Anda di halaman 1dari 7

B. FILARIASIS 1.

Definisi Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, d isebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala k linis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis. Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing fi laria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Pen yakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik p erempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009) 2. Klasifikasi Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu: a. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai diangkat. b. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreve rsibel) bila tungkai diangkat. c. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal. d. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman,2009) 3. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, B rugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing ini menye rang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, fami ly onchorcercidae. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun da n dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (micr ofilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari. Penyebarannya diseluruh Indonesia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk me rupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bert indak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres . - W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus - W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres - B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris. - B. timori : an. barbirostris. Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya .Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan li ngkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan ) ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria : - Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem li mfe. - Ukuran 55 100 mm x 0,16 mm - Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm - Berkembang secara ovovivipar Mikrofilaria : - Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu - Mempunyai sarung. 200 600 X 8 um Faktor yang mempengaruhi : - Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,

- Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, res ervoir, vector - lingkungan social ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat, Kebiasaan dsb, Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb (Witagama,dedi.2009) a. Daur hidup filariasis Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan he wan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sos ial ekonomibudaya) Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat ak tif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamu k (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir sem ua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapa t bertindak sebagai hospes reservoir. Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan n yamuk, beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi stadium 4 yang kemudian bergerak dan menuju pembuluh dan kelenjar limfe. Sekitar 9 bulan / 1 tahun kemudian larva ini berubah menjadi cacing dewasa jantan dan betina, ca cing dewasa ini terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di saluran l imfe ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas ( saluran li mfe aksila ), dan untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran limfe di daerah geni tal laki-laki ( epididimidis, testis, korda spermatikus ). Melalui kopulasi, cacing betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk embrionik/m ikrofilaria ) dalam jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari. Mikrofilari a kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding pembuluh limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh saluran limfe masuk ke dalam sirkulasi darah mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia ini terutama sering ditemukan pada malam hari antara tengah malam sampai jam 6 pagi. Pada saa t siang hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan pembuluh darah paru. Penyebab periodis itas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat itu pula kebanyaka n vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebih rendah saat malam ha ri berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal. Darah yang mengandung mikro filaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk larva mengalami pertumbuhan menja 12 hari. Cacing dew di larva stadium 2 dan kemudian larva stadium 3 dalam waktu 10 asa dapat hidup sampai 20 tahun dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun. Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi da n Brugia timori sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp. Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancro ftian filariasis dan yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis. Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp. , Culex spp., Aedes spp. dan Mansonia spp. Filariasis limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic seh ingga merupakan masalah kesehatan masyarakat utama dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa tahun belakangan terjadi pening katan kasus limfatik filariasis di daerah perkotaan ( urban lymphatic filariasis ) yang disebabkan oleh peningkatan populasi penderita di per-kotaan akibat urban isasi dan tersedianya vektor di daerah tersebut. (Witagama,dedi.2009) Perbedaan antara W.bancrofti dan B. malayi dapat dilihat pada tabel di bawah. Pe rbedaan B. timori dengan B. malayi adalah warna selubung dari B. timori adalah b iru, sedangkan B. malayi berwarna pink, selain itu terdapat pada cephalic space dimana B. timori 3:1, sedangkan B. malayi 2:1. Tabel 2. perbedaan b brancofti dan b malayi.

4. Patofisiologi Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva s tadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk produk yan g akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut m aka akan terbentuk limfedema. (Witagama,dedi.2009) Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit men gaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF . Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eo sinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga a kan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang ter bentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehi ngga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi maka a kan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan granulomatosa. P roses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang dilatasi, menebalnya din ding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan terja di ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan perjalanan ya ng kronis. (harun,riyanto.2010) 6. Manifestasi Klinis Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem l imfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh r eaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limf adenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sis tem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke sta dium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi: 1. Masa prepaten Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia y ang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah e ndemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tida k semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik. 2. Masa inkubasi Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yan g biasanya berkisar antara 8-16 bulan. 3. Gejala klinik akut Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik. 4. Gejala menahun Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria j arang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Ge jala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya. (Witagama,dedi.2009) Filariasis bancrofti Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis. Limfad enitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang um umnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi beberapa kali da lam setahun. Filariasis brugia Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis pal ing sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kad ang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan nyer i, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu ta

hun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abs es, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan. Filariasis bancrofti Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel dapat dit emukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran pembesaran di tungk ai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria dapat terjadi tanpa keluhan, tetap i pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan. Elefa ntiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah. Ukuran pembesa ran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya. (Witagama,dedi.2009 ) 7. Komplikasi a. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena b. Elephantiasis tungkai c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina dan payudara, d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang: pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di an taralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cai ran yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam keseimbangan anta ra produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. e. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih. (T.Pohan,Herdiman.2009) 8. Pemeriksaan Diagnostik a. Diagnosis Klinik Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chro nic Disease Rate). Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filar iasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun. b. Diagnosis Parasitologik Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemerik saan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat d itentukan species cacing filaria. c. Radiodiagnosis Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance s ign). Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabe l dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekali pun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik. d. Diagnosis Immunologi Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofila remia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau a ntigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis. Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi meta bolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan kore lasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea. (Ma rty,Aileen,M.2009) 9. Penatalaksanaan Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk f

ilariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisida l. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik denga n atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, perse ndian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan sera ngan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, uls erasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi sampin g sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 25 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lo kal terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setela h beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita denga n gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.(Haru n,riyanto.2010) Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, at au diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering menye babkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan dapat dikembangkan pen ggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang memberi efek samping se hingga lebih mudah diterima oleh penderita. DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral ses udah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak berumur ku rang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam kead aan lemah. Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat bad an selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan sela ma 23 minggu. Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala aku t, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebi h dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah.(harun,riyanto.2010) Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikat an di daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untu k melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutr isi rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada beberapa c ara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia k urang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC d iberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat. 1. Dosis standar Dosis tungg al 5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari, dan untuk fil ariasis brugia selama 10 hari. 2. Dosis bertahap Dosis tunggal 1 tablet untuk us ia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis bancrofti dan pada hari 5-17 unt uk filariasis brugia. 3. Dosis rendah Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih da ri 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10 tahun, seminggu sekali selama 40 minggu. (Marty,Aileen,M.2009) 10. Pencegahan ` Pemberantasan filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengan cara pengobatan untuk menurunkan morbiditas d an mengurangi transmisi oleh vektor. Pemberantasan filariasis di Indonesia dilak sanakan oleh Puskesmas dengan tujuan: 1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) men jadi 0% 2. Menurunkan microfilarial (mf) rate menjadi < 5% 3. Mempertahankan Chr onic Disease Rate (CDR) Sasaran pemberantasan adalah daerah endemis lama yang po tensial masih ada penularan dan daerah endemis baru. Dengan prioritas sasaran di tujukan pada: 1. Daerah endemis lama dengan mf rate > 5% 2. Daerah endemis lama dan baru yang merupakan daerah pembangunan, transmigrasi, pariwisata dan perbatasan

Kegiatan pemberantasan meliputi pengobatan, pemberantasan nyamuk dan penyuluhan. Pengobatan merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan filariasis, yang akan m enurunkan ADR dan mf rate. Di suatu daerah yang diperkirakan endemik filariasis, perlu diselenggarakan suat u surveilans epidemiologis. Pada daerah tersebut 10% dari penduduknya perlu dipe riksa untuk menentukan Acute Disease Rate dan mf rate. Pengobatan massal dilakuk an bila ADR > 0%, dan mf rate > 5%; sedangkan pengobatan selektif dilakukan bila ADR = 0%, dan mf rate < 5%. (Marty,Aileen,M.2009) Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas: 1. Pemberantasan nyamuk dewasa a. Anopheles : residual indoor spraying b. Aedes : aerial spraying 2. Pemberantasan jentik nyamuk a. Anopheles : Abate 1% b. Culex : minyak tanah c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa dan s aluran air 3. Mencegah gigitan nyamuk a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu b. Menggunakan repellent Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan f ilariasis. Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh pend uduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik filaria sis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan diri dari gig itan nyamuk.. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan mel akukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi mikrofilaria. (Marty,Aileen,M.2009) C. ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS 1. Pengkajian a. Riwayat kesehatan Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cac ing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandu ng larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, d emam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat. b. Aktifitas / Istirahat Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur. Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Peru bahan TD, frekuensi jantung) c. Sirkulasi Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kap iler. d. Integritas dan Ego Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, pu tus asa, dan sebagainya. Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah. e. Integumen Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek. f. Makanan / Cairan Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan Tanda : Turgor kulit buruk, edema. g. Hygiene Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri. h. Neurosensoris Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelema han otot.

Tanda : Ansietas, refleks tidak normal. i. Nyeri / Kenyamanan Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala. Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak. j. Keamanan Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam b erulang, berkeringat malam. Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe. k. Seksualitas Gejala : Menurunnya libido Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis l. Interaksi Sosial Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian. Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri. m. Pemeriksaan diagnostik Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdete ksi kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mamm ae wanita. 2. Diagnosa keperawatan 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah beni ng 2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe 3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik 4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pad a kulit D. TABEL 3. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah beni ng Suhu tubuh pasien dalam batas normal. 3. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial 4. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh 5. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya s ediakan selimut yang tipis 6. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih 7. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi 8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik). 1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh ya ng mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara konduksi 2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital 3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien

Anda mungkin juga menyukai