Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

ANESTESI PADA KASUS EMERGENSI

Pembimbing :
dr. Maria Fransisca Susanti Handayani, Sp.An, M.H.Kes

Disusun oleh :
Muhammd Jodi Cabisio Priyanto (2018730069)

DEPARTEMEN ANESTESI RSUD SAYANG CIANJUR


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PENDAHULUAN
• Trauma dan kasus emergensi dpt terjadi pada semua lapisan umur.
• Trauma adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas semua kelompok umur.

• Pada Emergensi keterbatasan waktu untuk mengevaluasi pra-anestesi yang lengkap


mengalami kendala :

• Pasien sering dalam keadaan takut dan gelisah,


• Lambung sering berisi cairan dan makanan,
• Sistem hemodinamik terganggu,
• Keadaan umum sering buruk,
• Kelainan belum diketahui dengan jelas (diagnosa belum pasti).
• Keadaan sering menyebabkan mortalitas pasien bedah darurat menjadi lebih tinggi.
Risiko pembedahan dalam keadaan emergensi :

1. Bahaya aspirasi dari lambung yang penuh.


2. Gangguan pernapasan, kesadaran yang tidak optimal.
3. Keterbatasan waktu persiapan untuk mencari data penyerta dan perbaikan fungsi tubuh.

Kondisi darurat yang tidak bisa ditangguhkan dan harus segera di tindak lanjuti
adalah:

1. Kegawatan janin
2. Pendarahan yang tidak terkendali
3. Gangguan pernafasan
4. Cardiac arrest
5. Emboli aterial
PENILAIAN PASIEN

• Evaluasi tiga komponen o penilaian cepat


yaitu: o survey primer
o survey sekunder

Penilaian cepat : • menentukan apakah pasien stabil, tidak stabil, kritis atau
meninggal

• manajemen survey primer yang mengancam jiwa pasien


Primary survey: mengikuti prinsip ABCDE dalam waktu 10 detik.

• A: Airway
• B: Breathing
• C: Circulation
• D: Dissability
• E: Exposure
Airway

3 aspek penting dari manajemen jalan napas dalam evaluasi awal pasien trauma:

1. Kebutuhan bantuan hidup dasar


2. Dugaan adanya cedera medula spinalis servikal sampai terbukti tidak ada cidera.
3. Potensi kegagalan intubasi trakea

• Ventilasi dilakukan dengan volume yang cukup untuk memberikan peningkatan dada.
• Penerapan cervical collar (C-Collar) sebelum dilakukan transportasi.
• Bagian depan C-Collar dapat dilepas 🡪 mempermudah intubasi trakea selama kepala dan
leher dipertahankan dalam posisi netral.
Breathing

• Pada cedera mulltipel, harus dicurigai adanya cedera paru yang dapat
berkembang menjadi tension pneumothorax.
• Memperhatikan pemberian tekanan inspirasi puncak dan volume tidal selama
resusitasi awal.

• Pasien yang menunjukkan adanya pneumothorax, melepaskan pasien dari


ventilasi mekanis dan dilakukan thoracostomy dengan memasukkaan kateter IV
14 ke dalam sela kedua costa di garis midclavicula lalu disambungkan dengan
tabung thoracostomy.
Circulation

• Memeriksa TTV pada saat primary survey.


• Apabila tidak teraba nadi pasca trauma dapat memberikan peluang kelangsungan
hidup yang buruk.

• Komite trauma ACS tidak merekomendasikan thoracostomy darurat pada pasien tanpa
tekanan darah / denyut nadi setelah trauma tumpul.
• Pemberian bolus cairan 500-1000 ml harus diberikan pada korban trauma tembus tanpa nadi.
Hemorrhage

Klasifikasi perdarahan:
1. Derajat 1 : volume darah yang hilang akibat hemodinamik. Ditandai dengan denyut
jantung tidak berubah dan tekanan darah tidak menurun. Hilangnya volume darah yang bersirkulasi
<15%.
2. Derajat 2 : volume darah yang apabila hilang dapat memicu respons simpatis untuk
mempertahankan perfusi. Ditandai dengan denyut jantung akan meningkat. Hilangnya volume
darah yang bersirkulasi 15-30%. Pemberian cairan IV / koloid diindikasikan pada derajat ini dan
tranfusi darah diberikan jika perdarahan berlanjut.
3. Derajat 3 : kompensasi vasokonstriksi dan takikardi yang tidak cukup untuk
mempertahankan perfusi dan memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Ditandai dengan
penurunan tekanan darah. Hilangnya volume darah yang bersirkulasi 30-40%. Diperlukan
transfusi.
4. Derajat 4 : merupakan perdarahan yang mengancam jiwa. Hilangnya volume darah yang
bersirkulasi >40%. Ditandai dengan pasien tidak responsif dan hipotensi berat. Kontrol perdarahan
dan pemberian transfusi darah masif harus segera dilakukan.
Secondary survey:

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik

Evaluasi pasien:

1. Sistem kardiovaskular
2. Sistem neurologis
3. Sistem respirasi
Injury assessment

• Adanya syok dan terapi cairan IV dapat meningkatkan resiko tinggi pasien
mengalami hipotermi.
• Resusitasi harus dijaga mendekati suhu tubuh,
• Semua cairan harus dihangatkan selama pemberian, dan penggunaan penghangat

Fungsi neurologi

Setelah sirkulasi aman, selanjutnya pemeriksaan neurologis singkat, meliputi:


1. Tingkat kesadaran.
2. Ukuran dan reaksi pupil.
3. Tanda-tanda lateralisasi yang menunjukkan adanya cidera intrakranial/
ekstrakaranial.
4. Indikasi cedera tulang belakang.
PERSIAPAN

• Persiapan diperhitungkan dengan matang.


• Kesiapan untuk operasi bedah darurat meliputi :
o persiapan kamar bedah
o Keperluan anestesi yang siap pakai: mesin anestesi dan alat untuk ventilasi, oksigensi, intubasi,
monitor, set untuk infus dan transfusi serta cairan dan obat-obatan.

• Menenangkan pasien.
• Semua pasien gawat darurat harus dianggap lambung penuh, karena tidak memungkinkan puasa.

Untuk mengatasi lambung penuh:


1. Induksi inhalasi dengan kepala diekstensikan dan pasien di miringkan
2. Intubasi secara sadar dibawah anestesi lokal
Status Fisik
TEKNIK ANESTESI

• Teknik anestesi tergantung kemampuan operator, lama tindakan bedah, keadaan umum
pasien dan kooperatif pasien.
• Pasien yang kooperatif, dapat dipertimbangkan anestesi regional,
• kontraindikasi anastesi regional adalah:
• Infeksi di daerah tusukan
• Pasien menolak
• Hipovolemi berat (pada neuraksial)
• Peningkatan TIK (pada neuraksial)
TRAUMATIC
Hemostatic resucitation

• Koagulopati pada awal trauma dikaitkan dengan mortalitas.


• Diberikan transfusi dengan perbandingan 1:1:1 (sel darah merah:fresh frozen plasma:
trombosit).

Massive transfucion protocols

• Resusitasi berbasis darah yang dilakukan oleh MTP (massive transfucion protocols)
dapat meningkatkan kelangsungan hidup, mengurangi komplikasi infeksi akut, dan
menurunkan terjadinya disfungsi organ dibandingkan dengan resusitasi berbasis
kristaloid.
• Assessment of blood consumption (ABC) untuk menilai pasien yang memerlukan
MTP:
1. Luka tembus
2. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg
3. Denyut jantung lebih dari 120x/menit
4. Hasil positif pada evaluasi focused assessment with sonography for trauma
(FAST)
INTERVENSI TRAUMA DEFINITIF

Anesthetic induction & maintenance

• Akses intravena segera dipasang pada pra-rumah sakit atau di IGD.


• Jalur intravena diharapkan dapat cukup untuk mengalirkan darah (ukuran 16 atau 14).
• Kehilangan banyak darah dan ketidakstabilan hemodinamik mengakibatkan bahaya bagi
kesadaran pasien trauma.
• Pasien trauma dengan luka berat tidak diberikan induksi dengan propofol, karena
memungkinkan terjadi hipotensi berat bahkan dengan pemberian dosis kecil (0,25-0,5
mg/kg IV).
• Ketamin dapat menjadi pilihan terutama jika diberikan dalam dosis 10 mg bolus IV.

Operasi pengendalian kerusakan

• Ahli bedah akan mengkompres area perdarahan jika pasien terjadi hipotensi.
• Intervensi ini dapat meningkatkan hemodinamik dengan memperlambat perdarahan dan
memungkinkan pemulihan yang lebih cepat dari volume darah yang bersirkulasi.
TRAUMATIC BRAIN INJURY

• Setiap pasien trauma dengan tingkat kesadaran yang berubah harus dianggap memiliki
traumatic brain injury (TBI) sampai terbukti tidak terjadi.
• Cedera otak primer biasanya merupakan cedera fokal yang berhubungan langsung
dengan trauma, mengganggu aktivitas normal anatomi atau fisiologi atau keduanya.

• Empat kategori cedera otak primer:


1. Subdural hematoma
2. Epidural hematoma
3. Intraparenchymal hemorrhage
4. Nonfocal

• Cedera ini berpotenesi mengganggu aliran darah otak dan meningkatkan


intracranial pressure (ICP).
MANAGEMENT

a. Intracranial pressure

• Menurut pedomaan Brain Trauma Foundation merekomendasikan mempertahankan CPP


(cerebral perfusion pressure) antara 50 dan 70 mmHg dan ICP kurang dari 20 mmHg
untuk pasien dengan cedera kepala.
• Terapi diuretik osmotik digunakan untuk mengurangi peningkatan ICP.
• Dosis manitol IV 0,25-1,0 g/kgBB. Vasopresor dapat digunakan untuk mempertahankan
CPP antara 50-70 mmHg.

b. Severe TBI & multiple trauma

• Pada pasien cedera kepala yang membutuhkan perawatan dekompresi, tekanan darah rata-
rata harus dipertahankan antara 50 dan 70 mmHg untuk mencegah cedera neurologis
iskemik sekunder.
• Pada pasien tanpa cedera otak, perdarahan biasanya diobati dengan tujuan yang lebih
hipotensif sampai perdarahan terkontrol.
• Tulang belakang tediri dari 3 kolom,
yaitu:

1.Kolom anterior (termasuk 2/3 anterior tulang belakang tubuh dan ligamen longitudinal
anterior)
2.Kolom tengah (termasuk 1/3 posterior korpus vertebra, ligamen longitudinal posterior, dan
komponen posterior anulus fibrosis)
3.Kolom posterior (termasuk lamina dan faset, prosesus spinosus, dan ligamen interspinosa

• Radiografi lateral tulang belakang leher menunjukkan seluruh tulang belakang leher ke atas
vertebra T1.
• Satu patah tulang belakang dikaitkan dengan 10-15% insiden tulang belakang kedua patah.
• Satu tulang belakang torakolumbalis cedera dikaitkan dengan 40% fraktur kaudal kedua ke
yang pertama.
• Cedera tulang belakang leher diatas C2 dikaitkan dengan apnea dan kematian

• Tujuan terapi cedera tulang belakang adalah untuk mencegah eksaserbasi cedera struktural primer dan
untuk meminimalkan risiko perluasan cedera neurologis dari hipotensi terkait hipoperfusi area iskemik
tulang belakang.
• Methylprednisolone sering diberikan untuk cedera tulang belakang supaya mengurangi edema sumsum
tulang belakang.
LUKA BAKAR

Klasifikasi luka bakar, yaitu:

1. Derajat 1: luka tidak menembus epidermis.


Penggantian cairan untuk luka bakar derajat ini
tidak diperlukan.
2. Derajat 2: luka mencapai superfisial.
Penggantian cairan diindikasikan untuk pasien
dengan luka bakar derjat 2 lebih dari 20% dari
total bod surface area (TBSA).
3. Derajat 3: luka yang mengenai seluruh lapisan
dermis.

• Penggantian cairan pada resusitasi pasien luka


bakar menggunakan kristloid, terutama ringer latat,
dilakukan selama 24 jam pertama
Rumus Parkland (dewasa)

• 4 ml/kgBB/% luka bakar (untuk 24 jam pertama)


a. ½ volume pertama yang dihitung dalam 8 jam pertama
b. ½ volume berikutnya yang dihitung dalam 16 jam berikutnya
c. Output urin digunaan sebagai indikator resusitasi cairan, produksi urin dewasa
normalnya 0,5-1,0 ml/kgBB/jam

Anesthetic considerations

• Penilaian pasien dimulai dengan inspeksi jalan napas.


• Luka bakar wajah bukan merupakan indikasi untuk intubasi trakea.
• Kebutuhan untuk manajemen jalan napas ditunjukkan dengan adanya suara serak, dispnea,
takipnea, atau perubahan tingkat kesadaran.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai