Anda di halaman 1dari 3

KOMPLIKASI ANESTESI PENCABUTAN GIGI Posted by De Haantjes van Het Oosten in Jul 08, 2012, under Ilmu Bedah

Mulut (Or al Surgery) Definisi Anestesi lokal Anestesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi pada serabut saraf maupun akibat inhibisi pada proses konduksi nervus perifer. (Malamed, S. F, 1.3) Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mendasar usaha dalam hal - hal pemberian anestesi dan analgesic serta menjaga keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan, melakukan tindakan resusitasi pada penderita gawat, mengelola unit perawatan intensif, memberi pelayanan terapi, penanggulan gan nyeri menahun bersama cabang ilmu kedokteran lainnya dan dengan peran serta masyarakat secara aktif mengelola kedokteran gawat darurat. Persiapan Anestesi Sebelum dilakukan pemberian anestesi lokal, operator harus mempertimbangkan resi ko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan oleh efek depresan yang me rupakan salah satu efek dari obat- obatan anestesi lokal. Selain itu, obat- obat an anestesi lokal pun memiliki efek samping lain berupa bronkospasm yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun vasodepressor sinkop. Oleh karena itu, ke adaan umum pasien perlu dievaluasi sebelum melakukan tindakan anestesi. Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik pa sien. Dalam anamnesis, pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah at au sedang diderita, obat- obatan yang sedang dikonsumi, riwayat alergi, dan juga beberapa keluhan- keluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi praa nestesi ini pula ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi sehingga keadaan psikologis pasien dapat pula dievaluasi. Penyakit- penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi praanest esi adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit liver, alergi terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsy, serta kelaina n darah. Pemeriksaan fisik praanestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi visual untuk mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan tubuh, bicara, d an sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik menurut ASA. Komplikasi Anestesi Lokal Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi. Ko mplikasi yang disebabkan pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua, komplikasi lokal, dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terj adi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikas i yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal. 1. Komplikasi Lokal a. Jarum Patah Penyebab utama jarum patah adalah kondisi jarum yang fatig akibat dibengkokkan. Jarum patah dapat pula disebabkan oleh kesalahan teknik saat administrasi, kelai nan anatomi pasien, serta jarum yang disterilkan berulang. Apabila kondisi ini t erjadi, pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak dan tangan operator jangan di lepaskan dari mulut pasien dan pasang bite block bila perlu. Jika patahan dapat terlihat, patahan dapat dicoba diambil dengan arteri klem kecil. Namun, apabila jarum tidak terlihat, insisi dan probing tidak boleh dilakukan dan segera konsul tasikan ke spesialis bedah mulut untuk diambil secara surgical. b. Rasa sakit Rasa sakit saat administrasi anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum yan g tumpul, pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai te knik anestesi lokal. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan anestesi topikal s ebelum insersi jarum dan mengeluarkan anestetikum secara perlahan, serta anestet ikum yang digunakan lebih baik jika suhunya sama dengan suhu tubuh. c. Parestesi atau Anestesi Berkepanjangan Parestesi atau anestesi yang berkepanjangan dapat terjadi akibat trauma saraf, a nestetikum bercampur alkohol, serta adanya perdarahan pada sekitar saraf. Parest esi berkepanjangan dapat menyebabkan trauma pada bibir yang tergigit dan apabila

mengenai N. Lingualis dapat menyebabkan mati rasa kecap. Sebagai upaya pencegah an, operator harus berhati- hati saat administrasi dan menggunakan spuit sekali pakai sehingga tidak perlu mensterilkan dengan larutan alkohol. Penanggulangan p arestesi yang berkepanjangan dapat dilakukan dengan penjelasan pada pasien bahwa hal tersebut akan terjadi dalam waktu lama, control setiap dua bulan, dan apabi la berlangsung lebih dari satu tahun maka konsultasi neurologis diperlukan. d. Paralisis Fasial Paralisis fasial disebabkan oleh insersi jarum yang terlalu dalam saat blok N. A lveolaris Inferior sehingga masuk ke kelenjar parotis dan mengenai cabang saraf wajah, biasanya N. Orbicularis oculi. Penanggulangan hal tersebut dilakukan deng an memberitahu pasien bahwa hal tersebut akan berlangsung selama beberapa jam da n mata pasien harus dilindungi selama refleks berkedip belum kembali. e. Trismus Trismus merupakan salah satu komplikasi pemberian anestesi akibat adanya trauma pada M. Mastikatorius atau pembuluh darah pada intra temporal fossa. Trismus dap at pula disebabkan oleh anestesi lokal yang bercampur alkohol dan berdifusi ke j aringan sehingga mengiritasi M. Mastikatorius. Penangulangan trismus dilakukan d engan cara pemberian analgetik, kompes air panas selama 20 menit, latihan buka t utup mulut selama 5 menit setiap 3-4 jam, dapat pula diberikan permen karet untu k melatih gerakan lateral. Bila trismus berlanjut lebih dari 7 hari, maka konsul kan pada spesialis bedah mulut. f. Hematom Hematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris Inferior, N. Alveolari s Superior Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif. Pencegahan hematom dapat dilakuk an dengan mengetahui anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke rongga e kstravaskuler. Penggunaan jarum pendek pada anestesi N. Alveolaris superior post erior juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisasi hematom. Penanggulangan hematom akibat administrasi anestesi lokal adalah dengan menekan perdarahan dan jangan mengompres panas selama 4-6 jam setelah kejadian, namun setelah satu hari dapat dikompres hangat 20 menit per jam. Kompres dingin dapat dilakukan segera setelah terjadi hematom untuk mengurangi perdarahan dan rasa sakit. g. Infeksi Infeksi terjadi akibat kontaminasi jarum dan dapat menyebabkan trismus. Bila inf eksi berlanjut sampai lebih dari hari ketiga, maka antibiotik diindikasikan untu k pasien tersebut. h. Edema Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan, dan penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema d ilakukan dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi larutan, biasanya akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi. Sedangkan bila lebih dari 3 hari dan disertai rasa sakit atau disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya d iberikan untuk pasien tersebut. i. Trauma jaringan lunak Pada pasien anak- anak, atau pasien dengan cacat mental, rasa baal setelah pembe rian anestesi lokal dapat menyebabkan pasien tersebut mengigit bibir maupun jari ngan lunak lainnya. Penanggulangan trauma jaringan lunak di sekitar area yang di anestesi dilakukan dengan pemberian salep untuk mengurangi iritasi, analgesic, s erta antibiotik jika diperlukan. j. Lesi intraoral Lesi intraoral umumnya disebabkan oleh trauma jarum pada jaringan saat insersi. Penanggulangan lesi ini dilakukan dengan pemberian topikal anestesi praanestesi, pemberian obat kumur, dan pemberian antibiotik jika terjadi infeksi. 2. Komplikasi Sistemik a. Reaksi psikis Reaksi psikis yang sering terjadi sebagai komplikasi sistemik akibat pemberian a nestesi lokal adalah sinkop atau serangan vasovagal. Hal ini merupakan gangguan emosional sebelum penyuntikan. Pada saat terjadi reaksi psikis, arteri mengalami vasodilatasi sehingga menyebabkan volume darah ke jantung berkurang sehingga me nyebabkan penurunan umpan balik kardiak yang menyebabkan hilang kesadaran mendad ak. Tanda- tanda reaksi psikis ini adalah pucat, mual, pusing, keringat dingin,

dan jika tidak ditangani cepat kesadaran akan hilang, pupil membesar, denyut nad i lemah dan tidak teratur. Perawatan reaksi psikis ini adalah dengan penaganan e mergensi sinkop. b. Reaksi toksik Reaksi toksik pada administrasi anestesi lokal jarang terjadi bila penyuntikan d ilakukan sesuai dengan prosedurnya. Apabila aspirasi tidak dilakukan sebelum pen yuntikan, maka anestetikum akan masuk ke dalam intravaskuler sehingga menyebabka n overdosis. Tanda- tanda reaksi toksik adalah terjadi konvulsi, gangguan pernaf asan, dan syok. c. Reaksi alergi Riwayat alergi pasien harus ditanyakan praanestetikum sehingga meminimalisasi te rjadinya reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi berbeda- beda dengan tingkat keparahan yang juga berbeda. Tingkat reaksi alergi yang paling ringan adalah loc alized skin reaction dengan gejala lokal eritema, edema, dan pruritus. Untuk tin gkatan lesi yang lebih parah yaitu reaksi pada kulit yang tergeneralisasi, antih istamin perlu diberikan. Pada kasus alergi yang melibatkan traktus respiratorius , diberikan epinefrin secara intramuscular kemudian melakukan prosedur emergensi . Tingkat reaksi alergi yang paling parah adalah syok anafilaktik yang perlu dit angani dengan segera dengan pemberian epinefrin IM atau IV, serta penanganan eme rgensi syok. d. Virus Hepatitis/ HIV Penyebaran kedua virus ini dapat melalui jarum suntik. Oleh karena itu, jarum su ntik harus digunakan sekali pakai sebagai upaya pencegahan. e. Interaksi obat Interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara umu m, interaksi obat dengan anestesi lokal sangat jarang. Namun, anestesi lokal yan g mengandung noradrenalin dapt merangsang respon tekanan darah pasien yang menda patkan antidepresan trisiklik. Karena itu, noradrenalin tidak dianjurkan untuk d ipakai. dari berbagai Sumber

Anda mungkin juga menyukai