Anda di halaman 1dari 13

PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP DI ABAD KE-21

Makalah Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pengantar Pendidikan yang dibina oleh Ibu Herawati Susilo dan Ibu Mimien Hieni Irawati

Oleh M. Faidullah Muhlisi (110341421562) Maria Anita I.A. (110341421573) Windy Rosyadah M. (110341421561)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI September 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai perubahan dunia di abad 21 yang sangat luar biasa dan terus muncul mengiringi waktu ini. Perubahan tersebut meliputi dalam sektor etnis, organisasi, ekonomi, pendidikan, politik, budaya, industri, gaya hidup, pola makan dan lain sebagainya. Berbagai sektor di atas yang akan mengalami perubahan, tentunya akan ada cara untuk menghadapinya. Salah satu contoh bahwa adanya perubahan ini adalah masalah pendidikan di masa depan untuk menghadapi abad 21. Dalam membangun sektor pendidikan, pencapaian tujuan akhir yang sempurna dan final tentunya selalu berkembang. Hal ini terjadi karena konteks pendidikan selalu dinamik, berubah dan tidak pernah konstan, sesuai dengan perubahan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlebih-lebih dalam era informasi seperti saat ini, keterbukaan di hampir semua aspek dan sistem kehidupan manusia tidak dapat dicegah lagi oleh kekuatan apapun. Hal ini membawa dampak pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan. Arus globalisasi yang ditopang oleh teknologi menyebabkan arus informasi begitu cepat dan tidak terbendung. Orang-orang lebih memilih sesuatu yang instan dan tidak mau repot untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. Contoh dari arus informasi yang tidak terbendung yakni adanya internet. Internet dapat dijumpai dimana-mana meskipun didaerah terpencil, asalkan tempat tersebut adanya sumber listrik. Internet dapat mengakses semua bidang, mulai dari budaya/ tradisi, makanan, norma, bahasa, ilmu pengetahuan, sarana komunikasi dan lain sebagainya. Di bidang budaya, banyak orang di Indonesia yang telah hilang budaya asli mereka. Mereka memilih menggunakan budaya asing dari pada budaya sendiri sehingga tercabutnya akar-akar budaya mereka. Akibat dari lebih memilih budaya asing yakni punahnya budaya tersebut dan hilangnya rasa nasionalisme. Padahal apabila mereka tetap

menggunakan budaya asli mereka sendiri dan turut serta dalam pameran budaya, mungkin budaya mereka akan terkenal. Sedangkan manusia abad 21 memerlukan kemampuan untuk berkomunikasi efektif di dalam berbagai media dengan berbagai pendengar. Dengan memberikan sejumlah pilihan komunikasi misalnya laporan tercetak, dokumen elektronik, majalah artikel, buku, e-book, web, multimedia presentasi dan lain sebagainya. Dan yang menjadi keharusan manusia abad 21, semua orang harus mampu menguasai komputer dasar sampai kepada suatu tingkat yang lebih tinggi untuk kelancaran digital dan mampu meggunakan berbagai perangkat (software) berbasis komputer untuk melaksanakan tugas hidup sehari-hari. Di abad 21 ini, banyak pekerjaan dan permasalahan hidup menuntut keterampilan berfikir tingkat tinggi, terkait dengan hal ini menjadi hal yang mustahil hanya mengandalkan pembelajaran disekolah serta dituntut menjadi pebelajar yang mendiri. Begitu pula parameter kualitas pendidikannya, baik dilihat dari segi pembelajaran, pemprosesan, maupun hasil selalu berubah dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, kualitas pendidikan nasional secara terus-menerus perlu ditingkatkan melalui sebuah pembaharuan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada para guru agar dari sektor pendidikan itu kita mampu mempersiapkan generasi penerus yang memiliki unggulan kompetitif dalam menjawab dan memecahkan tantangan masa depan bangsa. Keberhasilan bangsa ini menghadapi tantangan masa depan abad 21 sangat tergantung pada keberhasilan memperbaiki dan memperbaharui pembangunan sektor pendidikan saat ini. Dengan kata lain, sistem pendidikan nasional selalu menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan secara terarah dan berkesinambungan agar dapat ditingkatkan kinerjanya dalam pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi serta manajemen pendidikan. Lembaga pendidikan dalam mewujudkan layanan pendidikan yang berkualitas harus mampu mengelola sistem yang ada di lembaganya dengan baik, yaitu dengan mewujudkan produktivitas pendidikan yang berkualitas. Pihak lembaga harus mampu mengembangkan sikap dan prilaku kerja para personilnya. Hal ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa lembaga pendidikan dituntut untuk mampu menata dan memberdayakan seluruh sumber daya yang ada dalam sistem pengelolaan yang efektif dan efisien, sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah: 1. Apa saja kecakapan hidup yang dibutuhkan di abad ke-21? 2. Bagaimana pengaplikasian pendidikan kecakapan hidup di abad ke-21? 1.3 Tujuan: Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah: 1. Mendeskripsikan kecapakan hidup yang dibutuhkan di abad ke-21 2. Mendeskripsikan pengaplikasian pendidikan kecapakan hidup di abad ke-21.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kecakapan hidup yang dibutuhkan di abad ke-21 1. Digital Age Literacy-Todays Basics, meliputi a. Basic, Scientific, and Technological Literacies yang diterjemahkan sebagai kemampuan untuk membaca secara kritis, menulis secara persuasif, berpikir dan bernalar secara logis, dan memecahkan permasalahan kompleks dalam matematika dan Sains (Susilo, 2011). b. Visual and Information Literacy yang diterjemahkan sebagai keterampilan visualisasi untuk mendecipher, menginterpretasi, mendeteksi pola, dan berkomunikasi dengan menggunakan gambar (imagery). Literasi informasi meliputi bagaimana mengases informasi secara efisien dan efektif,

mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten, dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif. (Susilo, 2011) c. Cultural Literacy and Global Awareness yang diterjemahkan sebagai mengetahui, memahami, dan menghargai budaya yang dimiliki orang lain termasuk norma yang berlaku dalam masyarakat (Susilo, 2011) 2. Inventive Thinking-Intellectual Capital, meliputi a. Adaptability Managing Complexity and Self-Direction yang diterjemahkan sebagai keterampilan mengidentifikasi dan bereaksi secara mandiri terhadap kondisi yang selalu berubah, mampu menganalisis kondisi yang muncul, mengidentifikasi keterampilan baru yang diperlukan untuk menghadapi kondisi tersebut, dan secara mandiri juga mampu merespons perubahan yang terjadi, dengan mempertimbangkan saling keterkaitan dan ketergantungan yang ada dalam sistem (Susilo, 2011) b. Curiosity, Creativity and Risk-Taking, yang diterjemahkan sebagai keterampilan untuk ingin tahu mengenai sesuatu dan bagaimana cara kerjanya.

Rasa ingin tahu menggerakkan kegiatan mau belajar sepanjang hayat. Ada hubungan antara pengalaman di lingkungan yang kompleks dan perubahan struktur otak, belajar itu mengatur dan mengatur kembali struktur otak. Kemauan mengambil risiko juga penting, memungkinkan adanya loncatan penemuan dan belajar. (Susilo, 2011) c. Higher Order Thinking and Sound Reasoning yang diterjemahkan sebagai berpikir secara kreatif, membuat keputusan, memecahkan masalah, melihat sesuatu dengan mata otak, mengetahui bagaimana caranya belajar dan bernalar. Kemampuan menalar memungkinkan siswa merancang, mendesain,

melaksanakan, dan mengevaluasi pemecahan masalah-suatu proses yang seringkali akan lebih efisien dan efektif bila menggunakan alat-alat teknologi. (Susilo, 2011) 3. Interactive Communication-Social and Personal Skills, meliputi a. Teaming and Collaboration yang diterjemahkan sebagai keterampilan bekerjasama dalam tim untuk mengerjakan tugas yang kompleks secara efisien, efektif, dan cepat. Dalam hal ini termasuk keterampilan memanfaatkan teknologi informasi untuk berkolaborasi, seperti dengan e-mail, fax, voice mail, konferensi audio dan video, chatting, shared document, dan kerja virtual. (Susilo, 2011) b. Personal and Social Responsibility yang diterjemahkan sebagai keterampilan untuk bertanggungjawab dalam mengaplikasikan Sains dan teknologi dalam masyarakat dengan memperhatikan etika dan nilai yang berkembang dalam masyarakat (Susilo, 2011). c. Interactive Communication yang diterjemahkan sebagai keterampilan berkomunikasi dengan menggunakan teknologi. Hal ini meliputi komunikasi seorang dengan orang lain melalui e-mail, atau interaksi kelompok dalam dunia maya (virtual learning space), dan interaksi melalui simulasi dan model (Susilo, 2011).

4. Quality, State-of-the Art Results, meliputi a. Prioritizing, Planning, and Managing for Results yang diterjemahkan sebagai keterampilan merancang, mengelola, dan mengantisipasi sesuatu yang terjadi secara bersamaan. Hal ini berarti tidak hanya berkonsentrasi bagaimana meraih tujuan utama projek atau mengupayakan hasil projek, tetapi juga memiliki fleksibilitas dan kreativitas untuk mengantisipasi hasil yang tidak diharapkan. (Susilo, 2011) b. Effective Use of Real-World Tools yang diterjemahan sebagai menggunakan alat digital untuk membantu diri sendiri memecahkan masalah, yang tergantung juga dengan keterampilan berkomunikasi dalam jejaring sosial. Hal ini meliputi juga keterampilan memilih alat untuk menyelesaikan tugas dan menerapkannya dalam situasi dunia nyata sedemikian sehingga menambahkan nilai yang penting berupa peningkatan kolaborasi, pengembangan kreativitas, penyusunan model, persiapan publikasi, dan kinerja kreatif lainnya. Ada tiga pengetahuan menurut Doug Henton yang penting untuk kemajuan ekonomi saat sekarang yaitu: Know-what, Know-how, dan Know-who (tahu apa, tahu bagaimana, dan tahu siapa) (Susilo, 2011). c. High Qualiy Results with Real-World Application yang diterjemahkan sebagai keterampilan membangun suatu produk autentik dengan menggunakan suatu alat- dapat berupa istana pasir, program komputer, dokumen, grafik, bangunan konstruksi dengan LEGO, atau hasil komposisi musik. Pengalaman semacam ini memberikan wawasan mendalam bagi siswa ke dalam pengetahuan yang dipelajari maupun alat yang dipakai. Selain keterampilan yang diuraikan di atas, secara ringkas, Partnership for 21st Century Skills merumuskan keterampilan abad 21 menjadi tiga keterampilan umum, yaitu 1) keterampilan terkait informasi dan komunikasi; 2).keterampilan berpikir dan memecahkan masalah; dan 3).keterampilan interpersonal dan keterampilan mengatur diri sendiri (Susilo, 2011).

2.2 Pengimplementasian Pendidikan Kecakapan Hidup Pengenalan terhadap kecakapan hidup yang terdapat pada abad ke-21 bukan hanya sekedar untuk diketahui tetapi juga diimplementasikan dalam kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Pengembangan kecakapan hidup ini dalam bidang pendidikan dapat dilakan dalam berbagai model. Kesatu, dengan mengintegrasikan pada setiap mata pelajaran. Pengimplementasian secara integratif pendidikan kecakapan hidup melekat dan terpadu dalam programprogram kurikuler, kurikulum yang ada, dan atau mata pelajaran yang ada. Berbagai program kurikuler dan mata pelajaran yang ada seharusnya bermuatan atau berisi kecakapan hidup sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri (Supari, 2012). Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengimplementasia pendidikan kecapakan hidup secara terintegrati ini yaitu : Prinsif pelakasanaan pengembagan dan penekanan program . Dalam pengimplementasiannya sangat penting untuk memasukkan 4 pilar pendidikan yang disarankan oleh UNESCO. Keempat pilar tersebut meliputi bagaiman seseorang belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar menjadi diri sendiri dan belajar untuk hidup bersama. Untuk mencapai upaya tersebut maka sistem activitas belajar harus dirubah dari TCL (Teacher Centered Learning) ke aktifitas SCL (Student Centre Learning). Melalui metode ini siswa dituntut untuk lebih aktif dalam belajar melalui diskusi kelompok, pemecahan masalah, analisa, perbandingan dengan fakta lapangan, di samping itu perlu juga diperhatikan prinsip sebagai berikut; pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup tidak mengubah system pendidikan yang berlaku, tidak mengubah kurikulum yang berlaku, belajar kontekstual dengan sebagai wahana pendidikan dan

menggunakan potensi lingkungan sekitar

mengarah kepada tercapainya hidup sehat dan berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan serta memliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak (Supari, 2012).

Pengimplementasian pendidikan kecakapan hidup secara integari seperti ini juga teteap harus memperhatikan aspek psikologis dan aspek fisiologis para peserta didik. Hal ini penting karena tingakat psikologis dan tingkat fisiologis pada berbagai jenjang pendidikan berbeda. Pada Jenjang TK/SD/SMP lebih menekankan kepada kecakapan hidup umum (generic skill), yaitu mencakup aspek kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social skill) dua kecakapan ini merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung pada jenjang ini (Supari, 2012). Kedua kecakapan ini penekanannya kepada pembentukan akhlak sebagai dasar pembentukan nilai-nilai dasar kebajikan (basic goodness), seperti ; kejujuran, kebajikan, kepatuhan, keadilan, etos kerja, kepahlawanan, menjaga kebersihan , serta kemampuan bersosialisasi. Untuk jenjang SMA lebih ditekankan pada kecapan akademik (academic skill), yaitu kemampuan berpikir yang lebih diarahkan kepada kemampuan bersikap ilmiah, kritis, objekti dan transparan sehingga mempunyai kecakapan dalam hal ; menidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan suatu fenomena tertentu perlu

merumuskan hipotesis dan melaksanakan penelitian. Kemampuan ini

dimiliki pada jenjang SMA karena mereka diproyeksikan untuk melanjutklan ke Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk jenjang SMK penekan kecakapan hidup ditekankan kepada kecakapan kejuruan (vocational skill) karena mereka dipersiapkan untuk terjun langsung dilapangan yang sesuai dengan spesifikasi keahlian yang diajarkannya (Supari, 2012). Dari penekanan program ini terlihat bahwa untuk jenjang SD, SMP dan SMA lebih condong kepada penekanan kecapan yang sifatnya soft skill yang meningkat kadarnya sesuai dengan peningkatan jenjang pendidikan , tapi bukan berarti untuk tingkatan ini tidak layak untuk menekuni bidang kejuruan

(vocational) dan yang perlu diperhatikan mengintegrasikan aspek kecakapan hidup dalam topik materi tidak boleh dipaksakan (Supari, 2012). Artinya jika suatu topik pelajaran hanya dapat mengembangkan satu aspek kecakapan hidup maka hanya satu aspek tersebut yang dikembangkan dan tidak perlu dipaksakan mengkaitkan aspek yang lainnya, namun jika ada topik pelajaran yang dapat

menumbuhkan beberapa aspek kecakapan hidup maka pengembangan aspek kecakapan hidup perlu dioptimalkan pada topik tersebut seperti yang tersaji dalam tabel pilihan kecakapan hidup di atas. Artinya peran guru dalam mengembangkan kecakapan hidup memiliki porsi yang sangat besar dalam menentukan keberhasilannya terutama kreativitas dalam melakukan reorientasi pembelajaran (Supari, 2012). Model pendidikan kecakapan hidup seperti ini pada dunia pendidikan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Peran seluruh tenaga pendidik di sekolah sangat besar artinya bagi tercapainya metode ini. Baik kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidik yang terkait dengan kurikulum dan sebagainya harus mampu menyiasati dan menjabarkan kurikulum, mengelola pembelajaran, dan mengembangkan penilaian. Ini berarti, mereka harus kreatif, penuh inisiatif, dan kaya gagasan. Keuntungannya, model ini relatif murah, tidak membutuhkan ongkos mahal, dan tidak menambah beban sekolah terutama kepala sekolah, guru, dan peserta didik (Supari, 2012). Kedua, melalui kegiatan ekstrakurikuler. Output pendididkan akan lebih berhasil apabila selama proses pembelajaran siswa dilibatkan langsung secara nyata dengan permasalahan yang terjadi di lingkungannya, begitu juga dengan tujuan pencapaian pendidikan kecakapan hidup perlu ada action langsung siswa terhadap lingkungan nyata di lapangan (Supari, 2012). Untuk memenuhi harapan tersebut kegiatan ekstrakurikuler merupakan wadah yang tepat, selain dapat menutupi kekurangan dari pelaksanaan kurikuler yang banyak disorot lebih menitikberatkan kepada unsur kognitif juga siswa dapat langsung

mengimplementasikan teori-teori dan prinsip tentang kecakapan hidup dalam kehidupan nyata. Dalam forum ini juga siswa dapat menanyakan apa saja dapat

tentang materi yang sedang dibahas, sementara guru, instruktur

memberikan materi secara utuh tanpa harus mengintegrasikan pada pelajaran tertentu (Supari, 2012). Kegiatan ektrakurikuler yang berpotensi bisa dimasukan

dalam pendidikan kecakapn hidup antara lain : OSIS, pramuka, kesenian, PMR, KIR dan pencinta alam. Ketiga Sistem dikrit. Melalui model ini pelaksanaannya dapat berupa pengembangan program kecakapan hidup yang dikemas dan disajikan secara khusus kepada peserta didik. Penyajiannya dilakukan dengan mengintegrasikan paket-paket diklat pravokasional dan program kecakapan vokasional bagi siswa SD, SMP, SMA baik dilaksanakan di lingkungan sekolah, BLK maupun di SMK yang telah dikembangkan menjadi comunity college (Parjono (2002) dalam Supari (2012)). Model ini membutuhkan persiapan yang matang, ongkos yang relatif besar, dan kesiapan sekolah yang baik. Selain itu, model ini memerlukan perencanaan yang baik agar tidak salah penerapan. Meskipun demikian, model ini dapat digunakan membentuk kecakapan hidup peserta didik secara komprehensif dan leluasa (Supari, 2012).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Perkembangan pola pikir dan teknologi menuntut manusia untuk menambah kecakapan hidup, khususnya di abad ke-21. Kecakapan hidup yang dibutuhkan di abad ke-21 adalah mampu berpikir kritis, analitis, kreatif, mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik, serta mampu menggunakan berbagai media elektronik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Kecakapan hidup di abad ke-21 dapat diimplementasikan pada proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan, melalui ekstrakulikuler, dan melalui sistem dikrit.

3.2 Saran Bagi guru yang ingin mengembangkan soft skill para siswanya, selalu sisipkan berbagai kecakapan hidup di abad ke-21 pada setiap kegiatan belajar mengajar agar siswa tidak hanya mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat, tapi juga mampu mengimplementasikan berbagai kecakapan hidup di abad ke-21.

DAFTAR RUJUKAN Supari, Dino. 2012. Pendidikan Kecakapan Hidup Konsep dan Implementasi dalam Proses Pembelajaran. (online), (http://denisopari.files.wordpress.com/2012/03/artikel-lif-skill.doc), diakses tanggal 4 September 2012 Susilo, Herawati. 2011. Blended Learning untuk Menyiapkan Siswa Belajar di Abad 21. Makalah disajikan pada seminar nasional 2011 Pengembangan Pembelajaran Berbasis Blended Learning Universitas Negeri Malang, Malang, .Dalam scribd, (online), (http ://www.scribd.com/doc/73445705/Blended-LearningUntuk-Menyiapkan-Siswa-Hidup-Di-Abad-21#download), diakses tanggal 4 September 2012.

Anda mungkin juga menyukai