Anda di halaman 1dari 16

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah Unfortunately, as is often the case in sociology, the more we research into a problem, the less clear out things become. Ungkapan terkenal dari Peter Aggleton yang sangat dikenal dalam kriminologi modern seolah menggambarkan kepada kita betapa sulitnya untuk memahami dengan jelas tentang sebab-sebab suatu permasalahan kriminalitas. Apalagi dalam hal ini untuk meyakinkan adanya potensi atau kemungkinan (possibility) seorang koban kejahatan (victim) yang telah menderita justru menjadi salah satua faktor causa terjadinya kejahatan. Sahetapy menyatakan bahwa masalah kausa kejahatan selalu merupakan masalah yang menarik, baik sebelum maupun sesudah kriminologi mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti dewasa ini . Dari satu sisi pemahaman ini seolah tidak adil dan tidak menunjukkan empati pada korban kejahatan tersebut. Sejak zaman Orde baru dahulu masalah stabilitas nasional termasuk tentunya di bidang penegakan hukum telah menjadi komponen utama pembangunan. Salah satu unsur dalam trilogi Pembangunan yang didengungdengungkan dulu adalah ingin diwujudkannya dalam usaha pembangunan nasional adalah terciptanya stabilitas nasional yang aman dan dinamis. Namun sampai era reformasi dewasa ini pekerjaan tersebut tidak pernah selesai. Padahal adanya kondisi penegakan hukum yang mewujudkan stabilitas nasional tersebut merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Dengan adanya stabilitas nasional yang aman dan dinamis itu akan memungkinkan negara dan rakyat hidup dalam keadaan aman dan damai, bebas dari segala ancaman dan rongrongan. Namun dalam kenyataannya dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita nasional tersebut terdapat kendala-kendala yang dijumpai dalam kehidupan masyarakat baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam masyarakat itu sendiri. 1
1

Prof.DR.J.E Sahetapy SH.Teori Kriminologi Suatu Pengantar.Bandung.1992.Citra Aditya Bakti.

Salah satu kendala atau hambatan itu adalah prilaku individu atau sekelompok individu yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, baik norma yang tidak tertulis seperti norma kesusilaan, kesopanan, adat istiadat, agama maupun dalam konteks ini terutama norma hukum pidana yang sifatnya tertulis yang oleh masyarakat disebut sebagai kejahatan. Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomis materil maupun yang bersifat immateril yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Secara tegas dapat dikatakan bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang anti sosial (a-sosial)2. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan namun kejahatan tersebut tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat cara hidup manusia maupun teknologi semakin canggih pula ragam dan pola kejahatan yang muncul. Namun, Permasalahan kejahatan bukanlah semata-mata permasalahan abad teknologi modern dewasa ini. Meskipun manusia sudah demikian pesat maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan telah di lakukan banyak terobosan baru. Permasalahan kejahatan masih tetap merupakan duri dalam daging dan pasir dalam mata. Secara umum telah disadari bahwa permasalahan kejahatan akan selalu ada dan tetep akan sampai dunia ini berakhir. Korupsi merupakan salah satu masalah nasional yang dikualifikasi sebagai kejahatan yang dapat menghambat usaha-usaha untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan di samping merupakan tindakan penyelewengan terhadap kaidah-kaidah hukun dan normanorma sosial lainnya sehingga masalah korupsi merupakan ancaman serius dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sejarah telah membuktikan bahwa hancurnya suatu negara, pemerintah bahkan masyarakat disebabkan oleh merajalelanya tindak pidana korupsi. Lebih tragis lagi apabila terj adinya korupsi bahkan disebabkan pelakunya kesulitan ekonomi, melainkan untuk menumpuk kekayaan diri pri badi .Sebagai penyakit pada umunnya, maka korupsi perlu ditanggulangi, paling sedikit harus dicegah terjadinya. galah satu sarana untuk menanggulangi adalah dengan peraturan hukum.
2

Widiyanti,Ninik dan Panji Anoraga.Perkembangan Kejahatan Dan Penyebabnya.1987.Jakarta.Ppradnya Paramita.

1.2 Identifikasi Masalah Untuk lebih mempermudah dalam pembahsan makalah ini, maka penilis lebih mempersempit lagi pembahasan yang akan dituangkan di dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut: 1. Fakator factor apa saja yang dapat menyebabkan timbulnya kejahatan Korupsi, jika ditinjau dari segi kriminologi? 2. Upaya upaya apa saja yang telah dilakukan untuk menangani permaslahan korupsi ini, yang berhubungan dengan kriminologi?

1.3 Maksud dan Tujuan Dalam pembuatan makalah ini, penulis bermaksud untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang apa saja yang dibahas di dalam makalah ini, agar para pembaca dapat mengetahui secara terperinci yang ada di dalam makalah ini, hal hal yang dibahas adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui factor penyebab korupsi menurut tinjauan segi kriminologi. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang telah dilakukan dalam memberantas masalah korupsi tersebut.

1.4 Metode Penelitian Untuk mnyelesaikan makalah ini penulis mengambil bahan dari berbagai objek, penulis mendapatkan bahan dengan cara melakukan browsing di Internet, dan juga dengan membaca beberapa literature, khususnya yang berhubugan dengan makalah yang dibuat oleh penulis.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Kejahatan Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil. Selain itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut3: 1. Menurut B. Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang merugikan,tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. 2. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut. 3. Menurut J.M. Bemmelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat. 4. Menurut W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan. 5. Menurut J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya Paradoks Dalam Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan

Soekanto,Soerdjono DKK.Kriminologi Sebagai Pengantar.1981.Jakarta.Gahlia Indonesia.

suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu. Walter C. Recless membedakan karir penjahat ke dalam penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional. Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai organisasi. Penjahat terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan

mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum. Adapun penjahat professional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.

2.2 Faktor Umum Penyebab Terjadinya Kejahatan Beberapa aspek sosial yang oleh Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah "urban crime")4, antara lain: a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan), ketiadaan/kekurangan

perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocok/serasi b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena 81 proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga d. Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain

http://www.legalitas.org/content/perselingkuhan-birokrasi-dan-korupsi

e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas

lingkungan/bertetangga g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian j. Dorongan-dorongan (khususnya oleh mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi. C. Tipe Kejahatan Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu5 : 1. Karir penjahat dari si pelanggar hukum 2. Sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok 3. Hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah 4. Reaksi sosial terhadap kejahatan. Tipologi kejahatan yang mereka susun adalah sebagai berikut : 1. Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan. Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
5

http://www.waspada.co.id/index.php/images/flash/index.php?option=com_content&view=article&id=81

290:korupsi-dan-kekuasaan&catid=25:artikel&Itemid=44

2. Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya. 3. Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian dari pekerjaan sehari-hari. 4. Kejahatan politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegai itu sangat penting dalam mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat. 5. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan terbatas. 6. Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part time- Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar. 7. Kejahatan terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal dilingkungan-lingkungan pemukiman yang baik. 8. Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan.

Bab 3 Korupsi Dan Krimonologi


3.1 Korupsi Secara etimologi, kata korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptus yang merupakan kata sifat dari kata kerja corrumpere yang bermakna menghancurkan (com memiliki arti intensif atau keseungguh-sungguhan, sedangkan rumperememiliki arti merusak atau menghancurkan. Dengan gabungan kata tersebut, dapat ditarik sebuah arti secara harfiah bahwa korupsi adalah suatu tindakan menghancurkan yang dilakukan secara intensif6. Sejatinya, ada begitu banyak pengertian dari korupsi yang disampaikan oleh para ahli. Huntington (1968) memberikan pengertian korupsi sebagai perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Korupsi juga sering dimengerti sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Namun korupsi juga bisa dimengerti sebagai perilaku tidak mematuhi prinsip mempertahankan jarak. Mempertahankan jarak ini maksudnya adalah dalam mengambil sebuah keputusan, baik di bidang ekonomi, politik, dan sebagainya, permasalahan dan kepentingan pribadi atau keluarga tidak memainkan peran (Agus Suradika, 2009: 2). Selain itu, korupsi juga dapat dikatakan
6

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, cetakan ke duapuluh tujuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2005

sebagai representasi dari rendahnya akuntabilitas birokrasi publik (Wahyudi Kumorotomo, 2005: V) Nye, J.S. (1967) dalam Corruption and political development mendefiniskan korupsi sebagai prilaku yang menyimpang dari aturan etis formal yang menyangkut tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik yang disebabkan oleh motif pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan dan status7. Amin Rais, dalam sebuah makalah berjudul Suksesi sebagai suatu Keharusan, tahun 1993, membagi jenis korupsi menjadi empat tipe. Pertama, korupsi ekstortif (extortive corruption), yaitu korupsi yang merujuk pada situasi di mana seseorang terpaksa menyogok agar dapat memperoleh sesuatu atau mendapatkan proteksi atas hak dan kebutuhannya. Misalnya, seorang pengusaha dengan sengaja memberikan sogokan pada pejabat tertentu agar bisa mendapat ijin usaha, perlindungan terhadap usaha sang penyogok, yang bisa bergerak dari ribuan sampai miliaran rupiah. Kedua, korupsi manipulatif (manipulative corruption), yaitu korupsi yang merujuk pada usaha kotor seseorang untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan atau keputusan pemerintah dalam rangka memperoleh keuntungan setinggi-tingginya. Misalnya pemberian uang kepada bupati, gubernur, menteri dan sebagainya agar peraturan yang dibuat dapat menguntungkan pihak tertentu yang memberikan uang tersebut Peraturan ini umumnya dapat merugikan masyarakat banyak. Ketiga, korupsi nepotistik(nepotistic corruption), yaitu perlakuan istimewa yang diberikan pada keluarga: anak-anak, keponakan atau saudara dekat para pejabat dalam setiap eselon. Dengan perlakuan istimewa itu para anak, menantu, keponakan dan istri sang pejabat juga mendapatkan

Idem.

keuntungan. Keempat, korupsi subversif(subversive cossuption), yaitu berupa pencurian terhadap kekayaan negara yang dilakukan oleh para pejabat negara dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya.

3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan merupakan bagian dari masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu harus juga diberikan batasan-batasan tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri baru kemudian dapat dibicarakan unsur-unsur lain yang berhubungan dengan kejahatan tersebut, misalnya siapa yang berbuat, sebab-sebabnya dan sebagainya. Korupsi adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang yang berkaitan dengan penyogokan dan penggelapan uang Sehingga dapat kami simpulkan apa-apa yang dapat menjadi faktor-faktor kejahatan korupsi ditinjau dari sudut pandang kriminologi adalah8 : 1. Kurang keimanan Semakin tinggi seseorang menguasai ilmu pengetahuan dan iptek,tanpa dibarengi dengan keimananya tidak mustahil seseorang akan terjerumus untuk melakukan tindak kejahatan korupsi,dikarenakan kekurangan iman dan siraman keagamaan kepada orang tersebut.oleh karena itu harus terdapat keseimbangan antara iptek dan imtak,sehingga dapat membenteng diri seseorang agar tidak melakukan tindak kejahatan korupsi.
8

Idem. (Hal 6)

10

2. Faktor ekonomi Salah satu penyebab seseorang melakukan kejahatan korupsi adalah disebabkan oleh faktor ekonomi yang mana dalam diri manusia ada rasa ketidak puasan terhadap apa yang yang sudah ada ia miliki.sehingga menimbulkan kecendrungan untuk melakukan suatu kejahatan korupsi.dalam kehidupan masyarakat kejahatan korupsi tidak hanya terjadi dipemerintahan tetapi juga terjadi dalam lingkungan masyarakat, misalnya dalam kegiatan seminar,dalam hal ini mengajukan proposal ke rektorat yang mana dana yang diminta melebihi apa yang sewajarnya diperlukan.kondisi ekonomi yang tidak menentu dalam suatu Negara dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan kriminal. 3. Faktor lingkungan Penyebab seseorang dapat melakukan kejahatan korupsi dapat timbul dari faktor lingkungan dimana ia hidup dan berkediaman.lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kejahatan. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan untuk menentukan seseorang melakukan suatu kejahatan, khususnya kejahatan korupsi.sehingga tidak menjadi jaminan bahwa seseoran yang hidup dalam lingkungan yang baik, untuk tidak melakukan kejahatan korupsi,oleh karena itu harus disesuaikan dengan iptek dan imtak(seimbang).sehingga tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan masyarakat tersebut. 4. Faktor hukum Dari segi kriminologi faktor hukum merupakan salah satu penyebab yang dapat menimbulkan kejahatan korupsi, dimana lemahnya pengawasan hukum yang dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dalam hal ini,sehingga banyak orang-orang terus melakukan kejahatan korupsi, disebabkan oleh lemahnya pengawawsan dalam hal ini.ketidak takutan

11

seseorang terhadap hukum yang memicu banyaknya terjadi kejahatan korupsi.dimana sanksi yang terdapat begitu ringan,dan sanksi yang tidak konsisten. 5. Kultur kebudayaan Kultur budaya yang terdapat dalam masyarakat maupun instansi pemerintahan dapat memicu terjadinya kejahatan korupsi.kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat maupun instansi pemerintahan tersebut antara lain: kerjasama untuk melakukan kejahatan,enggan atau takut untuk melaporkan adanya suatu kejahatan.sehingga sulit untuk memberantas kejahatan korupsi ini, yang telah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat maupun berbangsa dan negara. 6. Faktor sosial Faktor social bisa menjadi alasan mengapa seseorang bisa melakukan kejahatan korupsi,yang disebabkan antara lain karena kebiasaan yang terdapat dalam diri individu masing-masing,dan dapat pula disebabkan karena adanya kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.kebiasaan dan kesempatan bisa menjadi momentum seseorang untuk melakukan korupsi dimana kurangnya pengawasan dalam hal tersebut. 7. Faktor perilaku individu Apa bila dilihat dari segi perilaku korupsi,sebab-sebab ia melakukan korupsi dapat timbul dari dorongan dalam dirinya,yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan,niat,atau kesadaran untuk melakukan.sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain:sifat tamak manusia,moral yang kurang kuat menghadapi godaan,penghasilan yang kurang mencukupi,kebutuhan hidup yang mendesak,gaya hidup konsumtif,tidak mau bekerja keras, ajaran agama yang kurang diterapkan.

12

3.2 Upaya Upaya Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Untuk Mencegah Korupsi Upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah atau mengatasi kejahatan korupsi ditinjau dari kriminilogi antara lain9: 1) Menyeimbangkan antara iptek dan imtak Dengan jalan seperti ini maka, antara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kemajuan iman dan taqwa kita akan seimbang, sehingga tidak akan menyebabkan kita akan mudah terjerumus kedalam lubang korupsi. 2) Melakukan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan masalah korupsi Dengan melakukan banyak penyuluhan hukum mengenai apa itu korupsi, dampak negative dari kegiatan korupsi itu sendiri, bagaimana hukuman yang akan di dapat apabila telah terbukti melakukan korupsi. Itu semua harus sudah diajarkan sejak dini dengan melalui berbagai penyuluhan. 3) Melakukan pengawasan terhadap jalanya pemerintah baik secara represif maupun Reprentif Masyarakat harus selalu berpikiran kritis terhadap kinerja pemerintah, masyarakat harus mampu utuk mengontrol secara langsung bagaimana kebijakan yang telah dilakukan atau telah dibuat oleh pemerintah, mengapa harus demikian karena pemerintah yang da merupakan cerminan dari keinginan rakyat, jadi seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat bukan sebaliknya. 4) Meningkatkan kualitas keimanan individu masing-masing Dengan melakukan hal ini kita akan senantiasa ingat kepada tuhan sehingga tidak mudah untuk berbuat dosa, termasuk juga berbuat korupsi.

http://www.docstoc.com/docs/5936230/Agus-Suradika-Korupsi-dan-Kekuasaan

13

5) Menumbuhkan rasa kesadaran masyarakat akan bahayanya korupsi Dengan begini masyarakat diharapkan mampu berpikir, jika melakukan korupsi itu dapat menghancurkan kehidupan bangsa dan Negara. 6) Menerapkan sanksi yang berat bagi pelaku korupsi Setiap pelaku korupsi yang telah terbukti bersalah harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, yaitu bias berupa dengan memiskin kan para koruptor, atau bahakan jika kita mampu kita dapat melakukan penggunaan hukuman mati bagi para koruptor, seperti yang dilakukan oleh Negara Cina. 7) Penyederhanaan system pemerintahan 8) Menumbuhkan sikap jujur dalam bermasyarakat 9) Menumbuhkan sikap tanggung jawab akan tugas dan kewajibanya

14

Bab 4 Penutup

4.1 Kesimpulan Korupsi, sudah menjadi permasalahn yang sangat kompleks pada zaman sekarag ini. Korupsi dilakukan di semua kalangan dari mulai kalangan pekerja kecil kecilan, guru, kemudian ditingkat universitas , dan yang sudah menjadi rahasia umum yaitu di bidang pemerintahan. Oleh karena itu, untuk dapat memberantas korupsi itu sampai ke akar akarnya kita membutuhkan turun serta baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Hal itu dikarenakan, untuk memberabtas korupsi diperlukan kesadran dari dalam diri kita sendiri, kita harus mampu untuk meng introspeksi diri kita masing masing. Karena jika itu sudah dilakukan maka keinginan untuk menggunakan uang rakyat secara bebas dan tidak bertanggung jawab pun akan berkurang dengan sendirinya, dan semakin lama akan memudar.

15

Daftar Pustaka
1. http://www.docstoc.com/docs/5936230/Agus-Suradika-Korupsi-dan-Kekuasaan 2. http://www.waspada.co.id/index.php/images/flash/index.php?option=com_content&view=article
&id=81290:korupsi-dan-kekuasaan&catid=25:artikel&Itemid=44

3. Prof.DR.J.E Sahetapy SH.Teori Kriminologi Suatu Pengantar.Bandung.1992.Citra Aditya Bakti 4. Widiyanti,Ninik dan Panji Anoraga.Perkembangan Kejahatan Dan Penyebabnya.1987.Jakarta.Ppradnya Paramita. 5. Soekanto,Soerdjono DKK.Kriminologi Sebagai Pengantar.1981.Jakarta.Gahlia Indonesia. 6. http://www.legalitas.org/content/perselingkuhan-birokrasi-dan-korupsi 7. Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, cetakan ke duapuluh tujuh. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005

16

Anda mungkin juga menyukai