Anda di halaman 1dari 8

Kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kalimantan dikenal memiki cadangan bahan tambang melimpah, khususnya batu bara telah menggairahkan berbagai kalangan mengeksploitir bahan galian yang disebut pula sebagai emas hitam tersebut. Bukan saja perusahaan pertambangan skala besar yang berlomba mengeruk bahan tambang yang tak bisa diperbarui tersebut, juga ratusan perusahaan kecil serta individu yang ikut berebut mengambil untung dari usahaemashitamitu. B. PEMBATASAN MASALAH Dalam tulisan ini dibatasi pada masalah banyaknya factor penyebab yang mempengaruhi lingkungan sehingga terjadinya kerusakan lingkungan. Kerusakan disebabkan oleh tambang batu bara.

BAB 2 PEMBAHASAN Perusahaan skala besar yang mengelola tambang batu bara di Kalsel berdasarkan Perjanjian Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batu Bara (PKP2KB) ada beberapa buah diantaranya PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin Indonesia, PT. Bantala Coal Mining, dan beberapa lagi. Sementara perusahaan kecil melalui izin Kuasa Pertambangan (KP) yang diberikan oleh kabupaten/kota menyusul adanya era otonomi daerah yang jumlah perizinnanya ratusan buah. Belum termasuk ratusan perusahaan penambangan tanpa ijin (Peti) yang dilakukan secara kelompok atau perorangan yang sangat menyemarakkan usaha pertambangan batu bara di Kalsel tersebut.

Merebaknya tambang batu bara di bumi Pangeran Antasari Kalsel tersebut menimbulkan gairah di bidang ekonomi, dimana devisa terus saja mengalir dari hasil ekspor tambang itu dengan tujuan berbagai negara di dunia. Catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel sekitar 60 persen nilai ekspor non migas asal propinsi tersebut atau sekitar 1,5 miliar Dolar AS per tahun berasal dari ekspor tambang batu bara. Bukan saja untuk ekspor, ternyata hasil tambang batu bara Kalsel tersebut kini diperebutkan pula untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT. PLN (Persero) seperti PLTU Suryalaya Jawa Barat, PLTU Paiton Jawa Timur, dan PLTU Asam-Asam Kalsel sendiri, disamping untuk kebutuhan industri lainnya di tanah air. Oleh sebab itu, banyak kalangan yang telah mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup mereka secara meteriil setelah memperoleh porsi dari mengelola tambang batu bara tersebut. Tak heran bila dalam suatu wilayah yang tadinya termasuk relatif miskin berubah menjadi kawasan yang kaya raya, seumpamanya saja kawasan Kecamatan Satui dan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Pegaron Kabupaten Banjar, Jorong Kabupaten Tanah Laut, beberapa wilayah di Kabupaten Tapin, Kotabaru, Balangan, dan Kabupaten Tabalong. Di balik gemerlapnya hasil yang diperoleh dari pertambangan tersebut ternyata telah melahirkan tingkat kerisauan yang mendalam di benak banyak orang, terutama kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan dan pecinta lingkungan itu sendiri. Dari hasil diskusi Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Lingkungan Hidup (PWLH) Banjarmasin yang menghadirkan LSM dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kompas Borneo, dan LSM lainnya itu banyak menyoroti mengenai pertambangan batu bara tersebut, bahkan muncul kekhawatiran akan dampak dahsyat bencana alam akibat maraknya pertambangan itu.

Menurut diskusi tersebut perubahan alam Kalsel kini sudah terasa dampaknya akibat tambang batu bara. Bagaimana tidak, di kawasan daratan Kalsel yang dikenal dengan bentuk Rumah Bubungan Tinggi itu telah hancur, selain hutan gundul karena penebangan kayu secara membabi buta, sekarang ditambang pertambangan batu bara yang tak terkendali.

Bahkan terungkap ternyata wilayah resapan air berupa hutan tropis basah di Pegunungan Meratus kini telah tercabik-cabik oleh pertambangan batu bara baik yang legal atau ilegal yang dikelola pihak preman-preman.

Dampak yang terasa dari lahan yang rusak demikian adalah bila hujan sedikit saja maka air di atas gunung begitu deras turun tanpa bisa ditahan, dan air yang turun bukan lagi air hujan jernih melainkan telah bercampur dengan lumpur dan debu batu bara. Bahkan sekarang ini Sungai Martapura yang berhulu di Pegunungan Meratus yang dulunya biru telah berubah tingkat warna dan kekeruhan akibat pertikel lumpur dan material lainnya. Sampai-sampai alat pengukur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih, Kota Banjarmasin yang mengambil air sungai tersebut sebagai bahan baku tak bisa lagi mengukurnya, lantaran tingginya tingkat kekeruhan dan warna itu. Hasil sebuah penelitian begitu tingginya tingkat kekeruhan dan warna air Sungai Martapura tersebut ternyata air itu telah mengandung sejenis kaolin yakni bahan kimia yang berasal dari tambang batu bara. Bukan hanya itu tambang batu bara di Kalsel telah mengubah tingkat polusi udara dan debu di berbagai wilayah Kalsel. Kota Banjarmasin saja yang jauh dari lokasi tambang telah mewaspadai pencemaran udara akibat debu dari tambang batu bara tersebut. Ada beberapa titik yang tingkat pencemaran debu batu bara di atas ambang normal seperti diakui Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Banjarmasin, Hesly Junianto,SH. Kawasan dimaksud seperti di Pelambuan dimana terdapat stockpile (lapangan penumpukan batu bara) serta simpang empat Jalan Lambung Mangkurat depan kantor Pos Besar Banjarmasin.

Kota Banjarmasin ternyata terkena dampak lingkungan yang sangat dahsyat akibat tambang itu karena ribuan mobil truk pengangkutnya menuju pelabuhan di Banjarmasin melalui jalan-jalan umum di dalam kota ini. Dampak lain penambangan marak tersebut, adalah banyak jalan negara yang sebenarnya dalam peraturan tak dibolehkan dilewati truk pengangkut batu bara kini tetap menjadi jalur pengangkutan sehingga jalan tersebut rusak parah. Contoh saja jalan trans Kalimantan antara Kabupaten Tapin hingga Banjarmasin yang yang mengalami kerusakan parah seperti degradasi, berlubang, longsor, becek, bergelombang, akibat tak mampu menahan beban berat pengangkutan batu bara tersebut. Karena ribuan truk besar setiap hari melalui jalan nasional (negara) itu.

Kerisauan kerusakan jalan tersebut telah menimbulkan gelombang unjukrasa di masyarakat, termasuk penutupan jalan nasional oleh masyarakat yang tak ingin jalan itu dilalui truk pengangkut batu bara, seperti terjadi di Tapin, Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan.

Kerusakan jalan yang parah di mana-mana itu telah mengusik hati Gubernur Kalsel, H.M.Sjachriel Darham untuk memanggil bupati/walikota se propinsi tersebut untuk membahasnya serta mencari solusi terbaik agar jalan tidak mengalami kerusakan lagi. Belum lagi keluhan ahli pertanian yang disebutkan banyak lahan subur potensi pertanian kini berubah menjadi lahan gersang, lantaran lapisan atas tanah yang mengandung humus dan tercipta ribuan tahun telah rusak akibat pertambangan tersebut. Konon pula akibat tambang telah melahirkan semacam gas yang bisa meningkatkan tingkat keasaman tanah di sekitar tambang sehingga kawasan tambang tidak subur dan cendrung gersang. Keluhan lain yang merisaukan akibat kegiatan tambang yaitu terjadinya tingkat pendangkalan sungai, pencemaran air limbah batu bara ke danau, sawah, serta ke pemukiman hingga menyiksa penduduk.

Kasus demontrasi warga akibat pencemaran itu telah terjadi di Sungai Satui, Desa Pulau Kuu Kabupaten Hulu Sungai Utara, pinggiran kota Paringin, Senakin Kotabaru dan lainnya. Kekhawatiran lain habisnya bahan tambang batu bara tersebut tidak terlalu banyak dinikmati warga setempat, sebab puluhan miliar dolar AS devisa dari tambang itu lari keluar negeri dan mengendap di bank-bank asing karena banyak pemilik perusahaan besar itu saudagar kaya dari luar negeri sebagai pemilik saham di perusahaan tersebut. Apalagi tambang itu adalah jenis kekayaan alam yang tak bisa diperbarui, bila habis maka habislah kekayaan tersebut tinggal generasi muda atau generasi mendatang hanya bisa gigit jari.

Melihat begitu banyak persoalan buruk akibat tambang batu bara tersebut, boleh saja sekarang sebagian masyarakat mendapat angin surga tetapi diyakini di masa mendatang angin surga itu akan musnah dan muncul berbagai mala petaka bagaikan di neraka.

BAB 3 CARA MENANGGULANGI KERUSANKAN LINGKUNGAN Pembangunan berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas manusia secara bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan dikenal dengan nama Pembangunan Berkelanjutan. Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya memiliki tanggung jawab besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan terbentuknya pelestarian lingkungan hidup. Hal-hal yang dilakukan pemerintah antara lain menggalakkan penanaman pohon. Diharapkan kepada pemerintah untuk tidak meliberalkan pertambangan batu bara demi kesejahteraan masyarakat dan demi kesehatan masyarakat setempat mengingat kerugian yang dialami oleh masyarakat. Melakukan penanaman kembali hutan yg gundul akibat tembang batu bara. Pelestarian hutan

PENUTUP Indonesia memiliki cadangan batubara yang sangat besar dan menduduki posisi ke4 di dunia sebagai negara pengekspor batubara. Di masa yang akan datang batubara menjadi salah satu sumber energi alternatif potensial untuk menggantikan potensi minyak dan gas bumi yang semakin menipis. Pengembangan pengusahaan pertambangan batubara secara ekonomis telah mendatangkan hasil yang cukup besar, baik sebagai pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun sebagai sumber devisa. Bersamaan dengan itu, eksploitasi besar-besaran terhadap batubara secara ekologis sangat memprihatinkan karena menimbulkan dampak yang mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup Untuk itu Stop eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa diimbangi dengan penanaman kembali Dan sudah saat nya otonomi daerah menerapkan KEBIJAKAN HUKUM DALAM PENANGGULANGAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

Anda mungkin juga menyukai