Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

RHINOSINUSITIS

Pembimbing : dr. Zirmacatra, Sp.THT

Oleh

Nancy Hestiyani 110.2007.189

BAGIAN / SMF ILMU TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD SOREANG BANDUNG 2012

STATUS PASIEN

I. Keterangan Umum : Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pendidikan Pekerjaan Agama : Tn. AS : 34 tahun : Laki-laki : Leuwimunding Rt 4/ Rw 2 Sadu Kabupaten. Bandung : SMA : Buruh : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 28 Februari 2012 NRM : 387772

II. Anamnesa Keluhan utama : Hidung terasa tersumbat

Riwayat penykit sekarang : Sejak 3 minggu yang lalu, penderita mengeluh hidungnya terasa tersumbat. Keluhan disertai cairan yang keluar dari hidung berwarna putih, kadang berwarna hijau, kental dan berbau. Penderita juga merasa ada dahak yang mengalir dari hidung ke mulut. Keluhan disertai demam tidak terlalu tinggi, sakit kepala dan nyeri pada pipi kiri terutama saat menunduk. Keluhan tidak disertai dengan gatal-gatal pada hidung dan bersin-bersin. Nyeri menelan, suara serak maupun batuk disangkal. Keluhan keluarnya cairan dari telinga atau adanya gangguan pendengaran disangkal oleh penderita. Penderita mengakui bahwa gigi geraham bagian atas sebelah kiri ada yang bolong dan tidak pernah diobati. Penderita baru pertama kali sakit seperti ini. Penderita sudah pernah berobat untuk keluhannya ini ke puskesmas. Dan diberikan obat minum,tetapi pasien lupa nama obatnya.

Riwyat penyakit dahulu

Riwayat alergi disangkal, riwayat gigi karies (+), riwayat maag (-) Riwayat penyakit Keluarga : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik : Status generalis : Keadaan umum : baik Status Lokalis : Telinga Bagian Preaurikula Kelainan Kongenital Radang & tumor Trauma Aurikula Kongenital Radang & tumor Trauma Retroaurikula Edema Hiperemis Nyeri tekan Sikatriks Fistula Fluktuasi Canalis Auricularis Eksterna Kongenital Kulit Sekret Serumen Edema Jaringan granulasi Membrana Timpani Warna Intak Auris Dextra Tenang Putih keabuan Intak Sinistra Tenang Putih keabuan Intak

Refleks cahaya Hidung Pemeriksaan Keadaan Luar Bentuk & ukuran Rhinoskopi Mukosa Sekret Concha Septum deviasi Polip/ tumor Pasase udara Hiperemis +, putih Hipertrofi +

Nasal Dextra Dalam batas normal Sinistra Dalam batas normal

Hiperemis +, putih Hipertrofi +

Tenggorokan Bagian Mulut Kelainan Mukosa mulut Lidah Palatum molle Gigi geligi Uvula Tonsil Mukosa Besar Faring Mukosa Granula Post nasal drip Keterangan Tenang Bersih, basah, gerakan normal ke segala arah Tenang, simetris Caries (-) Simetris Tenang T1-T1 Tenang Tidak ada +

Maxillofacial : Simetris Nyeri tekan maksila kiri (+) Leher : KGB tidak teraba membesar Massa (-)

IV. Resume Seorang pria berusia 34 tahun datang ke poli THT RSUD Soreang dengan keluhan hidung terasa tersumbat sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan disertai cairan yang keluar dari hidung berwarna bening kadang berwarna hijau, kental dan berbau serta dahak yang mengalir dari hidung ke mulut. Keluhan disertai nyeri pada pipi kiri dan demam. Penderita juga mengeluh sering pusing terutama ketika menunduk. Dari pemeriksaan fisik ditemukan status generalis dalam batas normal dan pada status lokalis pada daerah cavum nasi ditemukan mukosa berwarna hiperemis +/+; Pada daerah nasopharynx dan oropharynx ditemukan karies (+) pada M2 kiri atas; concha hipertrofi +/+.

V. Diagnosis Banding : Rhinosinusitis Maxillaris Akut Bilateral Rhinosinusitis Maxillaris Akut Sinistra

VII. Usul Pemeriksaan : Foto Waters

VI. Diagnosis Kerja

Rhinosinusitis Maxillaris Akut Sinistra

VIII. Penatalaksanaan : Umum :

Jangan minum yang dingin Kompres air hangat, bila ada nyeri di wajah Jangan berolahraga seperti berenang dan menyelam Bila ada nyeri telinga, nyeri menelan atau sakit kepala hebat segera periksa ke dokter

Khusus

Clindamycin Metil prednisolone Pseudoefedrin HCL Ambroxol

3x1 1x1 3x1 3x1

IX. Prognosa Qua ad vitam : ad bonam

Qua ad functionam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi Sinusitis merupakan salah satu penyakit yang sering mendorong masyarakat mengunjungi fasilitas kesehatan baik di Amerika maupun negara lainnya. Insidensi sinusitis di Amerika dilaporkan sekitar 135 per 1000 populasi per tahun. Sinusitis mempengaruhi kualitas hidup seseorang secara signifikan dan menjadi salah satu alasan utama penggunaan antibiotik serta produktivitas kerja yang menurun. Insidensinya di Indonesia belum diketahui secara pasti.

Anatomi Sinus Paranasal Sinus paranasal terdapat empat pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan kecuali sinus sfenoid dan frontal. Sinus frontal berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak yang berusia sekitar 8 tahun. Sinus sfenoid mulai mengalami pneumatisasi antara usia 8-10 tahun dan berasal dari rongga hidung bagian posterosuperior. Semua sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung. Sinus maksila, ethmoid anterior dan frontal bermuara ke meatus media dan sinus ethmoid posterior bermuara ke maetus superior. Sinus sfenoid bermuara ke ressesus sfenoethmidalis. Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar. Sinus ini memiliki volume sekitar 6-8 ml saat lahir dan berkembang maksimal saat dewasa hingga mencapai 15 ml. Sinus ini berbentuk segitiga dan dibatasi di bagian anterior oleh permukaan fasial os maksila (fosa canina), bagian posterior permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya dasar orbita dan bagian inferiornya adalah prosessus alveolaris serta palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum ethmoid. Secara klinis yang perlu diperhatikan dari sinus maksila adalah : 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar

gigi rahang atas yaitu premolar (P1, P2) molar (M1, M2) kadang-kadang gigi taring (C) atau gigi molar M3. Bahkan akar gigi-gigi tersebut dapat menonjol ke rongga sinus sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis 2) sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi ke orbita 3) ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus sehingga drainase kurang baik. Infundibulum merupakan bagian dari sinus ethmoid anterior bila terjadi peradangan atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan menyebabkan sinusitis.

Gambar 1. Paranasal Sinuses Diambil dari : otolaryngology huston

Gambar 2. Anatomi sinus Sumber : otolaryngology huston

Fisiologi Sinus Paranasal Fungsi sinus paranasal adalah : Sebagai pengatur kondisi udara (air conditoning) Sebagai penahan suhu (Thermal Insulators) Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah Membantu keseimbangan kepala Membantu resonansi suara Sebagai peredam perubahan tekana udara Membantu produksi mukus Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini kelaur melalui meatus media.

DEFINISI RHINOSINUSITIS Rinitis adalah peradangan pada membaran mukosa hidung. Sedangkan sinusitis adalah peradangan yang melibatkan satu atau lebih sinus paranasal. Biasanya diiringi infeksi virus pada saluran nafas atas atau reaksi alergi. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Jadi rinosinusitis adalah peradangan membran mukosa hidung dan sinus paranasal.

ETIOLOGI Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener . Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya . Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia .

PATOFISIOLOGI Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi patofisiologi dari penyakit sinus, yaitu keutuhan dari ostia, fungsi silia dan kualitas dari sekresi nasal. Berkurangnya ukuran ostia akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen pada sinus. Hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi pada sinus. Keadaan hipoksia ini juga dapat mengganggu sistem imunitas akibat terganggunya fungsi sel PMN dan produksi imunoglobulin serta pembersihan mukosilier. Hal yang

mempengaruhi keutuha dari ostia antara lain nasal polyposis, deviasi septal, edema mukosa, alergi serta concha bullosa. Rongga sinus tergantung pada sistem tranport mukosilier untuk

menciptakan lingkungan yang bebas bakteri. Sinus dilapisi oleh epitel kolumner

10

bertingkat semu. Epitel ini akan membersihkan dari mukus, bakteria serta zat-zat asing dari area itu. Fungsi silia dapat terganggu pada keadaan hipoksia ( yang terjadi pada obstruksi ostium). Sel bersilia dapat hilang atau rusak akibat polutan pernafasan, trauma pembedahan dan penyakit sinus kronik. Perubahan dari komposisi mukus dapat terjadi pada pasien dehidrasi atau cyctic fibrosis. Produksi mukus dari sel goblet dapat meningkat akibat dari iritan pernafasan, polutan, alergen serta udara dingin. Serta peningkatan viskositas dari mukus. Hal ini dapat mengurangi efektivitas pembersihan silia dan menjadikan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Patofisiologi sinusitis juga dapat terdiri dari 4 tahap yaitu : 1. infeksi virus 2. obstruksi ostium 3. infeksi bakteri 4. irreversibel/kronik

DIAGNOSIS Sinusitis sering didahului dengan adanya rinitis. Gejala yang sering

timbul pada keduanya dapat berupa sumbatan hidung dan kehilangan daya penciuman. Rinosinusitis adalah suatu proses inflamasi yang melibatkan satu atau lebih sinus paranasalis yang biasanya terjadi setelah infeksi saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus atau reaksi alergi. Pasien dengan rinosinusitis akan memberikan gejala yang bervariasi. Gejala-gejala yang berhubungan dengan rinosinusitis diklasifikasikan menjadi gejala yang termasuk ke dalam kriteria mayor dan kriteria minor. Hal ini diharapkan dapat mempermudah para klinisi dalam mendiagnosa pasien. Yang termasuk ke dalam kriteria mayor diantaranya adalah terdapatnya sekret yang purulen, nyeri kepala, facial pain atau facial pressure, hidung tersumbat, berkurang penciuman, dan demam untuk

rinosinusitis akut. Sedangkan yang termasuk ke dalam kriteria minor antara lain halitosis (bau mulut), demam, kelemahan tubuh, sakit kepala, sakit gigi, rasa penuh di telinga (clicking noises), nyeri telinga, batuk, dan gelisah (pada anakanak)

11

Sakit kepala merupakan salah satu gejala yang sering dikeluhkan oleh penderita. Keterlibatan sinus cenderung melibatkan nyeri pada lokasi berikut : Maksilaris : wajah depan ( pipi ) dengan penyebaran ke gigi, orbita dan regio malar Etmoidalis : interokular dengan penyebaran ke lokasi sinus frontalis Frontalis : dahi, interokular dan daerah temporal Sfenoidalis : retro-orbita, menyebar ke arah verteks dan kadang ke daerah mastoid

Klasifikasi rhinosinusitis pada dewasa

History, Klasifikasi Durasi examination Special notes

Akut

Up to four weeks The presence of two Fever or facial pain/pressure or more Major signs does not constitute a and symptoms; one suggestive history in the Major and two or absence of other nasal signs

more Minor signs or and symptoms. Consider symptoms; or nasal acute bacterial rhinosinusitis purulence on examination* if symptoms worsen after five days, if symptoms persist for 10 days or with symptoms out of proportion to those typically associated with viral infection. Subacute Four to <12 weeks Recurrent Four or more Same Same Complete resolution after effective medical therapy. --

12

acute

episodes per year with each episode of at least seven days' duration; absence of intervening signs and symptoms

Chronic

12 weeks or more

Same

Facial pain/pressure does not constitute a suggestive history in the absence of other nasal signs and symptoms.

*--See Table 2 for listing of Major and Minor signs and symptoms. Adapted with permission from Lanza D, Kennedy DW. Adult rhinosinusitis defined. Otolaryngol Head Neck Surg 1997;117(3 pt 2):S1-7. Table 1. Classification of Adult Rhinosinusitis Diambil dari Adult Rhinosinusitis Diagnosis and Management - January 1, 2001 American Family Physician

PEMERIKSAAN Penegakkan diagnosa rinosinusitis dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya antara lain adalah : Inspeksi Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerahmerahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis

13

ethmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah terbentuk abses. Palpasi Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksilla. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius. Transiluminasi Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, banya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar dalam sinus maksila, akan tempak terang pada pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto Rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila. Pemeriksaan Radiologik Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dapat dilakukan pemeriksaan radiologi. Posisi yang rutin dipakai adalah posisi Waters (untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan ethmoid), P-A (untuk menilai sinus frontal), dan posisi lateral (untuk menilai sinus frontal, sfenoid, dan ethmoid) Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT scan. Sinoskopi Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina. Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakan ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.

14

DIAGNOSIS BANDING Rinitis atrofi, karsinoma hidung, dan benda asing di rongga hidung .

PENATALAKSANAAN Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat penyembuhan; 2) mencegah komplikasi; 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin, seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat dieberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang . Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk negatif gram dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat juga diberikan jika diperlukan, seperti analgetik untuk menghilangkan nyeri; mukolitik untuk mengencerkan sekret, meningkatkan kerja silia, dan merangsang pemecahan fibrin; steroid oral/topikal antara lain beklometason, flunisolid, dan triamsinolon, kadang diperlukan untuk mengurangi edema didaerah komplek osteomeatal, terutama bila dicetuskan oleh alergi. Pencucian rongga hidung dengan NaCl untuk membantu pemindahan sekret kental dari sinus ke rongga hidung. Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat . Tindakan operasi Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi dari

15

intranasal ke ekstranasal. Pada sinusitis frontal dilakukan secara intranasal atau ekstranasal (operasi Killian). Drainase sinus sfenoid dilakukan secara intranasal . Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur .

KOMPLIKASI Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat menjadi sinus kavernosus. Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur disekitarnya, dengan demikian kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata kelateral. Dalam sinus sfenoid, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi. Gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa :

16

Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi. Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan .

PROGNOSIS Dengan penanganan yang adekuat, prognosis baik.

17

ANALISA KASUS
Anamnesis Berdasarkan anamnesis didapatkan, pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan hidung terasa tersumbat, disertai nyeri pada pipi kiri. Hal tersebut dikarenakan terjadinya inflamasi pada mukosa sinus paranasal. OS merasakan hidung terasa penuh oleh ingus dan terkadang seperti tertelan ingus. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul, ini merupakan nyeri alih dari peradangan sinus yang terkena, pada kasus ini pasien mengalami peradangan pada sinus maksila. OS pernah mengeluh sakit gigi yang merupakan salah satu pencetus sinusitis maksilaris.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan mukosa cavum nasi dextra hiperemis, konka inferior dan media hipertrofi, dan terlihat sekret pada meatus media. Pada pemeriksaan orofaring Terlihat sekret yang turun ke tenggorokan (post-nasal drip)

Pengelolaan dan Terapi a. Pemberian antibiotik Clindamycin obat pilihan untuk bakteri anaerob berguna untuk mengatasi invasi kuman yang terjadi pada sinus maksilaris b. Pemberian Metil prednisolon berguna sebagai anti inflamasi c. Pemberian Pseudoefedrin HCl berguna untuk meredakan gejala pilek yang diderita oleh pasien d. Pemberian ambroxol untuk mengencerkan sekret, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan fibrin.

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Soepardi E., Iskandar N., Telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2004. 2. Adams G., Boies L., Higler P. Buku ajar penyakit THT. Edisi keenam. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta, 1997. 3. Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC. 4. Mansjoer, A, Triyanti ,K. 2000. Sinusitis Akut. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI. 5. http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview

19

Anda mungkin juga menyukai