Perihal Shalat Berjama'Ah
Perihal Shalat Berjama'Ah
Isinya meliputi:
Umar bin Khaththab r.a. menulis surat …. “Sesungguhnya urusanmu yang paling
penting disisiku adalah shalat, barangsiapa yang menjaganya maka ia telah menjaga
dirinya dan barangsiapa menyia-nyiakan maka ia akan lebih menyia-nyiakan amalan
yang lain, tak ada keuntungan sedikitpun dalam Islam bagi seorang yang telah
meninggalkan shalat”1.
Telah diriwayatkan oleh Nabi saw, beliau bersabda “Shalat adalah tiang agama”.
Tidakkah engkau tahu sesungguhnya tenda akan roboh bila tiangnya telah roboh, tidak
bermanfaat bila hanya dengan tali, tidak pula dengan pasak. Maka demikian itu pula
(kedudukan) shalat dalam Islam2.
Al Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., ia berkata: Kaum muslimin tatkala
di Madinah berkumpul dan hanya memperkirakan waktunya shalat tiba, tidak
1
Kitab Shalat dan hukum meninggalkannya, Ibnu Qayyim al Jauziyah hal 403-404
2
Kitabus Shalat, oleh Imam Ahmad bin Hanbal hal 356
______________________________________________________________________________________
Date Created: 1/18/2009
1 of 7
menggunakan panggilan. Pada suatu hari mereka memperbincangkannya, sebagian
kemudian ada yang berkata: “Gunakan saja lonceng seperti halnya orang Nashrani”,
sebagian yang lain berkata: “Gunakan saja terompet seperti terompetnya orang Yahudi”.
Kemudian Umar berkata: “kenapa tidak kalian suruh saja seorang untuk menyerukan
datangnya waktu shalat?”. Kemudian Rasulullah bersabda: “Wahai Bilal berdirilah dan
serukan waktu tibanya shalat”3.
Ibnu Mas’ud berkata: “Siapa yang ingin bertemu Allah sebagai seorang muslim
harus menjaga benar-benar shalat pada waktunya ketika terdengar suara adzan. Maka
sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada Nabi saw. beberapa kelakuan hidayah
(sunanulhuda) dan menjaga shalat itu termasuk dari sunanulhuda. Andaikata kamu
shalat di rumah sebagai kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu
meninggalkan sunnah Nabimu, dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu pasti kamu
tersesat. Tidak ada balasan bagi orang yang mengambil air wudhu dan
menyempurnakannya kemudian menuju masjid melainkan Allah akan menuliskannya
kebaikan bagi setiap langkahnya dan derajatnya diangkat serta dosanya terhapus. Telah
kita ketahui tidak ada orang yang meninggalkan sholat berjama’ah (dengan sengaja
tanpa adanya udzur/ halangan sesuai syari’at) kecuali hanya orang-orang munafik yang
telah diketahui kemunafikannya dan sungguh dahulu ada seseorang (yang sakit) yang
dipapah oleh dua orang (untuk berangkat ke masjid) hingga di diberdirikan dibarisan
shaf”5.
Pada ayat diatas Allah mewajibkan shalat berjamaah bagi kaum muslimin dalam
keadaan perang. Bagaimana bila dalam keadaan damai?!. Telah disebutkan diatas bahwa
"..dan hendaklah datang segolongan kedua yang belum shalat, lalu bershalatlah
bersamamu.". Ini adalah dalil bahwa shalat berjamaah adalah fardhu 'ain, bukan fardu
kifayah, ataupun sunnah. Jika hukumnya fardhu kifayah, pastilah gugur kewajiban
berjamaah bagi kelompok kedua karena penunaian kelompok pertama. Dan jika
hukumnya adalah sunnah, pastilah alasan yang paling utama adalah karena takut.
Dan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Seorang sahabat yang
bernama Abdullah bin Ummu Maktum r.a. (yang buta matanya) datang kepada Nabi saw,
ia berkata: "Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang penuntun yang kurang patuh
kepadaku, sedang sepanjang jalan antara rumahku sampai masjid terdapat banyak
pepohonan dan semak berduri. Apakah aku diijinkan shalat di rumahku?” Maka Nabi
saw. ganti bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan, wahai Abdullah?” Abdullah
menjawab, “Saya mendengar, ya Rasulullah!” “Kalau begitu sambutlah panggilan Allah
untuk shalat di masjid,” Jawab Nabi saw.8
Pada suatu hari seusai mengimami shalat Ashar, Umar bin Khatab r.a.,
menanyakan kabar sahabat yang tidak hadir berjama’ah. Seorang sahabat melaporkan,
“Kabarnya dia sakit, ya Amirul Mukminin!”. Maka Umar r.a. menjenguk ke rumahnya.
Setibanya di rumah segera mengetuk pintu. Dari dalam terdengar pertanyaan, “Siapa
yang mengetuk pintu?” Dari luar Umar r.a. menjawab, “Umar bin Khatab”. Mengetahui
yang datang Amirul Mukminin maka ia segera membuka pintu. Sejurus ketika kedua
mata Umar r.a. menatap kedua mata sahabat tersebut maka Umar segera menegur,
“Kenapa engkau tidak shalat berjama’ah bersama kami, padahal Allah Ta’ala telah
memanggilmu dari atas langit ketujuh Hayya ‘alash shalaah akan tetapi kamu tidak
menyahutnya! Sedangkan panggilan Umar sempat membuatmu gelisah dan ketakutan!”9
8
[Pesona Akhlak Rasulullah saw., hal.51]
9
[Pesona Akhlak Rasulullah saw., hal.52]
______________________________________________________________________________________
Date Created: 1/18/2009
3 of 7
“Barangsiapa mendengar seruan muadzin dan tak ada udzur yang
menghalanginya, sahabat bertanya”Apakah udzur itu?” Rasulullah menjawab: “Rasa
takut dan sakit, maka shalat yang ia kerjakan tak diterima”10
Landasan pendapat ini adalah riwayat Abu Hurairah, Nabi saw bersabda:
“Apabila shalat telah ditegakkan, janganlah kamu mendatanginya dengan berlari,
datangilah ia dengan berjalan dan tenang , apa yang kamu dapatkan, maka shalatlah, dan
apa yang kamu luput darinya, maka sempurnakanlah”17
• Kalau ma’mum itu seorang diri disebelah kanan imam, dan kalau dua orang
keatas dibelakang imam.
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: “Nabi saw. (pernah) berdiri shalat maghrib,
kemudian aku datang, lalu aku berdiri di sebelah kirinya, lalu Nabi melarang aku, dan ia
menjadikan aku di sebelah kanannya. Kemudian seorang kawanku dating, lalu Nabi
mengatur shaf kami di belakangnya, lalu ia shalat bersama kami, dalam satu pakaian
yang diselempangkan dua ujungnya”19 . Tambahan, bahwa jarak antara imam dan
makmum yang disebelah kanannya tidak lebih dari besar telapak kaki dan ada yang
selisih hanya sedikit sekali mundurnya makmum terhadap imam.
• Letak imam persis di tengah shaf dan yang dekat imam ialah orang yang sudah
baligh dan pandai.
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Letakkan imam itu di
tengah dan tutuplah celah-celah (shaf)”20
Dan dari Abu Mas’ud Al Ansharie, ia berkata: “Adalah Rasulullah saw. meraba
bahu-bahu kami di (waktu hendak) shalat, dan sambil bersabda: “Luruskanlah dan
jangan berselisih, karena akibat hatimu akan berselisih. Hendaklah orang-orang yang
sudah baligh dan pandai di antara kamu, dekat aku; kemudian orang-orang yang
mengiringi mereka; kemudian orang-orang yang mengiringi mereka”21
16
Hasyim Ibnu Abidin 2/59
17
Shahih Muslim 1/420 no. 602
18
Imam Abu Daud dalam sunannya
19
HR. Ahmad
20
HR. Abu Daud
21
HR. Ahmad, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah
______________________________________________________________________________________
Date Created: 1/18/2009
5 of 7
• Letak anak-anak dan perempuan berpisah dari orang dewasa.
Dari Abdurrahman bin Ghunm, dari Abu Malik Al Asy’arie, dari Rasulullah saw.,
“Sesungguhnya ia (pernah) mempersamakan antara empat rakaat dalam bacaan dan
berdiri; dan menjadikan rakaat pertama adalah yang lebih panjang, agar orang-orang
bisa menyusul (mengikuti jama’ah); dan menempatkan orang-orang dewasa di depan
anak-anak, dan anak-anak di belakang mereka; dan perempuan di belakang anak-
anak”22.
Jadi jelaslah bahwa sebenarnya orang dewasa utamanya adalah Shaf depan,
sedang anak-anak adalah setelah shaf orang dewasa (bila tidak sendiri) dan yang terakhir
untuk perempuan yang lebih utamanya adalah shaf paling akhir/ belakang.
8. Mengenai Imam
Sebaik-baik imam shalat adalah yang terbaik di antara manusia. Dari Abdullah bin
Umar r.a., Nabi saw. bersabda: “Jadikanlah imam olehmu, orang-orang yang terpilih di
antara kamu, karena mereka adalah perantara kamu dengan Allah”.
Mengenai urutannya adalah yang lebih mahir membaca al Qur’an, kemudian yang
lebih mengerti tentang sunnah, kemudian yang lebih awal masuk Islam, kemudian yang
lebih tua umurnya. Ibnu Mas’ud Al Anshari r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw
bersabda: “Orang yang mengimami kamu hendaklah orang yang lebih pandai membaca
kitab Al-Qur’an. Maka jika sama di antara mereka, pilihlah yang paling pandai tentang
sunnah (hadits). Kalau dari segi sunnah juga sama, maka dahulukan orang yang paling
dahulu hijrahnya dan kalau dari segi hijrah juga sama, maka dilihat dari segi siapa yang
dewasa usianya. Janganlah seorang kalian menjadi imam bagi orang lain di lingkungan
kekuasaannya dan jangan pula duduk di hamparan rumah orang lain kecuali dengan
ijinnya”23.
10. Penutup
Selebihnya saya kembalikan kepada Allah Swt. segala kebenaran ilmu dan segala
kekurangan adalah dari saya pribadi sebagai manusia, semoga bermanfaat dan
menjadikan amal kita menjadi amal sholeh yaitu amal yang benar (sesuai ilmu yang
bersumberkan kepada Al Qur’an dan As Sunnah) dan ikhlas dalam mengamalkannya,
serta berusaha menghidupkan sunnah Nabi Muhammad saw. sebagai rujukan kita dalam
beribadah. Insya Allah.
24
HR. An Nasaa’I dan Thabrani [Fiqih Shalat, hal. 114]
25
HR. Ahmad dari Ibnu Umar dan Umu Salamah [Fiqih Shalat, hal. 114]
______________________________________________________________________________________
Date Created: 1/18/2009
7 of 7