Anda di halaman 1dari 9

B-10

Pemetaan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Hasil Ujian Nasional Siswa SMA di Kabupaten Sigi dan Donggala
email: widy_ty@yahoo.com; syamsultan@yahoo.com
Widyastuti dan Syamsu

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453

FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu - Sulawesi Tengah
Abstrak Ujian Nasional mempunyai tujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional. Berdasarkan hasil UN tahun 2007/2008 sampai 2009/2010 pada jenjang SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Sigi dan Donggala, terdapat mata pelajaran yang setiap tahun pelaksanaan UN cenderung memberikan hasil pencapaian SK/KD yang rendah. Di Kabupaten Sigi dan Donggala untuk kelompok IPA yaitu Bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan Biologi dan kelompok IPS yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, sosiologi, Ekonomi, dan Geografi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dilakukan pemetaaan kompetensi peserta didik SMA tiap pokok bahasan; mengungkap faktor penyebab peserta didik tidak menguasai pokok bahasan tertentu; menemukan rumusan alternatif pemecahan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik; dan merumuskan model implementasi pemecahan masalah dengan menyertakan berbagai institusi terkait. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif dan studi kebijakan (policy study). Penelitian menekankan pada gambaran secara kualitatif-deskriptif hasil pemetaan capaian SK/KD pada mata pelajaran yang diujikan dalam UN, faktor-faktor penyebab dan penyusunan desain model penanganan masalahnya. Tahapan dalam penelitian ini adalah: Kajian awal, berupa analisis peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaran dan hasil UN, diharapkan dapat tersedia peta kompetensi pada setiap mata pelajaran yang diujikan sehingga diperoleh tingkat pencapaian SK/KD pada mata pelajaran tersebut; Kajian Lanjut, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab melalui Focus Group Discussion, uji pelacakan kompetensi guru, observasi dan kuesioner, Indepth Interview; serta alternative model pemecahan.

Kata Kunci: Pemetaan; Hasil Ujian Nasional SMA; Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar; Pengembangan Mutu Pendidikan I. PENDAHULUAN kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil Ujian Nasional digunakan Pendidikan merupakan usaha sadar dan sebagai salah satu pertimbangan untuk terencana untuk mengembangkan segala pemetaan mutu program, dasar seleksi masuk potensi yang dimiliki peserta didik melalui jenjang pendidikan berikutnya, penentuan proses pembelajaran. Dalam menopang dan kelulusan peserta didik, serta pembinaan dan mendukung terlaksananya pendidikan dengan pemberian bantuan dalam upaya untuk baik, Indonesia menggunakan standar nasional meningkatkan mutu pendidikan [2]. Mengingat pendidikan. Standar nasional pendidikan pentingnya UN tersebut maka diperlukan mempunyai komponen yang dapat dijadikan analisis yang mendalam tentang berbagai hal indikator untuk menilai berhasil tidaknya sistem yang mempengaruhinya. Analisis itu dapat pendidikan yang sedang berlangsung. Dalam menggunakan data yang ada pada setiap tahun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia penyelenggaraan UN. Keterlibatan Lembaga Nomor 19 tahun 2005 Bab X menyebutkan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dalam analisis dan pencarian solusi atas dasar dan menengah bertujuan untuk menilai permasalahan yang berkaitan UN juga pencapaian kompetensi lulusan secara nasional diperlukan. pada mata pelajaran tertentu dalam 3 Data Pusat Penilaian Pendidikan Nasional kelompok mata pelajaran dan dilakukan dalam tentang Laporan Hasil UN jenjang SMA negeri bentuk Ujian Nasional (UN) [1]. Peraturan dan swasta di Kabupaten Sigi dan Donggala, Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia memberikan hasil berupa nilai rata-rata untuk Nomor 34 Tahun 2007 menyebutkan UN adalah mata pelajaran pada Tahun 2007/2008 sampai kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi 2009/2010, seperti pada Tabel I. siswa secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. UN mempunyai tujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam

81

TABEL I HASIL UN PADA TAHUN 2007/2008 SAMPAI 2009/2010 UNTUK KABUPATEN SIGI DAN DONGGALA BERDASARKAN KELOMPOK DAN MATA UJIAN
Kel. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Inggris IPA Matematika Fisika Kimia Biologi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris IPS Matematika Ekonomi Sosiologi Geografi Tahun/Standar Nasional/Nilai Rata-rata 2007/2008 2008/2009 2009/2010 5,25 5,5 5,5 Sigi ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Donggala 7,60 7,32 7,48 6,91 7,76 7,81 6,95 6,74 7,10 7,67 7,60 6,46 Sigi ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Donggala 5,96 7,07 6,70 7,07 7,42 5,40 5,01 6,21 6,71 6,03 5,14 6,47 Sigi 6,69 6,34 7,19 6,95 7,30 6,44 6,46 6,25 7,38 5,99 5,91 6,56 Donggala 6,85 6,59 7,80 6,89 7,75 6,54 6,49 6,33 7,61 6,13 6,63 7,15

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453 TABEL II RANGKUMAN DATA MATA PELAJARAN YANG CAPAIAN SK/KD/MATERI YANG RENDAH

Kel

Kabupaten Sigi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Biologi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Sosiologi, Geografi Donggala Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Biologi Bahasa Indonesia, Matematika, Ekonomi, Sosiologi

IPA

IPS

** Data tidak tersedia/Pemekaran

Tampak pada Tabel I bahwa terdapat mata pelajaran yang setiap tahun pelaksanaan UN cenderung memberikan hasil yang rendah baik ditinjau dari standar nasional yang ditetapkan setiap tahun, seperti disajikan pada Tabel II (rekapitulasi mata pelajaran yang di UN kan). Mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional akan menjadi fokus analisis penelitian ini. Unit analisis penelitian ini selanjutnya lebih diarahkan pada pemetaan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) atau materi yang dianggap mengalami masalah dalam pelaksanaan UN. Hal tersebut diharapkan dapat menyediakan data yang lebih rinci sehingga identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui serta model penanganannya menjadi lebih efektif. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif jenis deskriptif. Penelitian menekankan pada gambaran secara kualitatifdeskriptif hasil pemetaan capaian SK/KD mata pelajaran yang diujikan dalam UN, faktor-faktor penyebab dan penyusunan desain model penanganan masalah. Populasi penelitian ini adalah beberapa SMA di Kabupaten Sigi dan Donggala yang dipilih secara acak. Sampel penelitian ditentukan secara bertingkat atau Proportional Stratified Random Sampling [3]. Penelitian ini diawali dengan analisis hasil UN Tahun 2007/2008 sampai 2009/2010 pada semua mata pelajaran, khususnya yang capaian nilai rata-rata siswa di bawah standar yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun tertentu.

Dari mata pelajaran tersebut, dilakukan pemetaan SK/KD yang nilai rata-ratanya juga berada di bawah standar nasional. Asumsi dasarnya adalah, semua SK/KD berkontribusi sama terhadap nilai rata-rata mata pelajaran. Dari pemetaan SK/KD, selanjutnya dilakukan identifikasi faktor-faktor penyebab tidak tercapainya SK/KD. Langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kajian awal: melakukan analisis terhadap peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaran UN dan pemenuhan standar nasional pendidikan. Analisis berlanjut pada hasil UN beberapa tahun sebelumnya dengan memanfaatkan dokumen hasil olahan dari Pusat Penilaian Pendidikan. Luaran yang diharapkan dari tahap ini adalah tersedianya peta kompetensi pada mata pelajaran yang diujikan dalam UN. Dari peta kompetensi mata pelajaran tersebut, diperoleh gambaran sekolah yang tingkat pencapaian SK/KD-nya rendah. Peta ini juga digunakan sebagai data untuk menentukan sampel sekolah. b. Kajian Lanjut: melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor penyebab melalui Focus Discussion Group, uji pelacakan kompetensi guru, observasi dan Indepth Interview. Indepth interview dilakukan terhadap kepala sekolah, guru, siswa dan pihak terkait lainnya. Dari hasil identifikasi tersebut, selanjutnya disusun rumusan model pemecahan masalah. c. Implementasi Model: Tahap ini dilaksanakan pada tahun kedua dalam bentuk kegiatan pengabdian pada masyarakat.

82

Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti berinteraksi secara langsung dengan responden. Dalam pelaksanaannya, peneliti juga menggunakan instrumen tambahan seperti: software olah data hasil UN yang diterbitkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, tes pelacakan kompetensi guru yang berfokus pada SK/KD, panduan interview, kuesioner dan lembar observasi. Data penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis kualitatif. Hasil analisis data dideskripsikan secara kualitatif tentang pemetaan SK/KD dari setiap mata pelajaran. Analisis identifikasi faktor penyebab dilakukan dengan pendekatan teoritik dan untuk memperkuat hasilnya, dilakukan triangulasi sumber. Desain model pemecahan masalah juga disajikan secara kualitatif-deskriptif. Tahapan penelitian untuk tahun pertama disajikan secara skematik pada Gambar 1. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peta Kompetensi Siswa SMA pada Mata Pelajaran yang diuji secara Nasional Hasil penelitian terhadap pemetaan penguasaan standar kompetensi/kompetensi dasar pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional menunjukkan bahwa sejak tahun 2007/2008 sampai dengan 2009/2010 terdapat beberapa kompetensi dasar yang sudah tuntas namun kebanyakan masih tergolong belum tuntas baik pada mata pelajaran IPA maupun IPS (dapat diakses di software PPMP 2011 v.2.4) di Kabupaten Donggala dan Sigi Sulawesi Tengah, seperti dalam Tabel III.
Kegiatan Pemetaan Kompetensi Siswa SMA
Indentifik asi Faktor penyebab Indentifikas i Alternatif Pemecahan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453 TABEL III KETIDAKTUNTASAN KD MATA PELAJARAN UN TAHUN 2007/2008-2009/2010 Tahun 2007/2008 Mata pelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Inggris IPA Matematika Fisika Kimia Biologi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris IPS Matematika Ekonomi Sosiologi Geografi Tahun 2008/2009 Mata pelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Inggris IPA Matematika Fisika Kimia Biologi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris IPS Matematika Ekonomi Sosiologi Geografi Tahun 2008/2009 Mata pelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Inggris IPA Matematika Fisika Kimia Biologi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris IPS Matematika Ekonomi Sosiologi Geografi Kompetensi yang tidak tuntas 28 35 15 23 12 20 40 42 23 15 20 27 Kompetensi yang tidak tuntas 25 21 15 18 12 28 42 28 12 25 24 16 Kompetensi yang tidak tuntas 19 13 6 11 7 14 27 22 8 18 22 16

FGD Indepth FGD Intervie deng M w an et. Observa piha si Kelas k Tes terk Probbin ait g kompet ensi guru Peta Alternati Faktor Kompetensi Dokume penyeb f dan Hasil Siswa SMA ntasi Model ab tipa Pokok Angket Pemecah Bahasan an Gbr. 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian [4] Stu di dok um en (has il UN) Ola h dat a

83

Data ketidaktuntasan standar kompetensi pada tahun 2007/2008 sampai dengan 2009/2010 menunjukkan perlu adanya upaya untuk memperbaiki hasil capaian Ujian Nasional pada setiap mata pelajaran. Dari keseluruhan mata pelajaran yang diujikan baik IPA mapun IPS perlu adanya analisis kesulitan soal sehingga hasilnya dapat dijadikan acuan dalam pengembangan materi pembelajaran. Data ini juga perlu dijadikan menjadi acuan dalam penyusunan rencana anggaran sekolah, sehingga prioritas dalam program diadakan dan disepakati seperti pengadaan buku ajar/referensi dan kelengkapan perpustakaan, pengadaan alat laboratorium, peningkatan kompetensi kepala sekolah, guru, tenaga administrasi dan lain-lain. B. Faktor-faktor yang Berpengaruh Secara umum diperoleh, bahwa faktor-faktor penyebab peserta didik belum menguasai standar kompetensi/kompetensi dasar di Kabupaten Sigi dan Donggala, antara lain menyangkut: sistem manajemen, guru, sarana dan prasarana pendidikan, dan budaya masyarakat [4]. Sistem Manajemen: Kurangnya monitoring dan evaluasi kegiatan akademik dari kepala sekolah dan pengawas, serta dinas Lemahnya kepemimpinan kepala sekolah Tidak jelasnya program pengembangan kegiatan akademik dan non akademik di sekolah Kurangnya kerjasama dengan lembaga kependidikan Minimnya koordinasi kepala sekolah dengan guru Adanya informasi tentang sekolah gratis Minimnya tenaga administrasi Guru Terbatasnya kemampuan guru mengembangkan perangkat pembelajaran Umumnya guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang studinya masih ada beberapa SK/KD materi bidang studi yang sulit diajarkan oleh guru Terbatasnya kemampuan guru dalam menerapkan strategi/model/metode/pendekatan pembelajaran yang menyenangkan Kurangnya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sesuai dengan waktu pada kurikulum Kurangnya prestasi guru di tingkat nasional

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453

Tingkat penguasaan materi bidang studi guru masih rendah Kurangnya program kegiatan peningkatan kompetensi pirofesional, pedagogik dan sosial guru Suasana akademik di sekolah kurang kondusif kurangnya kegiatan guru di bidang penelitian/karya ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat

Sarana dan prasarana pendidikan Terbatasnya buku sumber belajar bagi siswa Umumnya sekolah tidak memilki gedung laboratorium (IPA, Bahasa) dan perpustakaan Terbatasnya alat peraga pendidikan Tidak ada fasilitas ICT di sekolah Lemari penyimpanan alat laboratorium sangat terbatas Umumnya sekolah belumnya memiliki ruang kelas sesuai standar nasional Budaya Masyarakat Orang tua belum menyadari pendidikan bagi anaknya Tingkat pendidikan orang tua masih rendah Tingkat penghasilan orang tua masih rendah Motivasi belajar dan perhatian siswa masih rendah Daya serap siswa kurang kurangnya kontrol orang tua dalam proses pembelajaran di rumah kurang siswa sering terlambat masuk kelas partisipasi komite sekolah rendah pemahaman orang tua biaya pendidikan mash kurang adanya informasi tentang sekolah gratis B.1. Sistem Manajemen Secara umum diakui bahwa semakin baik pengelolaan dalam satu institusi maka akan semakin baik kinerja staff pada institusi tersebut [4]. Hal ini juga dapat terjadi pada rendahnya capaian pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional di Kabupaten Donggala dan Sigi Sulawesi Tengah. Hasil wawancara, angket dan FGD menunjukkan bahwa kepemimpinan belum terimplementasi dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari jawaban responden yang menyatakan kurangnya monitoring dan evaluasi kegiatan akademik dari kepala sekolah dan pengawas, termasuk dinas pendidikan. Responden juga mengatakan bahwa rendahnya pengetahuan tentang kepimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap capaian pada Ujian Nasional. Hal ini

84

membuktikan bahwa menjadi kepala Sekolah berarti mengetahui dan mengimplementasikan sesungguhnya apa yang menjadi tugas dan fungsi kepala sekolah seperti yang disyaratkan dalam BSNP [5]. Selain kepemimpinan, ditemukan juga bahwa pengorganisasian kegiatan akademik serta pengembangan program juga tidak jelas di masing-masing sekolah sehingga tidak jelas sasaran dari kegiatan pembelajaran. Ketidakjelasan dalam program sekolah juga diakibatkan rendahnya kerjasama dalam komponen sekolah. Hal ini diakibatkan kordinasi yang dilakukan kepala sekolah tidak efektif. Kurangnya kordinasi juga berdampak terhadap minimnya penataan adminstrasi di sekolah yang berakibat terhadap kurang efisiennya pelaksanaan administrasi dan pembelajaran. Ditambah lagi kurangnya tenaga administrasi yang dapat menangani atau mengadministrasikan kegiatan-kegiatan di sekolah membuat pengelolaan proses pembelajaran tidak dapat berjalan secara berkesinambungan. B.2. Guru Guru adalah tenaga profesional yang melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensinya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Seorang guru yang professional akan melakukan persiapan sebelum mengajar, mengajar dengan baik pada saat di kelas, dan mengevaluasi dan menilai setelah proses pembelajaran selesai [4]. Permasalahan yang menyebabkan rendahnya capaian pada Ujian Nasional di Kabupaten Donggala dan sigi juga diakibatkan oleh kemampuan guru. Berdasarkan hasil penelitian bahwa masih terdapat guru yang belum mampu mengembangkan perangkat pembelajaran dengan baik, dan bahkan terdapat guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Selain ketidaksesuaian bidang keahlian, masih terdapat guru yang tidak mampu menerapkan metode/model pembelajaran yang tepat. Hal tersebut diakibatkan kegiatan atau program yang dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi guru, baik kompetensi professional, paedagogik, maupun sosial sangat minim. Faktor yang tidak kalah pentingnya juga dalam peningkatan kualitas pembelajaran adalah lingkungan sekolah yang kondusif. Salah satu penyebab rendahnya capaian Ujian Nasional di Kabupaten Donggala dan Sigi disebabkan suasana akademik yang tidak kondusif. Kurang harmonisasi antara guru

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453

dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan siswa, dan demikian juga dengan kepala sekolah. Selain kurangnya harmonisasi, kurangnya penghargaan yang diberikan baik kepada guru maupun siswa yang berprestasi, sehingga membuat suasana di sekolah tidak kompetitif secara akademik. Keadaan seperti ini akan menurunkan motivasi baik guru maupun siswa untuk berprestasi. Suasana seperti ini sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik guru maupun siswa. Suasana akademik yang kondusif akan membuat guru nyaman dalam belajar dan membuat siswa termotivasi dalam belajar, yang akan secara langsung akan berpengaruh pada peningkatan kinerja guru maupun capaian siswa.

Faktor lain yang berpengaruh dari guru adalah rendahnya kemampuan guru dalam melakukan kegiatan ilmiah. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa hampir tidak ada penelitian yang dilkakukan oleh guru, hampir tidak ada karya ilmiah yang dihasilkan oleh guru, dan sangat minim kegiatan pengabdian guru. Penelitian dan penulisan karya ilmiah merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengatahuan dan membuat informasi bagi guru menjadi baru. Hal ini perlu diperhatikan baik kepala sekolah maupun dinas pendidikan supaya diadakan hal-hal yang dapat memotivasi guru untuk meneliti dan menulis karya ilmiah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperkenalkan bagaimana melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dapat dilasanakan sendiri oleh guru berkolaborasi dengan guru di sekolah yang sama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi guru itu sendiri. B.3. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana sangat berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran dan capaian pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Donggala dan Sigi, sarana dan prasarana mempengaruhi capaian Ujian Nasional. Data menunjukkan bahwa buku sumber yang tersedia masih sangat terbatas yang dapat digunakan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dan saat siswa belajar secara mandiri baik di sekolah maupun di rumah. Selain buku sebagai sumber yang digunakan siswa dan guru, buku sumber di perpustakaan sekolah juga sangat minim baik dari segi jumlah maupun eksemplar. Data juga menunjukkan bahwa alat peraga yang dimiliki sekolah sangat terbatas bahkan tidak ada.

85

Termasuk ketersediaan IT sebagai alat bantu. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan siswa dan guru dalam pembelajaran sangat minim dan pembelajaran akan cenderung monoton jika tidak didukung oleh sumber dan alat peragara yang memadai. Dalam era globalisasi saat ini, apalagi dengan diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan, pembelajaran sudah seharusnya kontekstual dan riil/nyata. Oleh sebab itu kebutuhan akan laboratorium tidak dapat ditunda lagi. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang ada di kabupaten Donggala dan Sigi belum memiliki laboratorium yang dapat menunjang proses pembelajaran dan jangankan peralatan laboratorium, gedung untuk laboratoriumpun belum tersedia secara merata di sekolah pada kedua kabupaten ini. Jika peralatan laboratorium kebetulan tersedia, maka sarana untuk menyimpannya tidak tersedia. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa masih terdapat kekurangan ruangan kelas di beberapa sekolah di kedua kabupaten ini. Kekurangan ruangan kelas ini berakibat terhadap penempatan siswa yang melebihi kapasitas dan ratio dalam satu kelas. Kalau Departemen Pendidikan Nasional lewat BSNP mempersyaratkan maksimum 30 orang per kelas, maka di sekolah yang ada di kabupaten Donggala dan Sigi bisa mencapai 40 hingga 50 siswa per kelas. Hal ini sangat berakibat terhadap efektif tidaknya proses pembelajaran. Oleh karena itu sudah saatnya pemda pada kedua kabupaten ini memperhatikan ratio siswa perkelas dengan ketentuan yang berlaku dan diundang oleh pemerintah. Dengan demikian sudah saatnya memprogramkan penambahan ruangan kelas pada kedua kabupaten ini. B.4. Budaya masyarakat Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosiobudaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453

manusia. Aspek budaya juga ada dalam dunia pendidikan, dan menentukan arah pendidikan itu sendiri, di samping hal-hal lainnya. Kenyataan itu tidak perlu lagi diragukan, karena budaya dapat membentuk karakter pendidik, anak didik, mitra pendidikan, dan pengguna lulusan dari pendidikan itu. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu daerah, hal ini dipahami bahwa suatu daerah yang maju dapat dilihat dari tingkat pendidikannya yang semakin baik. Kabupaten Sigi dan Donggala merupakan dua kabupaten di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah yang dulunya merupakan satu kabupaten. Sejak tahun 2008, Kabupaten Donggala mengalami pemekaran menjadi dua kabupaten yaitu kabupaten Donggala dan kabupaten Sigi. Pemekaran ini merupakan salah satu bentuk dari arah dan tujuan pembangunan untuk meningkatkan (memajukan) masyarakatnya. Hasil penelitian ini menunjukkan, baik di daerah Sigi maupun Donggala aspek budaya masyarakat terhadap pendidikan, masih rendah. Hal ini dikarenakan peran orangtua siswa yang cukup rendah untuk menyadari manfaat pendidikan bagi anak-anak mereka. Tentu saja dapat dipahami karena para orangtua siswa memiliki latar belakang pendidikan yang juga masih rendah. Selain itu tingkat penghasilan orang tua siswa di dua daerah ini masih cukup rendah. Selanjutnya komponen pembentuk karakter terdiri atas: (1) apresiasi masyarakat terhadap nilai dan manfaat pendidikan, (2) pemahaman praktis masyarakat tentang kaitan antara kehidupan nyata dengan kurikulum sekolah, (3) kesadaran masyarakat mengenai pendidikan, (4) bentuk partisipasi masyarakat terhadap pembangunan pendidikan, (5) kinerja komite sekolah, (6) tingkat pastisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan akademik, (7) budaya belajar siswa di sekolah dan di luar sekolah, (8) motivasi belajar siswa, (9) bidang studi/jurusan yang diminati siswa, dan (10) bidang kerja harapan siswa. Karakteristik pendidikan di dua kabupaten tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan langsung ke sekolah-sekolah menengah atas yang ada. Hasil penelitian itu sendiri memunculkan karakter yang beragam sesuai dengan komponen tersebut. Karakter pertama yang didapatkan yaitu apresiasi masyarakat terhadap nilai dan manfaat pendidikan masih sedang atau hanya sekedarnya saja. Pendidikan bagi masyarakat masih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang

86

hanya dilakukan oleh guru di sekolah saja, sehingga motivasi belajar siswa juga bisa dikatakan hanya sekadarnya. Peran serta orang tua didik untuk bersama memikirkan nilai dan manfaat dari pendidikan sangat dibutuhkan, sehingga masih diperlukannya penyuluhan atau kampanye mengenai pendidikan, dan itu harus dilakukan jika menginginkan pendidikan itu bisa dihargai oleh masyarakat. Lebih lanjut lagi, kesadaran masyarakat mengenai pendidikan juga masih sama dengan komponen sebelumnya, yaitu belum terlalu tinggi. Bagi sebagian masyarakat, masih muncul anggapan bahwa tujuan bersekolah itu agar sudah mengetahui membaca dan menulis. Tidak ada harapan lain dari masyarakat. Hal itu dipengaruhi oleh faktor pendapatan orang tua siswa yang masih ada pada taraf menengah ke bawah. Oleh karena itu, berbagai usulan muncul agar kesadaran masyarakat mengenai pendidikan itu tinggi. Peran pemerintah patut ditunggu, terutama keberanian menerapkan wajib belajar 12 tahun secara gratis. Kebijakan tersebut tentu saja banyak manfaatnya, diantaranya munculnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan dan peningkatan sumber daya manusia, terutama di daerah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi. Bentuk partisipasi masyarakat terhadap pendidikan sudah baik, dalam hal ini berupa ide dan dukungan nyata yang diberikan kepada pihak sekolah. Sekolah-sekolah yang ada di dua kabupaten itu, masyarakatnya sangat berperan aktif dalam mendukung proses pendidikan, walaupun dari segi bantuan yang diberikan belum terlalu banyak berupa bantuan materi, karena sebagian besar orang tua siswa masih tergolong berekonomi menengah ke bawah. Partisipasi masyarakat patut diapresiasi, karena dukungan dari masyarakat yang baik pasti akan mempengaruhi pola pendidikan di daerah tersebut. Hal itu juga dimiliki oleh komite sekolah yang sangat proaktif mendukung sekolah sesuai fungsi dan peranannya. Komite sekolah di daerah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi sangat proaktif mendukung sekolah sesuai fungsi dan peranannya. Komite sekolah sebagai mitra utama sekolah sangat dibutuhkan dukungannya oleh pihak sekolah. Kenyataan itu terjadi di sekolah-sekolah yang ada di dua kabupaten tersebut. Budaya pendidikan yang teramati di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi terutama di luar sekolah juga belum terlalu tinggi persentasenya. Persoalan itu berhasil didapatkan dari lapangan saat penelitian. Hal

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453

itu membawa pengaruh yang sangat besar terhadap proses peningkatan mutu pendidikan. Di dua daerah tersebut, belum banyak siswa yang menyadari pentingnya belajar di rumah. Bagi mereka belajar cukup di sekolah, atau mereka belajar jika akan ada ujian di sekolah. Anggapan seperti itu karena mereka membutuhkan bantuan motivasi dari orang tua siswa dan masyarakat. Orang tua dan masyarakat harus sadar betapa penting dan bermanfaatnya pendidikan. Apalagi sempat muncul kenyataan saat anak didik (siswa) berhasil lulus 100 % di satu sekolah, maka yang dipuji adalah orang tua, dan guru tidak dianggap apa-apa. Namun, jika tidak lulus, maka guru-guru di sekolah itu yang menjadi sumber cacian dan cercaan para orang tua siswa. Dorongan motivasi dari orang tua tentu saja akan mempengaruhi pola belajar siswa, dan jika dilakukan dengan baik, maka pasti hasil yang didapatkan juga baik, sehingga peran guru sebagai fasilitator akan lebih mudah, yang tentu saja akan berimbas pada peningkatan sumber daya manusia di dua daerah itu. Lebih spesifik lagi, motivasi siswa tersebut juga mempengaruhi keinginan untuk melanjutkan pendidikan mereka setelah melewati masa SMA. Keadaan yang ada, hanya sekitar 40-65 persen siswa dari setiap sekolah yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan studi mereka. Hal itu tentu saja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti tidak merasakan manfaat pendidikan, keinginan untuk bekerja setelah SMA, dan ekonomi orang tua. Oleh karena itu, perlu ditanamkan pemahaman kepada masyarakat mengenai manfaat pendidikan, peluang kerja di era sekarang, dan pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan, khususnya bagi siswa yang memiliki keinginan yang kuat, namun dari sisi ekonomi masih lemah. Selain itu, dalam proses pembelajaran, masih banyak siswa atau sekitar 70 persen siswa yang memilih jurusan IPS. Namun keadaan itu tidak didukung oleh prestasi belajar yang baik, sehingga kadang-kadang muncul anggapan bahwa kelas IPS itu adalah kelas buangan, kelas tempat anak-anak nakal, dan lain-lain yang berkonotasi negatif. Sudah saatnya, baik orang tua, guru, dan semua yang terlibat dalam proses pendidikan untuk mengubah pandangan tersebut. Jadikan jurusan IPS sebagai jurusan yang bergengsi sehingga bukan lagi sebagai jurusan yang hanya ditempati oleh siswa yang dianggap nakal dan sebagainya. Selanjutnya, komponen terakhir dalam penilaian ini adalah bidang kerja yang diminati

87

oleh para siswa. Sudah menjadi kenyataan yang tidak terbantahkan, bahwa rata-rata penduduk Sulawesi Tengah umumnya memiliki cita-cita untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. Hal itu terlihat dari hasil penelitian, mayoritas dari siswa yang akan melanjutkan studi, tujuan mereka salah satunya ingin menjadi PNS (90 %), kemudian TNI/Polri (7 %), dan wiraswasta (3 %). Pemahaman siswa, orang tua, dan masyarakat, bahwa hanya PNS terutama guru dapat menjanjikan kehidupan yang layak kelak, sehingga pekerjaan atau profesi lainnya kurang dilirik. Oleh karena itu, pemerintah dan segenap tenaga kependidikan perlu bekerja keras untuk meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi. Suatu daerah akan mencapai kejayaannya jika daerah itu memperhatikan pendidikan. Namun, hal itu tidak akan terwujud dengan mudah tanpa dukungan dari masyarakat dan orang tua siswa. C. Model Pemecahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan menyebutkan delapan standar pendidikan nasional, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan [1]. Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik, serta pembinaan dan pemberian bantuan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan [2]. Mengingat pentingnya UN tersebut maka diperlukan analisis yang mendalam tentang berbagai hal yang mempengaruhinya. Selanjutnya setelah diperoleh faktor-faktor penyebab rendahnya hasil Ujian Nasional, maka untuk mengatasi hal ini diarahkan dengan menggunakan model pemecahan sebagai berikut: 1. Pembentukan Tim (Task Force) Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Akademik dan Non Akademik bagi Kepala Sekolah dan Pengawas; 2. Melakukan Pendampingan Program Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran; 3. Workshop Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Mata Pelajaran yang di UN kan;

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453

4. Penampingan untuk Penguasaan Materi Bidang studi yang umunya belum dikuasai guru. IV. KESIMPULAN

Simpulan Hasil pemetaan kompetensi hasil Ujian Nasional di Kabupaten SIGI dan Donggala menunjukkan beberapa faktor penyebab rendahnya hasil UN, yaitu : 1. Sistem manajemen Antara lain meliputi monitoring dan evaluasi kegiatan akademik dari kepala sekolah, pengawas, serta dinas; kurangnya kerjasama dengan lembaga kependidikan; minimnya koordinasi kepala sekolah dengan guru; informasi tentang sekolah gratis serta minimnya tenaga administrasinya. 2. Guru Antara lain: kemampuan guru mengembangkan perangkat pembelajaran; tidak sesuai kompetensi guru dengan bidang studi yang diajarkan; masih ada bebearapa SK/KD materi bidang studi yang sulit diajarkan oleh guru; kemampuan guru dalam menerapkan strategi/model/metode/ pendekatan pembelajaran yang menyenangkan; kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sesuai dengan waktu pada kurikulum; prestasi guru di tingkat nasional kurang; program kegiatan peningkatan kompetensi profesional, pedagogik dan sosial guru yang masih kurang; penelitian/karya ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat juga masih kurang. 3. Sarana dan prasarana pendidikan Antara lain: buku, gedung laboratorium (IPA, Bahasa), perpustakaan; alat peraga pendidikan; fasilitas ICT di sekolah; serta ruang kelas belum sesuai standar nasional. 4. Budaya masyarakat Antara lain: peran orang tua masih kurang akan pentingnya pendidikan bagi anaknya, yang dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan orang tua, penghasilan orang tua. Sehingga motivasi siswa untuk belajar juga kurang. Selain itu partisipasi komite sekolah dan informasi tentang sekolah gratis belum diketahui. Saran Agar pencapaian hasil Ujian Nasional semakin baik, maka perlu segera dilakukan :

88

1. Workshop serta pendampingan bagi guruguru bidang studi yang di UN kan 2. Keterlibatan semua pihak, baik Guru, sekolah, LPTK, juga LPMP akan memberi kontribusinya masing-masing. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai DIKTI Kemendiknas dengan nomor kontrak: 543/SP2H/PL/DitLitabmas/VII/2011 tanggal 29 Juli 2011. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Konder Manurung, DEA., Ph.D., Dr. Moh. Tahir, M.Hum., dan Dr. Sutji Rochaminah, M.Si atas diskusi dan kerjasamanya. DAFTAR PUSTAKA
[1] [2] [3] [4] Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Permen Diknas No. 34 Tahun 2007 Zuriah, N. 2007. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Konder Manurung, dkk. 2011. Pemetaan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil ujian Nasional Siswa SMA di Kabupaten Sigi dan Donggala. Laporan Penelitian PPMP Universitas Tadulako. BNSP. 2011. Sosialisasi Ujian Nasional bagi SD/MI/SDLB dan SMA/MA-SMP/ MTs/SMPLB-SMALBSMK. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, Kementrian Pendidikan Nasional, Republik Indonesia.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, 4 Mei 2013 ISBN: 9 786028 824453

[5]

89

Anda mungkin juga menyukai