Anda di halaman 1dari 45

PATIENT CENTRED CARE WITH MULTIDISCIPLINARY

APPROACH IMPROVES DYALISIS OUTCOMES

Implementation of Nursing
Evidence-Based Practices in Managing
Intradialytic Hypoglycemia
LEO GINTING

PITWIL IPDI DKI JAKARTA

JAKARTA NEPHROLOGY NURSING SYMPOSIUM VX

HOTEL CIPUTRA JAKARTA - 2023


OUTLINE

Faktor yang
• Fenomena Saat Ini Berkontribusi • Pengkajian
• Defenisi • Pencegahan
• Jenis Kelamin, Usia
• Prevalensi • Maintenace Glukosa
• Hemodialisis
• Tanda & Gejala • Terapi
• Sepsis
• Komplikasi lebih lanjut
• CCI, Obat-obatan
HIPOGLIKEMIA
Tatalaksana
INTRADIALISIS
Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal bagi pasien Gagal Ginjal
Kronisterapi
Paling banyak diminati dibandingkan dengan (GGK) tahap akhir
Meskipun .
menjadi terapi pilihan dan efektif untuk
pengganti ginjal lainnya. Jumlah pasien yang
penatalaksanaan pasien gagal ginjal terminal, bukan
menjalani HD secara rutin di dunia mencapai lebih
berarti HD bebas dari komplikasi
dari 90% (USRDS, 2021).

Komplikasi mengakibatkan ketidaknyamanan, meningkatkan stres, menurunkan kualitas HD, mempengaruhi


Komplikasikualitas hidupdapat
intradialisis pasien, memperburuk
terjadi secara akutkondisi Komplikasi:
dan pasien bahkan Hipertensi 38%, hipotensi kematian
dapat menyebabkan 14%, sakit kepala 9%,
kram otot 7%, masalah akses 7%, mual dan muntah 6%,
kronis, salah satu komplikasi akut intradialisis adalah menggigil 5%, gatal-gatal 5%, demam 3%, dan nyeri dada 2%
terjadinya hipoglikemia (Pernefri, 2018).

Data kejadian hipoglikemia intradialisis masih sangat minim, bahkan data IRR, tidak menyebutkan secara
spesifik bahwa hipoglikemia menjadi salah satu komplikasi intradialisis
Hipoglikemia intradialisis: gangguan neurological,
Terjadinya hipoglikemia intradialisis dapat diakibatkan
gangguan kardiovaskular, gangguan psikologikal ---
oleh multifaktor
kematian (Shi, 2020; Amiel, 2022).
Hipoglikemia Intradialisis:
• GDS ≤ 70 mg/dl dengan atau tanpa
tanda dan gejala hipoglikemia.
• GDS > 70 mg/dl dengan menunjukkan
tanda dan gejala hipoglikemia.
(Kallenbach, 2021; Wolfsdorf & Stanley, 2021).
Pusing, lemah, gelisah, takikardi, keringat dingin,
Whipple’s mual, muntah, gemetaran, gangguan pengelihatan,
Tanda & Gejala gelisah, kesulitan berkonsentrasi, penurunan
triad kesadaran bahkan kematian
(Sharifi et al., 2022)
(Wolfsdorf & Stanley, 2021).

Ketidakseimbangan penggunaan glukosa (oleh otak,


sel darah merah, otot dan ginjal/ dialisis) dan
Penyebab produksi glukosa (oleh hati dan ginjal serta
pencernaan karbohidrat) (Mojica, 2022).

Jika pemeriksaan darah dilakukan dengan


menggunakan glukometer dan darah diambil dari
Peringatan ujung jari (kapiler), maka hasilnya akan 10%-15%
lebih rendah dibandingkan dengan darah plasma
vena (Pratiwi, 2021).
Otak tidak dapat mensintesis atau menyimpan glukosa, oleh
karena itu untuk kelangsungan hidup, otak membutuhkan pasokan
glukosa terus menerus dan akan mengakibatkan gangguan apabila
otak kekurangan glukosa lebih dari 20 menit, dan hipoglikemia
yang mendalam dan berkepanjangan akan menyebabkan cedera
otak permanen dan akhirnya kematian otak (Wolfsdorf & Stanley,
2021).
Proses Terjadinya Hipoglikemia Intradialisis RENAL
GLUK ONEOG
ENESIS
Glukoneogenesis adalah proses sintesis glukosa dari prekursor non-heksosa
seperti gliserol, laktat, piruvat dan asam amino glukogenik. Glukoneogenesis ini
sangat penting dalam menjaga normoglikemia selama kondisi puasa dan stress.

Substrat/bahan utama dalam glukoneogenesis ginjal adalah laktat


Glukoneogenesis Ginjal
(Legouis et al., 2020), terutama selama kondisi puasa dan stres,
menjadikan organ ini sebagai tempat penyebaran laktat sistemik
utama.

Ginjal mampu memfiltrasi sekitar 163gram glukosa/24 jam, dimana 90% dari glukosa terfiltrasi tersebut akan
direabsorbsi melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co- Transporter) pada bagian tubulus proksimal, sedangkan
sisanya (10%) akan di absorbsi pada tubulus desenden dan asenden melalui peran SGLT-1, sehingga pada akhirnya
tidak ditemukan glukosa dalam urin (Susanti, 2021). Namun, kemampuan ginjal dalam menjaga homeostatis
glukosa (renal gluconeogensis) mengalami penurunan pada pasien yang mengalami gagal ginjal yang menjalani
dialisis.
Hipoglikemia intradialisis:
• 4,8% (Bartaula, et al, 2019)
• 6,4% (Lidiane, et al, 2022)

PREVALENSI Mengukur kadar gula darah tidak dijadikan sebagai prosedur rutin selama dialisis, sehingga
kejadian hipoglikemia intradialisis tidak terdokumentasi dengan baik.

Jika pemantauan kadar gula darah intradialisis dilakukan secara berkala, maka akan
ditemukan persentase kejadian hipoglikemia intradialisis yang lebih tinggi, misalnya pada
penelitian di Shanghai, China ditemukan insidensi terjadinya hipoglikemia intradialisis
sebesar 57,9% (Lai, et al., 2021).

Sebuah penelitian analisis kohort retrospektif terhadap 243. 222 subjek penelitian
melaporkan insidensi hipoglikemia lebih tinggi pada pasien gagal ginjal kronik (P < 0.0001)
(Moean, 2009 dalam David, 2020).
Di Unit Dialisis sebuah RS di Jaksel, kejadian
hipoglikemia intradialisis cukup tinggi. Hampir setiap hari
ada laporan kejadian hipoglikemia intradialisis yang
memerlukan terapi pemberian dextrose 40% intradialisis.

Bulan ∑ HD Rawat Inap ∑ Hipoglikemia Persentase Hipoglikemia


Intradialisis Intradialisis
Maret 2022 481 79 16,42%
April 2022 308 75 24,35%

Kejadian hipoglikemia intradialisis tersebut diketahui dengan


mengukur kadar gula darah pasien pada saat pasien
menunjukkan gejala hipoglikemia. Persentase kejadian
hipoglikemia intradialisis tersebut tentunya akan meningkat
jika pemeriksaan kadar gula darah dilakukan secara intensif,
bahkan ketika pasien tidak menunjukkan gejala hipoglikemia.
Hipoglikemia Intradialisis (HI)

Pada penelitian ini didapatkan HI 54,1% dan 39,6% unawareness hypoglycemia;


40% (Rashighi & Harris, 2017); 100% (Javherani et al., 2018)

lebih berbahaya dan sulit dideteksi dipantau secara intensif !!


Mortalitas Meningkat
1 HI 15%.
HI berulang 19%
Dari 54,1% yang mengalami HI 38,2% mengalami hipoglikemia berulang (Chu et al., 2017).

Onset HI: jam ke-2 intradialisis (28,5%), diikuti jam ke-1 dan jam ke-3 (24,3 % dan 21,5%);
jam 1 sampai jam ke-2 intradialisis (Lai et al., 2021).

Rerata penurunan kadar gula darah setiap jam intradialisis secara berurutan sebagai berikut: jam pertama
sebesar 37,9 mg/dl ± 53,7 standar deviasi, jam ke-2 intradialisis 59,3 ± 69,6 standar deviasi, jam ke-3 67,2
± 79,7 standar deviasi, jam ke-4 mencapai 73,7 ± 84,8 standar deviasi dan pada jam ke-5 sebesar 90,7
mg/dl ± 94,3 standar deviasi.
Rerata Kadar Gula Darah (mg/dl) dan Perubahan Gula Darah Intradialisis pada Pasien
Gagal Ginjal Rawat Inap yang Menjalani Hemodialisis 2023
200 100

91
180 90

182
160
74 80

140 67 70

143 59
126
120 60

100 117 112 50

80 38 95 40

60 30

40 20

20 10

0
0 0
Pre-HD 1 Jam Intra-HD 2 Jam Intra-HD 3 Jam Intra-HD 4 Jam Intra-HD 5 Jam Intra-HD

Gambaran GDS Penurunan GDS


Komplikasi Lebih
Lanjut
1. Gangguan Kardiovaskular: Takikarida, aritmia, pelebaran interval gelombang QT, disfungsi
endotelial sel otot jantung, aktivasi sistem inflamasi dan mengakibatkan koagulopati (Amiel,
2022).

2. Gangguan Neurologikal: Penurunan kemampuan kognitif, penurunan kesadaran, ganguan persepsi,


emosi dan memori.

3. Gangguan Psikologikal: perasaan yang tidak menyenangkan, stress, cemas dan takut akibat
gangguan proses HD (HD dihentikan sementara)

4. Secara sosial dapat mengakibatkan gangguan dalam aktivitas sosial, pekerjaan yang dibatasi dan
gangguan relasi dengan keluarga maupun lingkungan sosial.

5. Kematian (Shi, 2020).


Faktor-faktor penyebab hipoglikemia
meliputi:

(Padmanabhan et al., 2018); (Li,


2021) • Proses HD itu sendiri

• Ada tidaknya riwayat Diabetes Mellitus (DM),


(Kramer, 2018; Kistler et al., 2018; penurunan asupan kalori, autonomic neuropathy,
Sahathevan et al., 2020) gangguan fungsi hati, terapi modalitas pada DM

(Wolfsdorf & Stanley, 2021) • Inflamasi kronik, sepsis

• Malnutrisi (Asupan Nutrisi), penyakit


(Suastika, 2016; Leibovitz, 2018) komorbid/CCI (gangguan jantung, keganasan,
gangguan ginjal, dll)

(Ahmad, 2017; Silbert et al., 2018;


Vihonen et al., 2018; Kuula et al., • Riwayat penggunaan obat-obatan
2019; Black dan Hawks, 2021)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TERJADINYA HIPOGLIKEMIA
Jenis Kelamin  Ada perbedaan yang signifikan kadar gula darah
antara laki-laki dan perempuan (p < 0,001), dimana
kadar gula darah laki-laki (5.50 ± 1.33 mmol/L) lebih
tinggi dari kadar gula darah perempuan (5.14 ± 0.86
mmol/L) (Chao, 2021).

 Kejadian hipoglikemia lebih tinggi


ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki (195 vs 172, p< 0,001) (Chao,  Indeks massa tubuh laki-laki secara signifikan
2021). lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan
 Pada perempuan ditemukan jaringan dan perempuan lebih perduli dalam menjaga
lemak yang lebih banyak dan massa otot berat badan sehingga lebih berrisiko
yang lebih sedikit dibandingkan dengan menyebabkan terjadinya hipoglikemia
laki-laki, sehingga lebih sedikit otot yang (Kautzky-Willer & Harreiter, 2017).
digunakan untuk menyerab glukosa
(Gonzalez-Jaramillo et al (2019)
 Risiko hipoglikemia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

 Lansia mengalami penurunan aktivitas sel T pada sistem imun (kekebalan


I A
tubuh), sehingga daya tahan tubuh lansia juga ikut menurun.
U S
 Kemampuan indra pengecap berkurang sehingga rasa makanan menjadi
hambar, peristaltik usus menurun mengakibatkan gangguan nafsu makan.

 Geriatri: penurunan kemampuan untuk mengenali tanda dan gejala


hipoglikemia dan juga kegagalan dalam mengkomunikasikan kebutuhannya.
Pada usia lanjut juga terjadi defisiensi respon hormon konter-regulatori dan
hilangnya respon saraf otonom saat terjadi hipoglikemia (Pratiwi et al.,
2020).
STATUS
HEMOD
IALISIS
PASIEN

I E N BA R U
R U T I N PA S
PA SI E N

Renal gluconeogenesis?
M ODI ALI SI S
HE
Pada gagal ginjal kronik, kombinasi gangguan klirens insulin,
perubahan metabolisme glukosa, dan proses dialisis membuat
pasien rentan terhadap penurunan kadar gula darah.
Hipoglikemia menyumbang hingga 3,6% penyebab pasien gagal
ginjal masuk ruang rawat inap (Gianchandani, 2017).

Risiko hipoglikemia yang diinduksi HD lebih tinggi dengan


penggunaan larutan dialisat bebas glukosa, tetapi episode
hipoglikemik juga dapat terjadi bahkan dengan dialisat yang
mengandung glukosa standar 5,5 mmol/L (Fotiadou et al., 2022).

Penurunan kadar gula darah sebanding dengan bersihan zat


terlarut lainnya. Bersihan zat terlarut dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti durasi HD, jenis dialiser yang digunakan, dialiser
sekali pakai atau dipakai berulang, kecepatan aliran dialisat
(quick of dialysate), kecepatan aliran darah (Quick of Blood/QB)
dan besarnya Ultrafiltration Goal (UFG).
Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis,
yaitu
DIFUSI: perpindahan molekul dari larutan
berkonsentrasi tinggi ke larutan
berkonsentrasi rendah. Dalam difusi, yang
berpindah adalah molekul zat yang terlarut.

OSMOSIS: perpindahan air dari larutan


berkonsentrasi rendah ke larutan
berkonsentrasi tinggi melalui membran
semipermeabel (membran sel). Perlu
diperhatikan bahwa yang berpindah dalam
osmosis adalah molekul “air” bukan zat yang
terlarut dalam air.
ULTRAFILTRASI:Proses berpindahnya zat dan
air karena perbedaan hidrostatik di dalam
darah dan dialisat– Konveksi: 'solute drag'
SEPSIS
o Sepsis: sindrom sistemik yang mengancam nyawa yang disebabkan oleh
infeksi mikroba dan respon fisiologis yang tidak teratur, yang ditandai dengan
kerusakan endotel, peningkatan permeabilitas vaskular, disfungsi
mikrovaskular, dan koagulopati, yang jika tidak ditangani dengan segera dan
tepat, dapat menyebabkan kegagalan multiorgan dan kematian.

o Sepsis secara umum dapat menyebabkan hiperglikemia atau hipoglikemia

(Wolfsdorf & Stanley, 2021); Hiperglikemia -respon tubuh


terhadap peningkatan metabolisme akibat sepsis, tetapi kondisi ini dapat
menyebabkan kegagalan mekanisme tubuh dalam pengontrolan gula darah;
Hipoglikemia: peningkatan katabolisme tubuh dan penggunaan
glukosa yang diinduksi oleh produksi sitokin, penurunan glukoneogenesis dan
menghambat kortikosteroid (Karema et al., 2019), (Kushimoto, 2020).

o Dua penelitian kohort observasional telah mengidentifikasi sepsis sebagai


faktor risiko penting terjadinya hipoglikemia berat. Persentase pasien yang
mengalamai hipoglikemia meningkat seiring dengan meningkatnya keparahan
kategori sepsis: masing-masing 2,1%, 6,0% dan 11,5% untuk pasien dengan
sepsis, sepsis berat, dan syok sepsis (Furukawa et al., 2019).
Kompleksitas Penyakit Komorbid (Charlson
Comorbidity Index)

Secara umum, pasien yang menderita penyakit komorbid yang lebih banyak, maka risiko mengalami
hipoglikemia semakin meningkat yang diakibatkan gangguan metabolisme glukosa, ditandai dengan
ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan dan ketersediaan glukosa tubuh (Silbert et al., 2018).

Penyakit kronis yang paling sering dikaitkan dengan peningkatan risiko hipoglikemia diantaranya:
penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular, gangguan kognitif, depresi dan gagal jantung (Silbert et al.,
2018).

CCI semakin tinggi Malnutrsisi semakin tinggi  Hipoglikemia semakin tinggi(Suastika, 2016).
Korelasi antara malnutrisi dan hipoglikemia telah ditunjukkan oleh penelitian Leibovitz (2018) dengan OR
1.982, 95% confidence interval 1.056-3.718, p = 0.033.
Kondisi Klinis/Komorbid Skor
Infark miokardium 1
Penyakit jantung kongestif 1
Penyakit arteri perifer 1
Demensia 1
Penyakit serebrovaskular 1
Penyakit paru kronik 1
Charlson Comorbidity Index
Penyakit jaringan ikat 1
Sistem Skor Untuk Kategori Kondisi Diabetes tanpa komplikasi 1
Klinis/Komorbid Ulkus 1
Penyakit hati kronis atau sirosis 1
Hemiplegia 2
Penyakit ginjal sedang atau berat 2
Diabetes dengan komplikasi 2
Skor masing-masing penyakit komorbid dapat Tumor 2
dikategorikan menjadi 2 kategori yakni komorbid Leukemia 2
rendah apabila total skor CCI 0-1 dan komorbid tinggi Limfoma 2
dengan skor CCI ≥ 2 (Liu et al., 2020). Penyakit hati sedang atau berat 3
Keganasan dengan metastasis 6
AIDS 6
n Nut r i si
Asupa
HD adalah prosedur katabolik, paparan berulang terhadap stimulus ini dapat
menyebabkan hilangnya massa protein dan kapasitas fungsional pasien. Pada
pasien HD, asupan kalori harian diperlukan untuk mempertahan status
nutrisi dan mencegah katabolisme, termasuk katabolisme glukosa. Proses
katabolisme ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar glukosa
dalam darah sehingga terjadi hipoglikemia.

Proses HD tidak hanya mengeliminasi toksin, namun nutrisi


yang merupakan zat esensial untuk fungsional juga ada yang ikut
terbuang, salah satunya adalah glukosa

Asupan nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan status nutrisi


pasien dan mencegah terjadinya hipoglikemia intradialisis
(Kistler et al., 2018). TPN memenuhi kebutuhan kalori,
memberikan asupan vitamin, asam amino, lipid dan mencegah
katabolisme dalam proses HD (Sahathevan et al., 2020).
n Nut r i si
Asupa

Pada sebuah studi ditemukan bahwa penyebab terjadinya hipoglikemia


dalam perawatan adalah terhentinya asupan nutrisi karena suatu hal
yang tidak diharapkan atau ketidaksesuaian antara asupan nutrisi dan
terapi yang diberikan (Rattray et al., 2017). Gangguan nutrisi yang
sering dijumpai pada pasien HD adalah malnutrisi yang diakibatkan
kehilangan energi protein (Protein Energy Wasting/PEW), sekitar 30-
50% pada pasien gagal ginjal tahap akhir yang menjalani HD (6-8%
malnutrisi berat) (Mor, 2017).

Pemberian nutrisi intradialisis baik per oral maupun melalui


intradialytic parenteral nutrition dapat memperbaiki kontrol
terhadap gula darah dan menurunkan tingkat hospitalisasi
pasien HD (Fotiadou et al., 2022)
Asupan Nutrisi
• Asupan nutrisi yang adekuat 58,6%.
• Chi-square: asupan nutrisi adekuat ; HI 38,5%, pasien yang asupan nutrisi
tidak adekuat; HI 76,4%, menunjukkan perbedaan signifikan (p 0,000; α 0,05).
• Pemodelan akhir analisis multivariat: OR 6, 113 (95% CI 3,333; 11,213).

Hipotensi Intradialisis ?
NURSE:
Asupan nutrisi pasien HD harus adekuat:
• Anjurkan pasien untuk makan atau memberikan diet nutrisi per NGT sebelum
HD.
• Jika asupan nutrisi diberikan lewat cairan TPN pastikan tetesan infus lancar
sesuai dengan yang diresepkan dokter atau ahli gizi.
• Perhatikan hemodinamik pasien, untuk mengobervasi terjadinya hipotensi
intradialisis.
Penggunaan Obat Anti
Diabetik

• Hipoglikemia intradialisis
• Spontan: pasien DM yang mengalami kegagalan multiorgan,
malnutrisi dan dengan riwayat konsumsi obat-obatan yang memicu
terjadinya hipoglikemia.
• Iatrogenic: tatalaksana hiperglikemia yang terlalu agresif sehingga
menyebabkan tubuh berespon dengan penurunan kadar gula darah
sehingga terjadi hipoglikemia, dikenal dengan istilah HAAF
(hypoglycemia-associated autonomic failure) (Pratiwi et al., 2020).

Sementara asupan makanan


lebih sedikit dari biasanya
(Black dan Hawks, 2021).
• Oral hypoglycemic agents (OHAs): obat antidiabetik yang dapat
menyebabkan terjadinya hipoglikemia, yakni dapat mencapai 31% (Silbert
et al., 2018).
Terapi OAD
1. Secara SUBSTANSI berpengaruh pada HI

2. OAD menyebabkan risiko HI yang signifikan (p 0,045; α 0,05) dengan nilai OR 2,206,
yang berarti pada pasien HD yang mendapat terapi OAD berisiko mengalami hipoglikemia
intradialisis 2,206 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien HD yang tidak mendapat
terapi OAD.

NURSE
• Pemeriksaan GDS dengan lebih intensif.
• Perawat dapat merekomendasikan penundaaan pemberian OAD atau
pengurangan dosis OAD kepada dokter penanggung jawab pasien.
Penggunaan Obat Anti
Diabetik

 Hipoglikemia dapat mencapai 25% pada pasien yang menggunakan


insulin lebih dari 5 tahun (Pratiwi et al., 2020).

 Sebuah penelitian retrospektif, mendapatkan bahwa 100% pasien


yang mendapat insulin pernah mengalami epidose hipoglikemia
(Rudijanto, 2018). Hal ini harus menjadi hal yang tidak boleh
diabaikan begitu saja terlebih pada saat pasien sedang menjalani
HD.

 Insulin (5800 daltons)merupakan obat yang tidak terdialisis dalam


proses HD (Javherani et al., 2018; Mojica, 2022)
Penggunaan Antibiotik
Fluoroquinolon (Levofloxacin/
Ciprofloxacin) dan Cotrimoxazole

Fluoroquinolon (FQ) merupakan antimikroba spektrum luas, memiliki efikasi baik dan keamanan yang dapat diterima untuk
mengobati infeksi pernapasan, genitorurinari, kulit, gastrointestinal dan jaringan lunak (Kuula et al., 2019).

FQ dapat menimbulkan efek samping yang lebih serius, misalnya gangguan homeostasis glukosa (Kuula et al., 2019). Resiko
terjadinya hipoglikemia akibat FQ lebih besar apabila diberikan secara bersamaan dengan pemberian obat antidiabetik (Korayem,
2017).

Mekanisme terjadinya hipoglikemia yang distimulus oleh pemberian FQ disebabkan karena peningkatan sekresi
insulin.

Secara statistik nilai glukosa darah sebelum dan sesudah pemberian levofloxacin atau ciprofloxacin injeksi pada pasien yang
dirawat inap menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan (p< 0,05) (Douros, et al., 2015.) Penelitian lain
mendapatkan moxifloxacin memiliki risiko hipoglikemia tertinggi, diikuti oleh levofloxacin dan ciprofloxacin (Korayem,
2017) dan ketika pasien menjalani HD, hanya sebagian kecil FQ yang tereliminasi oleh HD (Sweetman, 2009 dalam Susanti,
2021).
β Blocker (BB):terapi esensial yang diberikan kepada pasien yang
mengalami masalah jantung.

BB selektif (Bisoprolol) memiliki kemungkinan lebih besar penyebab


hipoglikemia dibandingkan dengan BB non selektif seperti carvedilol (Dungan et
al., 2019).

BB dapat memperbaiki fungsi, proliferasi dan regenerasi sel B pancreas dan


meningkatkan sekresi insulin (Ahmad, 2017). BB menyebabkan penurunan
glikogenolisis sebagai akibat reaksi berlawanan terhadap katekolamin yang
memediasi terjadinya glikogenolisis (Mojica, 2021). Glikogenolisis yang rendah
menyebabkan kebutuhan metabolisme tubuh terhadap glukosa tidak terpenuhi,
sehingga terjadi hipoglikemia.

Hypoglycemia unawareness
Terapi β-Blocker
Pemberian terapi β B dapat memperlambat dan menekan timbulnya
keluhan dan gejala klinik hipoglikemia (Dungan et al., 2019).

Unawareness
Hypoglycemia

UH: β -B
39,6%. 84,1%

NURSE:
Pemberian terapi β B harus dihindari pada pasien DM karena dapat menyebabkan
memanjangnya periode hipoglikemia dan mengaburkan tanda dan gejala
hipoglikemia/“mask the hypoglycemic symptoms” (Cadavid, 2017).
Penggunaan Obat Salisilat
(Miniaspi/Aspilet) Salisilat: peningkatan penggunaan glukosa perifer akibat
pelepasan fosforilasi oksidatif, penurunan glikoneogenesis hati,
dan peningkatan pelepasan insulin (Mojica, 2021)

Salisilat terjadi karena terapi ini menyebabkan penurunan sintesis


glukosa hati dan peningkatan efek hipoglikemik apabila diberikan
bersamaan dengan obat oral hipoglikemia (Srinivas et al., 2021)

Di India mendapatkan 43 dari 45 pasien yang


mendapatkan terapi salisiat yang dikombinasikan dengan obat
oral hipoglikemia: HIPOGLIKEMIA
Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Hipoglikemia Intradialisis

 Hasil analisis pemodelan akhir multivariat faktor-faktor yang berhubungan signifikan terhadap
HI adalah riwayat HT, riwayat DM, asupan nutrisi, terapi β B, UFG, OAD dan QB.


Variabel dengan nilai OR terbesar adalah asupan nutrisi (OR 6,113)

artinya pasien HD yang memiliki asupan nutrisi tidak adekuat berisiko mengalami hipoglikemia
intradialisis sebesar 6,113 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang memiliki status
nutrisi yang adekuat, setelah dikontrol variabel riwayat HT, variabel riwayat DM, terapi β B,
UFG, terapi OAD dan QB.

 Kecukupan asupan nutrisi di 1 jam sampai 15 menit sebelum HD dimulai dan pada saat HD
berlangsung harus adekuat. Perawat harus dapat memastikan bahwa setiap porsi makanan
yang direkomendasikan kepada pasien harus habis, paling tidak 75% dari sediaan makanan.
Tatalaksana Hipoglikemia Intradialisis

Continuous glucose monitoring (CGM): menjelaskan


variabilitas gula darah pada pasien diabetes dengan
menganalisis waktu fluktuasi glukosa.

CGM sekarang umum digunakan untuk


memantau kadar gula darah pada pasien
yang menjalani HD. Pasien yang
mengalami uremia umumnya memiliki
nafsu makan yang kurang, sehingga pada
saat HD pemeriksaan gula darah rutin
penting untuk mengkonfirmasi kadar gula
darah yang baik.

Hal ini sangat diperlukan untuk


menjaga keamanan dan keselamatan
pasien saat HD berlangsung
• Kadar gula darah memiliki kecenderungan semakin menurun saat HD berlangsung dan
kejadian hipoglikemia intradialisis umumnya ditemukan pada jam ke-1 sampai jam ke-
2 intradialisis dengan insidensi 57,9% (Lai et al., 2021).

• Pada saat terjadi hipoglikemia intradialisis, dapat dipastikan kadar gula darah akan
semakin rendah pada jam-jam berikutnya saat hemodialisis masih berlangsung, karena
proses difusi glukosa darah masih terus berjalan.

• Diperlukan observasi kadar gula darah setiap jam selama HD, untuk memastikan kadar
gula darah intradialisis pasien dalam rentang normal, atau jika ditemukan hipoglikemia
intradialisis dapat segera dilakukan intervensi tepat dan cepat
Strategi penanganan dan tatalaksana pasien yang mengalamai
hipoglikemia terdiri atas 3 bagian

Pengkajian:

Pencegahan
Edukasi:
Hipoglikemia Kepatuhan pasien terhadap perubahan pola hidup dan regimen
pengobatan yang direncanakan.
Pemantauan glukosa darah secara mandiri (self monitoring blood
glucose/ SMBG) merupakan strategi utama dalam upaya pencegahan
terhadap tejadinya hipoglikemia.
Identifikasi keluhan dan gejala hipoglikemia secara dini, deteksi
penyebab, tata cara mencegah dan tindakan serta pertolongan pertama.
Strategi penanganan dan tatalaksana pasien yang mengalamai
hipoglikemia terdiri atas 3 bagian

Pengkajian:

Pencegahan
Edukasi:
Hipoglikemia Unmodifiable: intensively observation
Modifiable:
• mengupayakan asupan nutrisi yang adekuat

• memastikan peresepan HD yang aman bagi pasien


dengan mengevaluasi UFG dan QB

• mewaspadai unawareness hypoglycemia pada pasien


yang mendapat terapi β bloker.
Penggunaan Obat Dengan Dosis Rendah Sampai
Optimal Atau Gunakan Golongan Obat Yang
Mempunyai Risiko Hipoglikemia Rendah

Terapi farmakologis pada penderita diabetes melitus ditujukan untuk mempertahankan


kontrol glikemik selama mungkin tanpa risiko hipoglikemia.

Pemilihan jenis obat juga perlu mempertimbangkan kondisi pasien, seperti umur,
kemampuan kognitif, aktifitas fisik, pekerjaan, sosial ekonomi, penyakit penyerta dan
adanya komplikasi dari diabetesnya.

On HD ≈ Obat ditunda ?
Terapi Hipoglikemia

Penanganan utama pasien hipoglikemia intradialisis adalah deteksi


dini dan atasi kadar glukosa darah yang rendah dengan
mengembalikan kadar glukosa darah secepat mungkin ke kadar yang
normal sehingga gejala dan keluhan hipoglikemia juga akan segera
menghilang.

Hipoglikemia intradialisis dapat didiagnosis dengan mengenali Whipple’s


triad pada pasien. Whipple’s triad terdiri dari penuruan kadar gula darah,
adanya tanda dan gejala yang terkait hipoglikemia, serta perbaikan tanda
dan gejala pasca peningkatan kadar gula darah setelah pemberian asupan
glukosa (Sharifi et al., 2022).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA INTRADIALISIS
1. Periksa gula darah sewaktu (GDS) pasien pre-HD (jam ke-0) sesuai SOP
2. Mulai HD sesuai resep dari dokter
3. Cek GDS setiap jam intra-HD (jam ke-1, jam ke-2, dst sesuai durasi HD)
Jika hasil gula darah:
a. Tanpa keluhan/tanda dan gejala hipoglikemia
i. GDS 71-80 mg/dl. cek GD 30 menit lagi.
ii. GDS 61-70 mg/dl, maka koreksi dengan Dextrose 40% sebanyak 50 ml, diberikan secara IV. Cek GD per jam
iii.GDS <60 mg/dl, koreksi dengan Dextrose 40% sebanyak 75 ml, diberikan secara IV. Cek GD per jam.
b. Dengan keluhan/disertai tanda dan gejala hipoglikemia
i. GDS 80 -100 mg/dl, koreksi dengan D40% 25 ml/ per IV, ATAU berikan makan/minum manis. Cek GD/jam
ii. GDS 61-79 mg/dl, koreksi dengan D40% 50 ml diberikan secara IV. Cek GD per jam.
iii.GDS < 60 mg/dl, koreksi dengan D40% 75 ml diberikan secara IV. Cek GD per jam
4. Terminasi HD
5. Cek GDS post-HD, koreksi sesuai protokol.

(Dimodifikasi dari PAPDI, 2015)


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENGUKURAN GULA DARAH DENGAN MENGGUNAKAN GLUKOMETER
1. Berikan penjelasan kepada pasien
2. Siapkan alat-alat yang diperlukan
3. Lakukan hand hygiene
4. Pastikan glucometer bersih dan siap untuk digunakan
5. Ambil strip tes glukosa dari wadahnya, lalu tutup kembali wadahnya dengan rapat. Strip tes dapat
rusak bila terpapar dengan kelembapan udara.
6. Lakukan hand hygiene, pakai handschoen
7. Tetapkan lokasi pengambilan sampel darah. Umumnya pada ujung jari ke-3, 4 atau 5.
8. Lakukan pemijatan ringan ujung jari sebelum ditusuk. Setelah ditusuk, jari tidak boleh ditekan-tekan
lagi, karena sampel darah yang keluar merupakan plasma, bukan serum
9. Bersihkan ujung jari dengan swab alcohol, tunggu 5 detik (sampai kering).
10. Masukkan strip tes glukosa ke alat glukometer
(Dimodifikasi dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2021)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENGUKURAN GULA DARAH DENGAN MENGGUNAKAN GLUKOMETER
11. Gunakan lanset yang tipis dan tajam untuk menghindari rasa nyeri. Gunakan satu lanset untuk satu kali
penggunaan untuk mencegah transmisi bakteri patogen, infeksi kulit, dan reaksi kulit lainnya, serta mencegah
penggunaan jarum lanset yang tumpul
12. Tekanlah bagian dasar ujung jari untuk mengalirkan darah ke strip tes glukosa.
13. Sentuhkan ujung strip tes glukosa ke darah pada ujung jari.
14. Bersihkan sisa darah pada ujung jari dengan swab alcohol
15. Lepas handschoen, lakukan hand hygiene.
16. Tunggu beberapa detik sampai angka kadar gula darah muncul pada layar glukometer.
17. Catat hasil pemeriksaan tersebut.
18. Buang jarum lancet dan strip tes ke dalam tempat sampah infeksius.
19. Rapikan pasien dan alat,
20. Lakukan hand hygiene.
21. Lakukan pencatatan hasil pada lembar pengumpul data penelitian
(Dimodifikasi dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2021)

Anda mungkin juga menyukai