Anda di halaman 1dari 19

Puasa Ramadhan

Hukumnya
Hukum puasa Ramadhan adalah wajib sebagaimana dijelaskan oleh al Qur'an dan hadis
serta ijmak ulama.
Firman Allah Swt.:
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬ ْ ُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬
َ ِ‫وا ُكت‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS: Al-Baqarah: 183).
Firman Allah Swt.:
ُ َ‫ان فَ َمن َش ِه َد ِمن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬
ِ َ‫ت ِّمنَ ْالهُدَى َو ْالفُرْ ق‬ ‫ضانَ الَّ ِذ َ ُأ‬
ُ‫ص ْمه‬ ِ َّ‫نز َل فِي ِه ْالقُرْ آنُ هُدًى لِّلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ ِ ‫ي‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
Artinya: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-
Baqarah: 185).
Adapun hadis yang menerangkan kewajiban puasa adalah sabda Nabi Saw.:
ْ
ِ ‫ضانَ َو َحجِّ البَ ْي‬
‫ت‬ َ ‫صوْ ِم َر َم‬ َ ‫صاَل ِة َوِإيتَا ِء ال َّز َكا ِة َو‬ َّ ‫س َشهَا َد ِة َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا ِ َوِإقَ ِام ال‬ ٍ ‫بُنِ َي اِإْل ْساَل ُم َعلَى َخ ْم‬
Artinya: “Islam didirikan atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat dan puasa
Ramadhan serta menunaikan ibadah haji.”1
Dalam hadis Thalhah bin Ubaidillah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw.:
‫ضانَ ِإاَّل َأ ْن تَطَ َّو َع‬ َ ‫صيَ ِام قَا َل َشه َْر َر َم‬ ِّ ‫ي ِم ْن ال‬ َ ‫ُول هَّللا ِ َأ ْخبِرْ نِي بِ َما فَ َر‬
َّ َ‫ض هَّللا ُ َعل‬ َ ‫يَا َرس‬
Artinya: “Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang puasa yang diwajibkan Allah
kepadaku!” Beliau menjawab: “Puasa bulan Ramadhan”. Lelaki itu bertanya lagi: “Apa ada
yang lain?”. Beliau menjawab: “Tidak, kecuali engkau ingin berpuasa sunah”.2
Seluruh umat Islam sudah bersepakat (ijmak) mengenai kewajiban puasa Ramadhan.
Puasa tersebut termasuk dari rukun Islam yang sudah pasti (ma'lûm minaddîn bi adh-dharûrah),3
dan orang yang mengingkarinya adalah kafir dan dianggap keluar dari Islam.
Puasa Ramadhan mulai diwajibkan adalah pada tanggal 2 Sya’ban tahun kedua Hijriyah.

1
Bukhari dengan makna yang sama, Kitâbu al-Maghâziy, Bab Utusan Abdul Qais (5/213), Kitâbu al-Imân,
Bab Menunaikan Lima Perkara dari Iman (1/20, 21); Kitâbu al-'Ilm, Bab Pesan Nabi Saw. Kepada Utusan Abdul
Qais untuk Senantiasa Menjaga Iman (1/32); Muslim, Kitâbu al-Imân, Bab Penjelasan Mengenai Rukun-rukun
Islam dan Pondasinya yang Agung, no. (21, 22) (1/45); Tirmidzi, Kitâbu al-Imân, Bab Penyandaran Kewajiban
Kepada Iman, no. (2614); Nasai, Kitâbu al-Imân, Bab Menunaikan Lima Perkara, no. (5034)
2
Bukhari, Kitâbu al-Imân, Bab Zakat Termasuk dari Islam (1/18); Kitâbu ash-Shaum, Bab Wajibnya Puasa
Ramadhan (3/30, 31); Muslim, Kitâbu al-Imân, Bab Shalat yang Merupakan Salah Satu dari Rukun Islam, no. (8)
(1/40); Abu Daud, Kitâbu ash-Shalâh, Bab Kewajiban Shalat, no. (391) (1/272); Nasai, Kitâbu ash-Shaum, Bab
Kewajiban Puasa, no. (2090) (4/120), Muwattha’, Kitâbu Qashri ash-Shalâh fî as-Safar, Bab Anjuran Melaksanakan
Shalat, no. (94) (1/ 175); Diriwayatkan oleh imam Syafii dalam kitab “Risâlah” paragraf ke 344, yang di-tahqîq oleh
Ahmad Muhammad Syakir.
3
Sudah diketahui bersama di kalangan orang awam dan para ulama.
Ancaman bagi yang Tidak Berpuasa di Bulan Ramadhan
1. Dari Ibnu Abbas Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:
‫ك َوا ِحدَة ِم ْنه َُّن فَه َُو بِهَا َكافِ ٌر َحاَل ُل ال َّد ِم ؛ َشهَا َدةُ َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللا‬َ ‫ َم ْن ت ََر‬, ‫ َعلَ ْي ِه َّن ُأسُسُ ْاإِل ْسالَ ِم‬, ‫ع َُرى ْاإِل ْساَل ُم َو قَ َوا ِع ُد ال ِّديِ ْن ثَاَل ثَة‬
َ‫ضان‬
َ ‫صوْ ُم َر َم‬َ ‫ َو‬, ُ‫صاَل ةُ ْال َم ْكتُوْ بَة‬َّ ‫ َو ال‬,
Artinya: “Wilayah Islam dan sendi agama itu ada tiga, ketiganya termasuk pondasi
Islam. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari ketiganya, maka dia telah kafir dan darahnya
halal. Ketiga hal itu adalah; bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, shalat-shalat wajib
dan puasa Ramadhan.”4 (HR. Abu Ya’la, Dailami dan dishahihkan oleh Imam adz-Dzahabi).
2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:
َ ‫ َوِإ ْن‬, ُ‫صيَا ُم ال َّد ْه ِر ُكلُّه‬
ُ‫صا َمه‬ ِ ُ‫ض َع ْنه‬ِ ‫صهَا هَّللا ُ لَهُ لَ ْم يَ ْق‬ َ ‫ضانَ فِي َغي ِْر ر ُْخ‬
َ ‫ص ٍة َر َّخ‬ َ ‫َم ْن َأ ْفطَ َر يَوْ ًما ِم ْن َر َم‬
Artinya: “Barangsiapa yang tidak puasa sehari pada bulan bulan Ramadhan selain
keringanan yang diberikan oleh Allah kepadanya, maka niscaya dia tidak akan dapat
menggantinya dengan puasa setahun penuh, sekalipun dilakukannya.” 5 (HR. Daud, Ibnu Majah
dan Tirmidzi).
Imam Bukhari berkata: “Ada juga riwayat dari Abu Hurairah secara marfû’ yang menyebutkan:
َ ‫صيَا ُم ال َّد ْه ِر َوِإ ْن‬
ُ‫صا َمه‬ ِ ‫ض ِه‬ ِ ‫ض لَ ْم يَ ْق‬ٍ ‫ضانَ ِم ْن َغي ِْر ع ُْذ ٍر َواَل َم َر‬ َ ‫َم ْن َأ ْفطَ َر يَوْ ًما ِم ْن َر َم‬
Artinya: “Barangsiapa yang tidak berpuasa sehari dalam bulan Ramadhan tanpa
adanya udzur dan sakit, maka niscaya dia tidak dapat menggantinya dengan puasa setahun
penuh, walaupun dilakukan.”6
Ibnu Mas’ud juga berkata dengan lafal seperti itu. Adz-Dzahabi berkata: “Bagi kaum mukmin
ada sebuah ketentuan bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa adanya sakit
adalah perbuatan yang lebih hina daripada pezina dan pemabuk. Bahkan keislamannya diragukan
dan dianggap bahwa dia termasuk orang zindik dan telah keluar dari agama.

Orang yang Diwajibkan Berpuasa


Para ulama sepakat bahwa puasa diwajibkan kepada setiap orang muslim yang berakal,
baligh, sehat, mukim dan perempuan yang bersih dari darah haidh dan nifas.

4
Kitab Majma’ az-Zawâ'id karangan Haitsami (1/47, 48); Dia berkata: “Diriwayatkan oleh Abu Ya’la
dengan sempurna, dan diriwayatkan oleh Imam Thabari dalam kitab “al-Kabîr” dengan menggunakan lafal: ‫بُنِ َي‬
‫س‬ٍ ‫ اِإل ِساَل ُم َعلَى خَ ْم‬. Hanya saja dia hanya menyebutkan tiga hal itu. Dia tidak menyebutkan perkataan Ibnu Abbas yang
mauqûf dan sanadnya hasan. Dalam kitab “Targhîb wa Tarhîb” karang al-Mundziri (1/382), diriwayatkan oleh Abu
Ya’la, dan sanadnya hasan. Diriwayatkan oleh Said bin Zaid saudara Hammad bin Zaid dari Amr bin Malik an-
َ ُ‫ َواَل يُ ْقبَلْ ِم ْنه‬, ‫احدَة فَه َُو ِباهلل كَافِ ٌر‬
Nakri dari Abu Jauza’ dan Ibnu Abbas marfû’. Dia berkata: ‫صرْ فٌ اَل َع ْد ٌل َوقَ ْد َح َّل‬ ِ ‫َم ْن تَرَكَ ِم ْنهُنَّ َو‬
ُ‫ " َد ُّمه‬. Ibnu Hajar menguatkan hal itu dalam kitab “Mathâlib al-‘Aliyah”, no. (2863) (3/55), karangan Abu Ya’la.
Dia berkata: “Hammad berkata: 'Aku tidak tahu kecuali dia telah me-rafa’-nya kepada Nabi Saw.'”. Juga disebutkan
dalam kitab “ad-Durrul Mansyûd” karang Imam Suyuthi (1/298); Hadis itu dikeluarkan oleh Abu Ya’la dari Ibmu
Abba secara marfû’, dan hadis itu dha'îf. Lihat, Tamâmul Minnah.
5
Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab Tidak Puasa dengan Sengaja, no. (723) (3/92); Abu Daud, Kitâbu ash-
Shaum, Bab Ancaman Berat bagi Orang yang Tidak Berpuasa dengan Sengaja, no. (2396, 2397) (2/788, 789); Ibnu
Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Kafarat Orang yang Meninggalkan Puasa Sehari Pada Bulan Ramadhan, no. (1672)
(1/535); Ad-Darimi, Kitâbu ash-Shaum, Bab Orang yang Tidak Puasa Sehari dalam Bulan Ramadhan dengan
sengaja (2/10); Ahmad dalam musnad-nya (2/458, 470); Dan itu dha'îf. Lihat, Tamâmul Minnah (396)
6
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Jika Seseorang Bersetubuh Pada Siang Bulan Ramadhan (3/41)
Puasa tidak wajib bagi orang kafir, orang gila, anak kecil, orang sakit, orang yang sedang
bepergian, perempuan yang haidh, perempuan yang nifas, orang yang sudah tua renta,
perempuan yang sedang hamil dan perempuan yang sedang menyusui. Sebagian dari mereka ada
yang tidak diwajibkan berpuasa secara mutlak, seperti orang kafir dan orang gila. Sebagian lagi
ada yang diminta dari walinya untuk menyuruhnya berpuasa. Ada yang wajib tidak berpuasa tapi
wajib menggantinya di hari yang lain. Sebagian yang lain diperbolehkan tidak berpuasa, akan
tetapi wajib membayar fidyah. Di bawah ini adalah penjelasan masing-masing dari mereka.

Orang yang Diberi Keringanan Tidak Berpuasa dan Wajib Mengqadhanya


Orang sakit yang masih diharapkan kesembuhannya dan orang yang sedang bepergian
boleh berbuka (tidak puasa). Akan tetapi keduanya wajib mengqadhanya di lain hari. Allah Swt.
berfirman:
‫َو َمن َكانَ َم ِريضًا َأوْ َعلَى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِّم ْن َأي ٍَّام ُأ َخ َر‬
Artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.”
(QS. Baqarah: 185).
Imam Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi meriwayatkan hadis dengan sanad shahih dari
hadis Mu’adz, dia berkata: “Sesungguhnya Allah Swt. mewajibkan puasa atas Nabi, lantas Allah
menurunkan ayat:
َ ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ُك ْم‬ َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬ ْ ُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬
َ ِ‫وا ُكت‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.” Sampai firman-Nya:
‫ط َعا ُم ِم ْس ِكي ٍن‬ َ ٌ‫َو َعلَى الَّ ِذينَ ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَة‬
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin”. (QS. Baqarah: 183- 184).
Barangsiapa yang ingin berpuasa, dia boleh berpuasa, dan yang ingin berbuka (tidak
puasa), maka wajib menggantinya dengan memberi makan seorang miskin. Hal itu sudah
mencukupinya. Allah Swt. menurunkan ayat yang lain:
ُ َ‫ت ِّمنَ ْالهُدَى َو ْالفُرْ قَا ِن فَ َمن َش ِه َد ِمن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬ ‫ضانَ الَّ ِذ َ ُأ‬
َُ‫ص ْمه‬ ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ِ َّ‫نز َل فِي ِه ْالقُرْ آنُ هُدًى لِّلن‬ ِ ‫ي‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
Artinya: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-
Qur'an.” Sampai dengan firman-Nya: “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu”. (QS. Baqarah:
185).
Dalam ayat ini Allah Swt. tetap mewajibkan puasa Ramadhan bagi orang yang mukim
dan sehat dan memberi keringanan untuk meninggalkannya bagi orang sakit dan musafir. Juga
menetapkan kewajiban memberi makanan orang miskin bagi orang tua renta yang tidak mampu
menjalankan puasa.7

7
Abu Daud, Kitâbu ash-Shalâh, Bab Cara Adzan, no. (506) (1/347); Ahmad dalam musnad-nya (5/246,
247)
Sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah sakit keras, jika dia berpuasa
sakitnya akan semakin parah atau kesembuhannya akan tertunda.8
Pengarang kitab “al-Mughniy” berkata: “Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa
diperbolehkan tidak berpuasa sebab sakit apapun. Bahkan walau hanya karena jari yang sakit
atau geraham sekalipun. Itu karena keterangan dari keumuman ayat tersebut. Seorang yang
bepergian diperbolehkan berbuka sekalipun dia merasa tidak membutuhkannya. Demikian juga
orang yang sakit”. Ini adalah mazhab Imam Bukhari, Atha’ dan para pengikut mazhab Zhahiri.
Orang sehat yang khawatir akan jatuh sakit sebab menjalankan puasa, maka dia boleh
berbuka, seperti halnya orang yang sudah sakit. Begitu juga orang yang sangat lapar atau haus
sekali hingga dia khawatir akan bahaya pada dirinya, maka dia wajib berbuka sekalipun dia
masih sehat dan bermukim (di negeri itu). Sebagai gantinya dia harus mengqadhanya. Allah Swt.
berfirman:
‫وا َأنفُ َس ُك ْم ِإ َّن هّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬
ْ ُ‫َوالَ تَ ْقتُل‬
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisâ’: 29).
Firman Allah yang lain:
ِ ‫َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِي الد‬
ٍ ‫ِّين ِم ْن َح َر‬
‫ج‬
Artinya: “Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78).
Jika seseorang yang sakit, kemudian dia berpuasa dan sabar menahan penderitaan, maka
puasanya sah. Hanya saja hukumnya makruh. Hal itu dikarenakan dia tidak menerima
keringanan yang disukai oleh Allah Swt. dan bisa jadi dengan puasa akan membahayakan
dirinya.
Sebagian sahabat di masa Rasulullah Saw. ada yang berpuasa, juga ada yang tidak.
Mereka semua sesuai dengan petunjuk Rasulullah Saw.. Hamzah al-Aslami berkata: “Wahai
Rasulullah, aku merasa kuat untuk tetap berpuasa ketika bepergian, salahkah aku?”. Beliau
menjawab:
َ ‫صةٌ ِم ْن هَّللا ِ تعالى فَ َم ْن َأ َخ َذ بِهَا فَ َح َس ٌن َو َم ْن َأ َحبَّ َأ ْن يَصُو َم فَاَل ُجن‬
‫َاح َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ِه َي ر ُْخ‬
Artinya: “Itu adalah keringanan dari Allah Swt.. Barangsiapa yang menerimanya, maka
hal itu adalah baik. Dan barangsiapa yang lebih suka tetap berpuasa, maka tidak ada
salahnya.”9 (HR. Muslim).
Dari Abu Said al-Khudri Ra. dia berkata: “Kami bepergian bersama Rasulullah Saw.
menuju Mekah dalam keadaan berpuasa”. Dia melanjutkan perkataannya: “Maka kami berhenti
di suatu tempat, lantas Rasulullah Saw. bersabda:

8
Itu diketahui dengan pengalaman, atau dengan petunjuk dokter yang tepercaya, atau dengan dugaan yang
sangat kuat.
9
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Memilih antara Puasa dan Tidak Ketika Bepergian, no. (107) (2/790);
Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Perbedaan atas Urwah dalam Hadis Hamzah Mengenai Hal Itu, no. (2303) (4/186,
187); Baihaqi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Keringanan dalam Puasa Ketika Bepergian (4/243)
‫ص¨بِّحُو‬َ ‫¨ال ِإنَّ ُك ْم ُم‬
َ َ‫¨زاًل آخَ¨ َر فَق‬ ِ ‫¨ر ثُ َّم نَ َز ْلنَ¨ا َم ْن‬
َ َ‫ص¨ا َم َو ِمنَّا َم ْن َأ ْفط‬
َ ‫صةً فَ ِمنَّا َم ْن‬َ ‫َت ر ُْخ‬ ْ ِ‫ِإنَّ ُك ْم قَ ْد َدنَوْ تُ ْم ِم ْن َع ُد ِّو ُك ْم َو ْالف‬
ْ ‫ط ُر َأ ْق َوى لَ ُك ْم فَ َكان‬
‫ك فِي‬ َ ¨ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ ْع¨ َد َذل‬ َ ِ ‫ال لَقَ ْد َرَأ ْيتُنَا نَصُو ُم َم َع َرسُو ِل هَّللا‬ َ َ‫َت ع َْز َمةً فََأ ْفطَرْ نَا ثُ َّم ق‬ ْ ‫ط ُر َأ ْق َوى لَ ُك ْم فََأ ْف ِطرُوا َو َكان‬ ْ ِ‫َع ُد ِّو ُك ْم َو ْالف‬
‫ال َّسفَ ِر‬
Artinya: “Sesungguhnya kalian sekarang sudah dekat dengan musuh kalian, berbuka
akan lebih menguatkan diri kalian. Dan itu adalah sebuah keringanan”. Maka di antara kami
ada yang berpuasa, juga ada yang berbuka. Kemudian kami berhenti di tempat yang lain, lantas
beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian esok pagi sudah harus berhadapan dengan musuh
kalian. Berbuka akan lebih menguatkan kalian, maka berbukalah! Dan hal itu adalah
merupakan keharusan”. Maka kami pun berbuka. Kemudian setelah hal itu, kalian melihat kami
berpuasa lagi dalam perjalanan bersama Rasulullah Saw..”10 (HR. Ahmad, Muslim dan Abu
Daud).
Dari Said al-Khudri Ra. dia berkata: “Kami berperang bersama Rasulullah Saw. di bulan
Ramadhan. Di antara kami ada yang berpuasa, juga ada yang tidak berpuasa. Yang berpuasa
tidak menyalahkan yang tidak berpuasa, juga sebaliknya yang tidak berpuasa tidak menyalahkan
yang tetap berpuasa. Kemudian mereka melihat bahwa orang yang merasa masih kuat,
hendaknya dia berpuasa, karena hal itu baik. Mereka juga berpendapat bahwa orang yang merasa
lemah hendaknya berbuka, karena itu juga baik”.11 (HR. Ahmad dan Muslim).
ya tepercaya.

Orang yang Wajib Berbuka Sekaligus Mengqadhanya


Para ahli fikih sepakat bahwa seorang perempuan yang sedang haidh dan nifas wajib
berbuka (tidak puasa), bahkan mereka diharamkan untuk berpuasa. Jika mereka berpuasa, maka
puasanya tidak sah dan bathil. Keduanya harus mengqadha puasa yang ditinggalkannya.
Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim, dari Aisyah, dia berkata: “Kami sedang haidh
pada masa Rasulullah Saw., lantas kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak
diperintah untuk mengqadha shalat”.12

10
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Pahala Orang yang Berbuka dalam Perjalanan, Jika Dia Mempunyai
Tanggungan Pekerjaan, no. (102) (2/789); Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa dalam Perjalanan, no. (2406)
(2/795); Ahmad dalam musnad-nya (3/35)
11
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Bolehnya Puasa dan Tidak Pada Bulan Ramadhan bagi Musafir yang
Bukan Bertujuan Maksiat, no. (96) (2/787); Tirmizi, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Keringanan Puasa Ketika
dalam Perjalanan, no. (713) (3/83); Dia berkata: “Ini adalah hadis hasan shahih”. Ahmad dalam musnad-nya (3/12);
Baihaqi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Orang yang Memilih Berpuasa dalam Perjalanan, Jika Dia Merasa Kuat (4/245)
12
Bukhari dengan lafal yang semakna, Kitâbu al-Haidh, Bab Perempuan yang Haidh Tidak Perlu Mengqada
Shalat (1/88). Muslim, Kitâbu al-Haidh, Bab Kewajiban Mengqada Puasa bagi Perempuan yang Sedang Haidh, Tapi
Tidak Wajib Mengqada Shalat, no. (69) (1/265); Abu Daud, Kitâbu at-Thahârah, Bab Perempuan yang Haidh Tidak
Wajib Mengqada Shalatnya, no. (262, 263) (1/180); Tirmidzi, Kitâbu at-Thahârah, Bab Perempuan yang Haidh,
Bahwasanya Dia Tidak Wajib Mengqada Shalat, no. (130) (1/234); Dia berkata: “Ini adalah hadis hasan shahih”.
Ibnu Majah, Kitâbu at-Thahârah wa Sunanuhâ, Bab Perempuan yang Haidh Tidak Wajib Mengqada Shalat, no.
(631) (1/207); Nasai, Kitâbu al-Haidh wa Istihâdah, Bab Gugurnya Kewajiban Shalat bagi Orang Perempuan yang
Haidh, no. (382) (1/11, 192)
Hari-hari yang Dilarang Berpuasa

Ada beberapa hadis shahih yang menerangkan tentang larangan puasa pada hari-hari
tertentu,13 kami jelaskan sebagaimana berikut:

1. Larangan Puasa Pada Dua Hari Raya


Para ulama sepakat bahwa puasa pada dua hari raya hukumnya haram, baik itu puasa
wajib ataupun sunah karena perkataan Umar Ra.:
‫صوْ ِم ُك ْم َوَأ َّما يَوْ ُم اَأْلضْ َحى فَ ُكلُ¨¨وا ِم ْن‬ ْ ِ‫ط ِر فَف‬
َ ‫ط ُر ُك ْم ِم ْن‬ ْ ِ‫صيَ ِام هَ َذ ْي ِن ْاليَوْ َمي ِْن َأ َّما يَوْ ُم ْالف‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى ع َْن‬
َ ِ ‫ِإ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫لَحْ ِم نُ ُس ِك ُك ْم‬
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang untuk berpuasa pada dua hari raya.
Hari raya Idul Fitri merupakan hari kalian berbuka dari berpuasa14 dan Idul Adha. Maka
makanlah dari hasil kurbanmu.”15 (HR. Ahmad, dan empat Imam yang lain).

2. Larangan Berpuasa Pada Hari-hari Tasyrik.


Tidak boleh berpuasa pada tiga hari setelah hari raya Idul Adha, sebagaimana yang
diriwayatkan Abu Hurairah:
ٍ ¨‫ث َع ْب َد هَّللا ِ ْبنَ ُح َذافَةَ يَطُوفُ فِي ِمنًى َأ ْن اَل تَصُو ُموا هَ ¨ ِذ ِه اَأْليَّا َم فَِإنَّهَ¨¨ا َأيَّا ُم َأ ْك‬
ٍ ْ‫¨ل َو ُش ¨ر‬
‫ب‬ َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ َع‬
‫َو ِذ ْك ِر هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل‬
Artinya: “Rasulullah Saw. mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk berkeliling daerah
Mina guna menyampaikan ungkapan berikut: 'Janganlah kalian berpuasa pada hari-hari ini,
karena hari-hari itu merupakan hari untuk makan, minum dan berdzikir kepada Allah azza wa
jalla'.”16 (HR. Ahmad dengan sanad yang baik).
Thabrani juga meriwayatkan dalam kitab “al-Ausath” dari Ibnu Abbas Ra.:
‫ب َو بِ َعا ٍل‬ ٍ ْ‫ص ْي ُح َأاَل تَصُو ُموا هَ ِذ ِه اَأْليَّا َم فَِإنَّهَا َأيَّا ُم َأ ْك ٍل َو ُشر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأرْ َس َل‬
ِ َ‫صاِئحًا ي‬ َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
Artinya: “Rasulullah Saw. mengutus seseorang untuk menyerukan: 'Janganlah kalian
berpuasa pada hari-hari ini karena hari-hari ini adalah merupakan hari makan, minum dan
kumpulnya suami istri'.”17
Para sahabat Imam Syafii memperbolehkan puasa pada hari-hari tasyrik bagi orang yang
mempunyai sebab seperti nadzar, kafarat atau qadha. Adapun orang yang tidak mempunyai
13
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Idul Fitri dan Idul Adha (3/55); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm,
Bab Larangan Puasa Hari Idul Fitri dan Idul Adha, no. (140-143) (2/799); Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab
Makruhnya Puasa Pada Hari Idul Fitri dan Idul Adha, no. (772) (3/133); Dia berkata: “Hadis ini hasan shahih, dan
para ulama mengamalkannya”. Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Larangan Puasa Pada Hari Idul Fitri dan Idul
Adha, no. (1721) (1/549); Muwattha’, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Idul Fitri, Idul Adha dan Puasa
Sepanjang Tahun, no. (36) (1/300); Ahmad dalam musnad-nya (2/511)
14
Yaitu: puasa Ramadhan.
15
Muslim, Kitâbu ash-Shaum, Bab Larangan Puasa Pada Hari Idul Fitri dan Idul Adha, no. (138) (2/799);
Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Dimakruhkannya Puasa Hari Idul Fitri dan Idul Adha, no. (771) (3/132,
133); Dia berkata: “Ini adalah hadis hasan shahih”. Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Larangan Puasa Pada Hari
Idul Fitri dan Idul Adha, no. (1722) (1/549); Ahmad dalam musnad-nya (1/24)
16
Ahmad, no. (5/75, 76, 224)
17
Riwayat dengan tambahan hari kumpulnya suami istri adalah dha'îf dan munkar. Lihar, Tamâmul Minnah
(402)
sebab tertentu, maka dia tidak diperbolehkan berpuasa, tidak ada perbedaan para ulama dalam
hal ini. Persoalan ini sudah seperti shalat yang mempunyai sebab tertentu yang boleh dikerjakan
di waktu yang sebenarnya dilarang untuk mengerjakan shalat.

3. Larangan Puasa Hari Jumat Saja


Hari Jumat adalah hari raya mingguan umat Islam. Oleh sebab itu Allah melarang berpuasa
di dalamnya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa larangan itu sebatas makruh,18 tidak sampai haram.
Kecuali jika puasa sehari sebelum atau setelah hari Jumat. Atau puasa hari Jumat itu kebetulan
bertepatan dengan hari kebiasaannya untuk berpuasa, atau hari Jumat itu bertepatan dengan hari
Arafah atau Asyura’. Jika seperti itu, puasa di hari Jumat tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari
Abdullah bin Amr:
‫ت اَل‬ ْ َ‫س فَقَ¨¨ال‬ِ ‫ت َأ ْم‬
ِ ‫ص¨ ْم‬ُ ‫صاِئ َمةٌ فِي يَوْ ِم ُج ُم َع¨ ٍة فَقَ¨¨ا َل لَهَ¨¨ا َأ‬
َ ‫ث َو ِه َي‬ ِ ‫ار‬ ِ ‫ت ْال َح‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َدخَ َل َعلَى ج َُوي ِْريَةَ بِ ْن‬ َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫ت اَل قَا َل فََأ ْف ِط ِري ِإ ًذا‬ ْ َ‫قَا َل َأتُ ِري ِدينَ َأ ْن تَصُو ِمي َغدًا فَقَال‬
Artinya: “Rasulullah Saw. masuk ke rumah Juwairiyah binti Harist, sedangkan
Juwairiyah dalam keadaan puasa pada hari Jum’at. Beliau bertanya: 'Apakah kemarin kamu
puasa?'. Dia menjawab: “Tidak”. Beliau bertanya lagi: 'Apakah besok kamu juga ingin
berpuasa?'. Dia menjawab: “Tidak”. Maka beliau bersabda: 'Kalau begitu berbukalah
sekarang'.”19 (HR. Ahmad dan Nasai dengan sanad baik).
Diriwayatkan dari Amir al-Asyari, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Saw.
bersabda:
ُ‫ ِإاَّل َأ ْن تَصُوْ ُموْ ا قَ ْبلَهُ َأوْ بَ ْع َده‬, ُ‫ِإ َّن يَوْ َم ْالجُم َع ِة ِع ْي ُد ُك ْم فَاَل تَصُوْ ُموْ ه‬
Artinya: “Sesungguhnya hari Jumat adalah hari raya kalian, maka janganlah kalian
berpuasa kecuali kalian berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya.” (HR. Bazzar dengan sanad
yang baik).
Ali Ra. berkata: “Barangsiapa di antara kalian yang ingin berpuasa sunah, hendaknya dia
berpuasa hari kamis, tidak hari Jumat. Karena hari Jumat adalah hari makan-minum dan
berdzikir”.20 Diriwayatkan oleh Abu Syaibah dengan sanad baik.
Dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari hadis Jabir Ra. bahwa Nabi
Saw. bersabda:
‫اَل تَصُو ُموا يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة ِإاَّل َوقَ ْبلَهُ يَوْ ٌم َأوْ بَ ْع َدهُ يَوْ ٌم‬
Artinya: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat kecuali dibarengi dengan puasa
sehari sebelumnya atau sesudahnya.”21 Dalam lafal Imam Muslim dikatakan:
‫صوْ ٍم يَصُو ُمهُ َأ َح ُد ُك ْم‬َ ‫صيَ ٍام ِم ْن بَ ْي ِن اَأْلي َِّام ِإاَّل َأ ْن يَ ُكونَ فِي‬
ِ ِ‫اَل ت َْختَصُّ وا لَ ْيلَةَ ْال ُج ُم َع ِة بِقِيَ ٍام ِم ْن بَي ِْن اللَّيَالِي َواَل تَ ُخصُّ وا يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة ب‬
18
Adapun dari Abu Hanifah dan Malik hukumnya tidak makruh. Dan dalil yang sudah di sebutkan adalah
sebagai bantahan bagi mereka berdua.
19
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Jumat (3/54); Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Keringanan
dalam Hal Itu, no. (2422) (2/806); Ahmad dalam musnad-nya (2/189) (6/324)
20
Lihat “Kasyfu'l Astar ‘an Zawâ'idi'l Bazzar”, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Puasa Hari Jumat, no.
(1069) (1/499); Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Bazzar, dan sanadnya baik”. Majma’ az-Zawâ'id (3/199)
21
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Jumat (3/54); Muslim dari hadis Abu Hurairah, Kitâbu ash-
Shaum, Bab Makruhnya Puasa Hanya Pada Hari Jumat, no. (147) (2/801); Hadis Jabir secara singkat, Kitâbu ash-
Shaum, Bab Makruhnya Puasa Hanya Pada Hari Jumat, no. (146, 147) (2/801)
“Janganlah kalian khususkan malam Jumat itu dari malam-malam yang ada untuk bangun
beribadah. Jangan kalian khususkan hari Jumat di antara hari-hari yang lain untuk berpuasa
kecuali jika hari Jumat itu bertepatan dengan kebiasaan berpuasa kalian”.22

4. Larangan Mengkhususkan Hari Sabtu untuk Berpuasa


Diriwayatkan dari Busr as-Salmi dari saudara perempuannya Shamma’ bahwa Rasulullah
Saw. bersabda:
ُ ‫ض هَّللا ُ َعلَ ْي ُك ْم َوِإ ْن لَ ْم يَ ِج ْد َأ َح ُد ُك ْم ِإاَّل لِ َحا َء ِعنَبَ ٍة َأوْ عُو َد َش َج َر ٍة فَ ْليَ ْم‬
ُ‫ض ْغه‬ َ ‫ت ِإاَّل فِي َما ا ْفتَ َر‬ ِ ‫اَل تَصُو ُموا يَوْ َم ال َّس ْب‬
Artinya: “Janganlah kalian berpuasa di hari Sabtu kecuali bertepatan dengan puasa
yang wajib kalian kerjakan.23 Jika salah seorang di antara kalian tidak menemukan sesuatu
kecuali kulit anggur atau bungkal kayu, hendaknya dia kunyah makanan itu.” 24 (HR. Ahmad,
Ashhâb Sunan, Hakim dan dia berkata: “Hadis ini shahih menurut syarat Muslim, juga dianggap
hasan oleh Tirmidzi”. Dia berkata: “Makna makruh yang dimaksud dalam hadis ini adalah jika
seseorang mengkhususkan hari Sabtu untuk berpuasa karena orang-orang Yahudi mengagung-
agungkan hari Sabtu”).
Ummu Salamah mengatakan: “Nabi Saw. lebih sering berpuasa pada hari Sabtu dan
Ahad dari pada hari-hari yang lain. Beliau bersabda:
‫ِإنَّهُ َما ِعيدَا ْال ُم ْش ِر ِكينَ فََأنَا ُأ ِحبُّ َأ ْن ُأ َخالِفَهُ ْم‬
Artinya: “Sesungguhnya dua hari itu adalah hari raya orang-orang musyrik, maka aku
ingin berbeda dengan mereka.”25 (HR. Ahmad dan Baihaqi. Hakim dan Ibnu Khuzaimah
menganggap hadis ini shahih).
Madzhab Hanafi, Syafii dan Hambali menganggap makruh hukumnya berpuasa pada hari
Sabtu saja karena dalil-dalil tersebut. Imam Malik berbeda pendapat, dia membolehkan puasa
pada hari Sabtu sekalipun tanpa dibarengi dengan hari yang lain dan hukumnya tidak makruh.
Sedang hadis di atas adalah dalil untuk membantah pendapatnya.

5. Larangan Puasa Pada Hari-hari Syak (diragukan)


Amar bin Yasir Ra. berkata:
َ ‫صى َأبَا ْالقَا ِس ِم‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫صا َم ْاليَوْ َم الَّ ِذي يَ ُش ُّك فِي ِه النَّاسُ فَقَ ْد َع‬
َ ‫َم ْن‬

22
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Makruhnya Puasa Hanya Pada Hari Jumat Saja, no. (147) (2/801)
23
Termasuk di dalamnya adalah puasa qadha, nadzar, kebiasaan berpuasa sunah yang kebetulan bertepatan
dengan hari sabtu, atau bertepatan dengan hari Arafah dan semisalnya.
24
Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Larangan Mengkhususkan Hari Sabtu dengan Berpuasa, no. (2421)
(2/805); Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Pada Hari Sabtu, no. (744) (3/111); Dia berkata: “Hadis hasan”.
Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Sabtu, no. (1726) (1/550); Hakim, Kitâbu ash-Shaum, Bab
Larangan Puasa Pada Hari Sabtu (1/435); Dia berkata: “Ini adalah hadis shahih menurut syarat Bukhari, hanya saja
dia tidak meriwayatkannya. Adz-Dzahabi tidak berkomentar mengenai hadis ini. Ad-Darimi, Kitâbu ash-Shiyâm,
Bab Puasa Hari Sabtu (2/19); Dalam kitab “az-Zawâ'id” dikatakan: “Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam “Shahîh-
nya”. Ahmad dalam musnad-nya (4/189) (6/368, 369)
25
Hakim, Kitâbu ash-Shaum, Bab Anjuran Puasa Hari Sabtu dan Ahad (1/436); Dishahihkan oleh Hakim dan
disepakati oleh adz-Dzahabi. Baihaqi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Larangan Mengkhususkan Hari Sabtu untuk
Berpuasa (4/303). Ahmad dalam musnad-nya (6/324); Ibnu Khuzaimah dalam shahîh-nya, Kitâbu ash-Shaum, Bab
Keringanan Boleh Berpuasa Pada Hari Sabtu Jika dibarengi dengan Puasa Hari Ahad Setelahnya, no. (2167) (3/318)
Artinya: “Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, berarti dia telah durhaka
kepada Abu Qasyim Saw..”26 (Diriwayatkan oleh Ashhâb Sunan).
Tirmidzi berkata: “Ini adalah hadis shahih dan para ulama mengamalkannya seperti ini”.
Itu juga disepakati oleh Sufyan as-Tsauri, Malik bin Anas, Abdullah bin Mubarak, Syafii,
Ahmad dan Ishak. Mereka semua menganggap makruh seseorang yang berpuasa di hari yang
diragukan.
Mayoritas mereka berpendapat, jika seseorang berpuasa hari yang diragukan pada bulan
Ramadhan, maka hendaknya dia menggantinya di hari yang lain. 27 Jika dia berpuasa karena
bertepatan dengan kebiasaannya berpuasa sunah, maka itu boleh dan tidak makruh. Dari Abu
Hurairah Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:
‫ك الصَّوْ َم‬ ُ َ‫صوْ ٌم يَصُو ُمهُ َر ُج ٌل فَ ْلي‬
َ ِ‫ص ْم َذل‬ َ َ‫ضانَ بِيَوْ ٍم َواَل يَوْ َم ْي ِن ِإاَّل َأ ْن يَ ُكون‬ َ ‫اَل تُقَ ِّد ُموا‬
َ ‫صوْ َم َر َم‬
Artinya: “Janganlah kalian dahului puasa Ramadhan sekalipun sehari atau dua hari,
kecuali jika orang itu berpuasa bertepatan dengan kebiasaannya, maka dia boleh
mengerjakannya pada hari itu.”28 (Diriwayatkan oleh sekelompok ahli hadis).
Tirmidzi berkata: “Hadis ini hasan shahih dan para ulama mengamalkannya. Mereka
menganggap makruh seseorang yang mendahului berpuasa sebelum masuk bulan Ramadhan
dengan niat puasa Ramadhan. Jika seseorang mempunyai kebiasaan puasa sunah, kemudian
bertepatan dengan puasa pada hari itu, maka menurut mereka, itu tidak apa-apa”.

6. Larangan Puasa Sepanjang Tahun


Haram hukumnya berpuasa satu tahun penuh yang di dalamnya terdapat hari-hari yang
diharamkan puasa oleh agama. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
‫صا َم اَأْلبَ َد‬
َ ‫صا َم َم ْن‬
َ ‫اَل‬

26
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Sabda Nabi Saw.: “Jika kalian melihat hilal maka berpuasalah kalian.”
(3/34); Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab Kemakruhan Puasa Pada Hari Syak, no. (686) (3/61), Dia berkata: “Ini
adalah hadis shahih”. Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Makruhnya Berpuasa Hari Syak, no. (2334) (2/749, 750);
Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mengenai Puasa Hari Syak, no. (1645) (1/527); Ad-Darimi, Kitâbu ash-
Shiyâm, Bab Larangan Puasa Pada Hari Syak, (2/2); Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Syak, no. (2188)
(4/153)
27
Menurut madzhab Hanafi, jika ternyata hari itu adalah permulaan bulan Ramadhan dan dia berpuasa, maka
puasanya dianggap sah.
28
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Tidak Bolehnya Mendahului Puasa Ramadhan dengan Berpuasa Sehari
atau Dua Hari Sebelumnya (3/35, 36); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Tidak Bolehnya Mendahului Puasa
Ramadhan dengan Berpuasa Sehari atau Dua Hari Sebelumnya, no. (21) (2/762); Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab
Mengenai Kemakruhan Puasa Separuh Terakhir dari Bulan Sya’ban Menjelang Ramadhan, no. (738) (3/106); Bab
Larangan untuk Mendahului Puasa Bulan Ramadhan dengan Berpuasa, no. (685) (3/60); Dia berkata: “Hadis ini
hasan shahih”. Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Orang yang Menyambung Puasa Sya’ban Sampai
Masuk Ramadhan, no. (2335) (2/750); Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mengenai Larangan Mendahului
Ramadhan dengan Puasa Kecuali Puasa Orang Kebetulan Bertepatan dengan Kebiasaannya, no. (1650) (1/528);
Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mendahului Sebelum Bulan Ramadhan Tiba, no. (2172) (4/149); Ahmad dalam
musnad-nya (2/234, 347, 408, 477, 497, 513, 521); Ad-Darimi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Larangan Mendahului
Puasa Sebelum Adanya Rukyah Hilal (2/4)
Artinya: “Tidaklah dianggap berpuasa orang yang berpuasa sepanjang masa.” 29 (HR.
Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Jika dia berbuka pada dua hari raya dan hari-hari tasyrik dan dia berpuasa di hari-hari
selain itu, maka puasanya tidak makruh seandainya dia termasuk orang yang kuat
menjalankannya. Tirmidzi berkata: “Sebagian ulama menganggap makruh puasa sepanjang
tahun, jika pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan hari tasyrik dia tidak juga berbuka. 30
Barangsiapa yang berbuka di hari-hari tersebut, maka dia telah keluar dari batasan kemakruhan
dan tidak dianggap berpuasa satu tahun penuh”. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Malik,
Syafii, Ahmad dan Ishak.
Dan juga Nabi Saw. telah menyetujui Hamzah al-Aslami untuk berpuasa berturut-turut,
dan beliau berkata kepadanya:
َ‫صُ ْم ِإ ْن ِشْئتَ َوَأ ْف ِطرْ ِإ ْن ِشْئت‬
Artinya: “Jika kamu hendak berpuasa, maka berpuasalah. Dan jika kamu hendak
berbuka, maka berbukalah.”31
Masalah ini telah kita bicarakan sebelumnya. Dan yang paling utama adalah berpuasa
sehari dan berbuka sehari karena puasa semacam itulah yang paling disukai oleh Allah Swt.
sebagaimana akan dijelaskan nanti.

7. Larangan Berpuasa bagi Istri, Jika Suaminya Ada di Rumah Kecuali dengan Izinnya
Rasulullah Saw. melarang seorang istri berpuasa sedang suaminya ada di rumah sampai
dia meminta izin kepada suaminya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda:
َ ‫احدًا َو َزوْ ُجهَا َشا ِه ٌد ِإاَّل بِِإ ْذنِ ِه ِإاَّل َر َم‬
َ‫ضان‬ ِ ‫ص ْم ْال َمرْ َأةُ يَوْ ًما َو‬
ُ َ‫اَل ت‬
Artinya: “Janganlah seorang istri berpuasa walaupun satu hari jika suaminya berada di
rumah tanpa seizinnya, kecuali puasa Ramadhan.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Para ulama memandang bahwa larang ini berarti haram. Suami boleh merusak puasa
istrinya, jika dia berpuasa tanpa seizinnya karena dengan hal itu sang istri dianggap telah
melanggar hak suami. Hal ini berlaku selain pada puasa Ramadhan sebagaimana dijelaskan
dalam hadis karena puasa Ramadhan tidak perlu minta izin kepada suami.
Demikian juga istri diperbolehkan berpuasa tanpa seizin suami, jika sang suami tidak ada
di rumah. Akan tetapi suami boleh merusak puasa istri jika kebetulan dia pulang. Para ulama
berpandangan bahwa istri boleh berpuasa tanpa izin suami jika suami sakit dan tidak mampu
menggaulinya karena hal itu dianggap sama hukumnya dengan tidak ada.
29
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Hak Keluarga dalam Puasa (3/52); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab
Larangan Puasa Sepanjang Tahun bagi Orang yang Akan Mengalami Bahaya atau Kehilangan Hak Kalau
Mengerjakannya, no. (186, 187) (2/814, 815); Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Adanya Perbedaan Pendapat
Mengenai Atha’ dalam Kabar Itu, no. (2378) (4/206); Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mengenai Puasa
Sepanjang Masa, no. (1706) (1/544); Ahmad dalam musnad-nya (2/164, 189, 190, 19, 212, 6/455)
30
Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Puasa Sepanjang Tahun (3/130)
31
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mengenai Boleh Memilih antara Puasa dan Berbuka dalam Perjalanan,
(104, 105); Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Adanya Perbedaan Pendapat atas Hisyam Bin Urwah dalam Hadis Ini,
no. (2301, 2307) (4/186, 187); Bab Puasa Berturut-turut, no. (2384) (4/207); Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab
Mengenai Puasa dalam Perjalanan, no. (1662) (1/531); Muwattha’, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mengenai Puasa dalam
Perjalanan, no. (24) (1/25)
8. Larangan Puasa Wishâl32
1. Dari Abu Hurairah Ra. Bahwa Nabi Saw. bersabda:
‫¨¨ال‬ ْ ‫يت ي‬
ِ ‫ُط ِع ُمنِي َربِّي َويَ ْسقِينِي فَا ْكلَفُوا ِم ْن اَأْل ْع َم‬ ُ ِ‫ك ِم ْثلِي ِإنِّي َأب‬
َ ِ‫اص ُل يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل ِإنَّ ُك ْم لَ ْستُ ْم فِي َذل‬ ِ ‫ك تُ َو‬ َ َّ‫ال قَالُوا فَِإن‬ َ ‫ص‬ َ ‫ِإيَّا ُك ْم َو ْال ِو‬
َ‫َما تُ ِطيقُون‬
Artinya: “Jauhilah puasa wishâl!. Beliau ucapkan itu sebanyak tiga kali. Para sahabat
bertanya: “Bukankah engkau melakukan puasa wishâl wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab:
“Sesungguhnya kalian dalam hal itu tidak sama denganku. Aku bermalam dengan diberi makan
dan minum oleh Tuhanku.33 Maka lakukanlah perbuatan itu sesuai dengan kemampuan
kalian”.34 (HR. Bukhari dan Muslim).
Para ulama berpandangan bahwa larangan itu berarti kemakruhan. Sedangkan Imam
Ahmad, Ishak dan Ibnu Mundzir membolehkan puasa wishâl hanya sampai batasan waktu sahur,
selagi hal itu tidak memberatkan bagi orang yang berpuasa tersebut. Itu sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Said al-Khudri Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:
‫صلْ َحتَّى الس ََّح ِر‬ ِ ‫ص َل فَ ْليُ َوا‬ِ ‫صلُوا فََأيُّ ُك ْم َأ َرا َد َأ ْن يُ َوا‬
ِ ‫اَل تُ َوا‬
Artinya: “Janganlah kalian berpuasa wishâl. Barangsiapa di antara kalian ingin
melakukannya, maka hendaknya dia melakukannya hanya sampai waktu sahur.”35

Puasa Sunah
Rasulullah Saw. menganjurkan puasa pada hari-hari berikut ini:
1. Puasa 6 Hari Pada Bulan Syawal
Diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis kecuali Bukhari dan Nasai, dari Abu Ayub an-
Anshari bahwa Nabi Saw. bersabda:
ِ َ ‫ضانَ ثُ َّم َأ ْتبَ َعهُ ِستًّا ِم ْن َشوَّا ٍل َكأنما‬
‫صيَا ِ ُم ال َّد ْه ِر‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬
Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu diikuti dengan puasa 6 hari pada
bulan Syawal, maka seakan-akan dia telah berpuasa setahun penuh.”3637
Menurut imam Ahmad bahwa puasa tersebut boleh dilakukan secara beruntun dan tidak,
karena tidak ada keutamaan antara cara yang satu dengan yang lain. Sedangkan menurut ulama

32
Wishâl adalah puasa secara terus menerus tanpa diselingi buka dan sahur.
33
Artinya Allah memberi beliau kekuatan seperti orang yang sudah makan dan minum.
34
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Peringatan bagi Orang yang Sering Melakukan Wishal (3/49), Muslim,
Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Larangan Puasa Wishâl, no. (58) (2/774); Muwattha’, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Larangan
Puasa Wishâl, no. (39) 1/301); Ad-Darimi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Larangan Puasa Wishâl (2/7, 8); Ahmad dalam
musnad-nya (2/231, 237, 244, 315, 345, 418)
35
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Wishâl dan Orang yang Mengatakan: “Tidak Ada Puasa di Malam
Hari”, (3/48); Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Wishâl, no. (2361) (2/767); Ad-Darimi, Kitâbu ash-Shiyâm,
Bab Puasa 6 Hari dalam Bulan Syawal (2/21); Ahmad dalam musnad-nya (3/8)
36
Ini bagi orang yang berpuasa Ramadhan setiap tahun. Para ulama berpendapat bahwa kebaikan akan
dibalas sepuluh kali lipat. Satu bulan Ramadhan adalah seperti 10 bulan, dan 6 hari bulan Syawal seperti 2 bulan.
37
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Disunahkannya Puasa 6 Hari Bulan Syawal Setelah Ramadhan, no. (204)
(2/822), Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa 6 Hari Bulan Syawal, no. (2433) (2/812, 813); Tirmidzi, Kitâbu
ash-Shaum, Bab Puasa 6 Hari Pada Bulan Syawal, no. (759) (3/123); Dia berkata: “Ini adalah hadis hasan shahih”.
Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa 6 Hari Bulan Syawal, no. (1716) (1/ 547)
madzhab Hanafi dan Syafii, yang lebih utama adalah mengerjakannya berturut-turut setelah Idul
Fitri.

2. Puasa Tanggal 10 Zulhijah dan Muakadnya Puasa Hari Arafah bagi yang Tidak
Menunaikan Ibadah Haji
1. Diriwayatkan dari Abu Qaradah Ra. dia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda:
ً‫اضيَة‬ ِ ‫صوْ ُم عَا ُشو َرا َء يُ َكفِّ ُر َسنَةً َم‬ َ ‫اضيَةً َو ُم ْستَ ْقبَلَةً َو‬ ِ ‫صوْ ُم يَوْ ِم ع ََرفَةَ يُ َكفِّ ُر َسنَتَ ْي ِن َم‬ َ
Artinya: “Puasa Arafah dapat menghapus dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu
dan satu tahun yang akan datang. Sedangkan puasa Asyura’ dapat menghapus dosa satu tahun
yang lalu.”38 (HR. Jamaah ahli hadis kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
2. Dari Hafshah, dia berkata:
‫صيَا َم عَا ُشو َرا َء َو ْال َع ْش َر َوثَاَل ثَةَ َأي ٍَّام ِم ْن ُك ِّل َشه ٍْر َو َر ْك َعتَ ْي ِن قَب َْل ْال َغدَا ِة‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫َأرْ بَ ٌع لَ ْم يَ ُك ْن يَ َد ُعه َُّن النَّبِ ُّي‬
Artinya: “Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah Saw.; puasa
Asyura’, puasa 10 Zulhijah, puasa 3 hari setiap bulan dan shalat dua rakaat sebelum Subuh.” 39
(HR. Ahmad dan Nasai).
3. Dari Uqbah bin Amir, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
ٍ ْ‫يق ِعي ُدنَا َأ ْه َل اِإْل ْساَل ِم َو ِه َي َأيَّا ُم َأ ْك ٍل َو ُشر‬
‫ب‬ ِ ‫يَوْ ُم ع ََرفَةَ َويَوْ ُم النَّحْ ِر َوَأيَّا ُم التَّ ْش ِر‬
Artinya: “Hari Arafah, Idul Adha dan hari-hari tasyrik merupakan hari raya kita umat
Islam, dan itu adalah hari-hari untuk makan dan minum.” 40 (Diriwayatkan oleh 5 Ashhâb Sunan
kecuali Ibnu Majah).
4. Dari Abu Hurairah, dia berkata:
ٍ ‫صوْ ِم َع َرفَةَ بِ َع َرفَا‬
‫ت‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن‬ َ ِ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا‬
Artinya: “Rasulullah Saw. melarang puasa pada hari Arafah bagi orang yang berada di
Arafah (haji).”41 (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah).
Imam Tirmidzi berkata: “Para ulama menganggap sunah puasa Arafah kecuali jika
berada di Arafah (haji)”.
5. Dari Ummu Fadl:
َ َّ‫َح ِم ْن لَبَ ٍن فَ َش ِربَهُ َوهُ َو يَ ْخطُبُ الن‬
‫اس بِ َع َرفَ ِة‬ ٍ ‫ت ِإلَ ْي ِه بِقَد‬ْ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَوْ َم َع َرفَةَ فَبَ َعث‬
َ ‫صوْ ِم النَّبِ ِّي‬ َ ‫َأنَّهُ ْم َش ُّكوا فِي‬
Artinya: “Bahwasanya mereka ragu akan puasa Rasulullah Saw. pada hari Arafah,
lantas aku memberinya susu dan beliau meminumnya, sedangkan pada waktu itu beliau sedang
berkhotbah di hadapan orang-orang di Arafah.”42 (HR. Bukhari dan Muslim).
38
Ibnu Majah dengan makan serupa, Kitâbu ash-Shiyâm, puasa hari Arafah, no. (1730, 1731) (1/551);
Ahmad dalam musnad-nya (5/ 296, 297, 304)
39
Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Cara Puasa 3 Hari Setiap Bulan dan Perbedaan Para Perawi Hadis
Mengenai Hal Itu, no. (2416) (4/220); Ahmad dalam musnad-nya (6/287)
40
Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Tasyrik, no. (2419) (2/804); Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum,
Bab Makruhnya Puasa Hari-hari Tasyrik, no. (773) (3/134); Dia berkata: “Ini adalah hadis hasan shahih”. Nasai,
Kitâbu al-Manâsik, Bab Larangan Puasa Hari Arafah, no. (3004) (5/252); Darimi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa
Hari Arafah (2/23); Ahmad dalam musnad-nya (4/152)
41
Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Arafah bagi Orang yang Berada di Arafah, no. (2440) (2/816);
Nasai, Kitâbu al-Hajj, Bab Larangan Puasa Hari Arafah (3004) (5/278); Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa
Hari Arafah, no. (1732) (1/551); Ahmad dalam musnad-nya (2/304, 446), dan itu dha'îf. Lihat, “adh-Dha'îfah” (404)
42
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Arafah (3/55); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Anjuran
Berbuka bagi Orang Sedang Haji Pada Hari Arafah, no. (110, 111) (2/791); Tirmidzi, dari hadis Ibnu Abbas, Kitâbu
3. Puasa Muharram, Muakadnya Puasa Asyura’ dan Puasa sehari Sebelum dan
Sesudahnya
1. Dari Abu Hurairah Ra. dia berkata:
‫ض¨ ُل بَعْ¨ َد‬َ ‫الص¨يَ ِام َأ ْف‬
ِّ ُّ‫¨ل قِي¨ َل َأي‬ ِ ¨‫ف اللَّ ْي‬
ِ ْ‫الص¨اَل ةُ فِي َج¨ و‬ َّ ‫¨ال‬ َ َ‫ض¨ ُل بَ ْع¨ َد ْال َم ْكتُوبَ¨ ِة ق‬
َ ‫صاَل ِة َأ ْف‬َّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأيُّ ال‬ َ ِ ‫ُسِئ َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ضانَ قَا َل َش ْه ُر هَّللا ِ الَّ ِذي تَ ْدعُونَهُ ْال ُم َح َّر َم‬ َ ‫َر َم‬
Artinya: “Rasulullah Saw. ditanya mengenai shalat apa yang paling utama setelah shalat
wajib. Beliau menjawab: 'Shalat yang dilakukan di pertengahan malam'. Ada yang bertanya lagi:
'Kemudian puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadhan?' Beliau menjawab: 'Puasa
pada bulan Allah43 yang sering kalian sebut dengan bulan Muharram'.”44 (HR. Ahmad dan Abu
Daud).
2. Dari Muawiyah bin Abi Sufyan, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
ْ‫ص ْم َو َم ْن َشا َء فَ ْليُ ْف ِطر‬
ُ َ‫صاِئ ٌم فَ َم ْن َشا َء فَ ْلي‬َ ‫صيَا َمهُ َوَأنَا‬ ِ ‫ِإ َّن هَ َذا يَوْ ُم عَا ُشو َرا َء َولَ ْم يَ ْكتُبْ هَّللا ُ َعلَ ْي ُك ْم‬
Artinya: “Sesungguhnya hari ini adalah hari Asyura’ dan kalian tidak diwajibkan untuk
menjalankan puasa, tapi aku berpuasa. Barangsiapa ingin puasa, maka berpuasalah, dan
barangsiapa yang ingin berbuka, maka berbukalah.”45 (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Dari Aisyah Ra. dia berkata:
‫ص¨ا َمهُ َوَأ َم¨ َر‬
َ َ‫ص¨و ُمهُ فَلَ َّما قَ¨ ِد َم ْال َم ِدينَ¨ة‬ َ ‫َص¨و ُمهُ قُ¨ َريْشٌ فِي ْال َجا ِهلِيَّ ِة َو َك¨انَ النَّبِ ُّي‬
ُ َ‫ص¨لَّى هَّللا ُ َعلَيْ¨ ِه َو َس¨لَّ َم ي‬ ُ ‫َكانَ يَوْ ُم عَا ُشو َرا َء يَوْ ًم¨¨ا ت‬
ُ‫صا َمهُ َو َم ْن َشا َء اَل يَصُو ُمه‬ َ ‫ضانُ َكانَ َم ْن َشا َء‬ َ ‫صيَا ِم ِه فَلَ َّما نَ َز َل َر َم‬
ِ ِ‫ب‬
Artinya: “Hari Asyura’ merupakan hari puasa orang-orang kafir Quraisy pada zaman
jahiliyah, dan Rasulullah Saw. juga berpuasa pada hari itu. Maka tatkala beliau datang ke
Madinah, beliau tetap berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa. Tatkala diwajibkan
puasa Ramadhan, beliau bersabda: 'Barangsiapa ingin melakukannya, maka berpuasalah, dan
barangsiapa tidak inginkan puasa, maka tidak apa-apa untuk meninggalkannya'.”46 (HR.
Bukhari dan Muslim).
4. Dari Ibnu Abbas Ra. dia berkata:

ash-Shaum, Bab Puasa Arafah Ketika Berada di Arafah, no. (750); Dia berkata: “Hadis Ibnu Abbas ini adalah hasan
shahih”, (3/115); Ahmad dalam musnad-nya (1/217, 278, 279, 344, 35, 360, 6/338- 340); Abu Daud, Kitâbu ash-
Shaum, Bab Puasa Arafah di Arafah,no. (2441) (2/817)
43
Ini adalah susunan idhâfah untuk memuliakan.
44
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Keutamaan Puasa Bulan Muharram, no. (202, 203) (2/821); Abu Daud,
Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Bulan Muharram, no. (2429) (2/811); Tirmidzi secara singkat, Kitâbu ash-Shaum,
Bab Mengenai Puasa Muharram, no. (740, 3/ 108); Dia berkata: “Hadis ini hasan”. Ibnu Majah secara singkat,
Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Ashuru'l Hurum, no. (1742) (1/554); Darimi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa
Muharram (2/21); Ahmad (2/303, 342, 344, 535)
45
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Asyura’ (3/57); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari
Asyura’, no. (126) (2/795); Muwattha’, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Asyura’, no. (34) (1/299); Ahmad
dalam musnad-nya (4/95)
46
Bukhari dengan lafal yang hampir sama, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Asyura’ (3/57); Bab
Wajibnya Puasa Ramadhan (3/31); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Asyura’, no. (113) (2/792); Abu
Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Asyura’, no. (2442) (2/817); Tirmidzi, Kitâbu ash-Shaum, Bab
Keringanan Meninggalkan Puasa Asyura’, no. (753); Dia berkata: “Itu adalah hadis shahih”, (3/118); Darimi, Kitâbu
ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Asyura’ (dari Ibnu Umar) (2/22); Muwattha’, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari
Asyura’, no. (33) (1/299); Ahmad dalam musnad-nya (2/57, 143) (6/162)
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال َم ِدينَةَ فَ َرَأى ْاليَهُو َد تَصُو ُم يَوْ َم عَا ُشو َرا َء فَقَا َل َما هَ َذا قَالُوا هَ¨ َذا يَ¨¨وْ ٌم‬
‫ص¨الِ ٌح هَ¨ َذا يَ¨¨وْ ٌم نَجَّى هَّللا ُ بَنِي‬ َ ‫قَ ِد َم النَّبِ ُّي‬
‫صيَا ِم ِه‬ِ ِ‫صا َمهُ َوَأ َم َر ب‬
َ َ‫ق بِ ُمو َسى ِم ْن ُك ْم ف‬ ُّ ‫صا َمهُ ُمو َسى قَا َل فََأنَا َأ َح‬ َ َ‫يل ِم ْن َعد ُِّو ِه ْم ف‬
َ ‫ِإس َْراِئ‬
Artinya: “Nabi Saw. datang ke Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi
berpuasa Asyura’, lantas beliau bertanya: 'Ada apa ini?'. Mereka menjawab: 'Ini adalah hari yang
baik. Pada hari ini Allah telah menyelamatkan Musa dan Bani Israel dari musuh-musuh mereka,
lantas Musa berpuasa'. Maka beliau bersabda: 'Aku lebih berhak terhadap Musa dari pada
kalian'. Lantas beliau berpuasa dan menyuruh orang-orang manusia untuk berpuasa.”47 (HR.
Bukhari dan Muslim).
5. Dari Abu Musa al-Asyari Ra., dia berkata:
‫ فَصُو ُموهُ َأ ْنتُ ْم‬: ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ فَقَا َل النَّبِ ّي‬, ‫َكانَ يَوْ م عَا ُشو َراء تَ ُع ُّدهُ ْاليَهُود ِعيدًا‬
Artinya: “Hari Asyura’ adalah hari yang dimuliakan oleh orang-orang Yahudi dan
dijadikan hari raya. Lantas Rasulullah Saw. bersabda: 'Berpuasalah kalian!'.”48. (HR. Bukhari
dan Muslim).
6. Dari Ibnu Abbas Ra. dia berkata:
َ َ‫ فَق‬. ‫ارى‬
‫ال‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫صيَا ِم ِه قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا ِ ِإنَّهُ يَوْ ٌم تُ َعظِّ ُمهُ ْاليَهُو ُد َوالن‬ ِ ِ‫صا َم َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم يَوْ َم عَا ُشو َرا َء َوَأ َم َر ب‬ َ ‫لما‬
‫هَّللا‬ ِّ ُ َّ
‫ت ال َع¨¨ا ُم ال ُمقبِ¨ ُل َحتى ت¨ ُوف َي َر ُس¨و ُل ِ ص¨¨لى هللا علي¨¨ه‬ ْ ْ ْ ‫ْأ‬ َ َّ ْ
ِ َ‫ فَل ْم ي‬: ‫ قَا َل‬. " ‫ص ْمنَا اليَوْ َم التا ِس َع‬ ‫هَّللا‬ ْ ْ ْ
ُ - ُ ‫ ِإ ْن َشا َء‬- ‫ " َِإ َذا َكانَ ال َعا ُم ال ُمقبِ ُل‬:
‫وسلم‬
Artinya: “Tatkala Rasulullah Saw. berpuasa pada hari Asyura’ dan memerintahkan
orang-orang untuk berpuasa, mereka berkata: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah
hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani'. Lantas beliau menjawab: 'Jika ada
kesempatan tahun depan—Insya Allah—, kita akan berpuasa pada tanggal sembilannya'.” Ibnu
Abbas berkata: “Sebelum datang tahun depan, Rasulullah Saw. sudah wafat”. 49 (HR. Muslim dan
Abu Daud).
Dalam lafal yang lain: “Rasulullah Saw. bersabda:
‫اس َع يَ ْعنِي يَوْ َم عَا ُشو َرا َء‬ ِ َّ‫يت ِإلَى قَابِ ٍل َأَلصُو َم َّن الت‬ ُ ِ‫لَِئ ْن بَق‬
Artinya: “Jika aku masih hidup tahun depan, pastilah aku akan berpuasa hari
sembilannya”. Maksudnya bersama dengan puasa Asyura.50 (Diriwayatkan oleh Ahmad dan
Muslim).
Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura’ ada tiga tingkatan:
Tingkatan yang pertama: puasa tiga hari; tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.
Tingkatan yang kedua: puasa tanggal 9 dan 10 Muharram.
Tingkatan yang ketiga: puasa pada tanggal 10 saja.

47
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Hari Asyura’ (3/57); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Pada
Hari Asyura’, no. (127) (2/795); Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Asyura’, no. (1734) (1/552)
48
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Pada Hari Asyura’ (3/57); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa
Pada Hari Asyura’, no. (129) (2/796)
49
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Asyura, no. (133) (2/797, 798); Abu Daud, Kitâbu ash-
Shaum, Bab Hadis yang Diriwayatkan Bahwa Puasa Asyura Itu Dibarengi dengan Tanggal Sembilannya, no. (2445)
(2/818)
50
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Apa yang Dilakukan dengan Puasa Asyura’, no. (134)
(2/798); Ahmad dalam musnad-nya (1/224, 225, 345); Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Hari Asyura’, no.
(1736) (1/552)
4. Bergembira Pada Hari Asyura’
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
‫ َو َّس ّع هللا َعلَ ْي ِه َساِئ َر َسنَتِ ِه‬, ‫من َو َّس َع َعلَى نَ ْف ِس ِه َو َأ ْهلِ ِه يَوْ َم عَا ُشوْ َراء‬
ْ َ
Artinya: “Barangsiapa yang memberikan kegembiraan (kemudahan) kepada dirinya dan
keluarganya pada hari Asyura’, maka Allah akan memberikan kegembiraan (kemudahan)
baginya sepanjang tahun itu”.51 (Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam kitab “as-Sya’b” dan Ibnu
Bar).
Hadis tersebut mempunyai jalur-jalur yang lain, dan semuanya adalah dhâ'if. Akan tetapi
jika semua hadis tersebut digabungkan, maka akan bertambah kuat sebagaimana yang dikatakan
oleh Sakhawi.

5. Banyak Berpuasa di Bulan Sya’ban


Rasulullah Saw. banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Aisyah Ra. berkata:
ِ ُ‫ضانَ َو َما َرَأ ْيتُهُ فِي َشه ٍْر َأ ْكثَ َر ِم ْنه‬
َ‫صيَا ًما فِي َش ْعبَان‬ ُّ َ‫صيَا َم َشه ٍْر ق‬
َ ‫ط ِإاَّل َر َم‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ا ْستَ ْك َم َل‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫َما َرَأي‬
Artinya: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw. berpuasa satu bulan penuh kecuali di
bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihatnya memperbanyak puasa selain Ramadhan
kecuali di bulan Sya’ban.”52 (HR. Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid Ra. dia berkata:
َ ¨ُ‫ضانَ َوه‬
‫¨و‬ ٍ ‫ك َش ْه ٌر يَ ْغفُ ُل النَّاسُ َع ْنهُ بَ ْينَ َر َج‬
َ ‫ب َو َر َم‬ َ ِ‫ُور َما تَصُو ُم ِم ْن َش ْعبَانَ قَا َل َذل‬ِ ‫ك تَصُو ُم َش ْهرًا ِم ْن ال ُّشه‬ َ ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا ِ لَ ْم َأ َر‬ ُ ‫قُ ْل‬
َ ‫َش ْه ٌر تُرْ فَ ُع فِي ِه اَأْل ْع َما ُل ِإلَى َربِّ ْال َعالَ ِمينَ فَُأ ِحبُّ َأ ْن يُرْ فَ َع َع َملِي َوَأنَا‬
‫صاِئ ٌم‬
Artinya: “Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa
dalam satu bulan, seperti engkau berpuasa di bulan Sya'ban?' Beliau menjawab: 'Itu adalah
bulan yang banyak dilupakan oleh orang antara bulan Rajab dan Ramadhan. Itu adalah bulan
dimana amal-amal diangkat kepada Tuhan semesta alam. Dan aku senang tatkala amalku
diangkat, aku dalam keadaan berpuasa'.”53 (HR. Nasai dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Mengkhususkan puasa pertengahan Sya’ban karena mengira ada keutamaan tersendiri
dibandingkan hari-hari yang lain, termasuk amalan yang tidak ada landasan dalil shahih.

6. Puasa Pada Asyhuru'l Hurum (Bulan-bulan yang Suci)

51
Dia menisbatkannya dalam kitab “al-Kunz” kepada Ibnu Abdul Bar dalam kitab “al-Istidzkâr”, dari Jabir,
no. (24258) (8/576), dan jalurnya berujung pada orang-orang yang tidak tepercaya, atau kepada orang yang tidak
diketahui identitasnya. Hadis tersebut palsu. Lihat, Tamâmu'l minnah (410, 411)
52
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Sya’ban (3/50); Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Nabi Saw.
di Selain Bulan Ramadhan dan Anjuran Agar Tidak Satu Bulan pun Terlepas dari Melakukan Puasa, no. (175)
(2/810); Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, bagaimana cara Nabi Saw. berpuasa, no. (2434) (2/813); Nasai dengan
maknanya, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mendahului Sebelum Ramadhan dan Adanya Perbedaan Para Perawi Hadis dari
Aisyah dalam Hadis Itu, no. (2179, 2180) (4/151); Muwattha’, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa, no. (56) (1/309)
53
Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Nabi Saw., no. (2357) (4/201); Ahmad dalam musnad-nya (5/201);
Ibnu Khuzaimah dengan maknanya, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Sifat Puasa Nabi Saw., (3/304, 305)
Yang dimaksud dengan asyhuru'l hurum adalah bulan Zulqaedah, Zulhijah, Muharram
dan Rajab. Dalam bulan-bulan tersebut sangat dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa.
Diriwayatkan dari seorang laki-laki dari Bahilah:
‫ال َما‬ َ َ‫ال فَ َما َغيَّ َركَ َوقَ ْد ُك ْنتَ َح َسنَ ْالهَيَْئ ِة ق‬
َ َ‫ك عَا َم اَأْلو َِّل ق‬
َ ُ‫ُول هَّللا ِ َأنَا ال َّرجُل الَّ ِذي ِجْئت‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل يَا َرس‬ َ ‫َأنَّهُ َأتَى النَّبِي‬
‫صب ِْر َويَوْ ًما ِم ْن ُكلِّ َشه ٍْر‬ َّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لِ َم َع َّذبْتَ نَ ْف َسكَ ثُ َّم قَا َل صُ ْم َشه َْر ال‬ ُ ‫َأ َك ْل‬
َ ِ ‫ت طَ َعا ًما ِإاَّل بِلَي ٍْل ُم ْن ُذ فَا َر ْقتُكَ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ْ ‫ص ¨ ْم ِم ْن ْال ُح¨ ر ُِم َوا ْت ¨ر‬
‫ُك‬ ُ ‫ُك‬ ْ ‫ص ْم ثَاَل ثَةَ َأي ٍَّام قَا َل ِز ْدنِي قَا َل صُ ْم ِم ْن ْال ُحر ُِم َوا ْتر‬ ُ ‫قَا َل ِز ْدنِي فَِإ َّن بِي قُ َّوةً قَا َل صُ ْم يَوْ َمي ِْن قَا َل ِز ْدنِي قَا َل‬
‫َأ‬
‫ض َّمهَا ثُ َّم رْ َسلَهَا‬ َ ‫ُك َوقَا َل بَِأ‬
َ َ‫صابِ ِع ِه الثَّاَل ثَ ِة ف‬ ْ ‫صُ ْم ِم ْن ْال ُحر ُِم َوا ْتر‬
Artinya: “Dia mendatangi Nabi Saw. dan berkata: 'Wahai Rasulullah, aku adalah seorang
laki-laki yang mendatangi engkau pada tahun pertama. Beliau menjawab: 'Apa yang membuatmu
berubah, padahal dahulu kamu berperangai baik?'. Dia menjawab: 'Aku hanya makan pada
malam hari semenjak berpisah darimu'. Lantas Rasulullah Saw. bersabda: 'Mengapa kamu
menyiksa dirimu sendiri?'. Beliau melanjutkan: 'Berpuasalah kamu pada bulan Safar dan sehari
dalam setiap bulan'. Dia menjawab: 'Tambahlah karena aku mempunyai kekuatan!'. Beliau
bersabda: 'Puasalah dua hari!'. Dia berkata lagi: 'Tambahlah!'. Beliau bersabda: 'Berpuasalah
pada bulan-bulan suci, kemudian berbukalah! Berpuasalah pada bulan-bulan suci, kemudian
berbukalah! Berpuasalah pada bulan-bulan suci, kemudian berbukalah!'. Beliau mengatakan itu
dengan isyarat tiga jari beliau digenggam dan dilepaskannya ketiga jari itu.”54 (HR. Ahmad, Abu
Daud, Ibnu Majah dan Baihaqi dengan sanad yang baik).
Puasa bulan Rajab tidak memiliki keutamaan yang lebih dibanding bulan-bulan lainnya.
Hanya saja Rajab termasuk bulan-bulan suci. Tidak ada hadis shahih yang menerangkan bahwa
terdapat keutamaan di bulan tersebut. Hadis yang ada mengenai hal itu adalah hadis yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan untuk landasan dalil. Ibnu Hajar berkata: “Tidak ada dalil shahih
yang dapat dijadikan hujah yang menjelaskan mengenai keutamaan bulan itu dan puasa di
dalamnya. Tidak ada juga yang menjelaskan tentang keutamaan puasa di hari-hari tertentu dan
beribadah pada malam tertentu di bulan itu.

7. Puasa Hari Senin dan Kamis


Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra.
‫¨رضُ ُك¨ َّل ْاثنَي ِْن‬ َ ‫يس قَ¨ا َل فَقِي¨ َل لَ¨هُ قَ¨ا َل فَقَ¨ا َل ِإ َّن اَأْل ْع َم‬
َ ¨‫¨ال تُ ْع‬ َ ‫ص¨و ُم ااِل ْثنَ ْي ِن َو ْال َخ ِم‬ ُ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ َأ ْكثَ َر َم¨ا ي‬ َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫اج َر ْي ِن فَيَقُو ُل َأ ِّخرْ هُ َما‬
ِ َ‫س فَيَ ْغفِ ُر هَّللا ُ لِ ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َأوْ لِ ُك ِّل ُمْؤ ِم ٍن ِإاَّل ْال ُمتَه‬
ٍ ‫س َأوْ ُك َّل يَوْ ِم ْاثنَي ِْن َو َخ ِمي‬
ٍ ‫َو َخ ِمي‬
Artinya: “Nabi Saw. selalu memperbanyak puasa pada hari Senin dan Kamis, lantas
beliau ditanya mengenai sebab semua itu. Beliau menjawab: 'Sesungguhnya amalan-amalan itu
akan dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis, lantas Allah akan mengampuni kesalahan setiap
muslim atau mukmin kecuali dua orang yang sedang bertengkar. Dan Allah Swt. berfirman:
'Tangguhkanlah kedua orang itu!'.”55 (HR. Ahmad dengan sanad shahih).

54
Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Pada Bulan-bulan Suci, no. (2428) (2/809, 810); Ibnu Majah,
Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Puasa Pada Bulan-bulan Suci, no. (1741) (1/554); Dia dha'îf. Lihat, Abu Daud, kitab dha'îf,
(419)
55
Ahmad dalam musnad-nya (2/329) dengan lafalnya, dan tanpa adanya lafal ‫ َأ ِخ ُرهُ َما‬: ‫ فَيَقُوْ َل‬, َ‫اج ِريْن‬
ِ َ‫ ِإاَّل ال ُمتَه‬,
Ahmad (5/204, 205, 209)
Dalam kitab shahih muslim disebutkan bahwa Nabi Saw. ditanya mengenai puasa hari
Senin lantas beliau bersabda:
َّ َ‫ت فِي ِه َوُأ ْن ِز َل َعل‬
‫ي فِي ِه‬ ُ ‫َذاكَ يَوْ ٌم ُولِ ْد‬
Artinya: “Itu adalah hari kelahiranku dan diturunkannya wahyu kepadaku.” Maksudnya:
“Turunnya wahyu kepadaku terjadi pada hari itu”.56

8. Puasa Tiga Hari dalam Setiap Bulan


Abu Dzar al-Ghifari Ra. berkata:
َ ‫ث َع ْش َرةَ َوَأرْ بَ َع َع ْش َرةَ َو َخ ْم‬
َ َ‫س َع ْش َرةَ َو ق‬
‫ ِه َي‬: ‫ال‬ َ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْن نَصُو َم ِم ْن ال َّشه ِْر ثَاَل ثَةَ َأي ٍَّام ْالب‬
َ ‫يض ثَاَل‬ َ ِ ‫َأ َم َرنَا َرسُو ُل هَّللا‬
‫صوْ ِم ال َّد ْه ِر‬
َ ‫َك‬
Artinya: “Rasulullah Saw. memerintah kami untuk berpuasa tiga hari pada setiap bulan,
yaitu pada ayyam baith (hari-hari purnama) pada tanggal 13, 14 dan 15. Beliau bersabda: 'Itu
seperti puasa sepanjang masa'”.57 (HR. Nasai dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Ada keterangan dari Rasulullah Saw. bahwasanya beliau berpuasa setiap hari Sabtu,
Ahad dan Senin pada setiap bulan, dan berpuasa pada hari Selasa, Rabu dan Kamis di bulan yang
lain. Juga beliau selalu berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap awal bulan. Beliau juga selalu
berpuasa pada hari Kamis setiap awal bulan, diikuti dengan berpuasa pada hari Seninnya, dan
Senin berikutnya lagi.58

9. Sehari Puasa Sehari Berbuka


Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abdullah bin Amr, dia berkata:
ْ‫ص¨ ْم َوَأ ْف ِط¨ ر‬ ُ َ‫ول هَّللا ِ نَ َع ْم قَ¨ا َل ف‬
َ ¨‫ت يَ¨ا َر ُس‬ ُ ‫¨ار قَ¨ا َل قُ ْل‬ َ َ‫َص¨و ُم النَّه‬ ُ ‫ك تَقُو ُم اللَّيْ¨ َل َوت‬ َ َّ‫ت َأن‬ُ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَقَ ْد ُأ ْخبِر‬
َ ِ ‫قَا َل لِي َرسُو ُل هَّللا‬
‫َص¨و َم ِم ْن ُك¨ ِّل َش¨ه ٍْر ثَاَل ثَ¨ةَ َأي ٍَّام‬ ُ ‫ك َأ ْن ت‬ َ ِ‫ك َحقًّ¨ا َوِإ َّن بِ َح ْس¨ب‬ َ ‫ك َعلَ ْي‬ َ ‫ك َحقًّا َوِإ َّن لِ َزوْ ِر‬ َ ‫ك َعلَ ْي‬َ ‫ص ِّل َونَ ْم فَِإ َّن لِ َج َس ِدكَ َعلَ ْيكَ َحقًّا َوِإ َّن لِ َزوْ ِج‬ َ ‫َو‬
‫ت يَ¨¨ا‬ ُ ‫¨ال فَقُ ْل‬
َ ¨َ‫ي ق‬َّ َ‫ت فَ ُش¨ ِّد َد َعل‬ َ َ‫ص ْم ِم ْن ُك ِّل ُج ُم َع ٍة ثَاَل ثَةَ َأي ٍَّام ق‬
ُ ‫ال فَ َش َّد ْد‬ ُ َ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا ِ ِإنِّي َأ ِج ُد قُ َّوةً قَا َل ف‬ ُ ‫ي قَا َل فَقُ ْل‬َّ َ‫ت فَ ُش ِّد َد َعل‬
ُ ‫قَا َل فَ َش َّد ْد‬
‫ص¨و ُم يَوْ ًم¨ا‬ ُ َ‫¨ال َك¨انَ ي‬ َ َ‫ص¨يَا ُم دَا ُو َد ق‬ ِ َ‫ت يَا َر ُس¨و َل هَّللا ِ َو َم¨ا َك¨ان‬ ُ ‫صوْ َم نَبِ ِّي هَّللا ِ دَا ُو َد َواَل ت َِز ْد َعلَ ْي ِه قُ ْل‬
َ ‫ص ْم‬ ُ ‫ال‬ َ َ‫َرسُو َل هَّللا ِ ِإنِّي َأ ِج ُد قُ َّوةً ق‬
‫َويُ ْف ِط ُر يَوْ ًما‬
Artinya: “Rasulullah Saw. bertanya kepadaku: 'Aku mendengar kabar bahwa kamu
beribadah di waktu malam dan berpuasa di waktu siang?' Dia berkata: 'Lantas aku menjawab:
'Wahai Rasulullah, itu benar'. Beliau bersabda: 'Berpuasa dan berbukalah, shalat dan tidurlah
karena tubuhmu mempunyai hak yang harus kamu penuhi, istrimu mempunyai hak yang harus
kamu penuhi, begitu juga tamumu mempunyai hak yang harus kamu penuhi. Cukuplah kamu

56
Muslim, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Anjuran Puasa Sebanyak Tiga Hari dalam Setiap Bulan, no. (198)
(2/820); Ahmad dalam musnad-nya (5/297, 299)
57
Abu Daud, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Tiga Hari dalam Setiap Bulan, no. (2449) (2/821); Nasai tanpa
lafal: ‫ ِه َي َكصَوْ ِم ال َّد ْه ِر‬: Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Perbedaan atas Musa Bin Thalhah dalam Kabar Mengenai Puasa Tiga
Hari dalam Setiap Bulan, no. (2423, 2422) (4/222); Ibnu Majah, dari jalur Abdul Malik bin Minhal, dari ayahnya,
dari Rasulullah Saw., Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mengenai Puasa Tiga Hari dalam Setiap Bulan, no. (1707) (1/544);
Ahmad dalam musnad-nya (5/27); Dalam kitab “Ihsân bi Tartîbi Shahîhi Ibnu Hibban”, Bab Puasa Sunah, no.
(3648) (5/265)
58
Tirmidzi secara singkat, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Puasa Hari Senin dan Kamis, no. (746)
(3/113); Abu Daud secara singkat, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Tiga Hari Pada Setiap Bulan, no. (2450) (2/822);
Nasai, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Cara Puasa 3 Hari, no. (2415, 2418) (4/220, 221); Ahmad dalam musnad-nya
(1/406Z); Lihat Tamâmul Minnah (414, 415)
berpuasa tiga hari dalam setiap bulan'. Abdullah melanjutkan: 'Aku tetap mempertahankan
pendirianku dan Rasulullah pun tetap bersikeras'. Lantas Abdullah berkata: 'Wahai Rasulullah,
aku masih kuat melakukannya'. Beliau bersabda: 'Kalau begitu berpuasalah tiga hari dalam
seminggu'. Dia menjawab: 'Aku tetap mempertahankan pendirianku dan beliau pun tetap begitu'.
Dia berkata: 'Aku berkata: 'Wahai Rasulullah, sungguh aku masih kuat'. Lantas beliau bersabda:
'Berpuasalah seperti puasa nabi Daud dan jangan melebihinya'. Aku bertanya: 'Wahai
Rasulullah, bagaimana puasa nabi Daud itu?'. Beliau menjawab: 'Dia berpuasa sehari dan
berbuka sehari'.”59 (HR. Ahmad dan lainnya).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
ِ ِ ‫َوَأ َحبُّ الصِّ يَ ِام ِإلَى هَّللا‬
‫صيَا ُم دَا ُو َد َو َكانَ يَنَا ُم نِصْ فَ اللَّ ْي ِل َويَقُو ُم ثُلُثَهُ َويَنَا ُم ُس ُد َسهُ َويَصُو ُم يَوْ ًما َويُ ْف ِط ُر يَوْ ًما‬
Artinya: “Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang
paling disukai oleh Allah adalah shalat Daud. Dia tidur seperdua malam, beribadah sepertiga
malam dan tidur seperenamnya. Juga dia berpuasa sehari dan berbuka sehari.”60

Orang yang Berpuasa Sunah Boleh Berbuka61


1. Dari Ummu Hanik Ra., dia berkata:
‫ص¨لَّى‬
َ ِ ‫ص¨اِئ َمةٌ فَقَ¨ا َل َر ُس¨و ُل هَّللا‬ ُ ‫َ¨اولَنِي فَقُ ْل‬
َ ‫ت ِإنِّي‬ َ ‫ب ثُ َّم ن‬
َ ‫ب فَ َش ِر‬ٍ ‫ح فَُأتِ َي بِ َش َرا‬ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َدخَ َل َعلَ ْيهَا يَوْ َم ْالفَ ْت‬
َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫ت فََأ ْف ِط ِري‬ِ ‫ت فَصُو ِمي وَِإ ْن ِشْئ‬ ِ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َّن ْال ُمتَطَ ِّو َع َأ ِمي ٌر َعلَى نَ ْف ِس ِه فَِإ ْن ِشْئ‬
Artinya: “Rasulullah Saw. masuk ke rumah Ummu Hanik pada hari penaklukan kota
Mekah. Lantas disajikan minuman kepada beliau dan beliau meminumnya. Kemudian beliau
memberiku, dan aku katakan: 'Aku berpuasa'. Beliau menjawab: 'Sesungguhnya orang yang
berpuasa sunah itu berkuasa atas dirinya. Jika kamu ingin melanjutkan puasa, maka
berpuasalah, dan jika kamu ingin berbuka, maka berbukalah'.”62 (HR. Ahmad, Daruquthni dan
Baihaqi).
Diriwayatkan juga oleh Hakim dan dia berkata: “Hadis ini sanadnya shahih dengan
lafal :63

‫صا َم َوِإ ْن َشا َء َأ ْفطَ َر‬ َ ‫ع َأ ِمي ُر نَ ْف ِس ِه ِإ ْن َشا َء‬ ُ ‫الصَّاِئ ُم ْال ُمتَطَ ِّو‬
Artinya: “Orang yang berpuasa sunah itu berkuasa atas dirinya. Jika kamu ingin melanjutkan
puasa, maka berpuasalah, dan jika kamu ingin berbuka, maka berbukalah.”
2. Dari Abu Juhaifah, dia berkata:

59
Bukhari dengan maknanya, Kitâbu ash-Shaum, Bab Mengenai Puasa Daud As. (3/52); Muslim, Kitâbu
ash-Shiyâm, Bab Larangan Berpuasa Sepanjang Masa, no. (182) (2/813); Ahmad dalam musnad-nya (2/195, 197,
198, 200, 225)
60
Ibnu Majah, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Mengenai Puasa Daud As. no. (1712) (1/546); Ahmad dalam
musnad-nya (2/160)
61
Maksudnya berbuka sebelum waktunya atau membatalkan puasanya.
62
Daruquthni, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Kesaksian Melihat Bulan, no. (7) (2/173, 174); Baihaqi, Kitâbu ash-
Shiyâm, Bab Puasa Sunah dan Membatalkannya Sebelum Sempurna (4/276, 277); Ahmad dalam musnad-nya
(6/343).
63
Hakim dalam mustadrak, Kitâbu ash-Shaum, Bab Puasa Sunah (1/439); Dia berkata: “Sanadnya shahih,
tapi dia tidak meriwayatkannya”. Hadis-hadis yang menyalahi persoalan itu tidak ada yang shahih. Disepakati juga
oleh adz-Dzahabi.
ِ ُ‫¨ال لَهَ¨¨ا َم¨¨ا َش¨ْأن‬
‫ك‬ َ ¨َ‫ فَق‬. ¨ً‫ فَ َرَأى ُأ َّم الدَّرْ دَا ِء ُمتَبَ ِّذلَة‬،‫َار َس ْل َمانُ َأبَا الدَّرْ دَا ِء‬َ ‫ فَز‬،‫ َوَأبِي الدَّرْ دَا ِء‬، َ‫آخَ ى النَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم بَ ْينَ َس ْل َمان‬
ٍ ‫¨ال َم¨ا َأنَ¨ا بِآ ِك‬
‫¨ل‬ َ َ‫ ق‬. ‫ص¨اِئ ٌم‬َ ‫ فَقَا َل ُك¨لْ ! فَ¨ِإنِّي‬. ‫ط َعا ًما‬ َ ُ‫صنَ َع لَه‬ َ َ‫ ف‬،‫ فَ َجا َء َأبُو الدَّرْ دَا ِء‬. ‫ْس لَهُ َحا َجةٌ فِي ال ُّد ْنيَا‬ َ ‫ت َأ ُخوكَ َأبُو الدَّرْ دَا ِء لَي‬ ْ َ‫قَال‬
َ ¨َ‫آخ¨ ِر اللَّ ْي¨ ِل ق‬
‫¨ال‬ ِ ‫ فَلَ َّما َك¨¨انَ ِم ْن‬. ‫ فَقَ¨ا َل نَ ْم‬. ‫َب يَقُ¨و ُم‬ َ ‫ ثُ َّم َذه‬،‫ فَنَ¨¨ا َم‬. ‫ قَ¨ا َل نَ ْم‬. ‫َب َأبُو الدَّرْ دَا ِء يَقُو ُم‬ ‫ْأ‬
َ ‫ فَلَ َّما َكانَ اللَّ ْي ُل َذه‬. ‫ فََأ َك َل‬, ‫َحتَّى تَ ُك َل‬
‫ فَ ¨َأتَى‬. ُ‫ق َحقَّه‬ ٍّ ‫ فََأ ْع ِط ُك َّل ِذي َح‬،‫ك َحقّا‬ ً َ ‫ك َعلَ ْي‬ ً
َ ِ‫ َوَأل ْهل‬،‫ك َحقّا‬ َ ‫ك َعلَ ْي‬ ً
َ ‫ َولِنَ ْف ِس‬،‫ك َحقّا‬
َ ‫ك َعلَ ْي‬ َ ِّ‫ال لَهُ َس ْل َمانُ ِإ َّن لِ َرب‬ َ َ‫ ف‬. َ‫َس ْل َمانُ قُ ِم اآلن‬
َ َ‫ فَق‬،‫صلَّيَا‬
. ‫ رواه البخاري و ا لترمذي‬. " ‫ فَقَا َل النَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم " صدق سلمان‬،ُ‫ك لَه‬ َ ِ‫ي صلى هللا عليه وسلم فَ َذ َك َر َذل‬ َّ ِ‫النَّب‬
Artinya: “Nabi Saw. mempersaudarakan Salman dan Abu Darda’, lantas Salman
berkunjung ke rumah Abu Darda’. Dia mendapati ibu Abu Darda’ berpakaian lusuh, maka dia
pun bertanya: 'Mengapa kamu seperti ini?'. Dia menjawab: 'Saudaramu Abu Darda’ tidak
memikirkan dunia lagi'. Lantas Abu Darda’ datang dan memberi Salman makanan seraya
berkata: 'Makanlah. Aku puasa'. Salman menjawab: 'Aku tidak akan makan hingga kamu juga
makan'. Lantas dia makan juga. Tatkala malam hari Abu Darda’ bangun hendak beribadah.
Salman berkata: 'Tidurlah'. Dan Abu Darda’ pun tidur lagi. Kemudian dia bangun lagi hendak
beribadah. Salman berkata: 'Tidurlah'. Lantas dia pun tidur lagi. Kemudian tatkala sudah
memasuki akhir malam, Salman berkata: 'Sekarang bangunlah'. Lantas mereka berdua shalat
malam. Kemudian Salman berkata kepada Abu Darda’: 'Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai
hak atas dirimu, dirimu juga mempunyai hak atasmu, begitu juga keluargamu. Maka berikanlah
hak itu kepada tempatnya masing-masing'. Abu Darda’ mendatangi dan menceritakan itu semua
kepada Nabi Saw.. Nabi Saw. bersabda: 'Salman memang benar'.”64 (HR. Bukhari dan Tirmidzi).
3. Dari Abu Said al-Khudri Ra. dia berkata: “Aku membuat makanan untuk Rasulullah Saw..
Kemudian beliau dan para sahabatnya mendatangiku. Ada seorang laki-laki berkata: 'Aku
berpuasa'. Rasulullah Saw. bersabda:
َ‫ص ْم يَوْ ًما َم َكانَهُ ِإ ْن ِشْئت‬ُ ‫ َأ ْف ِطرْ َو‬: ‫ ثُ َّم قَا َل‬, ‫َدعَا ُك ْم َأ ُخوْ ُك ْم َوتَ َكلَّفَ لَ ُك ْم‬
Artinya: “Saudaramu telah mengundangmu makan dan dia telah susah payah
menghidangkannya untukmu”. Kemudian beliau bersabda: “Berbukalah dan berpuasalah di lain
hari sebagai gantinya kalau kamu mau”.65 (HR. Baihaqi dengan sanad hasan, sebagaimana
dikatakan al-Hafizh).
Mayoritas ulama berpendapat bahwa boleh hukumnya berbuka sebelum waktunya bagi
orang yang berpuasa sunah. Mereka menganjurkan untuk diganti di lain hari, dengan dalil hadis-
hadis yang shahih ini.

64
Bukhari, Kitâbu ash-Shaum, Bab Orang yang Bersumpah Pada Saudaranya untuk Berbuka Puasa
Sebelumnya Waktu dalam Puasa Sunah dan Tidak Menggantinya (3/49); Kitâbu al-Adab, Bab Membuat Makanan
dan Berpayah-payah untuk Menjamu Tamu (8/40); Tirmidzi, Kitâbu az-Zuhdi, Bab Hadis Muhammad bin Basar, no.
(2413), Abu Isa berkata: “Ini adalah hadis shahih”. (4/608, 609)
65
Baihaqi, Kitâbu ash-Shiyâm, Bab Pilihan untuk Mengganti Jika Puasanya Itu Sunah (4/279)

Anda mungkin juga menyukai