Anda di halaman 1dari 12

PERAWATAN ENDODONTIK NON BEDAH PADA KASUS GIGI NEKROSE DENGAN LESI PERIAPIKAL (KISTA)

Oleh : Dudi Aripin, drg., Sp.KG Denny Nurdin, drg.

ABSTRAK Para klinisi selama ini berpegang pada prinsip bahwa perawatan kista yang besar memerlukan perawatan bedah, tetapi jika lesi tersebut merupakan jaringan granulomatous maka tindakan bedah dengan mengangkat jaringan dapat menghalangi penyembuhan dan perbaikan jaringan. Penyembuhan kista radikuler dengan perawatan endodontik non bedah masih sering menjadi perdebatan, tetapi dengan diagnosa yang tepat, debridemen yang baik dan medikamen yang tepat memberikan hasil yang memuaskan pada perawatan kista non bedah. Pada laporan kasus ini akan dipaparkan perawatan endodontik non bedah kista radikuler pada pasien wanita umur 37 tahun. Hasil setelah 6 bulan perawatan dengan menggunakan kalsium hidroksida sebagai medikamen intra kanal menunjukan kista radikuler mengalami penyembuhan. Kata kunci : Kista radikuler, perawatan endodontik, kalsium hidroksida

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I : ... : ... : PENDAHULUAN 1.1 Kista Periapikal/periradikuler ................................. BAB II : LAPORAN KASUS 2.1 Rencana perawatan .. 2.2 Prosedur dan Kemajuan Perawatan . 2.3 Hasil Perawatan ....................................................... BAB III BAB IV DAFTAR PUSTAKA : PEMBAHASAN ........................................................... : KESIMPULAN . : 3 3 5 6 8 9 1 i ii

ii

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang konservasi gigi khususnya bidang endodontik akhir-akhir ini demikian pesat, mulai dari penemuan alat-alat preparasi saluran akar, teknik preparasi, prosedur pembersihan dan sterilisasi saluran akar serta metode pengisian saluran akar. Perkembangan ini dapat menunjang dokter gigi dalam mengatasi kesulitankesulitan yang sering dialami pada prosedur perawatan endodontik. Untuk mendapatkan hasil perawatan yang optimal, dokter gigi harus memahami tiga prinsip dasar perawatan endodontik yang dikenal dengan istilah Triad Endodontic (debridement, sterilisasi saluran akar dan obturasi 3-D). Tahapan-tahapan tersebut saling berkaitan, tumpang tindih dan saling bergantung satu sama lain dalam menentukan keberhasilan perawatan. Preparasi saluran akar dan sterilisasi seringkali dilakukan secara bersama-sama dan dikenal sebagai prosedur cleaning and shaping. Penyakit pulpa dan jaringan periapikal/periradikular mempunyai hubungan yang sangat erat, dimana inflamasi pulpa dapat menyebabkan perubahan inflamatori pada ligamentum periodontal bahkan sebelum pulpa menjadi nekrotik seluruhnya. Penyakit periapikal dapat digolongkan menjadi akut dan kronis, penyakit periapikal akut meliputi peridontitis apikalis akut dan abses alveolar akut. Sedangkan penyakit periapikal kronis, meliputi abses alveolar kronis, granuloma dan kista. Perawatan endodontik untuk kasus nekrose pulpa dengan kelainan periapikal dapat dilakukan dengan cara konvensional maupun bedah endodontik. Pada makalah ini akan dibahas laporan kasus perawatan gigi yang mengalami nekrose pulpa disertai dengan kelainan kista periapikal. 1.1 Kista Periapikal/periradikuler Kista periradikuler adalah suatu kantung epithelial yang pertumbuhannya lambat pada apeks gigi yang melapisi suatu kavitas patologik pada tulang alveolar. Kista periapeks atau kista radikuler secara umum dipertimbangkan merupakan sekuel langsung dari periodontitis apikalis kronis, tetapi tidak berarti bahwa setiap lesi kronis dapat berkembang menjadi kista. Insidensi iii

terjadinya kista dari lesi periodontitis apikalis bervariasi antara 6-55%, sedangkan berdasarkan penelitian histopatologi insidensi kista jauh dibawah 20%. Tidak ada gejala klinis yang dihubungkan dengan perkembangan suatu kista, kecuali kista membesar dan terjadi pembengkakan. Tekanan kista dapat menggerakkan gigi disekitarnya, sehingga nampak gigi menjadi renggang dan dapat menjadi goyah. Pada pemeriksaan radiografik terlihat adanya radiolusensi di daerah apikal dengan batas yang jelas dan tegas. Daerah radiolusensi biasanya lebih besar daripada suatu granuloma dan dapat meliputi lebih dari satu gigi. Para klinisi selama ini berpegang pada prinsip perawatan kista bahwa kista yang besar memerlukan perawatan bedah. Tetapi jika lesi tersebut merupakan jaringan granulomatous maka tindakan bedah dengan mengangkat jaringan dapat menghalangi penyembuhan dan perbaikan jaringan, terutama pada lesi besar. Lesi besar dan kecil mempunyai kemampuan penyembuhan bila iritan penyebab timbulnya lesi telah dieliminasi. Penyembuhan kista radikuler dengan perawatan endodontik non bedah masih sering menjadi perdebatan. Namun dengan diagnosis yang tepat, penyembuhan dapat dicapai.

iv

BAB II LAPORAN KASUS Seorang wanita umur 37 tahun datang dengan keluhan gigi belakang kanan atas berlubang, ingin dirawat. Berdasarkan pemeriksaan klinis, kesehatan umum pasien tersebut baik, keadaan Oral Hygiene sedang, dengan status lokalis gigi 16 karies profunda (disto-oklusal) dengan perkusi dan tekan (+), fistel (+), gigi 35 karies media (oklusal), gigi 11 karies media (mesioproksimal), gigi 36 karies media (oklusal) dan gingivitis marginalis generalisata. Hasil Pemeriksaan Radiografi regio 16 ; tampak radiolusen gigi 16 sampai pulpa, juga tampak radiolusen diperiapikal gigi 16 berdiameter 1cm dengan batas jelas dan tegas.

Gb. 1 Kista Periapikal pada gigi 16 Diagnosa Klinis - Gingivitis marginalis generalisata - 16 Nekrose pulpa / kista periapikal - 35 Pulpitis Reversible - 11 Pulpitis Reversible - 36 Pulpitis Reversible 2.1 Rencana perawatan Target utama perawatan pada kasus ini adalah penyembuhan kista radikuler di regio 16 dan memperbaiki kondisi kesehatan mulut pasien secara keseluruhan. 2.2 Prosedur dan Kemajuan Perawatan Perawatan pada kunjungan pertama tanggal 4 Juni 2003 dilakukan scaling seluruh regio, penambalan komposit gigi 11 dan pada gigi 16 dilakukan buka kavum, kemudian diirigasi v

dengan NaOCl 2,5%, dikeringkan dan diaplikasikan Cressophen selanjutnya ditumpat dengan tambalan sementara. Pasien diberi obat golongan klindamisin 150 mg sebanyak 15 tablet. Selain itu dilakukan DHE (dental health education) pada pasien, kemudian pasien diharuskan datang kembali 3 hari kemudian. Pada kunjungan kedua tanggal 7 Juni 2003, tumpatan sementara gigi 16 dibuka, kemudian dilakukan preparasi saluran akar. WL (working length) palatinal = 20, WL mesio bukal = 18, WL mesio distal = 18, IAF (Initial Apical File) no. 25 dan MAF (Master Apical File) no. 40. Setelah selesai preparasi saluran akar, diirigasi dengan NaOCl 2,5%, kemudian diaplikasikan Ca(OH)2 dan Caviton. Selanjutnya dilakukan ronsen foto untuk melihat pengisian Ca(OH)2. Gigi 35 dan 36 ditumpat dengan komposit. Pasien diintruksikan untuk kembali setelah 3 minggu. Pada kunjungan ketiga tanggal 23 Juni 2003 keluhan negatif, perkusi dan tekan negatif, fistel telah menutup. Dilakukan Ronsen foto gigi 16, hasil ronsen foto tampak radiolusen periapikal gigi 16 mengecil. Tambalan sementara dibuka dan Ca(OH)2 di buang, kemudian diganti dengan Ca(OH)2 yang baru dan di tumpat dengan tambalan sementara. Pasien diintruksikan kembali setelah 6 bulan. Pada kunjungan keempat tanggal 23 Desember 2003 keluhan negatif, perkusi dan tekan negatif. Dilakukan ronsen foto 16, hasil ronsen foto tampak kista telah menghilang. Saluran akar diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan dikeringkan, kemudian diaplikasikan cressophen dengan cotton pellet dan ditumpat dengan tambalan sementara. Pasien diintrukksikan kembali 3 hari kemudian. Pada kunjungan kelima tanggal 5 Januari 2004 tambalan sementara dibuang, kemudian dilakukan pengisian dengan endomethason dan guttap percha point dengan teknik kondensasi lateral sesuai panjang kerja, diberi semen base dan tambalan sementara. Pada kunjungan keenam tanggal 12 Januari 2004 dilakukan ronsen foto sebagai kontrol, dari gambaran ronsen didaerah periapikal tidak nampak kelainan. Kavitas ditumpat dengan logam cor.

vi

2.3 Hasil Perawatan

(a)

(b)

(c) Gambar 1. (a) Kista periapikal gigi 1.6, (b) Pengukuran WL,

(d)

(c) Pengisian Ca(OH)2, (d) Kontrol 6 bulan Hasil Perawatan

vii

BAB III PEMBAHASAN Berdasarkan laporan kasus diatas, hasil perawatan kista tanpa bedah memperlihatkan hasil yang baik. Mekanisme potensial untuk degenerasi kista dan perbaikan jaringan dengan perawatan endodontik konvensial dapat dicapai dengan debridemen sistem saluran akar untuk mengangkat semua iritan. Tahapan pembentukkan dan pembersihan sistem saluran akar merupakan suatu tahapan penting dalam mendukung suksesnya perawatan saluran akar. Pembentukkan dan pembersihan saluran akar akan memudahkan pengisian saluran akar yang benar-benar padat dalam tiga dimensi. Selain tahap pembentukkan dan pembersihan saluran akar penggunaan medikamen saluran akar yang tepat dengan kalsium hidroksida juga sangat menunjang suksesnya perawatan kista periapikal. Pada kasus ini diberikan antibiotik golongan klindamisin, karena kista terinfeksi ditandai dengan adanya fistel. Pengisan setelah selesai perawatan kista menggunakan endomethason dan guttap perca point. Kista radikuler terdiri dari suatu kavitas yang dilapisis oleh epithelium skuamus berasal dari sisa sel epitel Malassez yang terdapat dalam ligamen periodontal. Teori pembentukan kista menyatakan bahwa perubahan inflamatori periradikuler menyebabkan epithelium tumbuh dalam suatu massa sel, bagian pusat kehilangan sumber nutrisi dan jaringan peripheral. Perubahan ini menyebabkan nekrosis di pusat, suatu kavitas terbentuk dan kista terbentuk. Pulpa nekrosis menyebabkan aktifnya sel-sel inflamasi periapikal yang akan memberikan respon imun baik imun non spesifik maupun spesifik, termasuk aktivitas PMN dan Makrofag, reaksi sitotoksis, kompleks imun, IgG, IgM dan IgE. Pada gigi-gigi dengan lesi periapikal, pengangkatan iritan atau jaringan yang mengalami inflamasi atau nekrotik dari sistem saluran akar akan menstimulasi proses perbaikan dan pengecilan lesi. Perbaikan lesi periapikal terutama ditandai dengan infiltrasi sel-sel inflamasi yang berperan dalam mengangkat iritan endogenous dan exogenous, diikuti dengan proliferasi kolagen oleh sel-sel fibroblas dan pembentukan tulang. Adanya integrasi seluler dan fenomena imunologi akan membersihkan semua debris dan benda-benda asing yang meningkatkan proses perbaikan.

viii

Pada kasus ini dipakai kalsium hidroksida sebagai medikamen saluran akar karena mempunyai efek antibakterial dan anti jamur karena pH nya tinggi, dengan berkontak pada jaringan periapikal akan mempengaruhi aktivitas osteoklas dan memacu perbaikan. Pada kasus dimana terjadinya resorpsi tulang oleh aktivitas enzymatik, kalsium hidroksida menyebabkan suasana alkalin sehingga deposit jaringan keras dapat terjadi. Penempatan kalsium hidroksida berkontak dengan jaringan periapikal akan mempengaruhi langsung jaringan yang mengalami inflamasi. Kemampuan kalsium hidroksida menyebabkan nekrotik penyembuhan dapat terjadi. Penelitian lain menduga bahwa aksi kalsium hidroksida melewati apeks memberi empat keuntungan, yaitu (Caliskan dan Turkun, 1997): Anti inflamasi dengan sifat higroskopisnya membentuk jembatan dentin calcium-proteinate dan menginhibisi fosfolipase 1. Menetralkan produk-produk asam seperti hydrolase yang berpengaruh pada aktivitas osteoklastik 2. Mengaktifkan fosfatase alkaline, dan 3. Aksi antibacterial. Peletakkan kalsium hidroksida sebagai medikamen intrakanal setelah overinstrumentasi ke dalam kista periapeks dan hasil yang dicapai biasanya jauh lebih baik. Caliskan dan Sen, 1996 cit Caliskan dan Turkun, 1997 menunjukkan bahwa kalsium hidroksida yang berlebih melewati foramen apikal menunjukkan penyembuhan lesi yang tidak berbeda bila kalsium hidroksida tidak melewati apeks. Pada kasus ini penyembuhan kista terjadi dalam waktu 6 bulan setelah dilakukan perawatan endodontik non bedah dengan kalsium hidroksida sebagai medikamen intra kanal. Penyembuhan dapat dicapai dengan kemampuan neutrofil untuk merusak jaringan dengan enzim-enzim proteolitiknya dan kemampuan merusak epithelial lining dari dinding kista. Hal inilah yang diharapkan dalam proses penyembuhan kista radikuler. Instrumentasi pada awal perawatan melewati foramen apikal juga merupakan tindakan untuk mempercepat proses pengecilan kista yaitu melalui (a). Inflamasi akut dengan terjadinya distraksi epithelial dan (b). Perdarahan subepithelial dengan ulserasi dari epithelial lining (Bhaskar, 1972. cit Smulson dan Hagen, 1989). ix dan rusaknya dinding epithelium, menyebabkan jaringan ikat dapat mengadakan invaginasi ke dalam lesi sehingga

BAB IV KESIMPULAN 1. Diagnosa yang tepat, debridemen yang baik dan medikamen yang tepat memberikan hasil yang memuaskan pada perawatan kista non bedah. 2. Pengangkatan iritan atau jaringan nekrotik dari sistem saluran akar akan menstimulus proses perbaikan dan pengecilan lesi 3. Efek kalsium hidroksida sebagai antibakterial dan anti jamur karena pH nya tinggi, serta mempengaruhi aktifitas osteoklas.

DAFTAR PUSTAKA Bhaskar S.N. Non Surgical Resolution of Radicular Cyst. Oral Surgery. 1972. Vol 34. No 3. 458476. Caliskan, K.M. and Turkun, M. PEriapical Repair and Apical Closure of a Pulpless Tooth using Calcium Hydroxide. Oral Surg. Oral Pathol. Radiol Endod 1997; 84 : 683-387. Cohen S., Burns R. Pathobiology of the Periapex in Pathway of the Pulp. 8th ed. St. Louis Missouri. Mosby 2002. 458-459, 472-480. Floridi, G. Non Surgical Treatment of Periapical Lesions. 2000. Grossman, l. et. All. 1988. Endodontic Practice. Eleventh ed. By Lea & Febiger. Philadelphia, Pennsylvania, USA. Nair Ramachandran. Pathology of Apical Priodontitis in Orstavik Dag, Pit Ford T. Essential Endodontology. Prevention and Treatment of Apical Periodontitis. Blackwell science. 1998. 8489. Nair, P. N. R. Apical Periodontitis : A Dynamic Encounter between Root Canal Infection and Host Response. Periodontology 2000 : 1997 : 13 : 121-148. Seltzer, S. Periapical Granuloma and Radiculer Cyst. In. Endodontology : Biologic Consideration in Endodontic Procedures. 2nd ed. Philadelphia, Lea & Febiger. 1988 : 195-236. Smulson, M.H. and Hagen, J.C. Pulpoperiapical Pathology and Immunologic Considerations. In. Weine, F.S. (ed) : Endodontic Therapy 4th ed. St. Louis, CV. Mosby Co. 1989 : 154-190. Walton, R.E & Torabinezad, M.: Principles and Practice of Endodontics, 3rd ed., W.B. Saunders Company, Philadelphia, 2002. Wein, F.S., Endodontic Therapy, 6 th ed., Mosby Inc., St. Louis. Missouri, 2004.

xi

Wein, F., Pulpoperapical Pathology and Imunologic Consideration in Endodontic Therapy. 5 th ed. St. Louis Missouri. Mosby 2004. 175-187.

xii

Anda mungkin juga menyukai