Kelompok 9 Etika Bisnis (Monopoli Dan Kebijaksanaan Pemerintah)
Kelompok 9 Etika Bisnis (Monopoli Dan Kebijaksanaan Pemerintah)
Nama Kelompok
Santun Benardo Nainggolan (190502103)
Kaleb Andrian Siahaan(190502115)
Hirfan Arifin(190502128)
Aryanto Situmorang(190502132)
Monopoli
PRICE FIXING
Perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk
menetapkan harga lebih tinggi clan memaksa
konsumen untuk menerima harga terse but
MANIPULASI PENAWARAN
Perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk
menangguhkan produksi untuk kurun waktu tertentu
Bentuk lain dari praktek oligopoli adalah price leadership atau juga dikenal
sebagai persetujuan diam-diam. Yang terjadi adalah bahwa sudah ada semacam
kesepakatan diam-diam di antara perusahaan-perusahaan sejenis untuk
menaikkan atau sebaliknya menurunkan harga produk mereka mengikuti
langkah yang diambil oleh salah satu dari perusahaan sejenis. Dengan melihat
beberapa praktek oligopoli di atas, terlihat jelas bahwa persoalan etis yang
muncul dari praktek oligopoli tidak jauh berbeda dari persoalan yang muncul
dalam praktek monopoli. Hanya saja, yang paling dirugikan dengan praktek
oligopoli adalah pihak konsumen. Konsumen diperlakukan secara tidak adil
karena dirugikan clan dalam banyak hal tidak bebas menentukan pilihannya
baik dalam hal jenis barang maupun harga yang lebih kompetitif.
suap
Salah satu praktek yang sampai tingkat tertentu juga
mengarah pada monopoli dan juga merusak pasar adalah
suap. Suap mengarah pada monopoli karena dengan suap
menyuap mencegah perusahaan lain untuk masuk dalam
pasar untuk bersaing secara fair. Dengan suap, perusahaan
penyuap mendapat hak istimewa untuk melakukan bisnis
tertentu yang tidak bisa dimasuki oleh perusahaan lain.
Melalui suap, pihak pemerintah mengeluarkan peraturan
tertentu untuk melindungi kegiatan bisnis perusahaan
penyuap tadi atau mengeluarkan langkah atau kebijaksanaan
tertentu yang bertujuan untuk melindungi perusahan penyuap
tadi. Jadi, sesungguhnya suap pun berkaitan langsung dengan
monopoli. Dengan kata lain, praktek suap juga akhirnya
menyebabkan perusahaan lain kalah dan tersingkir secara
menyakitkan melalui permainan yang tidak fair
Contoh SUAP
Ada beberapa masalah etis yang terkait dengan praktek suap. Masalah-masalah tersebut sedikit banyaknya punya
kemiripan dengan masalah yang ditimbulkan oleh monopoli dan oligopoli.
Pertama adalah bahwa praktek suap adalah praktek yang tidak fair, tidak adil. Dengan suap pihak lain disingkirkan
bukan karena atas dasar objektif, melainkan karena permainan kotor bernama suap. Dalam kaitan dengan itu, suap
juga menimbulkan masalah ketidakadilan distributif. Ketidakadilan distributif akibat praktek suap muncul dalam
beberapa wujud. Misalnya, kelompok tertentu yang mendapat proyek, atau diberi hak monopoli impor, ekspor, atau
penjualan produk tertentu, lalu dengan mudah menjadi kaya raya melalui cara yang tidak fair.
Dana masyarakat yang seharusnya bisa terbagi secara merata di antara berbagai pengusaha melalui mekanisme
persaingan murni dalam pasar, lalu hanya berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
SUAP
Kedua Dalam wujud yang lain, ketidakadilan distributif juga muncul dalam bentuk pembayaran upah buruh yang
rendah. Maksudnya, dalam pasar yang masih memungkinkan untuk adanya persaingan, demi tetap menjaga daya
saing perusahaan penyuap, biaya untuk suap diperoleh dengan cara menekan upah buruh serendah mungkin. Ini
terutama terjadi dalam kaitan dengan perusahaan dalam negeri yang berorientasi ekspor. Di dalam negeri
perusahaan tersebut melakukan suap untuk mendapat perlindungan dari pemerintah, tetapi pada taraf global ia
harus tetap bersaing dengan perusahaan dari negara lain. Untuk bisa kompetitif, biaya produksi ditekan serendah
mungkin. Jalan yang ditempuh untuk itu adalah dengan menekan upah buruh.
Ketiga, dalam kasus suap yang melibatkan pihak birokrasi pemerintah, praktek suap melahirkan praktek
kenegaraan yang tidak etis karena pelayanan publik yang menjadi tugas, tanggung jawab, dan kewajiban moral
birokrasi pemerintah diperjualbelikan. Dalam bahasa yang lebih populer, suap merupakan tindakan manipulasi
jabatan dan kedudukan. Ini tidak hanya merendahkan martabat pejabat birokrasi tersebut atau malah
memperlihatkan rendahnya moralitas dan integritas moral pejabat melainkan juga merendahkan martabat birokrasi
pemerintah sebagai pelayan publik dan mengganggu kehidupan bersama.
Undang-Undang Anti Monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan
perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besar, dalam banyak hal praktek
monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena sebagaimana telah
kita lihat, merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga
ditempuh oleh negara maju semacam Amerika, adalah melalui undang-undang anti-
monopoli.
Diakui atau tidak, praktek monopoli, oligopoli, clan suap bersentuhan
dengan kepentingan pihak-pihak tertentu dalam birokrasi pemerintah. Maka, pertanya-
annya adalah beranikah pemerintah mengutamakan kepentingan bersama daripada
kepentingan mereka sebagai pribadi, sebagai oknum. Sebagai gambaran, ada baiknya
kita lihat tujuan yang ada di balik undang-undang antitrust di Amerika. Undang-
undang antitrust yang paling penting adalah apa yang dikenal sebagai The Sherman Act,
tahun 1890. Undang-undang ini dapat dianggap sebagai induk peraturan perundang-
undangan mengenai kontrol atas monopoli dan praktek-praktek perdagangan yang
tidak fair
Tujuan Undang-Undang Antitrust.
PERTAMA KEDUA KETIGA
Dalam kaitan dengan
Untuk melindungi clan Undang-undang anti-
itu, undang-undang
menjaga persaingan monopoli juga bermaksud
anti-monopoli juga
yang sehat di antara melindungi perusahaan
bertujuan melindungi
berbagai kekuatan kecil dan menengah dari
kesejahteraan
ekonomi dalam pasar. praktek bisnis yang
konsumen dengan
melarang praktek- monopolis dan
praktek bisnis yang oligopolistis
curang dan tidak fair
1.Pengaturan kartel oleh KPPU bertujuan untuk menjamin hak berkompetisi sehat bagi pelaku usaha dan peluang
kesejahteraan konsumen. KPPU bisa menindak kartel-kartel yang merugikan konsumen. KPPU meyakini bahwa kartel itu
sama dengan perjanjian yang dilarang karena ada praktik monopoli pengusaha yang menguasai pasar kemudian menaikkan
harga secara tidak wajar. KPPU menyatakan bahwa terjadi praktik kartel harga atau paralel pricing yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan minyak goreng di Indonesia. Dengan demikian, ini telah melanggar peraturan tentang kartel dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5
Tahun 1999) seperti Pasal 5 tentang kartel harga (price fixing) dan Pasal 11 tentang kartel produksi dan pemasaran. Selain
itu, kartel berseberangan dengan aturan dalam UU No. 5/1999 yakni Pasal 12 (trust), Pasal 22 (persekongkolan tender),
Pasal 24 (persekongkolan menghambat produksi dan atau pemasaran).
2.Bukti ekonomi dan bukti tidak langsung seperti pertemuan pertemuan yang dilakukan oleh para pelaku usaha seharusnya
tidak perlu dimasukan dalam bukti indirect evidence/ bukti tidak langsung karena jelas pengadilan akan menolak bukti
tersebut karena susah dibuktikan dan peradilan Indonesia belum mengenal bukti indirect evidence. KPPU dapat
menetapkan hasil temuannya seperti bukti ekonomi dan pertemuan tersebut ke dalam bukti tertulis sesuai alat bukti yang
dikenal di peradilan Indonesia. Jadi, menurut ketentuan hukum atau kepastian hukum yang berlaku di Indonesia,
pertimbangan hukum Pengadilan Negeri yang tepat dalam kasus kartel minyak goreng, tetapi berdasarkan asas keadilan dan
kemanfaatan maka pertimbangan hukum KPPU yang tepat.
SARAN
1.KPPU sebaiknya melakukan pencegahan dengan cara memberikan saran dan pertimbangan sebagai upaya
terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat yang dapat dijadikan sebagai jaminan kepastian hukum bagi
investor dalam berusaha di Indonesia. Selain itu, pemerintah perlu melakukan perbaikan undang-undang yang
dirasakan masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan, khususnya oleh para pelaku usaha yang sering
melakukan perjanjian kartel.
2.KPPU terus memberikan pengertian kepada pemerintah dan DPR RI bahwa secara spesifik bukti tidak
langsung selama ini lazim dipakai dan diterima dalam hukum persaingan usaha yang diterapkan pada negara
lain. KPPU juga harus selalu melakukan kerjasama dengan para penegak hukum antara lain KPK, Kejaksaan,
dan Kepolisian mengingat KPPU tidak diberikan kewenangan untuk menyita, menggeledah, dan menyadap.