Anda di halaman 1dari 27

BAB II LANDASAN TEORI 2.

1 Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah metode untuk mengatur atau mengendalikan satu atau beberapa parameter/besaran variabel sehingga berada pada nilai atau dalam suatu rentang nilai (range) tertentu. Suatu sistem kontrol yang baik dan handal sangat diperlukan untuk memenuhi tuntutan dunia industri modern yang menginginkan proses kerja yang aman, cepat serta efisien untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik dalam waktu tertentu. Otomatisasi sangat membantu dalam hal kelancaran operasional, keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk, dll. Di bawah ini merupakan contoh dari kontrol plant [6].
Tabel 2.1 Contoh Sistem Kontrol Plant Orde 1 dan Plant Orde 2

Persamaan Dasar/ Fungsi Alih

Contoh Sistem Kontrol

Kurva

5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0

( ) ( )

10 Time (second)

12

14

16

18

20

5 4.5

( ) ( )

4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0

10

15 Time (second)

20

25

30

2.2

Sistem Kontrol Otomatis Sistem kontrol otomatis adalah suatu sistem yang bekerja mengendalikan

suatu proses tanpa adanya campur tangan manusia secara langsung. Dengan semakin majunya perkembangan teknologi, kontrol otomatis menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari dunia industri modern saat ini. Terdapat dua jenis sistem yang dikenal pada sistem kendali/kontrol otomatis yaitu :

2.2.1

Sistem Pengendalian Loop Terbuka Sistem pengendalian loop terbuka yaitu sistem pengendalian yang

outputnya tidak mempengaruhi aksi kendali berikutnya. Pada sistem ini tidak terdapat feedback, sehingga sistem tidak dapat membandingkan keluarannya terhadap set point. Dengan begitu apabila terjadi ketidaksesuaian/error antara keluaran yang ada dengan keluaran yang diinginkan (set point), sistem tidak dapat memberikan sinyal koreksi untuk memperbaikinya. Untuk mengembalikan kembali sistem ke keadaan awal/setpointnya harus dilakukan kalibrasi. Kelebihan sistem ini diantaranya konstruksinya sederhana, tidak memerlukan banyak komponen sehingga lebih ekonomis, tidak memiliki persoalan stabilitas, dll. Sedangkan kelemahanya diantaranya adalah keluaran sistem kemungkinan besar berbeda dengan yang diinginkan, kalibrasi harus sering dilakukan, dll .

R(s)Controller Set- Point Actuator PLANT

C(s)Keluaran

Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Terbuka

2.2.2

Sistem Pengendalian Loop Tertutup Pada sistem pengendalian loop tertutup terdapat feedback dari output,

sehingga output dapat dibandingkan dengan hasil yang diinginkan (set point). Sehingga apabila terdapat deviasi antara output dengan set point, deviasi tersebut

akan menjadi correction signal yang diinputkan ke pengendali. Setelah pengendali menerima sinyal koreksi, maka pengendali mengubah nilai manipulated variable, sehingga nilai variabel terkontrol sama denan setpoint atau setidaknya mendekati nilai setpoint dengan error sekecil mungkin. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, diagram blok sistem pengendalian loop tertutup memiliki feed back. Perhatikan gambar di bawah ini.
Disturbances Summator E(s) Controller Actuator PLANT

R(s)

C(s) Keluaran

Set- Point +

Error Sensor

Manipulated
Variabel

Gambar 2.2 Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup

Dibandingkan dengan loop terbuka kelebihan dari sistem ini diantaranya adalah dapat mengatasi ketidakpastian karakteristik plant dan hubungan antara masukan dan keluaran dari plant, ketelitian dapat selalu terjaga, dll. Disamping kelebihan itu, ada beberapa kekurangan dari sistem ini, yaitu perlengkapan lebih rumit jadi lebih mahal, instalasi sulit, respon cenderung berosilasi hingga mencapai keadaan steady statenya. Macam Macam Pengendali Dalam sistem kendali dikenal beberapa macam pengendali yang berfungsi untuk mereduksi error. Pengendali ini kerja dengan mengeluarkan aksi kendali yang berupa sinyal kontrol yang beraksi berdasarkan error yang terjadi. Macam pengendali yang umum digunakan, antara lain : 1. Pengendali ON/OFF 2. Pengendali P (Proporsional) 3. Pengendali I (Integral) 4. Pengendali D (Derivatif)

2.3

Pada proyek akhir ini jenis pegendali yang akan digunakan adalah Pengendali PID (Proportinal, Integral, dan Derivatif). Oleh karena itu pembahasan akan terfokus dan lebih rinci mengenai Pengendali PID tersebut

2.3.1

Sistem Kontrol PID Menggunakan sistem kontrol PID berarti sama dengan menggunakan tiga

tipe pengendali berbeda yaitu, pengendali proportional, pengendali integral dan pengendali derivative. Dalam penerapannya masing-masing tipe kendali dapat bekerja sendiri maupun kombinasi antara dua atau tiga tipe pengendali sekaligus. Masing-masing tipe kendali tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dan diharapkan dapat saling melengkapi satu sama lain. Dalam melakukan tuning terhadap parameter sistem kontrol PID dilakukan dengan metoda coba- coba atau (trial & error). Hal ini disebabkan karena parameter Kp, Ki dan Kd tidak independent. Untuk mendapatkan aksi kontrol yang baik diperlukan langkah coba-coba dengan kombinasi antara P, I dan D sampai ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang diiginkan.

Tabel 2. 2 Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan parameter

Close Loop Respons


Proporsional (Kp) Integral (Ki) Derivative (Kd)

Rise Time

Overshoot

Down Time

Error Steady State

Menurun Menurun

Meningkat Meningkat

Perubahan Menurun Kecil Meningkat Hilang Menurun Perubahan Kecil

Perubahan Kecil Menurun

2.3.1.1 Kontroler Proporsional (P) Pengendali proposional memiliki pengertian bahwa besarnya aksi kontrol yang dikeluarkan oleh pengendali sebanding/proposional dengan besarnya error yang terjadi dengan faktor pengali tertentu. Secara lebih sederhana dapat

dikatakan, bahwa keluaran pengendali proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal menyebabkan sistem secara langsung mengubah

masukan akan segera

keluarannya sebesar konstanta pengalinya.

R(s)

Summator E(s) Kp

C(s) Output

Set- Point +

Gambar 2.3 Diagram Blok Pengendali Proposional


( ) ( )

....................................................................................................(2.1)

Gambar 2.4 Grafik Respon Pengendali P Orde 1 dan Orde 2

Karakteristik kontroler proporsional yang harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada suatu sistem : 1. Jika nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan

koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.

10

2.

Jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan mantapnya.

3.

Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi.

2.3.1.2 Kontroler Integral (I) Alat kendali integral (I) mengeluarkan aksi kontrol yang sebanding dengan integral dari kesalahan/error. Dibandingkan alat Pengendali P, pengendali ini mampu mereduksi error steady state menjadi nol. Dibandingkan alat kendali multi posisi, alat kendali ini mempunyai sifat, yang antara keluaran dan masukannya mempunyai hubungan kontinyu. Tidak seperti pada alat kendali ON/OFF atau multi posisi yang mempunyai histerisis (daerah netral) yaitu daerah dimana perubahan sinyal masukan (error) tidak mempengaruhi sinyal keluaran. Pada alat kendali integral, laju perubahan keluaran alat kendali adalah berbanding lurus terhadap sinyal error atau keluaran berbanding lurus terhadap integrasi sinyal error. Apabila sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.5 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut. Dan gambar 2.6 menunjukkan blok diagram antara besaran kesal ahan dengan keluaran suatu kontroller integral [3].

11

Gambar 2.5 Kurva Sinyal Kesalahan e(t) Terhadap t Dan Kurva u(t) Terhadap t Pada Pembangkit Kesalahan Nol

R(s)

Summator E(s) Ki/s

C(s) Output

Set- Point +

Gambar 2.6 Blok Diagram Hubungan Antara Besaran Kesalahan Dengan Kontroler Integral

( )

.....................................................................................................(2.2)

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar 2.7. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar.

Gambar 2.7 Perubahan Keluaran Sebagai Akibat Penguatan dan Kesalahan

12

Dalam penerapannya, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu kontroler integral cenderung memperlambat respon. 2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan tertentu, sehingga

bertahan pada nilai sebelumnya. 3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki . 4. Konstanta integral (Ki) yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi sinyal keluaran kontroler (keadaan yang tidak stabil).

2.3.1.3 Kontroler Derivatif (D) Keluaran kontroler derivatif memiliki sifat seperti halnya suatu operasi diferensial. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat menunjukkan blok diagram yang besar dan cepat. Gambar 2.8

menggambarkan hubungan antara sinyal

kesalahan dengan keluaran kontroller. Dan gambar 2.9 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroller derivatif [1].

R(s)

Summator E(s) Ki/s + Td.s

C(s) Output

Set- Point +

Gambar 2.8 Blok Diagram Kontroler Derivative

13

Gambar 2.9 Kurva Waktu Hubungan Input-Output Kontroler Derivative

Gambar 2.9 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroler derivative. Ketika masukannya tidak mengalami

perubahan, keluaran kontroler juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor time constan derivativnya Td . Karakteristik kontroler derivatif adalah sebagai berikut: 1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan). 2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan kontroler bergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan. 3. Kontroler derivatif mempunyai karakteristik untuk mendahului,

sehingga kontroler

ini dapat menghasilkan sinyal koreksi yang

signifikan sebelum error menjadi sangat besar. Jadi kontroler derivatifl dapat mengantisipasi terjadinya error, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem . Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler derivatif

umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontrolller derivatif

14

hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler derivatif tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain sebuah sistem.

2.3.1.4 Pengendali PID (Proporsional Integral Derivatif) Pengendali proporsionalintegral-derivatif (PID) adalah kombinasi dari pengendali proporsional (P) dengan pengendali integral (I) dan derivativ (D).

Gambar 2.10 Diagram Blok Pengendali PID Pada Sistem Kendali Loop Tertutup

Hubungan sinyal kontrol dengan sinyal kesalahan pada pengendali PID dapat dinyatakan sebagai berikut: ( ) * ( ) ( ) ( )+.................(2.2)

Atau dalam bentuk fungsi transfer sebagai berikut : ( ) ( ) ................................................................................(2.3) ( ) Kp adalah penguatan proporsional, T1 adalah time constant integral dan Td adalah taime constant derivative. Ketiga parameter ini dapat diset harganya. Time constant integral mengatur aksi pengendalian integral namun pengubahan penguatan proporsional mempengaruhi kedua bagian aksi pengendalian, yakni bagian proporsional dan bagian integral. Dalam alat pengendalian integral, parameter pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan laju reset (reset rate) atau Ki yang merupakan kebalikan dari waktu integral Ti. Laju reset ini adalah berapa kali per menit aksi bagian pengendalian proporsional menjadi dua kali lipat. Sementara time constant derivatif akan mempercepat kontroller untuk mengeluarkan aksi kendali saat terjadi perubahan nilai error. Untuk memperjelas

15

pengertian waktu integral dapat dilihat dalam penjelasan tanggapan step alat pengendalian. Karakteristik Pengendali PI : 1) Efek P : mempercepat respons dan terjadi offset (proses berorde tinggi Kp yang terlalu besar akan menimbulkan osilasi) 2) 3) Efek I : menghilangkan offset, respon lambat Efek D : respon cepat untuk mengatasi perubahan error, namun wilayah kerjanya sangat sempit yaitu hanya saat terjadi perubahan error saja. 4) Efek P I : respons cukup cepat, offset hilang. Pada proses beorde tinggi dan mengandung waktu tunda (delay time). Pemilihan PI yang tidak tepat akan membuat sistem tidak stabil. 5) Efek P I D : respon cepat, offset hilang dan pada plant orde tinggi yang mengandung waktu tunda sistem tetap stabil.

2.4 Tanggapan Sistem Kendali secara Umum Ketelitian adalah mengenai deviasi keluaran sebenarnya terhadap nilai yang diinginkan. Umumnya unuk menjaga ketelitian suatu sistem agar outputnya sesuai dengan yang diinginkan, maka dilakukan pengendalian terhadap sistem tersebut. Kestabilan adalah suatu sistem dikatakan stabil jika keluarannya tetap pada nilai tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah diberi masukan. Keluaran suatu sistem tak stabil akan terus naik atau dan turun hingga kondisi break down. Kecepatan respon (response) adalah mengukur kecepatan keluaran dalam menanggapi perubahan nilai masukan. Pada sistem orde dua, tanggapan sistem kendali terbagi menjadi tiga berdasarkan konstanta peredamannya, yaitu sistem kurang teredam/under damped ( < 1), teredam kritis/critical damped ( = 1) dan teredam lebih/over damped ( > 1).

16

Gambar 2.11 Kurva Peredaman

2.4.1 Tanggapan Transien Tanggapan transien adalah tanggapan sistem yang berlangsung dari awal dikenai perubahan masukan atau gangguan sampai keadaan akhir atau kondisi tunak (steady state).

Gambar 2.12 Kurva Tanggapan Sistem

Beberapa Parameter yang penting untuk diketahui dalam tanggapan Transien, yaitu 1) Waktu tunda (Delay Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai separuh dari harga akhirnya untuk pertama kali 2) Waktu naik (Rise Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk naik dari 10% sampai 90% nilai akhir.

17

3) Waktu puncak (Peak Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai puncak pertama kali 4) Persen Overshoot, adalah perbandingan nilai puncak maksimum dengan nilai akhir yang dinyatakan dalam bentuk 5) %OS= x 100%

6) Waktu penetapan (Settling Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai nilai 2% dari nilai keadaan tunak (Steady State). 7) Kesalahan keadaan tunak (Steady State Error), adalah perbedaan antara keluaran yang dicapai saat tunak dengan nilai yang diinginkan.

2.4.2

Metode Ziegler-Nichols Metode penalaan Ziegler-Nichols adalah suatu metode eksperimen yang

digunakan untuk menentukan konstanta PID. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh John G. Ziegler dan Nathaniel B. Nichols pada tahun 1942. Metode ini dilakukan berdasarkan percobaan, dengan memberikan input step pada sistem, lalu mengamati hasilnya. Dengan menggunakan metode ini, model matematis sistem tidak diperlukan lagi karena dengan menggunakan data yang berupa kurva output, tuning parameter PID sudah dapat dilakukan. Metode Ziegler-Nichols ditujukan untuk menghasilkan tanggapan sistem dengan Overshoot maksimum sebesar 25% yang dapat dilihat pada gambar 2.13

Gambar 2.13 Kurva Tanggapan Undak Dengan Maksimum Overshoot 25%

18

Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem rangkaian terbuka. Plant sebagai rangkaian terbuka diberi sinyal fungsi step. Apabila plant minimal tidak mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Gambar 2.14 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang memiliki pole kompleks [7].

Gambar 2.14 Kurva Respon Berbentuk S

L = Dead Time T=P = Perubahan dari Manipulating Element Kurva berbentuk S mempunyai dua konstanta, waktu mati L dan waktu tunda T. Dari Gambar 2.14 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan steady statenya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L. Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler-Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ki, dan Kd dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 2.3 merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.

19

Prosedur praktisnya sebagai berikut : Berikan input step pada sistem Dapatkan kurva respon berbentuk S Tentukan nilai L dan T dari kurva tersebut Masukkan nilai L dan T kedalam tabel berikut untuk mendapatkaan nilai Kp, Ti dan Td.

Tabel 2.3 Penalaan Paramater PID Dengan Metode RangkaianTerbuka

Tipe Kendali P PI PID

Kp

Ti

Td 0 0

2L

0,5L

Tabel 2.4 Penalaan Paramater PID Dengan Metode Rangkaian Tertutup

Tipe kendali P PI PID

Kp 0,5 Kcr 0,45 Kcr 0,6 Kcr

Ti

Td 0 0

0,5 Pcr

0,125 Pcr

2.5 Operasional Amplifier Operasional Amplifier sebenarnya dikembangkan dari amplifier

diferensial yang digunakan untuk membandingkan dua buah sinyal input. Susunan rangkaian amplifier operasional/operational amplifiers (op-amp) yang

ditransistorisasi menjadikannya sangat cocok untuk integrasis, sehingga tersedia berbagai jenis op-amp dalam paket IC. Perhatikanlah op-amp yang terkompensasi

20

secara internal. Seperti SN 72741 (biasa dikatakan 741) yang dapat dibandingkan dengan amplifier sederhana bertransistor tunggal seperti pada gambar 2.16.

Gambar 2.15 Perbandingan Antara Amplifier Transistor dan Op-Amp.

Kedua amplifier ini memerlukan hanya lima buah sambungan untuk input, output, dan suplai daya, tetapi op-amp memiliki kelebihan hampir dalam semua hal. Misalnya, kemampuan d.c-nya melebihi 200.000, sedangkan amplifier transistor hanya 100; impedans input-nya 2M, sedangkan amplifier transistor mendekat 20K, dan impedansi outputnya-nya 100, sedangkan amplifier transistor mendekati 10 K. Selain itu harga sebuah op-amp IC dapat lebih menguntungkan. Parameter parameter op-amp yang ideal adalah: 1. Kemampuan penguatannya; 2. Lebar gelombang ; 3. Impedansi input yang tidak terbatas ; 4. Arus input, offset, dan impedansi output nol. Hampir semua amplifier memiliki rangkaian input yang terdiri dari sepasang transistor bipolar dengan bentuk pasangan berekor panjang. Tentu saja diperlukan arus basis tertentu untuk menjaganya agar tetap terbias. Walaupun transistor input itu terpasang sangat baik, tidaklah mungkin mencocokannya dengan sempurna. Oleh karena itu, akan terdapat offset tegangan input dan offset arus input yang kecil (VIO dan IIO). Sama dengan itu impedansi input diferensial diantara basis-basis input akan lebih rendah daripada infinitas

21

(ketidakterhinggaan) dan impedansi output amplifier akan lebih besar daripada nol
[5].

2.5.1 Inverting Amplifier Pada rangkaian inverting amplifier, input non-inverting dihubungkan ke

ground sedangkan input inverting sebagai masukan. Dengan mengasumsikan, bahwa op-amp mempunyai open loop gain yang tidak berhingga, maka perbedaan tegangan antara input inverting dan input non-inverting sama dengan nol (Ed=0). Pada kondisi ini, input inverting disebut virtual ground. Arus yang mengalir pada Ri adalah VIN/R1 dan arus pada RF adalah VOUT/RF.

Gambar 2.16 Rangkaian Pembalik (Inverting Amplifier)

Penguatan tegangan pada inverting amplifier sama dengan nilai resistor feedback dibagi dengan nilai resistor input. Tanda minus menunjukkan adanya perbedaan fasa antara input dan output [4]. ...........................................................................................(2.5) ............................................................................................(2.6)

2.5.2

Non-Inverting Amplifier Penguat non-inverting adalah penguat yang keluarannya sefasa dengan

masukannya serta memenuhi hubungan Rf tertentu dengan Ri. Diagram rangkaian penguat non-inverting dapat dilihat pada gambar2.17.

22

Gambar 2.17 Non-Inverting Amplifier

Apabila diasumsikan tegangan antara tegangan terminal inverting (-) dan non-inverting (+) adalah 0 volt, berarti tegangan keluarannya sama dengan Vi. Arus yang mengalir pada Ri sama dengan arus yang mengalir pada Rf, yaitu: .............................................................................................................. (2.7)

...................................................................................... (2.8) atau

) ............................................................................................ (2.9)

2.5.3

Penguat Differensial Penguat differensial digunakan untuk memperkuat sinyal-sinyal kecil yang

teredam dalam sinyal-sinyal yang jauh lebih besar. Penguat ini dibangun oleh empat tahanan presisi (1%) dan sebuah op-amp, seperti terlihat pada gambar 2.18. Pada penguat ini terdapat dua terminal, input (-) dan (+) yang dihubungkan ke terminal op-amp terdekat. Sumber masukan penguat differensial ada 2, yaitu E1 dan E2. Jika E2 dihubung singkat, maka E1 mendapat penguatan pembalik sebesar -mR/R = -m. Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah -mE1. Jika E1 dihubung singkat, maka E2 akan terbagi antara R dan mR, sehingga terminal positif dari opamp menerima tegangan sebesar mendapat penguatan

23

pembalik sebesar -mR/R = -m. Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah mE2/(1+m), dengan penguatan sebesar (1+m) [4].

Gambar 2.18 Rangkaian Penguat Differensial

Karena itu tegangan keluaran akibat E1 adalah:

.......................................................................................(2.10) Dengan demikian jika E1 dan E2 sama-sama dimasukan, maka tegangan keluaran Vo adalah: ........................................................................(2.11) Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa tegangan keluaran dari Penguat differensial sebanding dengan perbedaan tegangan masukan E1 dan E2. Pengali ini adalah merupakan gain differensial yang ditentukan oleh perbandingan tahanannya.

2.5.4

Integrator

Rangkaian integrator digunakan untuk mencari nilai hasil integrasi dari sinyal input (Gambar 2.19).

24

Gambar 2.19 Rangkaian Integrator

Rangkaian integrator memiliki penguatan tegangan sebesar:

..........................................................................................(2.12)

Bentuk 1/RAC harus sesuai dengan masukan frekuensi minimum yang diharapkan: ...........................................................................................(2.13)

2.5.5

Summing Amplifier Summing amplifier adalah rangkaian yang digunakan untuk menjumlahkan

dua tegangan input atau lebih.

Gambar 2.20 Rangkaian Summing Amplifier

Rangkaian summing amplifier menjumlahkan dua penguatan tegangan atau lebih. Penguatan tegangan 1 adalah : ...............................................................................................................(2.14)

25

Penguatan tegangan 2 adalah :

................................................................................................(2.15)
Penguatan tegangan total dari summing amplifier adalah : ..............................................................................................................(2.16)

2.6 LabVIEW LabVIEW merupakan sebuah software bahasa pemrograman yang dibuat oleh National Instrument. Nama LabVIEW sendiri merupakan kependekan dari Laboratory Virtual Instrumentation Engineering Workbench. Aplikasi

pemrograman yang satu ini tidak seperti aplikasi sejenis yang menggunakan basis text layaknya pada Visual Basic, Turbo C++, Delphi dll. Namun, pada LabVIEW program dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman berbasis grafis, sehingga membuat sebuah program instrumentasi lebih mudah dan cepat. Aplikasi ini digunakan unuk membuat berbagai program data acquisition, serta control and instrumentation system. LabVIEW dapat dihubungkan dengan hardware (perangkat keras) seperti data acquisition (DAQ), image acquisition, motion control dan input/output yang compatible terhadap LabVIEW.

Gambar 2.21 LabVIEW

26

2.6.1

Virtual Instrument Program yang dibuat menggunakan LabVIEW disebut virtual instrument

(VI), karena fungsi dan tampilannya dapat merepresentasikan tiruan sebuah instrumen yang sesungguhnya. Sebuah VI terdiri atas sebuah front panel, block diagram dan beberapa icon yang dirangkai pada front panel dan block diagram.

2.6.1.1 Front Panel Front panel adalah salah satu dari dua window sebuah virtual instrumen. Front Panel dapat dianalogikan sebagai ruang kemudi dari sebuah VI. Saat anda menjalankan sebuah VI, maka agar anda dapat memasukkan ke dalam program berjalan harus terdapat front panel. Pada front panel ini pula, anda dapat melihat hasil output dari program anda. Sederhananya, dapat dikatakan bahwa front panel adalah window dimana seorang user dapat berinteraksi dengan program. Dalam pembuatan sebuah VI, di front panel inilah disusun beberapa icon control dan indicator yang diperlukan sebagai interface dari VI tersebut.

Gambar 2.22 Front Panel

27

2.6.1.2 Block Diagram

Sebagai window kedua dari sebuah VI, disinilah di tempatkan source code dalam bentuk obyek grafis yang menjalankan program VI tersebut ketika dieksekusi. Jadi, dapat dianalogikan bahwa block diagram adalan enggine atau mesin dari sebuah VI. Pada block diagram ini anda dapat menyusun blok-blok fungsi sesuai kebutuhan lalu menyambungkannya satu sama lain dengan wiring line.

Gambar 2.23 Block Diagram

2.6.1.3 Controls Palette Controls palette adalah kumpulan library kontrol dan indikator yang siap diletakkan pada front panel. Dari sinilah kita dapat mengakses numeric controls, numeric indicators, graphs, charts, boolean controls and indicators dan lain sebagainya. Untuk menampilkannya, klik View lalu pilih Controls palette atau dengan klik kanan pada area kerja front panel.

28

Gambar 2.24 Controls Palette

2.6.1.4 Function Palette Functions palette adalah kumpulan library fungsi-fungsi dalam bentuk blok atau gambar yang siap dirangkai pada lembar kerja block diagram. Untuk menampilkannya, pilih View pada taksbar yang terdapat di block diagram, lalu pilih Functions palette atau dengan klik kanan pada area lembar kerja block diagram.

Gambar 2.25 Function Palette

29

2.7 DAQ DAQ adalah kependekan dari data acquisition, yang merupakan hardware untuk akuisisi data. Yaitu, untuk menghubungkan antara obyek yang diukur ataupun dikontrol dengan perangkat digital. DAQ yang akan dijelaskan disini adalah produksi dari MCC (Measurement Computing Corporation) yaitu MCC DAQ USB-1208LS. USB-1208LS memiliki kelengkapan berupa delapan analog input, dua analog output 10 -bit, 16 terminal digital I/O dan sebuah 32-bit external event counter.

Gambar 2.26 8-channel single-ended mode pin out

Dari gambar diatas dapat dilihat layout dari penempatan terminal-terminal USB-1208LS. Untuk bagian atas sebagai berikut :

30

Delapan analog input : CH0 IN sampai CH7 IN Dua analog output : D/A OUT 0 dan D/A OUT 1 Sebuah sumber eksternal trigger : TRIG_IN Sebuah external event counter : CTR Tujuh buah Ground connection : GND Sebuah calibration terminal : CAL

Bagian bawah terdapat : 16 digital I/O : Port A0 sampai Port A7 dan Port B0 sampai Port B7 Sebuah power connection : PC +5 V Tiga buah Ground connection : GND

Range tegangan input untuk terminal analog input pada mode single ended adalah + 10 V.

2.7 ADC/DAC ADC merupakan kependekan dari Analog to Digital Converter yaitu, pengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital agar hasil penginderaan dapat dibaca sebagai sinyal digital. Sementara DAC adalah kependekan dari Digital to Analog Converter yaitu, pengkonversi sinyal digital menjadi sinyal analog. Sinyal analog adalah sinyal/gelombang kontinyu, sementara sinyal digital berupa sinyal diskrit atau on/off. Karena sebagian besar sinyal yang terdapat di alam adalah berupa sinyal analog maka, diperlukan ADC untuk mengkonversi sinyal-sinyal tersebut menjadi sinyal digital sehingga bisa digunakan untuk process information. Sedangkan konversi dari digital ke analog terkadang diperlukan untuk menerapkan kembali sinyal yang telah diproses secara digital ke dalam bentuk analog. Konversi dari analog ke digital dilakukan dengan sampling/pencuplikan yaitu mengkonversi suatu sinyal fungsi waktu kontinyu kedalam fungsi waktu diskrit. Atau dapat diartikan mencacah suatu sinyal analog menjadi beberapa bagian sehingga menjadi sinyal digital. Untuk mendapatkan hasil pembacaan yang baik, sampling time minimal adalah 1/10 panjang gelombang.

31

111 110 Volts 101 100 011 010 001 000 T, sec
Gambar 2.27 Sampling waveform

Dalam metode sampling harus memperhatikan beberapa hal. Pertama adalah periode atau rentang waktu sampling harus sama. Kedua, lebar atau lama waktu sampling harus konstan ( ) Dimana : X(n) ( ( )................................................................................................(2.17)

3-Bit Representation 16-Bit representation of Waveform ke n hasil penyamplingan of Waveform = Sinyal digital

) = Sinyal analog yang disampling ke n dengan periode T

Anda mungkin juga menyukai