Anda di halaman 1dari 9

HADITS-HADITS DHA'IF DAN MAUDHU' YANG BANYAK BEREDAR PADA BULAN RAMADHAN Oleh: Al-Ustadz Abdul Hakim bin

Amir Abdat http://almanhaj.or.id/content/3141/slash/0 HADITS PERTAMA : TENTANG GANJARAN ORANG YANG MELAKSANAKAN IBADAH PUASA DAN SHALAT TARAWIH "Dari Nadhir bin Syaibn, ia mengatakan, 'Aku pernah bertemu dengan Abu Salamah bin Abdurrahman rahimahullah, aku mengatakan kepadanya, 'Ceritakanlah kepadaku sebuah hadits yang pernah engkau dengar dari bapakmu (maksudnya Abdurraman bin 'Auf Radhiyallahu 'anhu) tentang Ramadhn.' Ia mengatakan, 'Ya, bapakku (maksudnya Abdurraman bin 'Auf Radhiyallahu 'anhu) pernah menceritakan kepadaku bahwa Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut bulan Ramadhn lalu bersabda, 'Bulan yang Allh Azza wa Jalla telah wajibkan atas kalian puasanya dan aku menyunahkan buat kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa yang berpuasa dan melaksanakan shalat malam dengan dasar iman dan mengharapkan ganjaran dari Allh Azza wa Jalla, niscaya dia akan keluar dari dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibunya". [HR Ibnu Mjah, no. 1328 dan Ibnu Khuzaimah, no. 2201 lewar jalur periwayatan Nadhr bin Syaibn] Sanad hadits ini lemah, karena Nadhr bin Syaibn itu layyinul hadts (orang yang haditsnya lemah), sebagaimana dikatakan oleh al-Hfizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitab Taqrb beliau rahimahullah. Ibnu Khuzaimah rahimahullah juga telah menilai hadits ini lemah dan beliau rahimahullah mengatakan bahwa hadits yang sah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Hadits yang beliau rahimahullah maksudkan yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhri dan Muslim dan ulama hadits lainnya lewat jalur Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang shalat (qiym Ramadhn atau Tarawih) dengan dasar iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosanya yang telah lalu". Juga ada sabda Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits shahih riwayat Bukhri dan Muslim, yaitu : "Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji dan tidak jima' juga tidak fasiq, niscaya dia akan kembali seperti hari dia dilahirkan oleh sang ibu" [HR. Bukhri dan Muslim] HADITS KEDUA : TENTANG PUASA ITU SETENGAH DARI KESEHATAN ... "Puasa itu setengah kesabaran dan kesucian itu setengahnya iman".

Dhaif. Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3519 dalam Kitab ad-D'awt, juga diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnad beliau rahimahullah (4/260 dan 5/363) lewat jalur periwayatan Juraisy an-Nahdy dari seorang laki-laki bani (suku) Sulaim. Sanad hadits ini dha'if, karena Juraisy bin Kulaib ini adalah seorang yang majhl (tidak dikenal), sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Madini rahimahullah (lihat, Tahdzbut Tahdzb, 2/78 karya Ibnu Hajar rahimahullah). Hadits dhaif lainnya yang senada yaitu : , "Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan, "Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Segala sesuatu itu ada zakatnya. Zakat badan adalah puasa. Puasa itu separuh kesabaran." [HR. Ibnu Mjah, no. 1745 lewat jalur Musa bin Ubaidah dari Jumhn dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu] Sanad hadits ini lemah, karena Musa bin Ubaidah dinilai haditsnya lemah oleh sekelompok ulama ahli hadits, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tahdzb, 10/318-320. Beliau ini seorang yang shalih dan ahli ibadah, akan tetapi lemah dalam periwayatan hadits. Al-Hfizh dalam kitab Taqrbnya mengatakan, "Dha'if." Hadits yang sah tentang hal ini adalah riwayat yang menjelaskan bahwa Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada seorang lelaki dari suku Bahilah dalam hadits yang panjang, dalam hadits yang panjang tesrbut terdapat kalimat : "Berpuasalah pada bulan kesabaran yaitu Ramadhn". [HR Imam Ahmad dengan sanad yang shahih] Hadits yang lain yaitu hadits yang diriwayatkan lewat jalur Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang bulan Ramadhn : "bulan kesabaran (Ramadhan)". Dikeluarkan oleh Imam Ahmad rahimahullah (2/263, 384 dan 513), juga dikeluarkan oleh Imam Nasa'i rahimahullah (3/218-219). Dan hadits lain lewat jalur periwayatan a'rabiyn sebagaimana dalam Majma'uz Zawid (3/196) oleh al Haitsami rahimahullah. HADITS KETIGA : TENTANG RAMADHAN DIBAGI TIGA ) : ( "Awal bulan Ramadhn itu adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka". [HR Ibnu Abi Dunya, Ibnu Askir, Dailami dan lain-lain lewat jalur periwayatan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu]

Hadits ini sangat lemah. Silahkan lihat kitab Dha'if Jmi'is Shagr, no. 2134 dan Faidhul Qadr, no. 2815 Hadits lemah yang senada dengan hadits diatas yaitu : : : ... ... "Dari Salmn al-Frisi Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan, "Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah dihadapan kami pada hari terakhir bulan Sya'bn. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Wahai manusia, sungguh bulan yang agung dan penuh barakah akan datang menaungi kalian, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allh Subhanahu wa Ta'ala menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang beribadah pada bulan tersebut dengan satu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang menunaikan satu kewajiban pada bulan itu, maka sama dengan menunaikan tujuh puluh ibadah wajib pada bulan yang lain. Itulah bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga .... Itulah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka .....". [HR Ibnu Khuzaimah, no. 1887 dan lain-lain] Sanad hadits ini dha'f (lemah), karena ada seorang perawi yang bernama Ali bin Zaid bin Jud'n. Orang ini seorang perawi yang lemah sebagaiamana diterangkan oleh Imam Ahmad rahimahullah, Yahya rahimahullah, Bukhri rahimahullah, Dru Quthni rahimahullah, Abu Htim rahimahullah dan lain-lain. Ibnu Khuzaimah rahimahullah sendiri mengatakan, "Aku tidak menjadikannya sebagai hujjah karena hafalannya jelek." Imam Abu Hatim rahimahullah mengatakan, "Hadits ini mungkar." Silahkan lihat kitab Silsilah ad-Dha'fah Wal Maudh'ah, no. 871, at-Targhb wat Tarhb, 2/94 dan Miznul I'tidl, 3/127. HADITS KEEMPAT : TENTANG TIDUR DAN DIAMNYA ORANG YANG BERPUASA "Orang yang berpuasa itu tetap dalam kondisi beribadah meskipun dia tidur di atas kasurnya". [HR Tamm] Sanad hadits ini dha'if, karena dalam sanadnya terdapat Yahya bin Abdullah bin Zujj dan Muhammad bin Hrn bin Muhammad bin Bakar bin Hill. Kedua orang ini tidak ditemukan keterangan tentang jati diri mereka dalam kitab Jarh wat Ta'dil (yaitu kitab-kitab yang berisi keterangan tentang cela atau cacat ataupun pujian terhadap para rawi). Ditambah lagi, dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Hsyim bin Abu Hurairah al Himshi. Dia seorang perawi yang majhl (tidak diketahui keadaan dirinya), sebagaimana dijelaskan oleh adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitab beliau rahimahullah Miznul I'tidl. Imam Uqaili rahimahullah mengatakan, "Orang ini haditsnya mungkar." Ada juga hadits lain yang semakna dengan hadits diatas yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Dailami rahimahullah dalam kitab Musnad Firdaus lewat jalur Ans bin Mlik Radhiyallahu 'anhu dengan lafazh :

"Orang yang berpuasa itu tetap dalam ibadah meskipun dia tidur di atas kasurnya". Sanad hadits ini maudh' (palsu), karena ada seorang perawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Sahl. Orang ini termasuk pemalsu hadits, sebagaimana diterangkan oleh Imam adzDzahabi dalam kitab ad-Dhu'afa. Silahkan, lihat kitab Silsilah ad-Dha'fah wal Maudh'ah, no. 653 dan kitab Faidhul Qadr, no. 5125 Ada juga hadits lain yang semakna : "Tidurnya orang yang sedang berpuasa itu ibadah, diamnya merupakan tasbih, amal perbuatannya (akan dibalas) dengan berlipatganda, doa'nya mustajab dan dosanya diampuni". [(Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Syu'abul Imn dan lain-lain dari jalur periwayatan Abdullah bin Abi Aufa.] Sanad hadits ini maudh', karena dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Sulaiman bin Amr an-Nakha'i, seorang pendusta. [Lihat, Faidhul Qadr, no. 9293, Silsilatud Dha'ifah, no. 4696] HAITS KELIMA : TENTANG DO'A BUKA PUASA - - : "Dari Ibnu Abbs Radhiyallahu 'anhu, beliau Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila hendak berbuka, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan : "Wahai Allh! UntukMu kami berpuasa dan dengan rizki dari Mu kami berbuka. Ya Allh ! Terimalah amalan kami ! Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Diriwayatkan oleh Daru Quthni t dalam kitab Sunan beliau rahimahullah, Ibnu Sunni dalam kitab 'Amalul Yaumi wal Lailah, no. 473 dan Thabrani t dalam kitab al-Mu'jamul Kabr] Sanad hadits ini sangat lemah (dha'fun jiddan), karena : Pertama : Ada seorang rawi yang bernama Abdul Mlik bin Hrun bin 'Antarah. Orang ini adalah sseorang rawi yang sangat lemah. - Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, "Abdul Mlik itu dha'if." - Imam Yahya rahimahullah, "Dia seorang pendusta (kadzdzb)." - Sementara Ibnu Hibbn rahimahullah mengatakan, "Dia seorang pemalsu hadits." - Imam Sa'di mengatakan, "Dajjl (pendusta)." - Imam Dzahabi rahimahullah, 'Dia tertuduh sebagai pemalsu hadits." - Ibnu Hatim mengatakan, "Matrk (orang yang riwayatnya ditinggalkan oleh para Ulama)." Kedua : Dalam sanad hadits ini terdapat juga orang tua dari Abdul Mlik yaitu Hrun bin 'Antarah. Dia ini seorang rawi yang diperselisihkan oleh para Ulama ahli hadits. Imam Daru Quthni rahimahullah menilainya lemah, sedangkan Ibni Hibbn rahimahullah telang mengatakan, "Mungkarul hadts (orang yang haditsnya diingkari), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya."

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, Ibnu Hajar rahimahullah, al Haitsami rahimahullah dan Syaikh al-Albni rahimahullah dan lain-lain. Silahkan para pembaca melihat kitab-kitab ; Miznul I'tidal (2/666), Majma'uz Zaw'id (3/156 oleh Imam Haitsami rahimahullah), Zdul Ma'd dalam kitab Shiym oleh Imam Ibnul Qayyim t dan Irw'ul Ghall (4/36-39 oleh Syaikh al-Albni rahimahullah) Hadits dhaif lainnya tentang do'a berbuka yaitu : n : "Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, beliau Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila berbuka, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan : "Dengan nama Allh, Ya Allh karenaMu aku berpuasa dan dengan rizki dari Mu aku berbuka". Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani rahimahullah dalam kitab al-Mu'jamus Shagr, hlm. 189 dan al-Mu'jam Ausath. Sanad hadits ini lemah (dha'f), karena Pertama : Dalam sanad hadits ini terdapat Ismail bin Amar al Bajali. Dia adalah seorang rawi yang lemah. Imam Dzahabi rahimahullah mengatakan dalam kitab adhDhu'fa, "Bukan hanya satu orang saja yang melememahkannya." Imam Ibnu 'Adi rahimahullah mengatakan, "Orang ini sering membawakan hadits-hadits yang tidak boleh diikuti." Imam Ibnu Htim rahimahullah mengatakan, "Orang ini lemah." Kedua : Dalam sanadnya terdapat Dwud bin az-Zibriqn. Syaikh al-Albni rahimahullah mengatakan, "Orang ini lebih jelek daripada Ismail bin Amr al bajali." Sementara itu, Imam Abu Dwud rahimahullah, Abu Zur'ah rahimahullah dan Ibnu Hajar rahimahullah memasukkan orang ini ke golongan matrk (orang yang riwayatnya ditinggalkan oleh para Ulama ahli hadits). Imam Ibnu 'Adi mengatakan, "Biasanya apa yang diriwayatkan oleh orang ini tidak boleh diikuti." (lihat, Miznul I'tidl, 2/7) Hadits Thabrani rahimahullah ini pernah dibawakan oleh Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam risalah puasa, namun beliau tidak mengomentari derajatnya. Masih tentang do'a berbuka, ada hadits dha'if lainnya yang senada yaitu : - - "Dari Mu'adz bin Zuhrah, telah sampai kepadanya bahwa Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila hendak berbuka, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan :

"Ya Allh karenaMu aku berpuasa dan dengan rizki dari Mu aku berbuka". Hadits ini dha'if l(lemah). Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dwud, no. 2358, al-Baihaqi, 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Sunni. Lafazh hadits ini sama dengan hadits sebelumnya, hanya beda dalam kalimat awalnya. Hadits ini lemah karena ada dua illah (penyebab) : Pertama : Mursal [1]. Karena Mu'adz bin Zuhrah, seorang tabi'in bukan shahabat Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kedua : Juga karena Mu'adz bin Zuhrah ini seorang rawi yang majhl, tidak ada yang meriwayatkan hadits darinya selain Hushain bin Abdurrahman. Sementara Ibnu Abi Htim rahimahullah dalam kitab beliau rahimahullah Jarh Wa Ta'dil tidak menerangkan tentang celaan maupun pujian untuknya. Sebatas yang saya ketahui, tidak ada satu riwayatpun yang sah tentang do'a berbuka puasa kecuali riwayat dibawah ini : "Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, adalah Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berbuka puasa, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan : "Dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah dan pahala atau ganjaran tetap ada insya Allh" Hadits ini hasan riwayat Abu Dwud, no. 2357; Nas'i, 1/66; Daru Quthni, ia mengatakan, "Sanad hadits ini hasan."; al Hkim, 1/422 dan Baihaqi, 4/239. Syaikh al-Albni rahimahullah sepakat dengan penilai Daru Quthni terhadap hadits ini. Sebatas yang saya ketahui, semua rawi (orang-orang yang meriwayatkan) hadits ini adalah tsiqah (terpercaya) kecuali Husain bin Wqid. Dia seorang rawi yang tsiqah namun memiliki sedikit kelemahan , sehingga tepatlah kalau sanad hadits ini dinilai hasan. HADITS KEENAM : TENTANG KEUTAMAAN I'TIKAF "Barangsiapa yang beri'tikaf pada sepuluh hari (terakhir) bulan Ramadhn, maka dia seperti telah menunaikan haji dan umrah dua kali". Diriwayatkan oleh al-Baihaqi rahimahullah dalam kitab beliau Syu'abul Imn dari Husain bin Ali bin Thlib Radhiyallahu 'anhuma. hadits ini Maudh'. Syaikh al-Albni rahimahullah dalam kitab beliau Dha'if Jami'ish Shaghiir, no. 5460, mengatakan ,"Maudh.' Kemudian beliau rahimahullah menjelaskan penyebab kepalsuan hadits ini dalam kitab beliau rahimahullah Silsilah ad-Dha'ifah, no. 518 Hadits dha'if lain yang hampir senada yaitu : "Barangsiapa yang beri'tikaf atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala, maka dia diampuni dosanya yang telah lewat".

Hadits dha'if riwayat Dailami rahimahullah dalam Musnad Firdaus. Al-Munwi rahimahullah, dalam kitab beliau Faidhul Qadr, syarah Ja'mi' Shaghr (6/74, no. 8480) mengatakan, "Dalam hadits ini terdapat rawi yang tidak aku ketahui." HADITS KETUJUH : TENTANG BERANDAI-ANDAI RAMADHAN SEPANJANG TAHUN ) ( "Sekiranya manusia mengetahui apa yang ada pada buan Ramadhn, niscaya semua umatku berharap agar Ramadhn itu sepanjang tahun". Maudhu'. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullah, no. 1886 lewat jalur periwayatan Jarr bin Ayyb al Bajali, dari asy-Sya'bi dari Nfi' bin Burdah, dari Abu Mas'ud al-Ghifari- ia mengatakan, "Suatu hari, aku mendengar Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda , "(lalu beliau menyebutkan hadits diatas). Imam Ibnul Jauzi rahimahullah membawakan hadits di atas dalam kitab beliau rahimahullah alMaudh't, 2/189 lewat jalur periwayatan Jarr bin Ayyb al Bajali dari Sya'bi dari Nfi' bin Burdah dan Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu . kemudian beliau rahimahullah mengatakan, "Hadits ini maudh' (palsu) dipalsukan atas nama Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Orang yang tertuduh telah memalsukan hadits ini adalah Jarr bin Ayyb. Yahya rahimahullah mengatakan, 'Orang-orang ini tidak ada apa-apanya (laisa bi syai-in).' Fadhl bin Dukain rahimahullah mengatakan, 'Dia termasuk orang yang biasa memalsukan hadits.' An-Nasa'i dan Daru Quthni rahimahullah mengatakan, 'Matrk (orang yang haditsnya tidak dianggap).'" Imam Syaukani rahimahullah dalam kitab al-Faw-idul Majm'ah Fil Ahdtsil Maudh'ah, no. 254 mengomentari hadits diatas, "Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la rahimahullah lewat jalur Abdullah bin Mas'd Radhiyallahu 'anhu secara marfuu. Hadits ini maudh (palsu). Kerusakannya ada pada Jarr bin Ayyb dan susunan lafazhnya merupakan susunan yang bisa dinilai oleh akal bahwa itu adalah hadits palsu.' HADITS KEDELAPAN : TENTANG RAMADHAN BULAN TERBAIK BAGI KAUM MUSLIMIN "Tidak ada bulan yang datang kepada kaum Muslimin yang lebih baik daripada Ramadhn . dan tidak datang kepada kaum Munafiqin bulan yang lebih buruk daripada bulan Ramadhn". Hadits ini dha'if. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah (2/330, Fathurrabbani, 9/231-232), Ibnu Khuzaimah, no. 1884 dan lain-lainnya. Semua riwayat ini melalui jalur periwayatan Katsr bin Zaid rahimahullah dari Amr bin Tamim dari bapaknya dari Abu Hurairah secara marfu' Al-Haitsami rahimahullah dalam kitabnya Majma'uz Zawid, 3/140-141 mengatakan, "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dan Thabrani rahimahullah dalam kitabnya alAusath dari Tamm dan aku tidak menemukan riwayat hidup Tamm." Maksudnya Tamm (bapaknya Amr) seorang perawi yang majhl.

Dalam kitab Miznul I'tidl, 3/249, adz Dzahabi rahimahullah mengatakan, "Amr bin Tamim dari bapaknya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu tentang keutamaan bulan Ramadhn. Dan dari Amr, hadits ini diriwayatkan oleh Katsr bin Zaid. Tentang Amr bin Tamim, Imam Bukhri rahimahullah mengatakan, 'Haditsnya perlu diteliti (Fi hadtsihi nazhar)." Ini adalah salah satu istilah Imam Bukhri dalam mengkritik dan menerangkan cacat perawi yang sangat halus akan tetapi makna dan maksudnya dalam sekali. Apabila Imam Bukhri mengatakan, "Fiihi nazhar atau fi haditsihi nazhar, maka perawi itu derajatnya lemah atau bahkan sangat lemah. " HADITS KESEMBILAN : TENTANG MENGQADHA PUASA RAMADHAN DENGAN CARA BERTURUT-TURUT "Barangsiapa yang memiliki tanggungan shaum (puasa) Ramadhn, maka hendaknya dia mengqadha'nya dengan cara berturut-turut dan tidak diputus-putus (selang-seling)". Hadits ini dha'if. Hadits ini diriwayatkan oleh Daru Quthni rahimahullah dalam sunannya, 2/191192 dan al-Baihaqi dalam sunan beliau, 2/259 lewat jalur Abdurrahman bin Ibrahim al Qsh dari 'Al bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah (ia mengatakan), Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : (seperti hadits diatas). Sanad hadits ini dha'if (lemah), karena Abdurrahman bin Ibrahim al Qsh adalah seorang rawi yang dha'if (lemah). Ad-Daaru Quthni rahimahullah mengatakan, "Abdurrahman bin Ibrahim al Qsh adalah dha'ful hadts (orang yang haditsnya lemah)." Al Hfizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitabnya Talkhishul Habr ,2/260, no. 920 mengatakan, "Ibnu Abil Htim rahimahullah telah menerangkan bahwa bapaknya yaitu Abu Htim telah mengingkari hadits ini karena ada Abdurrahman." Al-Baihaqi rahimahullah mengatakan, "Dia (Abdurrahman bin Ibrahim al Qsh) telah dinilai lemah oleh Ibnu Ma'in rahimahullah, Nasa'i rahimahullah dan Daru Quthni rahimahullah." Adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitab Miznul I'tidl, 2/545, "Diantara hadits-hadits mungkarnya adalah .. (kemudian beliau rahimahullah membawakan hadits di atas) Ada juga hadits dha'if lainnya yang bertentangan dengan hadits dha'if di atas yaitu : - - : "Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, beliau Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda tentang qadha' Ramadhn, 'Jika ia mau, dia bisa mengqadha'nya dengan dipisah-pisah (selang-seling) dan jika dia mau, dia juga bisa mengqadha'nya secara beturut-turut (tanpa diselang-seling)". Hadits ini dha'if. Hadits ini diriwayatkan oleh Daru Quthni rahimahullah, 2/193 lewat jalur periwayatan Sufyn bin Bisyr, ia mengatakan, 'Kami telah diberitahu oleh Ali bin Mishar dari Ubaidullah bin Umar dari Nfi' dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, dia mengatakan : (seperti hadits di atas) Sebatas yang saya ketahui, sanad hadits ini dha'if karena Sufyaan bin Bisyr adalah seorang perawi yang majhl, sebagaimana telah ditegaskan oleh Syaikh al-Albni rahimahullah, karena

beliau rahimahullah tidak mendapatkan riwayat hidupnya. Kemudian syaikh al-Albni rahimahullah mengatakan, "Ringkasnya, tidak ada satu pun hadits marfu' yang sah yang menerangkan (mengqadha' shaum Ramadhn) dengan selang-seling dan tidak juga berturutturut. Pendapat yang lebih dekat (kepada kebenaran) ialah boleh mengqadha' dengan cara keduanya, sebagaimana pendapat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. [Lihat Irw'ul Ghall, 4/97] Demikianlah beberapa contoh hadits dha'if bahkan sebagiannya maudhu' yang banyak beredar dan sering diulang-ulang penyampaiannya diatas mimbar pada bulan Ramadhn. Semoga naskah singkat ini bisa menjadi pengingat bagi kita untuk tidak lagi menjadikan hadits-hadits diatas sebagai hujjah dalam beramal. Cukuplah bagi kita dengan mengikuti hadits-hadits shahih atau hadits-hadits yang layak dijadikan sebagai hujjah. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita untuk mengikuti Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan cara mengamalkan hadits-hadits yang tsabit dari Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197] Footnote [1]. Hadits mursal yaitu hadits yang diriwayatkan langsung dari rasulullah n oleh tabi'in tanpa perantara shahabat

Anda mungkin juga menyukai