4.1 Proyeksi Penduduk Proyeksi jumlah penduduk dan fasilitas-fasilitas yang ada sangat diperlukan untuk kepentingan perencanaan pengembangan kota Padang. Pengembangan kota semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk di masa yang akan datang. Untuk suatu perencanaan diperlukan suatu proyeksi penduduk. Walaupun proyeksi bersifat ramalan di mana keberadaannya dan ketelitiannya bersifat subjektif, bukan berarti tanpa pertimbangan dan metoda. Periode perencanaan pengembangan Kota Padang ini direncanakan pada 3 tahun terakhir yaitu mulai dari tahun 2006 2008 agar ukuran atau dimensi nantinya tidak terlalu besar. Perhitungan proyeksi penduduk ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu : Jumlah populasi penduduk dalam suatu area. Bila perkembangan penduduk pada masa lampau tidak terdapat penurunan, maka proyeksi penduduk akan semakin teliti. Kecepatan pertambahan penduduk. Bila angka kecepatan pertambahan penduduk pada masa lampau semakin besar, maka proyeksi penduduk akan berkurang ketelitiannya. Kurun waktu proyeksi. Semakin panjang kurun waktu proyeksi, maka proyeksi penduduk akan semakin berkurang ketelitiannya. Prediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang sangat penting dalam memperhitungkan jumlah kebutuhan air bersih, timbulan sampah, dan banyaknya air limbah yang dihasilkan. Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk dan fasilitas kota masa lampau, maka metode statistik merupakan metode yang paling mendekati untuk memperkirakan jumlah penduduk dan fasilitas kota di masa mendatang. Ada beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menganalisa perkembangan jumlah penduduk di masa mendatang. Untuk perencanaan kali ini data yang digunakan adalah data jumlah penduduk Kecamatan Paringin pada tahun 2006 2008 yaitu : Tabel 4.1 Jumlah penduduk tahun 2006-2008 Tahun 2006 2007 2008 Jumlah Penduduk 819740 838190 856815 2.25 2.22 2.24 % Pertumbuhan
Rata-rata Pertumbuhan
Dalam menentukan metode proyeksi yang akan dipakai, terlebih dahulu mencari nilai korelasi (r) untuk tiap-tiap metode. Pada periode dengan nilai r paling mendekati 1, maka metode itulah yang dipakai. Nilai korelasi (r) dicari dengan rumus : ( ( ) ( )( ) ) +*( ( ) (
,* (
) +( )
4.1.1 Metode Aritmatik Y 1 2 3 r = 1,00 Metode Geometrik X 1 2 3 6 r = 1,00 Metode Last Square X 1 2 3 6 r = 0,95 Y 20811 22630 23169 66610 X^2 1 4 9 14 XY 20811 45260 69507 Y^2 433097721 512116900 536802561 Y 13.6167 13.6390 13.6610 40.9167 X^2 1 4 9 XY 13.6167 27.2780 40.9829 Y^2 185.4157 186.0223 186.6223 18450 18625 37075 X^2 1 4 5 XY Y^2
14 81.8776746 558.0603004
135578 1482017182
4.2 Pengembangan Fasilitas Sampah Kegiatan Pengumpulan sampah di kota padang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) bersamasama masyarakat. Untuk mendukung kegiatan pengumpulan sampah, pada tahun 2008 di wilayah Kota Padang terdapat TPS sebanyak 74 lokasi yang tersebar di enam kecamatan dan kontainer sebanyak 39 lokasi yang tersebar di lima kecamatan. Proyeksi kebutuhan TPS pada tahun 2008-2030 ditunjukan pada tabel berikut: Tabel
No 1 2 3 Volume sampah terlayani wadah individu(20lt) wadah komunal (5 m3)
2008
2009
2010
2011
2019
2026
2027
2028
2029
2450 2505 2561 2619 3125 122525 125265 128066 130930 156273 490 501 512 524 625
3649 3730 3814 3899 182441 186521 190692 194957 730 746 763 780
Sistem Persampahan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah teknik Sanitary landfill. Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Hal yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan pembangunan TPA dengan teknik sanitary landfill adalah kemungkinan timbulnya pencemaran lingkungan di areal TPA tersebut. Ada beberapa jenis pencemaran di lahan penimbunan sampah (TPA) yaitu;
a. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya rembesan air hujan ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan komponenkomponen hasil penguraian sampah; b. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan gas CO2, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan menghasilkan gas CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena merupakan salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar. Sedangkan gas H2S, dan NH3 merupakan sumber bau yang tidak enak. Pemilihan lahan untuk TPA ini harus memenuhi ketentuan SNI 03-3241-1994 yang terdiri atas delapan criteria, yaitu: kemiringan lereng, kondisi geologi, jarak terhadap badan air, jarak dari permukiman penduduk, kawasan budidaya pertanian atau perkebunan, kawasan lindung atau cagar alam, jarak dari lapangan terbang danjarak dari perbatasan daerah. Tabel 4.6 Ketentuan Peletakan TPA Sesuai SNI 03-3241-1994 Parameter 1. Kemiringan Lereng a. 0-15% b. > 15 % 2. Kondisi geologi a. Tidak berada di zone Holocene fault (sesar aktif) b. berada di zone Holocene fault (sesar aktif) 3. Jarak terhadap badan air a. > 300 m b. < 300 m 4. Jarak dari permukiman a. > 1500 m b. < 1500 m 5. Kawasan budidaya pertanian dan atau perkebunan 1 0 1 0 1 0 1 0 Harkat
a. > 150 m dari kawasan budidaya b. < 150 m dari kawasan budidaya 6. Kawasan lindung/cagar alam a. Di luar kawasan lindung/cagar alam b. Di dalam kawasan lindung/cagar alam 7. Jarak dari lapangan terbang a. > 3000 m b. < 3000m 8. Jarak dari perbatasan daerah a. > 1000 m b. < 1000 m
1 0
1 0
1 0
1 0
Drake dan Pereira (2002) menjelaskan bahwa kriteria-kriteria tersebut merupakan faktor pembatas utama dalam penetapan lokasi TPA sampah yang berwawasan lingkungan sehingga kelas kelayakan I (layak untuk TPA sampah) apabila harkat mencapai juumlah maksimal (harkat delapan) dan kelas kelayakan II (tidak layak untuk TPA sampah) apabila harkat di bawah jumlah maksimal (kurang dari harkat delapan). Tahap Kelayakan Penyisih Analisis tahap kelayakan penyisih dilaksanakan pada saat penelitian lapangan dengan maksud untuk memilih lokasi terbaik dari beberapa alternatif yang telah diperoleh pada tahap kelayakan regional. Analisis dilakukan berdasarkan tujuh kriteria tahap kelayakan penyisih dalam ketentuan SNI 03-3241-1994. Penilaian kesesuaian lahan secara fisik pada tahap kelayakan penyisih dilakukan untuk memilih lokasi terbaik dari beberapa alternatif lokasi yang telah diperoleh pada tahap kelayakan regional. Penilaian dilakukan berdasarkan tujuh kriteria tahap kelayakan penyisih dalam ketentuan SNI 03-3241-1994, yaitu : 1. Permeabilitas Tanah Menurut Purbayanti dkk., (1998) permeabilitas merupakan kemudahan cairan dan atau gas menembus tanah. Dalam kaitannya dengan penentuan lokasi TPA
sampah, permeabilitas tanah perlu diperhatikan karena adanya reaksi antara beberapa bahan organik hasil dekomposisi sampah dengan tanah yang dapat mengubah struktur tanah dan permeabilitas tanah yang dapat meningkatkan potensi pencemaran air tanah (Tchobanolous, 1993). 2. Kedalaman muka air tanah Penetapan lokasi TPA sampah harus memperhatikan kondisi kedalaman air tanah. Karena lindi dapat meresap hingga menuju muka air tanah yang kemudian menimbulkan pencemaran terhadap air tanah. Dalam SNI 03-3241-1994
ditetapkan bahwa penilaian kesesuaian lahan untuk TPA sampah berdasarkan faktor kedalaman air tanah berkaitan dengan kondisi permeabilitas tanah lokasi yang bersangkutan.
Tabel 4.7 Parameter dan Pengharkatan Kriteria Tahap Kelayakan Penyisih Parameter 1. Luas Lahan a. Untuk operasional lebih dari 10 tahun b. Untuk operasional 5 tahun - 10 tahun c. Untuk operasional kurang dari 5 tahun 3 2 1 Bobot Harkat
2. Kebisingan dan bau a. Terdapat zone penyangga b. Terdapat zone penyangga yang terbatas. c. Tidak terdapat zone penyangga 3 2 1
3. Permeabilitas tanah a. Kurang dari 10-9 cm/det b. 10 - 10 cm/det c. Lebih dari 10-6 cm/det
-9 -6
3 2 1
4. Kedalaman muka air tanah a. 10 m dengan permebilitas <10-9 cm/det b. < 10 m dengan permebilitas <10-9 cm/det atau 10 m dengan permebilitas <10-9 10-6 cm/det c. < 10 m dengan permebilitas <10-9 - 10-6 cm/det 1 3 2
5. Intensitas hujan a. Kurang dari 500 mm/tahun b. 500-1000 mm/tahun c. Lebih dari 1000 mm/tahun 6. Bahaya banjir a. Tidak ada bahaya banjir b. Kemungkinan banjir > 25 tahunan c. Kemungkinan banjir < 25 tahunan 3 2 1
7. Transport sampah a. < 15 menit dari pusat sumber sampah b. 16-60 menit dari pusat sumber sampah c. > 60 menit dari pusat sumber sampah 3 2 1
Pengharkatan dilakukan dengan membagi kelas kesesuaian lahan secara fisik menjadi tiga kelas, yaitu: baik, sedang, dan jelek. Penentuan interval kelas kesesuaian lahan secra fisik menggunakan persamaan berikut : IK = (bobot x nilai terbesar) (bobot x nilai terkecil) kelas Interval kelas pengharkatan pada tahap penyisih adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Kelas Pengharkatan pada tahap Penyisih
Kelas Interval 71 90 51 70 30 50
Penilain kesesuian lahan secara fisik pada tahap kelayakan regional dilakukan dengan maksud untuk menentukan zone layak atau zone tidak layak untuk lokasi TPA sampah. Penilaian dilakukan terhadap delapan kriteria tahap kelayakan regional berdasarkan ketentuan SNI 03-3241-1994 dan Bagchi (1982), yaitu : 1. Kemiringan Lereng Untuk mencegah terjadinya pencemaran air pada aliran permukaan (runoff) maka TPA sampah harus ditempatkan pada lokasi dengan kemiringan lereng 0-15%. Tabel 4.7 Kondisi dan Pengharkatan Faktor Kemiringan Lereng No. Kemiringan Lereng 1 2 3 4 0-8% 8-15% 15-25% 25-45% Topografi Datar-Landai Agak miring Miring Agak curam Luas (km2) Harkat
1. Kondisi Geologi Kondisi geologi yang menjadi persyaratan lokasi TPA sampah adalah zone Holocene fault (sesar aktif). Menurut Lin dan Kao (1989) dalam Drake dan Pereira (2002), untuk mencegah terjadinya dampak lingkungan akibat perubahan kondisi geologi, maka TPA sampah ditempatkan pada jarak 100 m di luar zone sesar aktif. Tabel 4.8 Kondisi dan Pengharkatan Faktor Zone Sesar Aktif No. Jarak dari Zone Sesar Aktif Luas (km2) Harkat
1 2
0 1
2. Jarak Terhadap Badan Air Air lindi hasil proses pembusukan sampah dalam TPA sampah dapat mengakibakan tingginya resiko pencemaran terhadap air tanah dan badan air di sekitarnya, maka penempatan lokasi TPA sampah harus memperhatikan jarak aman terhadap badan air (sungai). Penempatan lokasi TPA sampah yang berdekatan dengan sungai bertipe effluent stream akan menimbulkan resiko pencemran air sungai oleh masuknya air lindi sampah ke dalam badan air. Pada sungai bertipe influent stream, maka resiko pencemarannya berupa pencampuran antara air sungai yang masuk ke dalam tanah dengan air lindi sampah yang kemudian mengalami proses perkolasi dan bercampur dengan air tanah. 3. Jarak dari Permukiman penduduk Untuk mencegah masalah bau, estetika, kebisingan, kesehatan masyarakat dan penurunan harga lahan akibat penggunaan lahan untuk TPAsampah, maka penempatan lokasi TPA sampah harus berjarak lebih dari 1500 m dari wilyah permukiman penduduk. Untuk itu, maka perlu ditentukan batas jarak
penempatan lokasi TPA sampah terhadap permukiman penduduk. 4. Kawasan budidaya pertanian dan perkebunan Adanya TPA sampah dapat menyebabkan penurunan kualitas lahan yang akhirnya dapat berdampak pada penurunan produktivitas pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, penempatan loasi TPA sampah harus berjarak ebih dari 150 m dari wilayah budidaya pertanian dan perkebunan. 5. Kawasan Lindung atau cagar alam Keberadaan TPA sampah dapat mengakibatkan perubahan kondisi cagar alam, maka penempatan lokasi TPA sampah harus berada di luar kawasan tersebut. 6. Jarak dari lapangan terbang
Menurut Tchobanolous dkk.,(1993) lokasi TPA sampah merupakan tempat yang cukup menarik beberapa jenis burung tertentu untuk mencari makan. Penempatan lokasi TPA sampah yang berdekatan dengan lapangan terbang akan menimbulkan resiko gangguan jalur penerbangan pesawat oleh burungburung yang mencari makan di lokasi TPA sampah. Selain itu, mengingat bahwa lapangan terbang merupakan fasilitas umum yang harus memenuhi unsure estetika dan kebersihan terutama dalam kebersihan lingkungan dan sumber air. Oleh karena itu, ditetapkan bahwa lokasi TPA sampah
ditempatkan pada jarak lebih dari 3.000 meter terhadap lapangan terbang. 7. Batas Administrasi Menurut Otieno dan Reddy (1999) menjelaskan bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kesesuaian lahan untuk lokasi TPA sampah (terutama untuk pengelolaan secara mandiri) perlu dilakukan pembatasan (proses buffering) sejauh 1 km dari batas administrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari konflik sosial politik antar dua wilayah administrasi yang berbatasan.
Dalam perencanaan ini ada 2 penambahan TPA yang akan dibangun. Untuk TPA 1 luas areal TPAnya adalah 68 Ha dan TPA 2 luas arealnya adalah 85 Ha dengan tingkat pemadatan sampah yang dilakukan per hari 500 kg/m3 sampah. Jumlah timbulan sampah yang akan diolah di wilayah perencanaan selama 20 tahun dari tahun 2010 sampai 2030, ditunjukkan oleh table
berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Timbulan sampah yang akan Diolah:
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
856.815 875.977 895.567 915.595 936.071 957.005 978.408 1.000.289 1.022.659 1.045.530 1.068.912 1.092.816 1.117.256 1.142.242
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Timbulan
Luas Areal TPA Perencanaan dimensi cell untuk TPA 1 mempunyai panjang 1000 m tinggi 6 m dan lebar adalah 565 m, sedangkan dimensi cell untuk TPA 2 mempunyai panjang 1000 m , tinggi 6 m dan lebar 705 m. Biaya investasi untuk peralatan yang digunakan sebagai berikut:
Harga Satuan (Rp) 2008 861.781.250 861.781.250 751.093.750 751.093.750 242.000.000 242.000.000 5.227.142.138,79 1.173.205 16.500.000 1.072.500.000 1.650.000 1.638.450.000 240.000.000 480.000.000 220.000.000 2.640.000.000 13.388.161.878
No 1 2 3 4 5 6 8 9
Jenis Peralatan Bulldozer Excavator Loader Bak komunal 0,5 m3 Kontainer Gerobak sampah Dump truck Arm roll truck
Kebutuhan (Unit) 2008 2020 2025 2030 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 4901 6391 7138 7973 65 993 2 12 85 95 1295 1446 2 3 17 106 1615 3 20
Biaya Investasi (Rp) 2020 2025 861.781.250 861.781.250 751.093.750 751.093.750 242.000.000 242.000.000 6.816.005.970 8.374.328.684 1.402.500.000 2.136.480.066 480.000.000 1.567.500.000 2.386.306.369 720.000.000
16 Total
Biaya oprasional pengangkutan Harga Sat. (Rp/jam ) 1.650,00 Harga Sat. (Rp/hari* ) 11.550,00
No
Jenis Peralatan
1.
613
2.582.664.252,92 3.367.701.604,56 65 993 1670, 6 85 1295 2178,6 7 95 1446 2433, 5 1.958,00 1.870,00 13.706,00 13.090,00 425.228.650,00 6.186.534.111,62
2.582.664.252,92 9.979.464.366,18