Anda di halaman 1dari 53

PENELITIAN KUALITATIF, PENELITIAN TINDAKAN, DAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS SERTA IMPLEMENTASINYA DI KELAS

PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis penelitian, misalnya: Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Penelitian historis menerapkan metode pemecahan yang ilmiah dengan pendekatan historis. Proses penelitiannya meliputi pengumpulan dan penafsiran fenomena yang terjadi di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna untuk memahami, meramalkan atau mengendalikan fenomena atau kelompok fenomena. Penelitian jenis ini kadang-kadang disebut juga penelitian dokumenter karena acuan yang dipakai dalam penelitian ini pada umumnya berupa dokumen. 1

Penelitian historis dapat bersifat komparatif, yakni menunjukkan hubungan dari beberapa fenomena yang sejenis dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan; bibliografis, yakni memberikan gambaran menyeluruh tentang pendapat atau pemikiran para ahli pada suatu bidang tertentu dengan menghimpun dokumendokumen tentang hal tersebut : atau biografis, yakni memberikan pengertian yang luas tentang suatu subyek, sifat dan watak pribadi subyek, pengaruh yang diterima oleh subyek itu dalam masa pembentukan pribadinya serta nilai subyek itu terhadap perkembangan suatu aspek kehidupan. Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi pada masa sekarang. Prosesnya berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut. Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu; analitis kualitatif untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis tanpa menggunakan model kuantitatif; atau normatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian standar norma, hubungan dan kedudukan suatu unsur dengan unsur lain. Penelitian teoritis adalah penelitian yang hanya menggunakan penalaran semata untuk memperoleh kesimpulan penelitian. Proses penelitian dapat dimulai dengan menyusun asumsi dan logika berpikir. Dari asumsi dan logika tersebut disusun praduga (konjektur). Praduga dibuktikan atau dijelaskan menjadi tesis dengan jalan menerapkan secara sistematis asumsi dan logika. Salah satu bentuk penerapan asumsi dan logika untuk membentuk konsep guna memecahkan soal adalah

membentuk model kuantitatif. Dalam beberapa penelitian teoritis tidak diadakan pengumpulan data. Penelitian ekperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan menciptakan fenomena pada kondisi terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan sebab-akibat dan pengaruh faktor-faktor pada kondisi tertentu. Dalam bentuk yang paling sederhana, pendekatan eksperimental ini berusaha untuk menjelaskan, mengendalikan dan meramalkan fenomena seteliti mungkin. Dalam penelitian eksperimental banyak digunakan model kuantitatif. Penelitian rekayasa (termasuk penelitian perangkat lunak) adalah penelitian yang menerapkan ilmu pengetahuan menjadi suatu rancangan guna mendapatkan kinerja sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Rancangan tersebut merupakan sintesis unsur-unsur rancangan yang dipadukan dengan metode ilmiah menjadi suatu model yang memenuhi spesifikasi tertentu. Penelitian diarahkan untuk membuktikan bahwa rancangan tersebut memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Penelitian berawal dari menentukan spesifikasi rancangan yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan, memilih alternatif yang terbaik, dan membuktikan bahwa rancangan yang dipilih dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan secara efisiensi, efektif dan dengan biaya yang murah. Penelitian perangkat lunak komputer dapat digolongkan dalam penelitian rekayasa.

Dalam melakukan riset kita perlu mengelompokkan topik-topik dalam berbagai kategori. Beberapa kategori riset antara lain : Astronomi Mempelajari sistem energi matahari, bintang-bintang dan alam semesta 3

Biologi Mempelajari tentang mahluk hidup a. Botani Mempelajari tumbuh-tumbuhan dan cara hidup tumbuh-tumbuhan. Sub topiknya meliputi: - Anatomi: Mempelajari struktur tanaman, seperti sel dan struktur bibit tanaman - Perilaku: Mempelajari tingkah laku yang merubah hubungan antara tanaman dan lingkungannya. - Fisiologi : Mempelajari proses kehidupan tanaman, seperti perambatan, perkecambahan, dan transportasi makanan b. Zoologi Mempelajari hewan dan cara hidupnya - Anatomi : Mempelajari struktur dan fungsi bagian tubuh hewan, termasuk penglihatan dan pendengaran - Perilaku : Mempelajari tingkah lagu yang mempengaruhi hubungan antara hewan dan lingkungannya - Fisiologi: Mempelajari proses kehidupan hewan, seperti pergantian kulit, metamorfosis, pencernaan, perkembangbiakan dan sirkulasi c. Ekologi Mempelajari hubungan mahluk hidup dengan mahluk hidup lainnya dan lingkungannya d. Mikrobiologi Mempelajari mahluk hidup yang sangat kecil atau bagian-bagian dari mahluk hidup Ilmu Bumi Mempelajari tentang bumi a. Geologi Mempelajari bumi, termasuk komposisi lapisan bumi, kerak bumi, dan sejarah bumi - Fosil: Sisa-sisa atau jejak-jejak dari kehidupan pra sejarah yang terbentuk dalam kerak bumi - Mineralogi: Mempelajari komposisi dan formasi mineral-mineral - Batuan: Zat padat yang terbentuk dari satu atau lebih mineral

- Seismologi: Mempelajari tentang gempa bumi - Volkanologi Mempelajari tentang gunung api b. Meterologi Mempelajari cuaca, iklim, dan atmosfer bumi c. Oseonografi Mempelajari tentang organisme samudra dan laut d. Palaentologi Mempelajari bentuk kehidupan pra sejarah Teknik : Aplikasi ilmu pengetahuan ilmiah Ilmu eksakta Mempelajari zat dan Energi a. Kimia Mempelajari material dari zat-zat yang terbentuk dan bagaimana berubah dan menyatu b. Fisika Mempelajari bentuk-bentuk energi dan hukum-hukum gerak - Listrik: Bentuk energi akibat adanya dan bergeraknya muatan listrik - Energi: Kemampuan untuk melakukan kerja - Gaya berat: Gaya tarik antara dua benda; gaya yang menarik benda ke bumi - Mesin: Alat-alat yang membuat pekerjaan menjadi lebih mudah - Gaya magnet: Gaya tarik atau gaya tolak antar kutub magnet, dan gaya tarik yang dimiliki magnet terhadap benda-benda yang bersifat magnet Matematika Penggunaan angka-angka dan simbol-simbol untuk mempelajari kuantitas dan rumus-rumus.

Konsep dan Ragam Penelitian Kualitatif Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986: 9) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu pengamat pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas. Di pihak lain kualitas menunjuk pada segi alamiah yang dipertentangkan dengan kuantum atau jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka kemudian penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Pemahaman yang demikian tidak selamanya benar, karena dalam perkembangannya ada juga penelitian kualitatif yang memerlukan bantuan angkaangka seperti untuk mendeskripsikan suatu fenomena maupun gejala yang diteliti. Dalam perkembangan lebih lanjut ada sejumlah nama yang digunakan para ahli tentang metodologi penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir. 2000: 17) seperti : interpretif grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi metodologi penelitian postpositivisme phenomenologik interpretif. 6

Berdasarkan beragam istilah maupun makna kualitatif, dalam dunia penelitian istilah penelitian kualitatif setidak-tidaknya memiliki dua makna, yakni makna dari aspek filosofi penelitian dan makna dari aspek desain penelitian. 1. Filosofi Penelitian

Dari aspek filosofi, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a. Penelitian kualitatif dalam paradigma kuantitatif (positivisme)

Penelitian kualitatif jenis pertama ini menggunakan paradigma positivisme. Kriteria kebenaran menggunakan ukuran frekwensi tinggi. Data yang terkumpul bersifat kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi baik dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik. Hasil kategorisasi tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan dari berbagai aspek, baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya. Dengan kata lain data yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih lanjut secara kualitatif. Penelitian di jenjang pendidikan strata satu (S1) istilah penelitian kualitatif lebih banyak menunjuk pada pengertian jenis pertama ini. Beberapa peneliti menyebut dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif. b. Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa

Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa (dan sastra) menggunakan paradigma post positisme. Penelitian kualitatif jenis kedua ini berusaha mencari makna, baik makna di balik kata, kalimat maupun karya sastra. Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa ini masih dapat dibendakan menjadi : 1) Sosiolinguistik yang berupaya mempelajari teori linguistik atau studi kebahasaan

atau studi perkembangan bahasa. 2) Strukturalisme Linguistik yang berupaya mempelajari struktur dari suatu karya 7

sasta. Pada awalnya strukturalisme linguist disebut struturalisme otonom atau struturalisme obyektif karena menganalisis karya sastra hanya dari struktur karya sastra itu sendiri, tidak dikaitkan dengan sesuatu di luar karya sastra. Strukturalisme linguist berkembang lebih lanjut menjadi strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik dan strukturalisme semiotik. 3) Strukturalisme Genetik. Analisis karya sastra (dan bahasa) dalam

strukturalisme genetik lebih menekankan makna sinkronik dari pada makna lain, seperti makna ikonik, simbolik, ataupun indeksikal. Oleh karena itu menurut Prof. Noeng Muhadjir (2000: 304) analis struturalisme genetik perlu mencakup tiga unsur kajian, yaitu: a) intrinsik karya sastra itu sendiri, b) latar belakang

pengarangnya, dan c) latar belakang sosial serta latar belakang sejarah masyarakatnya. 4) Strukturalisme Dinamik. Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subyektif

dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosialnya, meski titik berat analisis harus tetap pada karya sastra itu sendiri. Analisis karya sastra menurut struturalisme dinamik mencakup dua hal, yaitu: a) karya sastra itu sendiri yang merupakan tampilan pikiran, pandangan dan konsep dunia dari pengarang itu sendiri dengan menggunakan bahasa sebagai tanda-tanda ikonik, simbolik, dan indeksikal dari beragam makna, dan b) analisis keterkaitan pengarang dengan realitas lingkungannya. 5) Strukturalisme Semiotik. Strukturalisme semiotik adalah struturalisme yang

dalam membuat analisis pemaknaan suatu karya sastra mengacu pada semiologi. Semiologi atau semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda dalam bahasa dan karya

sastra. Strukturalisme semiotik mengenal dua cara pembacaan, yaitu heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik mencoba menelaah mencari makna dari kata-kata, dari bagian- bagian, seperti Said Mahmud (Noeng Muhadjir. 2001: 101) mencari amal shaleh menurut Al-Quran dengan cara mencari kata-kata kunci dalam Al-Quran, dan dia menemukan 13 kata kunci. Berdasarkan 13 kata kunci tersebut dia mendeskripsikan karakteristik amal shaleh menurut Al-Quran. Pembacaan hermeneutik mencoba menelaah makna dengan melihat keseluruhan karya sastra. M. Radhi Al-Hafid (Noeng Muhadjir. 2001: 101) mencoba mengklasterkan kisah edukatif dalam Al- Quran, secara hermeneutik, dan menemukan tiga klaster, yaitu kisah sejumlah Nabi, kisah para kaum dan kisah sketsa kehidupan. c. Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi

Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi berusaha memahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong. 2001: 9). Dengan kata lain penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi adalah penelitian yang berusaha mengungkap makna terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia, baik manusia dalam kapasitas sebagai individu, kelompok maupun masyarakat luas. Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi telah mengalami perkembangan mulai dari model Interpretif Geertz, model grounded research, model Ethnographik, model paradigma naturalistik dari Guba dan model interaksi simbolik. Model paradigma naturalistik (the naturalistic method of inquiry, menurut istilah Guba) menurut Noeng Muhadjir (2000: 147) disebut sebagai model yang telah menemukan karakteristik kualitatif yang sempurna, artinya bahwa kerangka pemikiran, filsafat yang 9

melandasinya, ataupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar merespons dan bukan sekedar menggunggat yang kuantitatif, melainkan membangun sendiri kerangka pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya. Para ahli metodologi penelitian kualitatif pada umumnya mengikuti konsep model naturalistik yang dikemukan oleh Guba. Begitu juga uraian lebih lanjut dalam tulisan ini pengertian penelitian kualitatif menunjuk pada makna kualitatif naturalistik. Moleong menggunakan istilah paradigma alamiah untuk menunjuk pada paradigma kualitatif naturalistik sebagai kebalikan dari paradigma ilmiah untuk menunjuk pada paradigma kuantitatif (Moleong. 2001: 15). Guba (1985: 39 44) mengetengahkan empat belas karakteristik penelitian naturalistik, yaitu : a. Konteks natural (alami), yaitu suatu konteks keutuhan (entity) yang tak akan

dipahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari konteksnya. b. Manusia sebagai instrumen. Hal ini dilakukan karena hanya manusia yang

mampu menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas dan menangkap makna, sedangkan instrumen lain seperti tes dan angket tidak akan mampu melakukannya. c. Pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan. Sifat naturalistik memungkinkan

mengungkap hal-hal yang tak terkatakan yang dapat memperkaya hal-hal yang diekspresikan oleh responden. d. Metoda kualitatif. Sifat naturalistik lebih memilih metode kualitatif dari pada

kuantitatif karena lebih mampu mengungkap realistas ganda, lebih sensitif dan adaptif terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. e. Pengambilan sample secara purposive.

10

f.

Analisis data secara induktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan

lebih mudah dideskripsikan. Yang dimaksud dengan analisis data induktif menurut paradigma kualitatif adalah analisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit dan dilanjutkan dengan kategorisasi. g. Grounded theory. Sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori

diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori. Generalisasi apriorik nampak bagus sebagai ilmu nomothetik, tetapi lemah untuk dapat sesuai dengan konteks idiographik. h. Desain bersifat sementara. Penelitian kualitatif naturalistik menyusun desain

secara terus menerus disesuaikan dengan realita di lapangan tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat. Hal ini terjadi karena realita di lapangan tidak dapat diramalkan sepenuhnya. i. Hasil dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden.

Hal ini dilakukan untuk menghindari salah tafsir atas data yang diperoleh karena responden lebih memahami konteksnya daripada peneliti. j. Lebih menyukai modus laporan studi kasus, karena dengan demikian deskripsi

realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar dari bias. Laporan semacam itu dapat menjadi landasan transferabilitas pada kasus lain. k. Penafsiran bersifat idiographik (dalam arti keberlakuan khusus), bukan ke

nomothetik (dalam arti mencari hukum keberlakuan umum), karena penafsiran yang berbeda nampaknya lebih memberi makna untuk realitas yang berbeda konteksnya. l. Aplikasi tentatif, karena realitas itu ganda dan berbeda.

11

m.

Ikatan konteks terfokus. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhan tidak

dihilangkan, tetap terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari nilai lokalnya. n. Kriteria keterpercayaan. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan ditandai

dengan adanya validitas dan reliabilitas, sedangkan dalam kualitatif naturalistik oleh Guba diganti dengan kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. 2. Desain Penelitian

Berdasarkan desain penelitian yang disusun, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : a. Desain penelitian kualitatif non standar

Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar, artinya ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan penelitian dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya masalah, membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang relevan, mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau rekomendasi. Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan reliabilitasnya, baik dari segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika penulisan sudah terstandar, yaitu: Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan/batasan masalah, dst.). Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, hipotesis/pertanyaan penelitian). Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik 12

analisis data). Bab IV. Hasil penelitian. Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran). Desain penelitian kualitatif non standar sebetulnya menggunakan standar seperti kuantitatif tetapi bersifat flesibel (tidak kaku). Dengan kata lain model ini merupakan modifikasi dari model penelitian paradigma positivistik kuantitatif dengan menyederhanakan sistematika ataupun menyatukan bebarapa bagian dalam bab yang sama, misalnya memasukkan metode penelitian dalam bab I . Desain penelitian kualitatif non standar ini digunakan untuk penelitian kualitatif dalam paradigma positivistik dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa. b. Desain penelitian kualitatif tentatif

Model ini sama sekali berbeda dari model-model di atas. Desain penelitian terstandar dan non standar disusun sebelum peneliti terjun ke lapangan dan dijadikan sebagai acuan dalam mengadakan penelitian, sedangkan desain penelitian tentatif disusun sebelum ke lapangan juga tetapi setelah peneliti memasuki lapangan penelitian, desain penelitian dapat berubah-ubah untuk menyesuaikan dengan kondisi realitas lapangan yang dihadapi. Acuan pelaksanaan penelitian tidak sepenuhnya tergantung pada desain yang telah disusun sebelumnya, tetapi lebih memperhatikan kondisi realitas yang dihadapi. Dalam desain penelitian terstandar maupun non standar dapat dibakukan dengan istilah-istilah: masalah, kerangka teori, metode penelitian, analisis dan kesimpulan dan lainnya. Model tentatif menggunakan dasar sistematika yang berbeda. Sistematika model ini unit-unitnya atau bab-babnya disesuaikan dengan sistematika substantif obyeknya. Misalnya: penelitian tentang perilaku anak Bab I. Pendahuluan 13

termasuk metode penelitian. Bab II. Fantasi. Bab III. Bermain. Bab IV. Sosialisasi, dst. Model ini digunakan dalam penelitian kualitatif naturalistik. C. Analisis Penelitian Kualitatif

Pengertian penelitian kualitatif dalam uraian lebih lanjut menunjuk pada penelitian kualitatif naturalistik (naturalistic inquiry dari Guba) 1. Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi positivisme dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Penelitian kualitatif memiliki tiga kriteria untuk memeriksa keabsahan data, yaitu: credibility, trasferability, dan dependability . a. Kredibilitas (kepercayaan), yang dapat dilakukan dengan cara : Memperpanjang waktu pengamatan (tinggal dengan responden) Pengamatan secara tekun dan terus menerus (untuk memperoleh data secara

lebih mendalam). data) b. Transferabilitas (keteralihan). Analog dengan generalisasi bagi positivisme. 14 Triangulasi, yang dapat dilakukan dengan : Menggunakan sumber ganda (berbeda-beda). Menggunakan metode ganda (berbeda-beda). Menggunakan peneliti ganda (berbeda-beda). Peer debriefing (diskusi dengan teman sejawat) Member check (pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam pengumpulan

c. 2.

Dependabilitas atau auditabilitas, yang dapat dilakukan dengan: Pengamatan oleh dua atau lebih pengamat Checking data Audit trail atau menelusur dari data kasar (Sayekti. 2001: 2) Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Catatan dibedakan menjadi dua, yaitu yang deskriptif dan yang reflektif (Noeng Muhadjir.2000: 139). Catatan deskriptif lebih menyajikan kejadian daripada ringkasan. Catatan reflektif lebih mengetengahkan kerangka pikiran, ide dan perhatian dari peneliti. Lebih menampilkan komentar peneliti terhadap fenomena yang dihadapi. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam satuansatuan dan kategorisasi dan langkah terakhir adalah menafsirkan dan atau memberikan makna terhadap data. a. Pemrosesan Satuan (Unitying)

Satuan adalah bagian terkecil yang mengandung makna yang utuh dan dapat berdiri 15

sendiri terlepas dari bagian yang lain. Satuan dapat berwujud kalimat faktual sederhana, misalnya: Responden menunjukkan bahwa ia menghabiskan sekitar sepuluh jam seminggu untuk melakukan perjalanan keliling dari satu sekolah ke sekolah lain sebagai pelaksanaan peranannya selaku guru lepas di beberapa sekolah. Selain itu satuan dapat pula berupa paragraf penuh. Satuan ditemukan dalam catatan pengamatan, wawancara, dokumen, laporan dan sumber lainnya. Agar satuan-satuan tersebut mudah diidentifikasi perlu dimasukkan ke dalam kartu indeks dengan susunan satuan yang dapat dipahami oleh orang lain. b. Kategorisasi

Kategorisasi disusun berdasarkan kriteria tertentu. Mengkategorisasikan kejadiankejadian mungkin saja mulai dari berdasarkan namanya, fungsinya atau kriteria yang lain. Pada tahap kategorisasi peneliti sudah mulai melangkah mencari ciri-ciri setiap kategori. Pada tahap ini peneliti bukan sekedar memperbandingkan atas pertimbangan rasa-rasanya mirip atau sepertinya mirip, melainkan pada ada tidaknya muncul ciri berdasarkan kategori. Dalam hal ini ciri jangan didudukkan sebagai kriteria, melainkan ciri didudukkan tentatif, artinya pada waktu hendak memasukkan kejadian pada kategori berdasarkan cirinya, sekaligus diuji apakah ciri bagi setiap kategori sudah tepat. c. Penafsiran /Pemaknaan Data

Langkah ketiga Moleong (2001: 197) menggunakan istilah penafsiran data,. Noeng Muhadjir (2000: 187) menggunakan istilah pemaknaan, karena penafsiran merupakan bagian dari proses menuju pemaknaan. Beliau membedakan antara 1) terjemah atau translation, 2) tafsir atau inerpretasi, 3) ekstrapolasi dan 4) pemaknaan atau meaning.

16

Membuat terjemah berarti upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan media yang berbeda; media tersebut mungkin berupa bahasa satu ke bahasa lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran, peneliti tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konsteksnya agar dapat dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Ekstrapolasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal di balik yang tersajikan. Memberi makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia: indriawinya, daya pikirnya dan akal budinya. Di balik yang tersajikan bagi ekstrapolasi terbatas dalam arti empirik logik, sedangkan pada pemaknaan menjangkau yang etik maupun yang transendental. Dari sesuatu yang muncul sebagai empiri dicoba dicari kesamaan, kemiripan, kesejajaran dalam arti individual, pola, proses, latar belakang, arah dinamika dan banyak lagi kemungkinankemungkinan lainnya. Dalam langkah kategorisari dilanjutkan dengan langkah menjadikan ciri kategori menjadi eksplisit, peneliti sekaligus mulai berupaya untuk mengintegrasikan kategorikategori yang dibuatnya. Menafsirkan dan memberi makna hubungan antar kategori sehingga hubungan antar kategori menjadi semakin jelas. Itu berarti telah tersusun atribut-atribut teori. d. Perumusan Teori

Perumusan teori dimulai dengan mereduksi jumlah kategori-kategori sekaligus memperbaiki rumusan dan integrasinya. Modifikasi rumusan semakin minimal, sekaligus isi data dapat terus semakin diperbanyak. Atribut terori yang tersusun dari

17

hasil penafsiran/pemaknaan dilengkapi terus dengan data baru, dirumuskan kembali dalam arti diperluas cakupannya sekaligus dipersempit kategorinya. Jika hal itu sudah tercapai dan peneliti telah merasa yakin akan hasilnya, pada saat itu peneliti sudah dapat mempublikasikan hasil penelitiannya. D. Kesimpulan Penelitian untuk membuktikan atau menemukan sebuah kebenaran dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu kantitatif maupun kualitatif. Kebenaran yang di peroleh dari dua pendekatan tersebut memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada frekwensi tinggi sedangkan pada pendekatan kualitatif lebih menekankan pada esensi dari fenomena yang diteliti. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomothetik dan dapat digeneralisasi sedangkan hasil analisis penelitian kualitatif lebih bersifat ideographik, tidak dapat digeneralisasi. Hasil analisis penelitian kualitatif naturalistik lebih bersifat membangun, mengembangkan maupun menemukan terori-teori sosial sedangkan hasil analisis kuantitatif cenderung me http://www.um-pwr.ac.id/publikasi/13/analisiskualitatif-dalam-penelitian-sosialmbuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah

18

ACTION RESEARCH

KAWASAN PENELITIAN TINDAKAN

Latar Belakang

Action research adalah nama yang diberikan kepada suatu aliran dalam penelitian pendidikan. Untuk membedakannya dengan action research dalam bidang lain para peneliti pendidikan sering menggunakan istilah classroom action research atau :classroom research. Action research bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat kerja (Isaac, 1994:27). Dalam penelitian pendidikan action research tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja, melainkan dimana saja guru berkerja atau mengajar . Di samping dalam bidang pendidikan , action research juga sering digunakan dalam bidang-bidang lain.

Action research digunakan untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang dalam tugasnya sehari-hari dimana pun tempatnya, di kelas, di kantor, di rumah sakit, dan seterusnya. Para peneliti action research tidak berasumsi bahwa hasil penelitiannya akan menghasilkan teori yang dapat digunakan secara umum (digeneralisasi). Action research hanya terbatas pada kepentingan penelitinya sendiri, dengan tujuan agar penelitinya dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari dengan lebih baik.

Dilihat dari ruang lingkup, tujuan, metode, dan prakteknya, action research dapat dianggap sebagai penelitian ilmiah micro. Action research adalah penelitian yang bersifat partisipatif dan kolaboratif. Maksudya, penelitiannya dilakukan sendiri oleh peneliti, dan diamati bersama dengan rekan-rekannya. Action research berbeda dengan studi kasus karena tujuan dan sifat kasusnya yang tidak unik seperti pada studi kasus, action research tidak digunakan untuk menguji teori. Namun kedua macam

19

penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu bajwa peneliti tidak berharap hasil penelitiannya akan dapat digeneralisasi atau berlaku secara umum.

Action research mendorong para guru agar memikirkan apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam menjalankan tugasnya, membuat para guru kritis terhadap apa yang mereka lakukan tanpa tergantung pada teori-teori yang muluk-muluk yang bersifat universal yang ditemukan oleh para pakar penelitian yang sering kali tidak cocok dengan situasi dan kondisi kelas. Keterlibatan peneliti action research dalam penelitiannya sendiri itulah yang membuat dirinya menjadi pakar peneliti untuk kelasnya dan keperluan sehari-harinya dan tidak membuat ia tergantung pada para pakar peneliti yang tidak tahu mengenai masalah-masalah kelasnya sehari-hari.

Dalam bidang pendidikan, action research dianggap sebagai alternatif dari penelitian tradisional (penelitian yang biasa dilakukan). Modal utama peneliti action research adalah pengalamannya dalam bidang yang digeluti dan pengetahuan yang ia miliki. Sebenarnya action research dapat juga dilakukan dalam skala besar karena seperti dikatakan di atas, action research dilakukan bersama rekan-rekan seprofesi, sehingga mereka dapat berbagai pengalaman untuk kepentingan mereka misng-masing. Action research merupakan metode yang handal untuk menjembatani teori dan praktek (dalam pndidikan ), karena dengan action research para guru dianjurkan menemukan dan mengembangkan teorinya sendiri dari perakteknya sendiri.

Ciri-ciri Action Research

Literatur mengenai action research telah tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan literature juga diikuti oleh pertumbuhan definisi dan cirri-cirinya. Pertama, dalam literature dijumpai berbagai definisi untuk intervensi yang dilakukan oleh guru dalam praktek mengajarnya sendiri, seperti classroom research. self reflective enguiry. dan action research. Dalam artian ini, tidak ada definisi yang ketat menganai apa yang terjadi. Action research dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; pada pokoknya ia merupakan suatu cara eklektik yang dituangkan ke dalam suatu program refleksi-diri (self-reflection) yang ditujuan untuk peningkatan mutu pendidikan. Perspektif kedua mencoba untuk mengidentifikasi criteria dari kegiatan-

20

kegiatan ini; untuk merumuskan sistem-sistem yang dimaksudkan untuk perbaikan yaitu hasil yang diantisipasi dari program refleksi-diri. Dalam artian ini, istilah action research adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan metode-metode dan teknik-teknik.

Dalam literatur terdapat beberapa definisi (misalnya, Rapoport, 1970; Elliot, 1981; Ebbutt, 1983). Barang kali definisi yang paling banyak digunakan ialah definisi yang diberikan oleh Stephen Kemmis dari Deakin University, bersama Wilf Carr dari University College of North Wales:

Action research adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru,siswa,atau kepala sekolah,) dalam situasi-situsi social (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) preaktek-praktek sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) di mana praktek-praktek tersebut dilaksanakan. (Carr dan Kemmis, 1996).

Seperti halnya dengan aliran-aliran lain yang timbul, interpretasi akan berbeda-berbeda dan akan terus bertambah. Tetapi fokus utama dari action rescarch di kelas dan sekolah adalah untuk mendorong para guru terlibat langsung dalam prakteknya sendiri, dan memandang dirinya sendiri sebagai peneliti. Dengan kata lain, action research mendorong para guru untuk menjadi peneliti di kelas mereka sendiri.

Rasional Action Research

Dasar sosial action research adalah keterlibatan; dasar pendidikan action research adalah perbaikan atau peningkatan mutu. Jadi seseorang yang melakukan action research adalah orang yang menginginkan adanya perubahan dari apa yang selama itu dijalankan dan ingin yang lebih baik. Action research berarti ACTION (TINDAKAN ), baik mengenai sistemnya maupun mengenai orang-orang yang terlibat dalam sistem tersebut. Sistim dapat berarti kelompok sosial manusia apa pun-pabrik, perusahaan pesawat terbang, kantor yang memberi jasa layanan, sekolah dan orang-orang berarti semua personalia, tidak hanya para manajer, karena dalam sistem yang demokratis bagian yang terkecil akan mempengaruhi system keseluruhan. Dalam suatu sistim, satu aspek dari sistem tersebut

21

dapat diindetisifikasi sebagai suatu masalah; jadi misalnya, seorang guru mungkin memusatkan perhatiannya pada suatu bagian yang terbatas dari praktek mengajarnya sehari-hari dalam kelasnya di tempat ia bekerja. Ia mungkin berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalahnya barangkali akan meresahkan masyarakat di sekolah tersebut, termasuk para karyawan. Misyalnya , Pak Kadir, prihatin bahwa ia mempunyai masalah tentang kedisiplinan siswanya dalam suatu kelas, dan ia marah-marahi siswanya karena perilaku mereka yang tidak baik. Kemudian pada suatu hari ia berpikir bahwa mungkin bila cara mengajarnya diubah masalah-masalah tersebut akan hilang dengan sendirinya. Perubahan gaya mengajar tersebut mencakup negosiasi dengan para siswa mengenai peraturan disiplin kelas yang disetujui bersama oleh guru (Pak Kadir ) dan para siswanya. Kedua belah pihak menyetujui untuk mematuhinya. Kemudian ia terdorong untuk menemukan kemungkinan dan penyempurnaan dari gaya mengajar tersebut dikelas-kelas yang lain, dan meminta partisipasi dari rekan-rekan guru yang lain. Ada kemungkinan, rekan-rekannya melihat manfaat dari gaya mengajar tersebut dan ingin mencoba di kelas mereka masing-masing. Para guru tersebut terus menerus bertukar fikiran, saling belajar dari rekanya dalam suasana yang kondusif untuk secara berkelanjutan meningkatkan mutu pengajaran melalui penelitian yang sistematik, yaitu claasroom action research (CAR).

Sebagai suatu metode untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah, action research dapat juga diterapkan atau dilaksanakan dalam bentuk skala besar. Kurt Lewin, orang yang mempopulerkan nama action research, secara pribadi terlibat dalam suatu action research yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dalam situasi di perusahaan. Ia melihat bahwa prosedur parsitipatif semacam ini jauh lebih efektif untuk memecahkan masalah-masalah hubung antar manusia dari pada suatu proses yang ditentukan sebelumnya di mana manusia diharapkan untuk menyesuaikan dari.

Hal ini menggarisbawahi salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian pendidikan pada umumnya, yaitu action research berusaha untuk menjawab mesalah makro-mikro. Sekalipun pada umumnya action research dilaksanakan dalam skala kecil (small-scale), ia dapat pula diterapkan untuk skala besar (large scale), berdasarkan pandangan bahwa peneliti sebagai individu dapat

22

memperoleh informasi mengenai perkembangan propesinya dan dirinya sendiri; dan dengan demikian tindakannya akan memberikan kontribusi pada pembentukan masyarakat mendatang.

Bila diterapkan di kelas, action research adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktek mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar mau untuk memperbaikinya. Action research bersifat patisipatif, karma ia melibatkan guru dalam penelitiannya sendiri, dan kolaboratif, karena ia melibatkan orang lain (rekan-rekan) sebagai bagian dari suatu penelitian yang hasilnya dapat dinikmati bersama (shared enguiry). Hal ini penting untuk dicamkan karena anggapan yang dominan dari pendekatan tradisional adalah bahwa peneliti,pakar, telah melakukan segala macam penelitian mengenai manusia. Seringkali kita kesal terhadap orang-orang seperti itu yang mengangkat dirinya sebagai pakar dengan menggunakan sekolah, siswa, dan guru sebagai pemasok data yang hasilnya telah ditentukan sebelumnya. Pada umumnya, para pakar hanya ingin menguji hipotesisnya atau telah mempunyai tujuan tertentu dan mereka melakukan eksperimen pada orang lain dan berusaha agar hasilnya cocok dengan hipotesisnya. Hal ini sangat membahayakan bila yang diteliti manusia, lain halnya bila yang diteliti adalah benda mati. Sangat riskan jika dalam eksperimen tersebut yang menjadi kelompok kontrol adalah kelompok yang terdiri dari manusia (siswa). Sekalipun banyak aspek dari tingkah laku manusia yang dapat ditebak dalam berbagai taraf, namun sifat dasar manusia adalah kreatif dan tidak dapat diprediksi.

Misalnya, ada seorang guru ingin mengetahui apakah pendekatan lain mengenai waktu berbicara di kelas akan mempengaruhi kinerja atau prestasi siswa. Bila ia mengajurkan para siswa untuk bertanya secara bebas, atau belajar dalam pasangan (in pairs) atau dalam kelompok, yang tidak hanya mendengarkan guru atau membaca buku, apakah pengertian mereka mengenai pelajaran tersebut akan lebih baik?

Untuk menjawab pertanyaan itu para peneliti tradisional (para peneliti yang menggunakan pendekatan kuantitatit0 akan membentuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, mengukur kemajuannya dengan menggunakan test. Hasil pengukuran dari kelompok eksperimen dibandingkali dengan hasil

23

pengukuran dari kelompok kontrol.Berdasarkan hasil test tersebut, disimpulkan bahwa apakah guru tersebut berhasil atau gagal dalam metode yang telah dicobakan. Sebaliknya, para guruyang sehariharinya mengajar di kelas berpendapat bahwa mereka tidak dapat memaksakan diri untuk mengikuti struktur penelitian pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya seperti itu, dan jika mereka gagal menurut tolok ukur pendekatan penelitian seperti itu, mereka merasa Karena ada ketidak cocokan. Action research berpandangan bahwa masalahnya bukan cocok atau tidak cocok; yang keliru adalah bahwa manusia tidak dapat digolongkan ke dalam kategori-kategori dan sistem-sistem tertentu; dan tidak dapat dipaksa untuk memberi reaksi sesuai dengan teori tertentu.

Menurut para pakar action research cara berfikir mekanistis seperti yang diuraikan di atas merupakan dasar pandangan tradisional dari penelitian pendidikan. Pandangan tersebut didasarkan pada metode yang mencoba mengukur dan mengkuantifikasi, seolah-olah manusia dapat dipredik. Action research berusaha untuk memberi makna kepada situasidari sudut pandang yang berlainan. Bila para pakar penelitian tradisional memandang fungsinya sebagai pemecahan masalah , maka action research dipandang sebagai pengajuan masalah . Action research berupaya mencari pertanyaan yang benar sesuai dengan situasinya maupun jawabanya.

Dalam contoh di atas, guru akan mengadakan intropeksi mengenai pelaksanaan mengajar di kelasnya sendiri. Mengapa ia tidak puas dengan situasi yang dihadapinya sekarang? Apa yang ingin ia rubah? Bagaimana ia akan mengamati reaksi-reaksi terhadap tindakan yang akan ia lakukan tersebut? Bagaimana ia akan mengevaluasi reaksi-reaksi tersebut? Dan bagaimana ia akan mengakomodasikan penemuan-penemuannya?

Ini semua merupakan pertanyaan-pertayaan penelitian pendidikan yang penting, pertanyaanpertanyaan yang setiap guru siap untuk menanyakan kepada diri sendiri mengenai apa yang terjadi, dan kesiapannya untuk menjawab secara jujur dan dengan mengikat konsekuensi yang akan dihadapinya.

Konsekuensi-konsekuensi itu tentu mengandung perubahan, tetapi perubahan yang ditujukan untuk perbaikan. Perbaikan tersebut tidak akan terjadi apabila ia tidak sadar atau tanggap akan standard

24

profesinya sendiri. Action research adalah suatu instrumen yang digunakan dengan penuh kemampuan oleh guru yang baik untuk meningkatkan mutu mengajarnya.

Namun, salah satu dari tantangan terhadap action research adalah bahwa memperbaiki mutu mengajar adalah hal yang harus senantiasa dilakukan oleh guru yang baik; ia harus terus-menerus sadar mengenai praktek di kelasnya dan berusaha untuk memperbaiki praktek tersebut. Orang-orang yang skeptis terhadap action research menyatakan bahwa ini bukan penelitian, melainkan hanya mengajar yang baik. Sebaliknya para pakar action rsearch mengatakan bahwa action research tidak berhenti di situ, dan ia merupakan cara untuk menghalang situasi belajar-mengajar. Action research bukan sekedar mengajar.Action research mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan mengajar. Action research mendorong para guru untuk berani bertindak dan berfikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional. Pertanggung jawaban profesional kepada masyarakat secara sistematik inilah yang membuat kegiatan ini sebagai penelitian.

http://72.14.235.104/search?q=cache:vHS5jgDpMtAJ:www.ditplb.or.id/new/index.php%3Fmenu%3Dpro file%26pro%3D87+Action+Research+KELAS&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id

25

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)


oleh : Dr. Supriyadi*) A. PENGERTIAN Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian risettindakan-riset-tindakan- , yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama. Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimliki peneliti. Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan dalam tabel berikut. Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research

26

Penelitian Formal Dilakukan oleh orang lain Sampel harus representatif

Classroom Action Research Dilakukan oleh guru/dosen Kerepresentatifan sampel tidak diperhatikan Instrumen yang valid dan reliabel tidak

Instrumen harus valid dan reliabel diperhatikan Tidak diperlukan analisis statistik yang Menuntut penggunaan analisis statistik Mempersyaratkan hipotesis Mengembangkan teori langsung B. MODEL - MODEL ACTION RESEARCH Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus. Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama C. MASALAH CAR rumit Tidak selalu menggunakan hipotesis Memperbaiki praktik pembelajaran secara

27

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan masalah CAR. 1. Banyaknya Masalah yang Dihadapi Guru Setiap hari guru mengahadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada putus-putusnya. Oleh karena itu guru yang tidak dapat menemukan masalah untuk CAR sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau ngobrollah dengan teman sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu masalah yang telah merepotkan Anda selama ini. 2. Tiga Kelompok Masalah Pembelajaran Masalah pembelajaran dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a)

pengorganisasian materi pelajaran, (b) penyampaian materi pelajaran, dan (c) pengelolaan kelas. Jika Anda berfikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi sejarah dan geografi secara bersama-sama akan lebih bermakna bagi siswa daripada pembahasan secara sendiri-sendiri, Anda sedang berhadapan dengan masalah pengorganisasian materi. Jika Anda suka dengan masalah metode dan media, sebenarnya Anda sedang berhadapan dengan masalah penyampaian materi. Apabila Anda menginginkan kerja kelompok antar siswa berjalan dengan lebih efektif, Anda berhadapan dengan masalah pengelolaan kelas. Jangan terikat pada satu kategori saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang lebih penting. 3. Masalah yang Berada di Bawah Kendali Guru

28

Jika Anda yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar membaca kembali materi pelajaran dan mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu melakukan CAR untuk meningkatkan kebiasaan belajar siswa di rumah. Dengan dibelikan buku masalah itu akan terpecahkan, dan itu di luar kemampuan Anda. Dengan perkataan lain yakinkan bahwa masalah yang akan Anda pecahkan cukup layak (feasible), berada di dalam wilayah pembelajaran, yang Anda kuasai. Contoh lain masalah yang berada di luar kemampuan Anda adalah: Kebisingan kelas karena sekolah berada di dekat jalan raya. 4. Masalah yang Terlalu Besar Nilai UAN yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang terlalu besar untuk dipercahkan melalui CAR, apalagi untuk CAR individual yang cakupannya hanya kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai UAN sangat kompleks mencakup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang sekiranya mampu untuk Anda pecahkan. 5. Masalah yang Terlalu Kecil Masalah yang terlalu kecil baik dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran secara keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya dipertimbangkan kembali, terutama jika penelitian itu dibiayai oleh pihak lain. Sangat lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti pelajaran Anda misalnya, termasuk masalah kecil karena hanya menyangkut dua orang siswa; sementara masih banyak masalah lain yang menyangkut kepentingan sebagian besar siswa.

29

6. Masalah yang Cukup Besar dan Strategis Kesulitan siswa memahami bacaan secara cepat merupakan contoh dari masalah yang cukup besar dan strategis karena diperlukan bagi sebagian besar mata pelajaran. Semua siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya terhadap proses belajar siswa cukup besar. Sukarnya siswa berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan ketidaktahuan siswa tentang meta belajar (belajar bagaimana belajar) merupakan contoh lain dari masalah yang cukup besar dan strategis. Dengan demikian pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar dan jelas. 7. Masalah yang Anda Senangi Akhirnya Anda harus merasa memiliki dan senang terhadap masalah yang Anda teliti. Hal itu diindikasikan dengan rasa penasaran Anda terhadap masalah itu dan keinginan Anda untuk segera tahu hasil-hasil setiap perlakukan yang diberikan. 8. Masalah yang Riil dan Problematik Jangan mencari-cari masalah hanya karena Anda ingin mempunyai masalah yang berbeda dengan orang lain. Pilihlah masalah yang riil, ada dalam pekerjaan Anda sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda dampak negatifnya cukup besar). 9. Perlunya Kolaborasi

30

Tidak ada yang lebih menakutkan daripada kesendirian. Dalam collaborative action reseach Anda perlu bertukar fikiran dengan guru mitra dari mata pelajaran sejenis atau guru lain yang lebih senior dalam menentukan masalah. D. IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DESKRIPSI, DAN RUMUSAN MASALAH 1. Identifikasi Masalah Dalam mengidentifikasikan masalah, Anda sebaiknya menuliskan semua masalah yang Anda rasakan selama ini. 2. Pemilihan Masalah Anda tidak mungkin memecahkan semua masalah yang teridentifikasikan itu secara sekaligus, dalam suatu action research yang berskala kelas. Masalah-masalah itu berbeda satu sama lain dalam hal kepentingan atau nilai strategisnya. Masalah yang satu boleh jadi merupakan penyebab dari masalah yang lain sehingga pemecahan terhadap yang satu akan berdampak pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan sekaligus. Untuk dapat memilih masalah secara tepat Anda perlu menyusun masalahmasalah itu berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan nilai prerekuisit. Akhirnya Anda pilih salah satu dari masalah-masalah tersebut, misalnya Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain. 3. Deskripsi Masalah

31

Setelah Anda memilih salah satu masalah, deskripsikan masalah itu serinci mungkin untuk memberi gambaran tentang pentingnya masalah itu untuk dipecahkan ditinjau dari pengaruhnya terhadap pembelajaran secara umum maupun jumlah siswa yang terlibat. Contoh: Jika diberi pelajaran dengan pendekatan terpadu antara geografi, ekonomi, dan sejarah siswa merasa sukar mentransfer keterampilan dari satu pelajaran ke pelajaran lain. Pelajaran yang saya berikan adalah geografi, tetapi saya sering mengaitkan pembahasan dengan mata pelajaran lain seperti ekonomi dan sejarah. Ketika saya minta siswa mengemukakan hipotesis tentang pengaruh Danau Toba terhadap perkembangan ekonomi daerah, siswa terasa sangat bingung; padahal mereka telah dapat mengemukakan hipotesis dengan baik dalam mata pelajaran geografi. Saya khawatir siswa hanya menghafal pada saat dilatih mengemukakan hipotesis. Padahal dalam kehidupan sehari-hari keterampilan berhipotesis harus dapat diterapkan di mana saja dan dalam bidang studi apa saja. Pada hakikatnya setiap hari kita mengemukakan hipotesis. Ketidakbisaan siswa itu terjadi sepanjang tahun, tidak hanya pada permulaan tahun ajaran. Kelihatannya semua siswa mengalami hal yang sama, termasuk siswa yang cerdas. Guru lain ternyata juga mengalami hal yang sama, siswanya sukar mentransfer suatu keterampilan ke mata pelajaran lain. 4. Rumusan Masalah

32

Setelah Anda memilih satu masalah secara seksama, selanjutnya Anda perlu merumuskan masalah itu secara komprehensif dan jelas. Sagor (1992) merinci rumusan masalah action research menggunakan lima pertanyaan: 1. Siapa yang terkena dampak negatifnya? 2. Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu? 3. Masalah apa sebenarnya itu? 4. Siapa yang menjadi tujuan perbaikan? 5. Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan hipotesis tindakan). Contoh rumusan masalah:

Siswa di SLTP-X tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain di sekolah (Ini menjawab pertanyaan 1 dan 3)

Grup action research percaya bahwa hal ini merupakan hasil dari jadwal mata pelajaran dan cara guru mengajarkan materi tersebut (Ini menjawab pertanyaan 2)

Kita menginginkan para siswa melihat relevansi kurikulum sekolah, mengapresiasi hubungan antara disiplin-disiplin akademis, dan dapat menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam satu mata pelajaran untuk pemecahan masalah dalam mata pelajaran lain (Ini menjawab pertanyaan 4)

Oleh karena itu kita merencanakan integrasi pembelajaran IPA, matematika, bahasa, dan IPS dalam satuan pelajaran interdisiplin berjudul Masyarakat dan Teknologi (Ini manjawab pertanyaan 5) 33

Contoh pertanyaan penelitian: 1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain? 2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai? 3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran? 4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal? E. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 1. Kajian Teori Dalam membuat rumusan masalah di atas sebenarnya Anda telah melakukan analisis penyebab masalah sekaligus membuat hipotesis tindakan yang akan diberikan untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk melakukan analisis secara tajam dan menjustifikasi perlakuan yang akan diberikan, Anda perlu merujuk pada teori-teori yang sudah ada. Tujuannya sekedar meyakinkan bahwa apa yang Anda lakukan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Dalam hal ini proses kolaborasi memegang peranan yang sangat penting. Anda juga perlu membaca hasil penelitian terakhir, termasuk CAR, siapa tahu apa yang akan Anda lakukan sudah pernah dilakukan oleh orang lain; Anda dapat mengambil manfaat dari pengalaman orang itu. Manfaat lain yang lebih penting, Anda 34

akan mengetahui trend-trend baru yang sedang diperhatikan atau diteliti oleh para guru di seluruh dunia. Sekarang ini sedang nge-trend pembelajaran yang bernuansa quantum teaching, quantum learning, contextual learning, integrated curriculum, dan competency based curriculum yang semua berorientasi pada kepentingan siswa. Jika penelitian Anda masih berkutat pada pemberian drill dan PR agar nilai UAN mereka meningkat, tanpa memperdulikan rasa ketersiksaan siswa, profesionalisme Anda akan dipertanyakan. 2. Hipotesis Tindakan Lakukanlah analisis penyebab masalah secara seksama agar tindakan yang Anda rencanakan berjalan dengan efektif. Hipotesis tindakan dapat Anda tuliskan secara eksplisit, tetapi dapat juga tidak karena pada dasarnya Anda belum tahu tindakan mana yang akan berdampak paling efektif. F. METODOLOGI 1. Setting Penelitian Setting penelitian perlu Anda uraikan secara rinci karena penting artinya bagi guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Mereka tentu akan mempertimbangkan masakmasak apakah ada kemiripan antara setting sekolahnya dengan setting penelitian Anda. 2. Perbedaan Mengajar Biasa dengan CAR

35

Dalam melakukan CAR kegiatan mengajar standar (biasa) berlangsung secara alami; tetapi ada bagian-bagian tertentu yang diberi perlakuan secara khusus dan diamati dampaknya secara seksama. Langkah-langkah seperti pembuatan satuan pelajaran, rencana pelajaran, lembaran kerja, dan alat bantu pembelajaran lainnya adalah langkah pembelajaran standar, bukan CAR. Asumsinya CAR dilaksanakan oleh guru yang sudah melaksanakan pembelajaran standar secara lengkap tetapi belum berhasil. Ia akan memodifikasi bagian-bagian tertentu dari pembelajaran standar itu. Bagian yang dimodifikasi itulah fokus dari CAR Anda. 3. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan CAR sebaiknya hanya menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan CAR. Jika ada perubahan pada satuan pelajaran misalnya, hanya bagian yang diubah saja yang perlu diuraikan secara rinci. Akan lebih baik jika perubahan itu diletakkan dalam konteks satuan pelajaran aslinya sehingga terlihat jelas besar perubahan yang dilakukan. Perangkat-perangkat pembelajaran juga hanya

tambahannya yang diuraikan secara rinci. Jika pembelajaran standar telah dilaksanakan dengan baik perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk CAR dengan sendirinya sebagian besar sudah tersedia. Yang sering terjadi dalam CAR selama ini pembelajaran standar belum dilaksanakan sehingga CAR menjadi wahana untuk mewujudkan pembelajaran standar. Hal itu terlihat dari latar belakang yang diuraikan secara emosional oleh peneliti, umumnya menggambarkan pembelajaran yang sangat tradisional, buruk, dan di bawah standar. Setelah sekolah mendapat bantuan dana peningkatan kualitas pembelajaran pun 36

uraian latar belakang itu tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Secara tidak langsung ditunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh pemberi dana selama ini berlalu tanpa bekas. Tahap perencanaan bisa memerlukan waktu setengah bulan karena harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk di dalamnya adalah penyusunan jadwal, pembuatan instrumen, dan pemilihan kolaborator. 4. Siklus-siklus Dalam CAR siklus merupakan ciri khas yang membedakannya dari penelitian jenis lain; oleh karena itu siklus harus dilaksanakan secara benar. Siklus pada hakikatnya adalah rangkaian riset-aksi-riset-aksi- yang tidak ada dalam penelitian biasa. Dalam penelitian biasa hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian disimpulkan. Dalam CAR hasil yang belum baik masih ada kesempatan untuk diperbaiki lagi sampai berhasil. Siklus terdiri dari (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi; dan (5) perencanaan kembali. Yang diuraikan dalam siklus hanya bagian yang dimodifikasi melalui action reseach, bukan seluruh proses pembelajaran. Modifikasi atau perubahan secara total jarang dilakukan dalam action research yang berskala kelas karena bagaimanapun sistem pendidikan secara umum masih belum berubah. Misalnya Anda akan memodifikasi pembelajaran dengan memperbanyak penggunaan carta. Dalam perencanaan yang Anda uraikan adalah tentang carta itu saja, misalnya Tiap pertemuan diusahakan akan ada carta yang digunakan dalam kelas. 37

Dalam pelaksanaan Anda uraikan kenyataan yang terjadi, apakah benar tiap pertemuan bisa digunakan carta, misalnya Penggunaan carta tiap pertemuan hanya dapat dilakukan selama dua minggu pertama; minggu berikutnya rata-rata hanya satu carta tiap empat pertemuan. Anda tentu saja dapat mengelaborasi pelaksanaan itu dengan menyebutkan carta-carta apa saja yang digunakan, saat-saat mana yang paling tepat untuk penggunaan, siapa yang menggunakan, berapa lama digunakan, berapa ukurannya, di mana disimpan, dsb., dsb. Pengamatan didominasi oleh datadata hasil pengukuran terhadap respons siswa, menggunakan berbagai instrumen yang telah disiapkan. Refleksi berisi penjelasan Anda tentang mengapa terjadi keberhasilan maupun kegagalan, diakhiri dengan perencanaan kembali untuk perlakuan pada siklus berikutnya. Dalam action reseach selama ini banyak siklus yang bersifat semu, tidak sesuai dengan kaidah yang sudah baku. Inilah kelemahan-kelemahan yang terjadi. 1. Dalam siklus diuraikan semua proses pembelajaran, sehingga tidak dapat dilihat bagian yang sebenarnya sedang diteliti. Seolah-olah seluruh proses pembelajaran diubah secara total melalui CAR, dan sebelumnya pembelajaran berlangsung secara tradisional, buruk, dan di bawah standar. 2. Tidak jelas apakah perlakuan dalam suatu siklus dilakukan secara terusmenerus selama periode tertentu, sampai data pengamatan bersifat jenuh (menunjukkan pola yang menetap) dan diperoleh dari berbagai sumber (triangulasi). Sebagai analogi, jika selama satu minggu suhu badan pasien menunjukkan suhu 37,50 C; 370 C; 370 C; 37,50 C; 37,50 C; 37,50 C; dapatlah

38

disimpulkan bahwa kondisinya telah kembali normal. Itu digabungkan dengan data pengamatan lain selama seminggu juga seperti perilaku, nafsu makan, dan denyut nadi pasien, yang bersifat triangulatif. 3. Siklus dilakukan tidak berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya. Ada siklus yang dilakukan secara tendensius: siklus pertama dengan metode ceramah, siklus kedua dengan demonstrasi, dan siklus ketiga dengan eksperimen, hanya ingin menunjukkan bahwa metode eksperimen adalah yang terbaik. Peneliti ini lupa bahwa metode harus disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran. Untuk materi pertama boleh jadi justru metode ceramah yang lebih cocok. 5. Instrumen Instrumen merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan CAR. Jenis instrumen harus sesuai dengan karakteristik variabel yang diamati. Triangulasi dan saturasi (kejenuhan informasi) perlu diperhatikan untuk menjamin validitas data. G. HASIL PENELITIAN 1. Siklus-siklus Penelitian Hasil penelitian CAR tidak hanya berisi data hasil observasi, melainkan justru proses perbaikan yang dilakukan. Untuk itu siklus adalah cara yang tepat untuk menyajikan hasil penelitian. Data hasil observasi tidak disajikan secara terpisah melainkan dalam konteks siklus-siklus yang telah dilakukan. 2. Tabel, Diagram, dan Grafik

39

Tabel, diagram, dan grafik sangat baik digunakan untuk menyajikan data hasil observasi. Gunanya agar refleksi dapat dilakukan lebih mudah. Tetapi sajian yang cantik itu bisa menjadi blunder manakala angka-angkanya diatur sedemikain rupa sehingga terkesan artificial. Hasil yang begitu spektakuler seringkali tidak disertai dengan bagaimana proses untuk mencapainya, sehingga pembaca akan makin ragu. 3. Hasil-hasil yang Otentik Hasil-hasil yang otentik seperti karangan siswa, gambar hasil karya siswa, dan foto tentang proyek yang dilakukan siswa akan sangat baik dicantumkan sebagai hasil penelitian. H. KESIMPULAN CAR 1. Kesimpulan Kesimpulan tentu saja harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis yang telah dikemukakan. Pertanyaan penelitian pada bagian D4 di atas di samping menuntut jawaban yang berupa hasil juga menuntut prosesnya. Marilah kita lihat pertanyaan-pertanyaan itu sekali lagi. 1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain ? Jawaban atas pertanyaan ini bisa diperoleh melalui tes awal dan atau selama proses pembelajaran berlangsung. Walaupun baru berupa daftar kesulitan yang dialami siswa, temuan ini cukup

40

berarti bagi guru-guru lain. Kita sendiri pada saat ini belum bisa membayangkan kesulitan-kesulitan tersebut. 2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai ? Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah guru menghubungkan berbagai mata pelajaran dalam materi tes awal atau selama pembelajaran berlangsung, misalnya antara fisika dengan biologi, ekonomi dengan sejarah, dan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. 3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran ? Kesimpulan ini dapat diperoleh melalui kuesioner dan atau wawancara pada awal pembelajaran atau selama pembelajaran berlangsung. 4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal ?Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah siswa diberi perlakukan yang berbeda; misalnya satu kelas diberi pelajaran multi disiplin, dan kelas lain diberi pelajaran yang terpisah-pisah, seperti biasanya. Ini tampaknya merupakan fokus dari CAR. Jika ditemukan bahwa mata pelajaran multidisiplin lebih berhasil dalam mengembangkan kemampuan transfer keterampilan antar mata pelajaran, peneliti perlu mengelaborasi bagaimana proses pembelajaran model multidisiplin tersebut berlangsung. Jadi kesimpulan penelitian CAR akan kurang bermanfaaat jika bunyinya hanya seperti: Pembelajaran dengan media akan meningkatkan hasil belajar siswa. Kesimpulan ini mirip dengan yang diinginkan penelitian kuantitatif. Guru lain yang membaca kesimpulan ini tentu ingin mengetahui bagaimana prosesnya sehingga 41

media itu bisa meningkatkan hasil belajar. Jadi kesimpulan itu masih harus diikuti dengan proses atau rinciannya, seperti a) Transparansi OHP lebih disukai siswa daripada media lain, b) Paling banyak hanya 10 transparansi dapat ditunjukkan dalam satu presentasi, jika lebih dari itu siswa akan bosan; c) Presentasi pada awal pembelajaran cenderung lebih disukai; d) Penjelasan yang terlalu lama terhadap satu transparansi cenderung membuat siswa bosan; dan e) Satu kali presentasi sebaiknya tidak lebih dari 20 menit. 2. Saran Karena CAR bersifat kontekstual, pemberian saran kepada orang lain berdasarkan hasil penelitian tersebut sebenarnya kurang bermanfaat. Deskripsi konteks penelitian secara rinci sudah cukup untuk memberikan informasi bagi guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Saran seperti Program CAR ini perlu lanjutkan dan diperluas untuk tahun-tahun mendatang, juga kurang begitu perlu, bahkan kurang relevan. Saran CAR diperlukan misalnya jika temuan penelitian menyangkut sistem yang lebih luas dari sekedar kelas, misalnya menghendaki adanya perubahan pengaturan jadwal pelajaran di sekolah. Dalam hal itu peneliti dapat menyarankan tentang jadwal yang diinginkan kepada fihak sekpolah. I. DAFTAR PUSTAKA Daftar pustaka mencerminkan penguasaan Anda atas teori belajar dan pembelajaran yang Anda minati. Di samping itu, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, daftar 42

pustaka mencerminkan keluasan pengetahuan Anda atas penelitian-penelitien terbaru yang sedang ngetren. Selama ini guru peneliti sering mencantumkan nama-nama ahli pendidikan, psikologi, dan pembelajaran tetapi tidak disertai dengan daftar pustakannya. Buatlah daftar pustaka secara cermat. *) Dr. Supriyadi M. Pd. adalah staf pengajar pada Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Disajikan dalam Workshop MKKS Tingkat Pusat yang Diselenggarakan olah Direktorat Pendidikan Menengah Umum 12-15 September 2005 di Hotel Evergreen, Cisarua, Bogor. Tulisan lain tentang Penelitian Tindakan Kelas dalam bentuk tayangan slide bisa Anda akses melalui tautan di bawah ini.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/bahan-ajar/12-penelitian-tindakan-kelas-02/

43

IMPLEMENTASI TINDAKAN KELAS


Oleh: Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Kisyani Laksono Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan. Makalah ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur kebehasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian. A. Diagnosis dan Penetapan Masalah Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru di sekolah hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh dosen lalu ditawarkan kepada guru untuk dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru. Pada kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen. Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan dosen. Dosen baru-boleh mengajukan permasalahan bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya. Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru dan dosen harus ingat bahwa tidak semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Hanya masalah yang dapat dikembangkan berkelanjutan dalam kegiatan harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih menjadi topik. Dikembangkan berkelanjutan berarti bahwa setiap waktu tertentu, misalnya 2 minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis tindakannya, atau pelaksanaannya 44

sudah perlu diganti atau dimodifikasi. Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang dapat dikembangkan berkelanjutan ini dalam empat bidang yaitu yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, proses belajar-mengajar, pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana peningkatan personal dan profesional. PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka: 1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan pendekatan belajar-mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar. PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam rangka: 1) menerapkan berbagai metode mengajar, 2) mengembangkan kurikulum, 3) meningkatkan peranan siswa dalam belajar, dan 4) memperbaiki metode evaluasi. PTK yang dikaitkan dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan 1) model atau peraga, 2) sumber-sumber lingkungan, dan 3) peralatan tertentu. PTK sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2) meningkatkan konsep diri siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa, serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional. Jadi, masalah penelitian yang dipilih hendaknya memenuhi kriteria dapat diteliti, dapat ditindaki, dan ditindaklanjuti. Contoh permasalahan ada di Lampiran 1. Dari sekian banyak kemungkinan masalah, guru bersama dosen perlu mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan bersama itu. Penetapan masalah hendaknya dilakukan bersama oleh dosen dan guru setelah menganalisis seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru serta dosen (bersama) untuk memecahkan salah satu atau beberapa di antaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya. Rumusan fokus masalah yang mungkin ditetapkan bersama antara guru dan dosen dapat berupa rumusan sebagai berikut: Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan mampu belajar? Masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi guru dapat berupa:

Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? yang ideal itu dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka sepertinya tidak sabar menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang dibina oleh guru tersebut; Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)? Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya? Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi? Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?

Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan jelas setelah melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang memunculkan masalah dan apa isu serta 45

peristiwa yang terkait dengan masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut. Isu atau topik yang ingin diteliti: Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan. Masalah penelitian: Nyatakan isu sebagai suatu masalah. Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan. Tujuan penelitian:Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini. Misalnya dipilih masalah sebagai berikut. Isu : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya. Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin hands on atau minds on, bahkan juga kalau mungkin hearts on). Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas? Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi? Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara hands on, minds on maupun hearts on ? Tujuan penelitian: Merupakan jawaban terhadap masalah penelitian Contoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara hands on, minds on maupun hearts on.. Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu, dosen dan guru berdiskusi mengadakan gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat dipilih untuk memecahkan masalah. B. Bentuk dan Skenario Tindakan Gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat dipilih. Dosen dan guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau tindakan-tindakan) apa yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan macam tindakan ini kemudian dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun bersama oleh dosen dan guru. Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk 46

penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya). Contoh tindakan untuk rumusan masalah di atas: problem posing . Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran. Dalam makalah ini dilampirkan (Lampiran 2) contoh salah satu RP untuk pembelajaran dengan Problem Posing (Chotimah dkk., 2005). C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati. 1. Dari sisi proses Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil). a. Instrumen untuk input Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst. b. Instrumen untuk proses Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih. c. Instrumen untuk output Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya). 2. Dari sisi Hal yang Diamati Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen 47

untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann,1992). a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers) Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal (anecdotal record). Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu: pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan pengamatan harus dilakukan secara objektif. Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain: Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events), Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form), Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns), Pengamatan Terstruktur (Structured Observation), Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model), Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions), Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and PostTeaching Activities) , Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb. b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms) 48

Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktikpraktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas. Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom Organization), b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map), c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms), d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment), e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews), f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb. c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students). Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan. Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain: Tes Diagnostik (Diagnostic Test) , a) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students), b) Format Bayangan (Shadowing Form), c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students), d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart),

49

e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in Lessons), f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory), g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection), h) Sosiogram, dsb Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud: (1) Pedoman Pengamatan. Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses . (2) Pedoman Wawancara Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan . Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi. (3) Angket atau kuesioner Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali. (4) Pedoman Pengkajian Data dokumen Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.

50

(5) Tes dan Asesmen Alternatif Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (cf. Tim PGSM, 1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004). Dalam Lampiran 3-17 dicontohkan beberapa macam instrumen yang dapat digunakan oleh peneliti (Chotimah dkk. 2005; Tim Biologi SMA Lab. UM 2005) Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan. Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai 75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya). D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi problematik daripada atas dasar prediksi di dalam parameter. 1. Analisis Data Penelitian. Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi: a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik); b. interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru; c. tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas. Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian penelitian bersama dengan dosen. Pada proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut 51

2. Validasi hipotesis Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis. Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan, maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini dimaksudkan untuk menguji atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu dengan uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek, recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan yang objektif. 3. Interpretasi Data Penelitian Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai tindakan. 4. Penyusunan Laporan Penelitian Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data. Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus 1 yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal. Paparan data siklus dua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus 2 ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1.

52

Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi. E. Penutup PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keprofesionalan guru maupun dosen. Dalam pelaksanaannya dosen dan guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini ialah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah ini. Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru atau dosen sendirisendiri atau seperti dalam pelatihan ini, guru dan dosen dapat saling berkolaborasi. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan dosen dapat secara kolaboratif melakukan tindakan kelas ini untuk peningkatan keprofesionalannya. Proposal usulan penelitian tindakan kelas perlu dibuat sebagai pedoman (tuntunan) dalam melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang sesungguhnya guru peneliti harus berusaha memenuhi ketentuan, kriteria atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga pemberi dana. Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan sumbersumber mengenai penelitian tindakan kelas. Di hadapan para bapak ibu dosen yang hadir dalam pelatihan kali ini saya sampaikan harapan masa depan saya mengenai PTK ini yaitu agar makin banyak guru maupun dosen sains seluruh Indonesia yang melaksanakan PTK. Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu dosen dan guru tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan-rekan guru dan dosen lain melalui media komunikasi (majalah) yang sudah ada sekarang. Saya pikir kita juga sudah punya organisasi profesi sehingga pertemuan periodik antar guru dan dosen untuk pengembangan profesi dapat direncanakan dan dilaksanakan secara lebih terjadwal. Melalui pertemuan ilmiah dan majalah ilmiah itu antara para guru dan dosen bidang studi diharapkan dapat terjadi saling tukar informasi, pengalaman, dan pemikiran untuk peningkatan keprofesionalan guru dan dosen. Akhir kata, saya ingatkan kembali bahwa profesi guru dan dosen adalah profesi yang memerlukan pengembangan terus-menerus, karenanya setiap guru dan dosen harus selalu siap, mau, dan mampu untuk membelajarkan dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu membelajarkan anak didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat yang penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru dan dosen yang mau mengembangkan keprofesionalannya.
http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/01/implementasi-penelitian-tindakan-kelas/

53

Anda mungkin juga menyukai