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi (Pasal 10 UU
No 1/74)
10. Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita janda
(Pasal 11 UU No. 1/74)
11. Tata cara Perkwn diatur dlm peraturan perundang-undangan
tersendiri (Ps 12
Tata Cara Perkawinan
Mengenai tata cara perkawinan diatur dalam perundang-undangan
tersendiri yaitu Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Menurut PP
No.9/1975, tata cara pelaksanaan perkawinan harus melalui tahap-
tahap sebagai berikut :
1) Pencatatan Perkawinan
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain
agama islam, pencatatan perkawinan dilakukan oleh P. 3. NTR atas
dasar ketentuan undang-undang No. 22 tahun 1946 dan Undang –
undang No.32 Tahun 1954.
2) Pemberitahuan perkawinan
Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencata ditempat
perkawinan akan dilangsungkan (Pasal 3ayat 1).
3) Penelitian oleh pegawai pencatat.
4) Pengumuman Perkawinan
Syarat dan para pihak yang behak mencegah perkawinan
Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-
syarat untuk melaksanakan perkawinan (pasal 13 UU No.1/74). Adapun para
pihak yang dapat mneyakan mencegah perkawinan menurut pasal 14 ayat (1)
UU No.1/74 adalah sebagai berikut :
Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari salah
seorang mempelai.
Saudara dari seorang calon mempelai .
Wali nikah dari salah seorang calon mempelai.
Wali dari salah seorang calon mempelai.
Pihak-pihak yang berkepentingan.
Akibat Perceraian
Menurut Pasal 41 UUP, putusnya perkawinan karena perceraian adalah :
1. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara anaknya semata-mata berdasarkan
kepentingan anak, bilaman ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Penagadilan memberikan keputusan.
2. Bapak yang bertangguang jawab atas semua biaya pendidikan dan pemeliharaan
anak itu,bilaman bapak dalam kenyataannya tidak ada memenuhi kewajiban
tersebut, pengadilan mentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3. Penagdilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberi biaya
penhidupan dan/menetukan suatu kewajiban bagi bekas istri.
BAB III
HUKUM WARIS
Pengertian hukum waris
Hukum waris adalah hukum yan mengatur tentang peralihan harta kekeyaan
yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnay bagi para ahli
warisnya.
Hukum waris adalah himpunan yang mengatur akibat-akibat hukum hata
kekayaan pada kemtian-kematian peralihan harta kekeyaan yang ditinggalkan
orang yang meninggal dunia dan akibat-akibat hukum yang ditimbulkan
peralihan ini bagi para penerimanya, baik dalam hubungan dan perimbangan
diantara mereka satu dengan yang lain maupun dengan pihak ketiga.
Pengaturan hukum waris
Mengenai hukum waris diatur dalam Buku II KUHPer tentang Benda, yang
pertama-tama disebut dalam pasal 830 yakni “Pewarisan Hanya Berlangsung
Karena Kematian” .
Berdasarkan pada Pasal 830 KUHPer diatas maka beberapa ahli berpendapat
tentang huku waris :
• Prof. Ali Afandi , Mengutip definisi dari Mr. A. Petto
Hukum waris adlah suatu ketentuan –ketentuan dimana berhubungan dengan
meningggalnya seorang akibat-akibatnya didalam bidang kebendaan,
Syarat-Syarat Umum Pewarisan
Unuk dapat mewarisi asa 2 syarat yang herus dipenuhi :
1. Harus ada orang yang meninggal dunia
Dalam Pasal (877BW) (830 KUHP) pewarisan hanya berlangsung karena
kematian
2. Untuk memperoleh harta peniggalan ,orang harus hidup pada saat pewaris
meninggal dunia Dalam Pasal (883 BW ) (836). Untuk dapat bertindak
sebagai ahli waris, ia harus sudah ada pada saat harta peninggalan terbuka.