Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan suatu material (terutama logam) karena bereaksi dengan lingkungannya. Dengan bereaksi ini sebagian logam akan hilang menjadi suatu senyawa yang lebih stabil. Hilangnya sebagian logam ini mengakibatkan pula kerugian-kerugian lain yang lebih besar,antara lain : 1. Hasil reaksi korosi yang menempel pada permukaan logam sering mengakibatkan penampilan yang kurang sedap dipandang. 2. Korosi yang mengakibatkan hilangnya sebagian logam ini bisa menimbulkan kebocoran/kelonggaran yang berarti pula suatu peralatan tidak lagi dapat berfungsi dengan baik,sehingga perlu diganti. 3. Korosi mengakibatkan berkurangnya kekuatan/ ketangguhan sehingga dapat menimbulkan akibat yang lebih serius, misalnya robohnya suatu konstruksi, meledaknya suatu pipa/bejana bertekanan, dll 4. Kerusakan pada suatu bagian peralatan seringkali dapat menghentikan seluruh proses produksi. 5. Biaya perawatan untuk mencegah kerusakan akibat korosi seringkali juga tidak murah. 6. Hasil reaksi korosi mungkin juga akan membuat pencemaran pada suatu produk, seperti misalnya makanan, minuman,dll. I-1

I-2 Bab I Pendahuluan Melihat kerugian-kerugian yang mungkin ditimbulkan oleh korosi ini maka berbagai usaha dilakukan untuk mencegah korosi, atau setidaknya mengantisipasi akibat yang ditimbulkan oleh korosi. I.2. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan Pengaruh pH terhadap laju korosi adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap laju korosi sampel uang logam (aluminium). I.3. Dasar Teori Korosi artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi dapat menyebabkan ketel uap meledak, pipa minyak pecah, atau senjata macet. Hasil survei menunjukkan bahwa korosi tidak hanya terjadi pada logam tetapi dapat terjadi pada fondasi beton. Korosi dipengaruhi oleh temperatur, garam-garam yang terlarut, dan adanya aktivitas mikroorganisme. (Widharto, Sri. 2001. Karat dan
Pencegahannya; Universitas Indonesia; Jakarta).

Unsur kimia yang mempengaruhi korosifitas air terhadap pembuatan fondasi beton yaitu pH (konsentrasi ion hidrogen), CO2 agresif, amonium (NH4+), magnesium (Mg+2), dan sulfat (SO4-2). pH merupakan unsur utama yang harus diperhatikan dalam penentuan sifat korosifitas air. Korosi mulai terbentuk pada pH air < 4,5; semakin rendah pH air semakin cepat terjadi korosi. (Widharto, Sri.
2001. Karat dan Pencegahannya; Universitas Indonesia; Jakarta).

Korosi merupakan kerusakan logam oleh reaksi kimia atau bahan elektro kimia didukung oleh lingkungan. Korosi menjadi ancaman terhadap semua logam, perusakan logam mulai
Laboratorium Teknik Korosi

I-3 Bab I Pendahuluan dari pengkaratan baja-baja konstruksi bangunan, kapal, mesin hingga alat perlengkapan rumah tangga. Bahkan ahli korosi sering menganggap baik logam maupun non logam memiliki potensi korosi seperti keramik, karet dan non logam lainnya. Betapa banyak kerugian yang diderita manusia oleh karena korosi. (Widharto, Sri. 2001.
Karat dan Jakarta). Pencegahannya; Universitas Indonesia;

Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksidasi dan karbonat. Reaksi korosi pada dasarnya merupakan interaksi dari suatu logam atau paduan dengan lingkungannya, sehingga dicari faktor-faktor yang mempengaruhi korosi dapat dicari dengan meninjau logamnya sendiri dan lingkungannya. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Jenis dan konsentrasi elektrolit, pada umumnya konsentrasi yang makin tinggi akan makin korosif. 2. Adanya oksigen terlarut pada elektrolit, pada umumnya akan menaikkan laju korosi. 3. Temperatur yang makin tinggi pada umumnya juga menaikkan laju korosi. 4. Kecepatan gerakan elektrolit yang makin tinggi juga akan mempercepat kerusakan akibat korosi. 5. Jenis logam/paduan. 6. Adanya galvanic cell, baik itu antara dua logam yang berbeda maupun pada suatu paduan. 7. Adanya tegangan (tarik), baik berupa tegangan sisa maupun tegangan kerja.

Laboratorium Teknik Korosi

I-4 Bab I Pendahuluan


(Fontana, Mars Guy. 1978. Corrosion Engineering. McGraw-Hill Book co; Japan).

Udara maupun air yang mengandung garam dapat merusak bagian-bagian yang terbuat dari aluminium, timah dan tembaga menjadi garam klorida sehingga dapat merusak berbagi alat elektronik.Semua bahan tidak akan luput dari korosi, oleh karena itu ada kriteria pemilihan bahan, agar kita bisa menilai tinggi rendahnya kualitas bahan tersebut, hal-hal yang mempengaruhi kualitas bahan adalah: 1. Appearance (penampakan) 2. Fabricability (industri) 3. Strenght (keakuatan) 4. Corrosion resistance 5. Cost 6. Availability
(Fontana, Mars Guy. 1978. Corrosion Engineering. McGraw-Hill Book co; Japan).

Seperti telah dijelaskan di atas, serangan karat merupakan bahaya nasional yang nyata yang tingkat kerugian sebagai akibatnya lebih besar dari segala bencanaalam yang perbah dialami. Namun karena keawaman kita terhadap terhadap keberadaan dan kejahatannya, maka bahaya dan kerugian yang sedemikian besar ini terjadi tanpa kita sadari/ketahui, dan celakanya/ironisnya kita dengan suka rela menerima segala resiko kerugian tersebut, misalnya jika knalpot mobil kita bocor, palingpaling dengan sedikit menggerutu kita bawa kendaraan ke bengkel untuk memperbaikinya atau bahkan menggantinya dengan biaya yang tidak murah.(Widharto, Sri. 2001. Karat dan Pencegahannya;
Universitas Indonesia; Jakarta).

Laboratorium Teknik Korosi

I-5 Bab I Pendahuluan Untuk mengetahui lebih lanjut perihal karat, di bawah ini dijelaskan beberapa jenis karat yang penulis ketahui di dalam praktek lapangan. Jenis karat yang terjadi melalui proses elektrokimia adalah antara lain: karat atmosfer, karat galvanis, karat arus liar, karat air laut, karat tanah (soil corrosion), oxygen concentration cell, dan lain-lain. Jenis karat yang terjadi melalui proses kimia adalah antara lain: karat pelarutan selektif, karat merkuri, karat asam (acid corrosion), karat titik embun (dew point corrosion), garfitasi, dan lain-lain. Jenis karat yang terjadi melalui proses kombinasi elektrokimia, kimia dan fisik adalah antara lain: karat tegangan, korosi erosi, dan lain-lain. Jenis karat yang terjadi akibat kerusakan mekanis antara lain: fretting (karat gesekan), karat kelelahan (corrosion fatique), serangan tumbukan partikel (impingement attack), kavitasi, erosi/abrasi, dan lain-lain. Jenis karat yang terjadi pada suhu tinggi misalnya antara lain: oksdidasi, karat metal cair (liquid metal corrosion), dan lain-lain. Jenis karat yang disebabkan oleh faktor biologis yakni karat yang disebabkan oleh bakteri pereduksi sulfat (sulphate redusing bacteri). Kerusakan metal lainnya yang diakibatkan oleh pencemaran zat kimia sewaktu dioperasikan dalam kondisi lingkungan yang kaya dengan zat pencemar tertentu, misalnya penggetasan hydrogen (hydrogen embrittlement), penggetasan sulfur (sulphur embrittlement),

Laboratorium Teknik Korosi

I-6 Bab I Pendahuluan hydogen blister, hydrogen attack, caustic embrittlement, dan lain-lain. Jenis karat yang terjadi di batas kristal metal, yakni intergranular/intercrystaline corrosion, interdendritic corrosion, dan lain-lain.
(Widharto, Sri. 2001. Karat Universitas Indonesia; Jakarta). dan Pencegahannya;

Lingkungan merupakan salah satu faktor utama yang memacu terjadinya korosi, seleruh lingkungan merupakan korosif, baik air, udara, maupun tanah. Didalam air banyak mengandung ion hidroksil yang bermuatan negatif. Ion hidroksil berasal dari: H2O (OH)- + H+ atau 4e + O2 + 2H2O 4(OH)Gas hidrogen sulfida yang terkandung didalam udara yang tercemar dapat menyebabkan karat tarnish pada perak atau tembaga. Gas yang paling merusak pada kawasan industri adalah Sulfur dioksida (SO2) yang berasal dari hasil pembakaran batu bara, minyak bakar ataupun gasoline.
(Widharto, Sri. 2001. Karat Universitas Indonesia; Jakarta). dan Pencegahannya;

Asam merupakan salah satu zat korosif yang ditakuti oleh industri-indutri. Asam sulfida, asam klorida dan asam sulfat merupakan jenis asam kuat yang sering dijumpai dalam lingkungan industri. Tingkat pengkaratan akan meningkat bila lingkungan korosif ditambah lagi dengan kelembapan yang tinggi dan suhu yang bersifat cyclic (naik turun secara teratur). Salah satu reaksi pembentukan asam yang diperkirakan diakibatkan oleh kandungan SO2 didalam gas bekas adalah sebagai berikut : 2H2O + 2SO2 + O2
Laboratorium Teknik Korosi

2H2SO4 (Asam belerang)

I-7 Bab I Pendahuluan FeH2SO4 + O2 Fe2(SO4)3H2O Fe2(SO4)3H2O Fe2SO4 + O2 +

Fe2O3 + 3/2H2SO4 bumi (H2S) pada

Pada Industri pengolahan minyak banyak dijumpai korosi akibat asam sulfida yang ditimbulkan oleh kandungan belerang minyak mentah yang diolah. (Widharto, Sri.
Karat dan Jakarta). Pencegahannya; Universitas

2001. Indonesia;

Asam sulfida ini menyebabkan korosi pada tangki-tangki penyimpanan minyak bumi, pipapipa penyalur dan peralatan yang lainnya. Asam sulfida dapat bereaksi dengan besi atau logamlogam lain seperti tembaga (Cu) dan perak (Ag) meskipun pada keadaan yang relatif kering. H2S bereaksi dengan besi membentuk sulfida besi melalui reaksi sebagai berikut : H2S + Fe FeS + H2 H2S + FeCO3 FeS + CO2 + H2O H2S + Fe(OH)2 FeS + 2H2O Garam FeS juga masih reaktif bila bertemu dengan oksigen. FeS yang terbentuk oleh reaksi H2S dan besi bersifat katodik terhadap besi yang tidak dilapisi. (Widharto, Sri. 2001. Karat dan
Pencegahannya; Universitas Indonesia; Jakarta).

Selain asam anorganik, asam organik juga merupakan asam yang terpenting yang dapat menyebabkan korosi pada logam. Asam formic merupakan salah satu asam organik yang bersifat sangat korosif. Almunium tidak dapat memberikan ketahanan terhadap korosi asam formik. Asam asetat yang dapat bereaksi dengan tembaga, maleic dan lactic acid merupakan asam yang lebih korosif yang dapat menyerang stainless steels. korosi akibat asam organik banyak ditemukan
Laboratorium Teknik Korosi

I-8 Bab I Pendahuluan pada kemasan produk makanan. Berikut merupakan data korosi yang disebabkan oleh asam organik. (Fontana, Mars Guy. 1978. Corrosion
Engineering. McGraw-Hill Book co; Japan).

Rumus dari laju korosi pada logam (mpy) dinyatakan oleh persamaan seperti dituliskan dibawah ini: MPY= 534.W D.A.T

Dimana: MPY : Mils per year(seper seribu inchi per tahun) W : Berat yang hilang (mg) D : Densitas logam (gram/cm3) A : Luas logam (in2) T : Waktu (jam)
(Fontana, Mars Guy. 1978. Corrosion Engineering. McGraw-Hill Book co; Japan).

Ada beberapa prinsip pencegahan karat yang penggunaannya sesuai dengan jenis peralatan, tempat serta jenis lingkungan yang korosif. Adapun prinsip-prinsip pencegahan karat tersebut adalah sebagai berikut : a. Prinsip perbaikan lingkungan yang korosif b. Prinsip netralisasi zat c. Prinsip perlindungan permukaan dengan cara: Pelapisan dengan cat Pelapisan dengan metal coating Pelapisan anorganik d. Perlindungan katodik dan anodik e. Prinsip penggunaan bahan yang tahan terhadap jenis karat tertentu
Laboratorium Teknik Korosi

I-9 Bab I Pendahuluan

f. Penggunaan zat penghambat


karat (Corrosion Inhibitor).
dan (Widharto, Sri. 2001. Karat Universitas Indonesia; Jakarta). Pencegahannya;

Jika dilihat dari bentuknya, korosi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kolompok, yaitu : 1. Uniform Corrosion Korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam/paduan yang bersentuhan dengan elektrolit, dengan intensitas yang sama. 2. Galvanic Corrosion Korosi yang terjadi bila dua logam yang berbeda berada dalam satu elektrolit. Pencegahan: penggunaan nonmetallic, non absorbent bahan isolasi yang berlainan untuk mencegah arus elektron, memilih logam dengan posisi pada deret galvanis sedekat mungkin, material dijauhkan dari logam lain, penggunaan coating pada logam anode. 3. Crevice Corrosion Korosi yang terjadi pada celah-celah sempit. Pada celah terjadi concentration cell, sehingga terjadi korosi. Pencegahan: membuat design peralatan lebih terbuka walaupun sulit untuk semua aplikasi, menghindari memakai mur/baut. Memilih bahan yang tahan korosi, penyambungan bahan dengan konstruksi las. 4. Intergranuler Corrosion Korosi yang terjadi pada batas butir. Batas butir merupakan tempat mengumpulnya impurity atau suatu presipital, juga merupakan daerah yang lebih tegang. Pencegahan: menggunaan baja berkarbon rendah, menambahkan titanium atau niobium. 5. Stress Corrosion
Laboratorium Teknik Korosi

I-10 Bab I Pendahuluan Korosi yang timbul sebagai akibat bekerjanya tegangan dan media yang korosif. 6. Selective Leaching Yaitu larutnya salah satu komponen saja dari suatu paduan, dan ini mengakibatkan paduan yang tersisa akan menjadi berpori dan tentunya kekuatannya akan banyak berkurang. Pencegahan: berfase tunggal, penambahan arsenikum, kandungan sengnya rendah. 7. Erosion Corrosion Korosi yang dipercepat oleh adanya erosi yang ditimbulkan oleh gerakan cairan. Ini terjadi pada sudu-sudu pompa, pada pipa, terutama pada belokan. Pencegahan: menghindari adanya aliran yang bersifat turbulen sejak perencanaan, adanya proteksi secara katodik, pertebal beberapa bagian yang merupakan daerah gawat atau yang dimungkinkan terserang erosi. 8. Pitting Corrosion Merupakan korosi yang terlokalisasi pada satu atau beberapa titik dan mengakibatkan terjadinya lubang kecil yang dalam. Pencegahan: mempertebal plate, coating yang baik untuk daerah rawan, pemilihan material yang cocok.
(Fontana, Mars Guy. 1978. Corrosion Engineering. McGraw-Hill Book co; Japan).

Pengandilan Korosi Pengendalian korosi dapat dilakukan dengan cara : 1. Pemilihan material atau bahan Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bahan : Biaya Ketahanan korosi Ketersediaan
Laboratorium Teknik Korosi

I-11 Bab I Pendahuluan Kemampuan Bentuk/rupa 2. Mengubah lingkungan atau modifikasi lingkungan Menurunkan suhu Memindahkan oksigen atau oksidator Merubah konsentrasi 3. Design atau modifikasi rancangan Tebal dinding Aturan design 4. Proteksi Anodik dan katodik 5. Pemberian lapisan pelindung (Coating)
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan 2 cara yaitu: a. Metode kehilangan berat b. Metode elektrokimia
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Metode kehilangan berat Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi.Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya. Metode ini bila dijalankan dengan waktu yang lama dan
Laboratorium Teknik Korosi

I-12 Bab I Pendahuluan suistinable dapat dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa korosif daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk treatment yang harus diterapkan pada daerah dan kondisi tempat objek tersebut.
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Metode Elektrokimia Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan eaktu lainnya berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat ditreatmen tidak dapat diketahui. Kelebihan metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama. Metode elektrokimia ini meggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday yaitu menggunakan rumus sebagai berikut : corrotion penetrate = rate Keterangan : i = densitas arus, (uA/cm2) a = berat atom n = jumlah elektron yang hilang
Laboratorium Teknik Korosi

K.a.i n.D

I-13 Bab I Pendahuluan K = konstansta, bergantung pada rate penetrasi yang diinginkan D = densitas, g/cc Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material dengan sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial yang terjadi dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut merupakan gambar metode yang dilakukan untuk mendapatkan hasil pada penelitian laju korosi dengan metode elektrokimia yang diuraikan diatas. (Setyawan, Ir. Budi. 2009.
Diktat Teknik Surabaya). Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS;

Macam-macam Pencegahan Korosi Untuk menghindari akibat serangan berbagai jenis karat yang sangat merugikan tersebut diperlukan langkah-langkah pencegahan yang cukup mahal biayanya. Namun jika dibandingkan dengan biaya dan pengorbanan lain jika serangan korosi tidak dicegah atau dibatasi, maka kerugian akibat biaya pencegahan tersebut diatas menjadi hampir tidak berarti. Ada beberapa prinsip pencegahan korosi yang penggunaannya disesuaikan dengan jenis peralatan, tempat serta jenis lingkungan yang korosif. Adapun prinsipprinsip pencegahan korosi tersebut sebagai berikut : 1. Prinsip perbaikan lingkungan yang korosi 2. Prinsip netralisasi zat koroden sedemikian rupa sehingga tidak berbahaya lagi 3. Prinsip perlindungan permukaan dengan cara : Pelapisan dengan cat (Organic Coating)
Laboratorium Teknik Korosi

I-14 Bab I Pendahuluan Pelapisan dengan metal coating, lining, overlay, dan cladding Pelapisan anorganik Pembalutan (wrapping) 4. Prinsip penggunaan bahan yang tahan terhadap jenis korosi tertentu 5. Perlindungan katodik dan perlindungan anodic 6. Penggunaan zat pelambat korosi (Corrosion Inhibitor)
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Perbaikan lingkungan yang korosif Sebelum kita melangkah untuk menentukan cara-cara perbaikan lingkungan yang korosif, terlebih dahulu kita harus mengetahui atau mengantisipasi jenis serangan korosi apa yang akan terjadi pada suatu jenis lingkungan tertentu. Sebagai contoh, misalnya Lingkungan udara yang mengandung butir-butir garam, khususnya untuk penyimpanan barang-barang yang peka terhadap udara lingkungan, seperti peralatan elektronika, kawat las, dan lain-lain harus disimpan di tempat yang bebas dari pengaruh lingkungan yang udaranya mengandung butir-butir garam seperti misalnya udara pantai laut selatan pulau jawa yang lautnya ganas dan selalu bergejolak. Untuk penyimpanan alat-alat/komponen elektronika harus dipergunakan ruang tertutup dan ber-AC, sehingga baik suhu kamar maupun kelembabannya dapat dikendalikan. (Setyawan, Ir.
Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTIITS; Surabaya).

Laboratorium Teknik Korosi

I-15 Bab I Pendahuluan Netralisasi zat koroden Untuk dapat mengurangi serangan korosi tertentu pada bahan kontruksi, maka perlu diupayakan agar zat koroden yang menjadi penyebab korosi tersebut ditiadakan paling tidak dilemahkan daya reaksinya dengan cara mencampur atau menginjeksi system proses dengan netralisasi seperti misalnya pada daerah puncak tanur penyulingan yang menyuling minyak mentah asal impor biasanya sering termakan korosi, karena kandungan klorida yang sangat tinggi. Klorida tersebut terhidrolisa menjadi asam klorida (HCl), sehingga jika bahannya terbuat dari baja karbon biasa akan terjadi kehilangan metal yang sangat cepat, yang mengakibatkan trays dan internal lainnya menjadi terlalu tipis dan gagal. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya pada system upstream diinjeksikan gas ammonia, maka akan terjadi reaksi : NH + HCl NH4Cl (Ammonium klorida) yang tidak korosif terhadap baja karbon. (Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik
Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Pelapisan dengan cat (organic coating) Untuk perlindungan metal terhadap serangan korosi, maka mutu cat yang tahan cuaca, juga ketebalan yang menjamin optimasi perlindungan permukaan metal dan juga tingkat perekatan dan kelenturan yang memadai sehingga tahan terhadap perubahan cuaca maupun fluktuasi suhu permukaan metal yang dilindungi itu sendiri. Selain itu tujuan pengecatan digunakan sebagai Colour Coding yang mempunyai fungsi indikasi jenis material benda yang dicat dan menunjukkan jenis fluida yang dikandung suatu peralatan, misalnya : kuning untuk gas, hijau daun
Laboratorium Teknik Korosi

I-16 Bab I Pendahuluan untuk oksigen, hijau muda untuk air pendingin, merah untuk air pemadam kebakaran, coklat untuk minyak pelumas, perak untuk hidrokarbon, putih untuk zat kimia , dan lain-lain. (Setyawan, Ir.
Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTIITS; Surabaya).

Pelapisan dengan Coating Metalik, lining dan cladding 1. Coating Metalik Penerapan Coating Metalik dilaksanakan dengan : Pencelupan panas (Hot Dipping) Pencelupan panas adalah mencelupkan benda yang akan dilindungi kedalam cairan metal pelindung dalam waktu yang relative singkat. Cara ini lazimnya disebut galvanizing, karena bahan pelindungnya adalah seng (zinc) dan berfungsi sebagai metal yang bersifat anodic terhadap baja yang dilindungi. Penyepuhan (Elektroplting) Penyepuhan adalah cara coating metalik dengan system elektrolisa dimana metal pelindung dari bahan yang lebih mulia dari baja, misalnya nikel, krom, emas, dan lainlain, dipergunakan untuk melapisi permukaan baja sebagai logam pelindung yang anti korosi atau tahan terhadap kondisi lingkungan yang korosif. Semprotan metal (Metal Spray) Cara ini adalah dengan menggunakan piranti aitu dengan menghembuskan butiranbutiran metal cair dengan mempergunakan udara bertekanan pada permukaan yang akan dilindungi. Sementasi (Cementation)
Laboratorium Teknik Korosi

I-17 Bab I Pendahuluan Caranya adalah dengan menggulinggulingkan peralatan yang akan dilindungi ke dalam campuran serbuk metal pelindung dan fluks yang tepat pada suhu tinggi, sehingga menyebabkan metal pelindung tadi terdifusi pada permukaan metal yang dilindungi. Cathodic dan Anodic Metal Coating Adalah pelapisan permukaan baja dengan metal yang lebih mulia yang tahan korosi atmosfer dan korosi lainnya, misalnya pelapisan baja dengan nikel, perak, krom atau tembaga. 2. Metal lining Metal lining adalah suatu cara pelapisan dengan menggunakan pelat metal pelindung yang tipis. Pelat metal pelindung tersebut diikatkan pada permukaan baja dengan car alas, solder keras, baut, sekrup, dan lain-lain. 3. Weld Overlay (pelapisan dengan las) Pelapisan dengan las dilaksanakan dengan menggunakan lajur-lajur las secara sangat rapat satu dengan lainnya diatas permukaan yang dilindungi. 4. Metal Cladding (lapis padu metal) Metal cladding juga merupakan metal lining yang penerapannya dilaksanakan dengan memadukan antara material induk yang dilindungi dengan lapis pelindung berupa metal atau logam dengan cara memanaskan keduanya kemudian memadukannya menjadi satu lapisan padu yang lekat satu dengan lainnya.
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Penggunaan Inhibitor

Laboratorium Teknik Korosi

I-18 Bab I Pendahuluan Inhibitor adalah ikatan-ikatan tertentu yang ditambahkan pada elektrolit untuk membatasi korosi bejana logam, juga dapat didefinisikan sebagai suatu zat kimia yang apabila ditambahkan atau dimasukkan dalam jumlah sedikit dalam koroden (lingkungan yang korosif) dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi yang ada. Terdapat beberapa jenis inhibitor yakni : 1. Passivating inhibitor 2. Chatodic inhibitor 3. Organic inhibitor 4. Precipitate inducing inhibitor 5. Vapor phase inhibitor
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Cara pemakaian inhibitor: 1. Injeksi terus-menerus Biasanya dipakai di dalam sistem sekali jalan (once thru), yakni sistem suplai air, sistem injeksi air pada pengeboran minyak, sistem air pendingin dan lain-lain. 2. Pemasokan cara batch (setakar-setakar) Penggunaan ini biasanya dalam sistem tertutup. Sistem ini biasanya digunakan di dalam sistem pendingin yang berjalan secara otomatis. 3. Sistem pencetan (squeeze treatment) Ini merupakan pasokan terus-menerus. Penggunaannya pada sumur minyak. 4. Volatilisasi

Laboratorium Teknik Korosi

I-19 Bab I Pendahuluan Penggunaannya di dalam ketel uap dan kontainer tertutup juga di dalam kondensat minyak. Pnerapannya secara batch.
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

Maksud Penggunaan Inhibitor Penggunaan inhibitor dimaksudkan untuk melindungi permukaan metal dari serangan karat dengan tujuan untuk: 1. Memperpanjang usia pakai peralatan 2. Mencegah penghentian pabrik 3. Mencegah kecelakaan karena rusaknya peralatan 4. Mencegah kehilangan pertukaran panas 5. Mempertahankan rupa permukaan yang menarik. Inhibitor karat banyak digunakan untuk menghambat korosi dalam radiator kendaraan bermotor. Inhibitor dapat juga digunakan dalam ketel uap dan sistem air-panas sejenis. Inhibitor terdiri dari anion atom-ganda yang dapat masuk ke permukaan logam dan dengan demikian menghasilkan selaput lapisan tunggal yang kaya okigen. Selaput ini menyerupai lapisan yang terbentuk pada pasivasi. Biasanya inhibitor terdiri dari ikatan yang mengandung kromat, fosfat, tungstat atau ion elemen transisi lainnya yang mudah teroksidir. Cara termudah untuk menghindarkan terjadinya pasangan galvanik ada penggunaan satu jenis logam saja, namun hal ini tidak selalu mungkin. Pada keadaan khusus,
Laboratorium Teknik Korosi

I-20 Bab I Pendahuluan terbentuknya sel dapat dicegah dengan isolasi listrik dari logam dengan komposisi yang berbeda.
(Setyawan, Ir. Budi. 2009. Diktat Teknik Korosi. D3 Teknik Kimia FTI-ITS; Surabaya).

I.4. Aplikasi Industri UJI AKTIFITAS MIKROFUNGI ASAL LINGKUNGAN TANGKI REAKTOR TRIGA MARK II TERHADAP KOROSI ALUMINIUM oleh: Rosmiati A. Wahid Dilakukan uji aktifitas mikrofungi tersebut terhadap korosi logam Aluminium tipe 6061T- 6 menggunakan modifikasi metode pengukuran H rvart (1962). Masing-masing isolat diinokulasikan pada medium mineral, dan diamati perubahan pH media serta pengurangan berat aluminium selama 30 hari pengamatan. Interaksi antara aktifitas setiap jenis mikrofungi dan waktu, berpengaruh terhadap pH medium dan penurunan berat logam penguji. Hasil penelitian menujukkan penuruan pH dan pengurangan berat spesimen aluminium berbeda nyata dengan kontrol sesuai dengan fungsi waktu. Mikrofungi biasanya menyebabkan korosi dengan membentuk beberapa macam asam
Laboratorium Teknik Korosi

I-21 Bab I Pendahuluan organik seperti asam sitrat, asam glutamat dan asam oksalat, yang merupakan zat yang korosif untuk logam. Disamping itu juga oleh pertumbuhannya pada permukaan logam menghasilkan lendir yang dapat menumpuk jadi padat dan sangat membahayakan. Untuk mengetahui aktifitas mikrofungi terhadap korosi logam di laboratorim dapat dilakukan dengan mempelajari penambahan pH medium akibat produk metabolisme yang dihasilkan dan mengamati laju korosi dari sampel logam yang terkorosi. Kultur murni tiga jenis mikrofungi hasil isolasi dari air tangki reaktor dan cuplikan finding reaktor Triga Mark II yang diduga terkorosi (Wahid, R.A. dkk.,1997) yaitu Paecilomyces carneus, Penicillium simplicissimum dan Penicillium Canescens dibiakkan pada media Saborraud glucose agar (SGA). Pada penelitian ini dipergunakan sebagai mikrofungi inokulan. Sebagai logam penguji digunakan Aluminium tipe 6061- T6 dengan ukuran setiap lempeng penguji panjang 3 cm dan lebar 1 cm. Medium lmtuk mengamati aktifitas isolat mikrofungi adalah medium mineral (pankhurst, E.S. dkk, 1975) dengan penamballan 40 gr/l glukosa dan 10 gr/l pepton. Pengujian dengan metode Horvarth (1962) yang dimodifikasi, yaitu dengan cara merendam spesimen aluminium secara aseptik di dalam botol percobaan yang berisi media mineral yang telah diinokulasi dengan masing-masing isolat yang diuji. Botol percobaan tertutup sumbat dengan pipa dua aliran, untuk udara masuk setelah melalui saringan dari aerator dan untuk udara juga melalui saringan udara. Parameter yang diukur
Laboratorium Teknik Korosi

I-22 Bab I Pendahuluan adalah penurunan pH. Larutan media menggunakan pH meter Corning model 3. Pengurangan berat spesimen alumninium ditimbang dengan timbangan Sartorius (Electric Balance) yang diamati setelall 10 hari, 20 hari dan 30 hari. Sebelum ditimbang spesimen almninium dibersihkan dengan asam nitrat yang mengandung asam klorat 5% selama lima menit, disikat hatihati, dicuci dengan air suling dan aceton, dikeringkan dan ditimbang hingga berat tetap. Penurunan pH yang terjadi pada percobaan ini menunjukkan peningkatan keasaman dengan adanya asam organik di dalam media. Keadaan ini terdeteksi setelah hari ke 10 dari setiap inokulan dan akan menyebabkanin isoiasi korosi pada pennukaan logam Al penguji. Berkurangnya berat spesimen Aluminium mungkin disebabkan korosi permukaan logam yang terjadi karena inisiasi dari asam organik yang diproduksi oleh setiap isolat inokulan. lnisiasi asam organik yang di hasilkan mikrofungi akan menyebabkan pembentukan sumur-sumur dan celah-celah pada permukaan logam yang terkorosi. Menurut Davis (1967), korosi yang cukup parah akan terjadi pada logam yang terbenam selama 20 hari pada garam mineral. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan sampai inokulan (kontrol) yang menunjukkan tingkat laju korosi yang cukup tinggi, 2,11.10-6 g/cm/jam. Aktifitas mikrofungi terhadap korosi logam AI. Diperlihatkan oleh laju korosi setiap spesimen dari masing-masing isolat, dimana Penicillium simplissimum menunjukkan aktivitas korosi tertinggi, diikuti oleh Paecilomyses carneus dan Penicillium canescens. Dari basil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semua jenis isolat mikrofungi yang diuji ternyata
Laboratorium Teknik Korosi

I-23 Bab I Pendahuluan mempunyai potensi untuk mempercepat terjadinya korosi pada logam aluminium tipe 6061T6, yaitu spesimen penguji yang sejenis dengan aluminium dinding tangki reaktor Triga Mark II. Proses korosi ditunjukkan oleh penurunan pH media dan pengurangan berat spesimen sesuai dengan bertambahnya waktu.

Laboratorium Teknik Korosi

Anda mungkin juga menyukai