Anda di halaman 1dari 6

DETEKSI DINI DAN PENATALAKSANAAN AUTISME PADA ANAK

Klinik Tumbuh Kembang dan Hari Anak Nasional 2012 RSJD. Dr. Amino Gondokusumo Semarang, 14 Juli 2012

Gangguan autistik atau sering disebut autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan kesulitan komunikasi, gangguan interaksi sosial, dan problem dalam bahasa dan perilaku. Ada yang disertai dengan keterlambatan mental ada yang tidak. Tiga kerusakan utama ini menjadi dasar diagnostik bagi autisme. Namun demikian perlu sekali difahami bahwa kerusakan tersebut bukan hanya sekedar ada atau tidak adanya perilaku unik sebagai ciri autistik, karena kerusakan tersebut bersifat kualitatif. Dalam kenyataannya ada suatu spektrum autisme yang menunjukkan akan adanya anak-anak yang menderita sangat parah sampai pada anak-anak yang yang mengalami gangguan sedikit tetapi masih menunjukkan perilaku-perilaku yang berkaitan dengan autisme. Perwujudan gejala-gejala gangguan autistik bisa tidak kentara (ringan) sampai yang parah. Anak laki-laki 3-4 kali lebih sering mengalami gangguan autistik dibanding anak perempuan. Meskipun sudah banyak penelitian tetapi penyebab autisme masih sulit dipastikan. Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan munculnya gangguan autistik yaitu adanya abnormalitas dalam otak, kemungkinan karena ada faktor gen. Meskipun demikian belum diketahui kelompok gen yang berperan dalam memunculkan autisme. Kemungkinan besar autisme tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal. Bisa jadi sudah ada kecenderungan (predisposisi) autisme yang kemudian terpapar dengan faktor lingkungan (kimiawi, dll) yang meningkatkan kemungkinan munculnya gejala-gejala autisme. Sulit menegakkan diagnosis autisme dan ASD karena adanya keragaman gejala yang muncul dan karena tidak ada sebab pasti yang sampai saat ini bisa diidentifikasi. Masih dilakukan berbagai penelitian untuk memperbaiki diagnosis dan penanganan serta mengidentifikasi faktor-faktor penyumbang munculnya autisme atau ASD. Kriteria Diagnosis DSM IV: Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Autistik A. Enam atau lebih gejala dari (1), (2), and (3), dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1 dari masing-masing (2) and (3) Gangguan kualitatif interaksi sosial, yang terlihat sebagai paling sedikit 2 dari 1. gejala berikut: Gangguan yang jelas dalam perilaku non-verbal (perilaku yang dilakukan 1.1. tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh, dan mimik untuk mengatur interaksi sosial. 1.2. Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai. Tidak berbagi kesenangan, minat, atau kemampuan mencapai sesuatu hal dengan orang lain, misalnya tidak memperlihatkan mainan pada 1.3. orang tua, tidak menunjuk ke suatu benda yang menarik, tidak berbagi kesenangan dengan orang tua. Kurangnya interaksi sosial timbal balik.Misalnya: tidak berpartisipasi aktif 1.4. dalam bermain, lebih senang bermain sendiri. Gangguan kualitatif komunikasi yang terlihat sebagai paling tidak satu dari 2. gejala berikut:
1 Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si., Fakultas Psikologi Unika Soegijapranta

Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, 2.1. tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara lain misalnya mimik dan bahasa tubuh. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau 2.2. mempertahankan komunikasi dengan orang lain. Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang 2.3. tidak dapat dimengerti. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain 2.4. meniru secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya. Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah 3. (stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut: Minat yang terbatas, stereotipik dan menetap dan abnormal dalam 3.1. intensitas dan fokus. Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku 3.2. dan tidak fleksibel. Gerakan motorik yang streotipik dan berulang, misalnya flapping tangan 3.3. dan jari, gerakan tubuh yang kompleks. 3.4. Preokupasi terhadap bagian dari benda. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada keterampilan interaksi sosial, bahasa yang digunakan sebagai komunikasi, dan bermain simbolik atau imajinatif. muncul sebelum umur 3 tahun. Gangguan ini menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi lainnya. Jelaslah bahwa seorang anak harus memenuhi kriteria tersebut untuk dapat disebut mengalami gangguan autistik. Namun harus diperhatikan bahwa gejala pada gangguan autistik sangat bervariasi dari anak ke anak. Tidak semua anak menunjukkan gejala yang sama jenisnya, dan tidak semua anak menunjukkan gejala sama berat. Saat ini gangguan-gangguan yang mirip dengan autisme tetapi dengan berbagai kombinasi gejala-gejala dari ringan sampai parah dimasukkan dalam sebutan ASD (Autism Spectrum Disorder) atau Gangguan Spektrum Autisme (GSA). Gangguan Spektrum autisme termasuk autisme, asperger, PDD-NOS, gangguan Retts, dan childhood disintegrative disoder. Semua gangguan ini memiliki gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi Banyak kasus yang menunjukkan gangguan autistik yang cenderung tidak begitu khas, gejala lebih sedikit atau lebih ringan dan intelegensi lebih baik. Kasuskasus ini jelas menunjukkan gangguan tetapi tidak memenuhi kriteria gangguan autistik. Gangguan ini biasa disebut PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified). Sindrom asperger memiliki gejala yang sama dengan gangguan autistik, hanya tidak terdapat gangguan menyeluruh yang bermakna dalam bidang bahasa. Selain itu juga tidak terdapat keterlambatan yang bermakna dalam perkembangan kognitif (olah pikir) dan dalam perkembangan ketrampilan bantu diri dan perilaku adaptif (kecuali dalam interaksi sosial) dan rasa ingin tahu. Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai gangguan apa saja yang masuk dalam gangguan spektrum autisme, namun secara umum istilah ASD atau GSA meliputi gangguan autistik, sindrom asperger dan PDD-NOS. Perilaku Perlu diketahui bahwa seorang anak yang didiagnosa memilliki gangguan autisme tidak selalu mempunyai seluruh karakteristik perilaku autisme. Ada perilaku
2 Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si., Fakultas Psikologi Unika Soegijapranta

yang biasa terjadi juga pada anak-anak normal pada umumnya tetapi ada perbedaan yang tergantung pada kualitas dan tingkat keparahannya. Antara usia 2 5 tahun, perilaku yang berkaitan dengan autisme menjadi semakin jelas dan pada saat ini anak biasanya didiagnosa memiliki gangguan autistik. Dalam bidang penginderaan, anak-anak ini menunjukkan respon yang tidak wajar. Ada yang sama sekali mengabaikan suara keras, sepertinya tidak mendengar. Ada yang merespon dengan cepat terhadap suara-suara lembut. Pada waktu kecil sering dikira anak itu tuli, dan kalau diperiksa pendengarannya ternyata tidak ada abnormalitas sama sekali. Seringkali sangat tertekan dengan suara-suara tertentu dan anak menangis keras serta menutup telinganya. Di sisi lain untuk suarasuara tertentu ia sangat suka dan selalu mencari serta mendengarkannya berlamalama. Anak-anak dengan gangguan autistik biasanya cenderung mengeksplorasi lingkungannya melalui indra raba, cecap, dan bau seperti anak-anak kecil di bawah usianya. Semua benda yang terpegang dibaui, atau dicium, bahkan ada yang langsung dimasukkan mulut. Ada pula anak-anak yang kurang peka terhadap rasa sakit, panas dan dingin. Bahkan ada yang kurang mengerti bahaya, sehingga bila ingin menyeberang langsung saja menyeberang tanpa melihat kiri kanan. Seringkali mengalami kesukaran makan, namun semakin besar kesukaran tersebut akan berkurang. Kurang sekali kontak mata dengan orang lain, yang biasanya disertai dengan perilaku yang tidak wajar lainnya seperti sangat tertarik dengan sinar atau benda gemerlap. Menghabiskan waktunya untuk memperhatikan benda bergerak, dan kehilangan interes sama sekali bila benda berhenti, misalnya roda sepeda yang berputar. Ada kecenderungan menata mainan berderet-deret. Ada pula anak yang menunjukkan ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda tertentu seperti misalnya balon, suara pengering rambut, suara bis dan sebagainya. Dalam hal komunikasi anak-anak autistik mengalami kesulitan memahami pembicaraan. Waktu masih kecil, penampilannya seperti orang yang tidak pernah peduli bahwa ada suara orang berbicara kepadanya. Biasanya tidak memberi reaksi apapun bila dipanggil namanya, diperintah secara lesan, dan sebagainya.. Kalimatkalimat yang rumit dan panjang akan sangat membingungkan anak. Beberapa anak autistik bahkan tidak pernah berbicara, walau mereka mengeluarkan suara-suara. Perkembangan bahasa anak-anak tersebut tidak paralel dengan perkembangan bicara anak normal dan merupakan bicara yang menyimpang. Salah satu bentuk bicara yang tidak wajar yaitu ekolali, mengulang ujaran orang kepadanya. Beberapa anak mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang mungkin pernah didengarnya dimasa lalu, walaupun itu sama sekali tidak ada artinya bagi mereka dan orang lain saat ini. Anak yang bisa bicara dapat menyebutkan nama-nama benda tetapi kesulitan menggunakan lebih dari satu kata bagi sebuah benda. Misalnya bisa menyebut kursi, tetapi sulit memahami kata bangku, atau sofa. Anak-anak yang memiliki gangguan autistik tidak mampu memahami makna bahasa tubuh atau bahasa nonverbal dalam komunikasi. Ekspresi wajah dan gerakan tangan atau gerakan tubuh yang biasanya digunakan dalam pembicaraan tidak dapat dimengerti anak autis. Seringkali anak harus diajari menggunakan isyarat tubuh yang sangat sederhana untuk berhubungan dengan orang lain seperti tersenyum dan mendekap. Sulit sekali mengajari anak autistik untuk menirukan, walaupun dapat juga diajari dengan latihan yang berulang-ulang dan terus-menerus. Anak juga kurang memahami emosi orang lain. Bisa saja ia tertawa-tawa disaat orang lain menangis atau kesakitan atau sama sekali tidak peduli terhadap orang
3 Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si., Fakultas Psikologi Unika Soegijapranta

yang lagi sedih. Ini bukan karena ia bersifat sadis, tetapi memang disitulah letak gangguan sosial dan gangguan pemahamannya. Beberapa anak suka melambai-lambaikan tangan, berjalan berjinjit, goyanggoyang tubuh dengan ekspresi wajah yang aneh, ada yang gerak tubuhnya sangat kaku, kadang badannya berputar-putar tanpa merasa pusing. Menggerakkan jari atau benda di depan matanya. Perilaku ini muncul disaat anak tidak mengerjakan sesuatu dan akan berhenti bila ia memulai aktivitas lain yang dia sukai. Atau bisa juga perilaku itu muncul pada saat anak gembira atau frustrasi. Lebih suka pada hal-hal yang sifatnya rutin, dan bila berubah ia akan sangat tertekan. Sangat lekat pada benda-benda tertentu, seperi misalnya, tali, batu kecil, boneka, dan sebagainya. Anak tidak menggunakan benda-benda tersebut sebagaimana mestinya, dan hanya sekedar menambah koleksi atau mengaturnya berderet-deret. Bisa juga sulit beralih ke makanan lain, tempat baru atau ketemu orang baru. Perubahan akan membuat anak cemas, maka sebaiknya sebelumnya anak diberitahu bahwa akan ada perubahan sehingga kecemasannya dapat dikurangi. Anak-anak penderita autisme ini kaku dalam cara berfikir dan berperilaku, sehingga ia akan kesulitan dalam menghadapi situasi atau hal baru yang menuntut keluwesannya menyesuaikan diri. Banyak anak-anak yang memiliki gangguan autistik yang suka sekali bermain secara repetitif. (berulang-ulang), bisa dengan pasir, air, atau lumpur selama berjam-jam tanpa merasa bosan. Ada juga yang suka mainan konstruktif seperti balok-balok, tetapi bukan untuk membentuk sesuatu yang kreatif, namun hanya sekedar senang memasang-masang saja. Tidak suka bermain dengan anak lain. Sulit bila harus berbagi mainan atau saling kerjasama dan saling bergiliran. Sepertinya tidak punya ketrampilan bermain. Terobsesi terhadap benda-benda tertentu atau topik-topik tertentu, misalnya hurufhuruf, angka, kereta api, roda, alat-alat elektronik, dan mencari informasi tentang suatu topik yang menarik minatnya. Ada beberapa hal yang dapat ia kerjakan dengan sangat baik tetapi ada hal lain yang sangat sulit bagi dia. Dalam bidang motorik kasar: seringkali ditemukan anak dapat memanjat, berjalan dan berlari dengan baik, tetapi tidak mampu menggenjot sepeda atau menangkap dan menendang bola.. Ada pula yang mempunyai ingatan visual yang sangat baik dan bisa membaca dalam usia yang masih sangat muda, ada pula yang mempunyai ingatan tajam dalam hal rute perjalanan, atau hal-hal yang terdapat di lingkungan yang pernah disingahinya. Ada anak yang mempunyai ingatan verbal baik sekali dan dapat mengingat fakta-fakta serta detil-detilnya yang pada umumnya dilupakan orang. Kemampuan-kemampuan ini dapat dimanfaatkan untuk proses belajar tetapi juga harus selalu diingat bahwa anak juga mempunyai sejumlah kekurangan yang butuh perhatian khusus agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penatalaksanaan Untuk mengetahui sekilas bagaimana menghadapi problem perilaku anak dengan gangguan autistik sebaiknya difahami lebih dulu mengenai hal-hal yang mungkin menyebabkan problem itu muncul. Problem perilaku seringkali muncul disebabkan atau berkaitan dengan: Kepekaan indera (overload ekstrim) Tidak mampu mengontrol gerakan tubuh

4 Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si., Fakultas Psikologi Unika Soegijapranta

Adanya perubahan sehingga menyebabkan kecemasan, stres, atau emosi marah yang bisa berupa teriak-teriak, menangis berlebihan, dan muncul gerakangerakan yang berlebihan. Perubahan ini juga berkaitan dengan kecenderungan anak lebih menyukairutinitas secara kaku, termasuk situasi dan lingkungannya. Bila berada bersama anak-anak lain maka situasinya tidak teratur, tidak bisa dia duga apa yang akan terjadi sehingga membuat anak cemas atau takut, dan mungkin juga marah. Kurangnya persepsi sosial menyebabkan anak sering menjadi sasaran bullying atau pelecehan dan kenakalan. Cara berfikirnya kurang fleksibel (luwes) sehingga cenderung kaku dan sulit diubah. Hal ini menyebabkan dia sering tidak bisa menerima pendapat orang lain, perkataan guru, perintah guru. Bila kondisi ini kurang dimengerti dan dia dipaksa melakukan hal yang kurang dia fahami akan menimbulkan kecemasan. Selain itu seringkali juga kurang mampu memroses bahasa sehingga tidak memahami kalimat si pembicara dan akhirnya tidak mengerti perintah. Bagi anak-anak yang termasuk tipe tidak suka didekati maka bila dia didekati akan menimbulkan problem perilaku. Bila anak dengan gangguan autistik menunjukkan problem perilaku berusahalah mencari sumber terjadinya reaksi bermasalah tersebut. Hal ini tidak mudah bagi orang yang tidak pernah bergaul dengan anak-anak tersebut. Suatu resep tertentu belum tentu cocok dipakai untuk mengatasi problem perilaku semua anak bergangguan autisme. Harus selalu diingat bahwa perilaku atau gejala-gejala seorang anak dengan gangguan autistik tidak akan sama dengan anak lain walaupun sama-sama memiliki gangguan autistik. Bila anak memiliki problem perilaku karena stres, cobalah cari sumbernya, apakah karena suara, sinar, bau, kebisingan, terlalu sepi, tidak suka aktivitas di sekitarnya, rasa sakit, adanya tekstur yang tidak dia sukai, atau karena disentuh. Apabila sudah mengenal ciri-cirinya sebaiknya diperkecil kemungkinan hal-hal yang menimbulkan stres anak. Sebaiknya guru juga mengetahui bagaimana caranya menenangkan anak. Yang terutama janganlah terlalu banyak bicara seperti kalau mau menenangkan anakanak lain, bersikap tenang sehingga bisa lebih memahami anak. Sebelumnya perlu mencatat informasi dari orang tua atau terapis sang anak mengenai apa yang biasanya membuat anak stres, cemas atau marah dan apa saja yang bisa dilakukan untuk menenangkannya. Sangat penting untuk mencatat apa yang bisa digunakan untuk mengapresiasi (menghargai) keberhasilan anak, pujian apa yang disukai atau dimengerti anak. Membutuhkan kesabaran dan ketekunan pengajar untuk bisa melakukan penanganan pertama dalam keadaan darurat seperti halnya PPPK. Kesabaran dan ketekunan ini diawali dengan kemauan untuk menambah pengetahuan tentang gangguan autistik, menjalin kerjasama dengan orang tua dan pendamping sehingga dapat merupakan sinergi dalam menangani anak dalam proses pembelajaran atau bermain di sekolah. Semoga bermanfaat.

Acuan

5 Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si., Fakultas Psikologi Unika Soegijapranta

Schopler, Erc, Bourgondien, Mary van E dan Bristol, MM. 1994. Preschool Issues in Autism.New York.: Plenum Press. Hunt, Nancy dan Marshall, K. 1994. Exceptional Children and Youth: An Introduction to special Education. Toronto: Houghton Mifflin Company. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. American Psychiatric Association, Washington. DC. Herbert, M. 2005. Autism: A brain disorder or a disorder that affects the brain. Clinical Neuropsychiatry 2(6) Rodier, P. M. (2000). The early origins of autism. Scientific American, February: 5663.

6 Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si., Fakultas Psikologi Unika Soegijapranta

Anda mungkin juga menyukai