Anda di halaman 1dari 14

PEMANFAATAN BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria Macrocarpa) SEBAGAI LARVASIDA UNTUK JENTIK NYAMUK Aedes Aegypti

Disusun Oleh : Ony Rosalia (10.330.026)

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2011/2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan pada kita semua sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini membahas mengenai Ekstrak Mahkota Dewa Untuk Bioinsektisida Jentik Nyamuk Aedes Aegypti . Dalam makalah ini penyusun akan menguraikan tentang jentik nyamuk Aedes Aegypti.

Adapun tujuan pembentukan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Rekayasa Sarana Sanitasi. Selain itu, makalah ini juga ditujukan untuk membantu mahasiswa agar mengetahui tentang masalah penyebaran penyakit akibat nyamuk Aedes Aegypti.

Penyusun berharap dengan dibentuknya makalah ini, dapat membantu mahasiswa untuk menambah pengetahuan mereka tentang pemberantasan jentik nyamuk aedesa egypty tidak hanya pengertiannya tapi juga mengenai faktor yang mempengaruhinya beserta dampak yang diberikannya terhadap kelangsungan hidup manusia dimuka bumi .

Penyusun meminta maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini dan juga penyusun mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pnyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terbentuk tepat pada waktu yang telah ditetapkan.

Bandar Lampung,

April 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan manifestasi klinis yang berat dari penyakit arbovirus (Soedarmo, 2005). Penyakit ini merupakan demam virus berat yang terjadi secara sporadik dan epidemik yang ditularkan di antara manusia dan primata lainnya melalui gigitan nyamuk (Bell et al., 1995). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam tinggi yang muncul tiba-tiba yang biasanya berlangsung selama 2-7 hari. Penderita juga sering merasa mual, muntah, sakit kepala, nyeri otot, nyeri persendian, nyeri tulang, dan perut terasa kembung. Tanda khas yang muncul saat penyakit mulai parah adalah terjadi pendarahan (Satari dan Meiliasari, 2004). Kasus DBD setiap tahun di Indonesia terus meningkat dan bahkan dikhawatirkan makin merajalela dengan pemanasan global. Pusat Informasi Departemen Kesehatan mencatat, jumlah kasus DBD di Indonesia pada bulan Januari 2008 mencapai 8.765 kasus dengan 68 korban meninggal (Agnes, 2008). DBD ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang dapat menyebabkan gangguan pada manusia karena kebiasaannya menggigit dan menghisap darah. Nyamuk A. aegypti berperan sebagai vektor penyakit yang dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat. Nyamuk dewasa memiliki ciri berwarna hitam, berukuran sedang dan terdapat bintik-bintik hitam putih di kaki atau badan nyamuk. Nyamuk 2 ini selalu bertelur dalam air tergenang atau ditempat-tempat yang lembab yang akan tergenangi air hujan (Gandahusada, dkk., 1998). Untuk mengatasi masalah penyakit DBD di Indonesia telah puluhan tahun dilakukan berbagai pemberantasan vektor, tapi hasilnya belum optimal. Usaha untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia dan pengelolaan lingkungan. Pengendalian vektor dengan cara kimia misalnya pengasapan atau fogging untuk membunuh nyamuk dewasa sedangkan untuk pemberantasan larva dapat digunakan abate. Cara ini biasanya dengan menaburkan abate dalam bejana tempat penampungan air.

Pemberantasan secara kimiawi dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk yang pada dasarnya adalah memberantas jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukan (Chahaya, 2003). Penggunaan insektisida yang berlebihan dan berulang-ulang dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan seperti pencemaran lingkungan, maka salah satu cara untuk mendapatkan bahan kimia yang ramah lingkungan adalah memanfaatkan potensi alam yaitu tanaman yang mengandung bioinsektisida. Salah satunya adalah tanaman mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa) yang dapat dimanfaatkan untuk memberantas jentik nyamuk.

Mencermati berbagai dampak maupun risiko penggunaan insektisida sintetis, maka perlu dicari cara lain yang lebih ekonomis, tidak menimbulkan dampak terhadap manusia tetapi dapat bermanfaat untuk pemberantasan vektor. Oleh karena itu, penggunaan insektisida nabati atau botanik yang bersifat alamiah merupakan salah satu alternatif yang perlu dipertimbangkan (Nugroho, 2008). Insektisida nabati dalam pengendalian vektor umumnya dilakukan pada stadium jentik (larvasida). Sejak pertama kali dirintis oleh Champbell dan Sulivan pada tahun 1933, hingga kini telah banyak penelitian yang menguatkan bahwa bahan tanaman tertentu ternyata memiliki zat beracun bagi serangga. Salah satu tanaman tersebut yaitu Mahkota dewa.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Pemanfaatan ekstrak mahkota dewa sebagai bioinsektisida untuk memberntas jentik nyamuk aedes aegypti .

C. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah mengembangkan inovasi teknologi dengan pembuatan abate alamiah sebagai insektisida nabati untuk memberantas jentik nyamuk Aedes Aegypti dari ekstak mahkota dewa.

D. Manfaat 1. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas Rekayasa Sarana Sanitasi. 2. Pembuatan makalah ini bermanfaat sebagai masukkan bagi pemerintah atau dinas kesehatan dalam menanggulangi masalah penyakit berbasis vektor khususnya yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. 3. Pembuatan makalah ini diharapkan menjadi acuan selanjutnya untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II PEMBAHASAN

A. Nyamuk Aedes Aegypti

Urutan sistematika dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Uniramia Kelas : Insekta Ordo : Diptera Subordo : Nematosera Familia : Culicidae Sub famili : Culicinae Tribus : Culicini Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti (Gandahusada, dkk., 1992)

B. Morfologi, daur hidup dan perilaku Aedes aegypti A. aegypti biasanya berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dan bintik-bintik putih pada bagian badannya, terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk, dan mempunyai gambaran lira yang putih pada punggungnya. Telur A. aegypti mempunyai dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Larva A. aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi yang berduri lateral (Gandahusada, dkk., 1998).

Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk A. aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk dewasa betina menghisap darah pada siang hari pukul 09.00-10.00 dan pada sore hari pukul 16.00-17.00 (Satari, 2004). Umur nyamuk dewasa kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium dapat mencapai umur 2 bulan dan bertelur sebanyak 200-400 butir. Nyamuk ini sangat menyukai tempat yang teduh dan lembab, suka bersembunyi di bawah kerindangan pohon ataupun pakaian yang tergantung dan berwarna gelap. Nyamuk A. aegypti bertelur pada genangan air yang jernih, yang ada di dalam wadah dan bukan pada air kotor (Hastuti, 2008). Jarak terbang nyamuk A. aegypti bisa mencapai 100 meter, maka luas penyemprotan (fogging) apabila sudah terjangkit kasus DBD, dilakukan sejauh radius 100 meter dari lokasi pasien DBD
(Nadesul, 2007).

C. Pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti Pengendalian terhadap nyamuk ini dapat dilakukan dengan cara: 1) Mencegah terbentuknya telur dan jentik A. aegypti dengan membudidayakan perilaku hidup sehat dan menghilangkan tempat perindukan nyamuk atau wadah yang menampung air hujan. 2) Membasmi telur dan jentik A. aegypti dengan melakukan gerakan 3M yaitu menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air dan menimbun barangbarang bekas. 3) Menghindari gigitan nyamuk A. aegypti dengan cara menggunakan kelambu saat tidur, memakai obat nyamuk dan memakai kawat kasa pada jendela atau pintu. 4) Membasmi nyamuk dewasa yaitu dengan melaksanakan penyemprotan memakai insektisida seperti malathion untuk penyemprotan secara masal pada area yang luas dan menggunakan obat nyamuk (Anonim, 2006).

D. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak disertai dengan pendarahan dan dapat menimbulkan renjatan (syok) yang dapat mengakibatkan kematian penderita (Soedarto, 1995). b. Penyebab Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropod borne virus) grup B, terdiri dari 4 tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4. Virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus ini berukuran diameter 40 nanometer dan dapat berkembang biak pada berbagai macam kultur jaringan. c. Vektor penular Nyamuk A. aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penular virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk A. aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan sedangkan di daerah pedesaan kedua spesies nyamuk Aedes berperan dalam penularan d. Gejala Demam berdarah dengue ditandai oleh demam tinggi yang terjadi tibatiba, manifestasi pendarahan, hepatomegali atau pembesaran hati dan kadangkadang terjadi syok manifestasi perdarahan. Berdasarkan gejalanya DBD dikelompokkan menjadi 4 tingkatan : 1) Derajat I : demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinik lain, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes torniquet yang positif. 2) Derajat II : gejala lebih berat daripada derajat I, disetai manifestasi pendarahan kulit, epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis atau melena. Terdapat gangguan atau sirkulasi darah perifer yang ringan berupa kulit dingin dan lembab, ujung jari dan hidung dingin. 3) Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.

E. Tanaman Mahkota Dewa Mahkota dewa bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman mahkota dewa masih belum diketahui. Menilik nama botaninya Phaleria papuana, banyak orang yang memperkirakan tanaman ini populasi aslinya dari tanah Papua, Irian Jaya. Di sana memang bisa ditemukan tanaman ini. Mahkota dewa tumbuh subur di tanah yang gembur dan subur pada ketinggian 10-1.200 m dpl. Perdu menahun ini tumbuh tegak dengan tinggi 1-2,5 m. Batangnya bulat, permukaannya kasar, warnanya cokelat, berkayu dan bergetah, percabangan simpodial. Daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek, bentuknya lanset atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin, warnanya hijau tua, panjang 7-10 cm, lebar 2-5 cm. Bunga keluar sepanjang tahun, letaknya tersebar di batang atau ketiak daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih, dan harum. Buah bentuknya bulat, diameter 3-5 cm, permukaan licin, beralur, ketika muda warnanya hijau dan merah setelah masak. Daging buah berwarna putih, berserat, dan berair. Biji bulat, keras, berwarna cokelat. Berakar tunggang dan berwarna kuning kecokelatan. Perbanyakan dengan cangkok dan bijinya. 1. Manfaat Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah daun; daging dan kulit buahnya. Daun dan kulit buah bisa digunakan segar atau yang telah dikeringkan, sedangkan daging buah digunakan setelah dikeringkan.

2. Indikasi Kulit buah dan daging buah digunakan untuk: - disentri, - psoriasis, dan jerawat. Daun dan biji digunakan untuk pengobatan: - penyakit kulit, seperti ekzim dan gatal-gatal.

3. Cara Pemakaian Belum diketahui dosis efektif yang aman dan bermanfaat. Untuk obat yang diminum, gunakan beberapa irisan buah kering (tanpa biji). Selama beberapa hari baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit, sampai dirasakan manfaatnya. Untuk penyakit berat, seperti kanker dan psoriasis, dosis pemakaian kadang harus lebih besar agar mendapat manfaat perbaikan. Perhatikan efek samping yang timbul.

4. Komposisi Daun mahkota dewa mengandung antihistamin, alkaloid, saponin, dan polifenol (lignan). Kulit buah mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. (senyawa yang bisa bersifat racun dan menggagalkan proses metamorfosis-red) dan saponin (senyawa aktif yang bersifat seperti sabun-red). kandungan itulah yang mampu menjadi daya bunuh bagi jentik nyamuk DBD. Dengan bermodal tomat 2 Kg, ia kemudian mengolahnya menjadi ekstrak.

1. Cara kerja pembuatan ekstrak mahkota dewa a. Alat dan Bahan a. Kulit buah mahkota dewa b. Pisau c. Kain saring d. Kain kasa f. Gelas ukur g. 5 buah wadah h. Kain serbet i. Masker j. Sarung tangan k. Timbangan l. Pipet tetes m. Pipet Volume

b. Langkah kerja a. Menyiapkan alat dan bahan penelitian yaitu: 1) Gelas ukur 1 (satu) liter untuk tempat sampel sebanyak 3 (tiga) buah 2) Timbangan untuk mengukur banyaknya kulit buah mahkota dewa yang akan diekstrak. 3) Pipet volume untuk mengukur banyaknya dosis ektrak kulit buah mahkota dewa. 4) Pipet tetes untuk mengambil jentik Aedes Aegypti.

b. Pembuatan ekstrak buah tomat 1) Bahan a. Kulit buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa) b. Air

2) Cara kerja a. Kulit buah mahkota dewa dicuci bersih. b. Kulit ditimbang sebanyak 500 gram. c. Kulit kemudian dipotong-potong dan dijemur sampai kering. d. Kulit yang sudah kering di giling dengan menggunakan mesin sampai halus. Dan dihasilkan ektrak mahkota dewa dalam bentuk bubuk. e. Dibungkus dengan menggunakan kain kasa.

4. Pemakain ekstrak kulit buah mahkota dewa 10 gram abate untuk 100 liter air. 10 gram abate = satu sendok makan meres ( rata permukaan atas sendok makan ) 1 drum diperkirakan berisi 200 ml, jadi 1 drum air perlu 20 gram atau 2 sendok makan peres abate. Bak-bak lain diperkirakan saja volumenya.

5. Pengujian ekstrak kulit buah mahkota dewa 1. Dilakukan penetapan konsentrasi yang akan digunakan, di sini saya merencanakan konsentrasi 0,1 % sampai 3 %. 2. Kemudia dilarutkan dalam 500 ml air. 3. Setiap 1 wadah pengamatan berisi 20 jentik nyamuk aedes aegipty,. 4. Amati dan hitung jumlah jentik yang mati dalam 1x24 jam.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Didapatkan ektrak kulit mahkota buah untuk bioinsektisida pembasmi larva nyamuk aedes aegypti. 2. Hasil percobaan pertama dari Novita Yuliani menunjukkan ekstrak daun tomat dengan konsentrasi 0,2% mampu membunuh 8% larva A. aegepty. Ekstrak daun tomat 0,4% dapat mematikan 20% larva, konsentrasi 0,6% mematikan 40% larva, konsentrasi 1% mengakibatkan 80% larva mati, dan konsentrasi 3% mampu mematikan 99% larva A. aegepty. Dengan demikian, daun tomat ternyata mengandung zat aktif yang berfungsi sebagai insektisida. Percobaan ke dua Hasil eksperimen menunjukkan, ekstrak dengan konsentrasi 0,2 persen mampu membunuh 8 persen larva aides aegepty. Kemudian ekstrak 0,4 persen dapat menyebabkan 20 persen kematian larva, konsentrasi 0,6 persen dapat menyebabkan 40 persen kematian, konsentrasi 1 persen mengakibatkan 80 persen kematian, dan terakhir konsentrasi 3 persen bisa mengakibatkan 99 persen larva mati.

B. Saran

1. Dianjurkan kepada masyrakat untuk menggunakan insektisida yang relatif aman bagi manusia dan lingkungan dengan menggunakan ekstrak buah mahkota dewa sebagai insektisida pembasmi larva nyamuk. 2. Diharapkan bagi industri pembuatan insektisida dapat membuat insektisida yang relatif aman dan lingkunagn seperti ekstrak mahkota dewa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Buah segala musim. 216 resep makanan & minuman sehat berbahan buah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Klinis, dan Penanganan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Indonesia Tanah Airku. 2007. Sumber Daya Alam Propinsi NTT. http://www.indonesia.go.id/id/index.php Diakses [21 Juli 2009 pukul 23.07 WITA].

Yulianti, Novita, 2007. Ekstrak Tomat untuk Basmi Larva Nyamuk. Semarang: FKM Unnes.

Anda mungkin juga menyukai