Anda di halaman 1dari 16

MALARIA A. KONSEP DASAR 1.

DEFINISI Malaria adalah suatu penyakit akut dan bisa menjadi kronik, disebabkan protozoa yang hidup intra sel, genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia, dan splenomegali. 2. ETIOLOGI Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu manusia maupun vertebra lainnya, dan hospes definitif, yaitu nyamuk Anopheles.

3. PATOFISIOLOGI Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra termasuk manusia. a. Fase aseksual Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan masuk aliran darah, disebut sporulasi. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens. Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. b. Fase seksual Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk. 4. MANIFESTASI KLINIK Pada anamnesis ditanyakan gejala penyakit dan riwayat bepergian ke daerah endemik malaria. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan adalah:

a. Demam Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi). Pada malaria tertiana (Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (Plasmodium malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan ditandai dengan beberapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun.

b. Splenomegali Slenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah. c. Anemia Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Plasmodium falciparum. Anemia disebabkan oleh: 1) Penghancuran eritrosit yang berlebihan. 2) Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). 3) Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sum-sum tulang (diseritropoesis). d. Ikterus Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar. Malaria laten adalah masa pasien di luar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati. Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat bersifat: Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak. Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah dan berkembang biak. 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Analisis darah akan memperlihatkan adanya parasit sel darah merah. 6. PENATALAKSANAAN Terapi profilaktik terhadap malaria dianjurkan bagi orang yang bepergian ke daerah endemik. Pencegahan di daerah endemik antara lain terdiri dari eliminasi sumber-sumber genangan air dan penggunaan insektisida, kelambu, dan insect reppelent.

Tersedia obat antimalaria untuk mengatasi penyakit apabila terjangkit. Kadang-kadang dilakukan transfusi darah. Namun, di daerah-daerah endemik dapat terjadi penularan virus imunodefisiensi manusia (HIV). Baru-baru ini diciptakan vaksin yang tidak mencegah infeksi oleh parasit, tetapi tampaknya dapat mengurangi keparahan penyakit.

B. ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN Aktivitas/istirahat Gejala: Malaise. Sirkulasi Tanda: TD normal/sedikit dibawah jangkauan normal. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi). Makanan/cairan Gejala: Anoreksia, mual/muntah. Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot. Penurunan haluaran, konsentrasi urine; perkembangan ke arah oliguria, anuria. Neurosensori Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan. Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma. Nyeri/kenyamanan Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa sakit/ketidaknyamanan. Pernapasan Gejala: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, penggunaan kortikosteroid, infeksi baru. Tanda: Suhu: umumnya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal pada lansia. Menggigil, ruang eritema makular, drainase purulen. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Risiko tinggi infeksi b/d penurunan sistem imun. 2. Hipertermia b/d perubahan pada regulasi temperatur. 3. Risiko kekurangan volume cairan b/d peningkatan metabolisme tubuh. 4. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi dari kebutuhan. 5. Nyeri b/d proses inflamasi. III. INTERVENSI 1. Risiko tinggi infeksi b/d penurunan sistem imun. Tujuan : Menunjukkan penyembuhan seiring perjalanan waktu, bebas dari tanda-tanda infeksi. Intervensi :

1) Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi. R/ Mengurangi risiko kemungkinan infeksi. 2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan steril. R/ Mengurangi kontaminasi silang. 3) Pantau kecenderungan suhu. R/ Demam disebabkan oleh efek-efek dari endotoksin pada hipotalamus dan endorfin yang melepaskan pirogen. Hipotermia adalah tanda-tanda genting yang merefleksikan perkembangan status syok/penurunan perfusi jaringan. 4) Amati adanya menggigil dan diaforesis. R/ Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi. 5) Pantau tanda-tanda penyimpangan kondisi/kegagalan untuk membaik selama masa terapi. R/ Dapat menunjukkan ketidaktepatan/ketidakadekuatan terapi antibiotik atau pertumbuhan berlebihan dari organisme resisten/oportunistik. 6) Kolaborasi pemberian obat anti infeksi sesuai indikasi. R/ Dapat membasmi/memberikan imunitas sementara untuk infeksi. 2. Hipertermia b/d perubahan pada regulasi temperatur. Tujuan : Menunjukkan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan. Intervensi : 1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan adanya menggigil/ diaforesis. R/ Suhu 38,9oC-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis. Menggigil sering mendahului puncak suhu. 2) Pantau suhu lingkungan, tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi. R/ Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 3) Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol. R/ Membantu mengurangi demam. Alkohol mungkin menyebabkan kedinginan dan dapat mengeringkan kulit. 4) Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai indikasi. R/ Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. 3. Risiko kekurangan volume cairan b/d peningkatan metabolisme tubuh. Tujuan : Mempertahankan volume sirkulasi adekuat dengan tanda-tanda vital dalam batas normal pasien, nadi perifer teraba, dan haluaran urine adekuat. Intervensi :

1) Ukur/catat haluaran urine dan berat jenis. Catat ketidakseimbangan masukan dan haluaran kumulatif (termasuk semua kehilangan/tak kasat mata). R/ Penurunan haluaran urine dan berat jenis akan menyebabkan hipovolemia. 2) Dorong masukan cairan sesuai toleransi. R/ Memenuhi kebutuhan cairan, mencegah dehidrasi. 3) Kaji membran mukosa kering, turgor kulit yang kurang baik, dan rasa haus. R/ Hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi. 4) Berikan cairan IV sesuai indikasi. R/ Menggantikan kehilangan dengan meningkatkan permeabilitas kapiler dan meningkatkan sumber-sumber tak kasat mata, mis: demam/diaforesis. 4. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi dari kebutuhan. Tujuan : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari). Intervensi : 1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas. R/ Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan. 2) Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons terhadap aktivitas (mis: peningkatan denyut jantung/TD, disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya). R/ Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. 3) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan. R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru. 4) Gunakan teknik penghematan energi, mis: mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugastugas. R/ Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan. 5) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi. R/ Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stress dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan. 5. Nyeri b/d proses inflamasi. Tujuan : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol. Intervensi :

1) Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri. R/ Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi. 2) Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman. R/ Tirah baring pada posisi Fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah. 3) Kontrol suhu lingkungan. R/ Dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan ketidaknyamanan kulit. 4) Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang. R/ Meningkatkan istirahat dan dapat meningkatkan koping. 5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. R/ Menghilangkan/membantu dalam manajemen nyeri. IV. EVALUASI 1. Menunjukkan penyembuhan seiring perjalanan waktu, bebas dari tanda-tanda infeksi. 2. Menunjukkan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan. 3. Mempertahankan volume sirkulasi adekuat dengan tanda-tanda vital dalam batas normal pasien, nadi perifer teraba, dan haluaran urine adekuat. 4. Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas harian). 5. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.

askep malaria
A. Konsep Dasar Malaria 1. Definisi Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406). Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125). Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1). Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000). 2. Anatomi Fisiologi Sel Darah Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.

3. Etiologi Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu, a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga). b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam). c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat). d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale. Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001). 4. Patofisiologi Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik.(9,13) Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai

berikut Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal. Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P. falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh. Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolantonjolan tersebut. 5. Manifestasi klinik Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain : - Malaria tertiana Disebabkan oleh plasmodium vivax. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal berupa: sakit kepala, sakit punggung, mual, malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, tetapi kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, dimana suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. - Malaria quartana atau Malaria malariae Disebabkan oleh plasmodium malariae. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat - Malaria tropika atau Malaria serebral Disebabkan oleh plasmodium falciparum. Penyakit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Demam tidak teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma, dan kematian mendadak. - Malaria ovale Disebabkan oleh plasmodium ovale. Gejalanya mirip dengan malaria vivax, serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang. Perjalanan penyakit malaria terdapat serangan demam yang disertai oleh gejala lain diselingi

oleh periode bebas penyakit. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya berlangsung antara 8-38 hari, tergantung pada spesies parasit. (terpendek untuk P. Falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau derajat resistensi hospes. Disamping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi darah yang mengandung stadium aseksual. Masa prepaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (Microscopic threshold). Periode laten klinis, yaitu bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara serangan pertama dan relaps, walaupun mungkin ada parasitemia dan gejala lain seperti splenomegali. Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium ekso-eritrosit masih bertahan dalam jaringan hati. Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi). Pada malaria vivax dan ovale (tersiana), skizon setiap Brood (kelompok) menjadi matang setiap 48 jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana. Pada malaria kuartana yang disebabkan oleh P. malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Masa tunas intrinsik parasit malaria yang ditularkan oleh nyamuk kepada manusia adalah 12 hari untuk malaria falciparum, 13-17 hari untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30 hari untuk malaria malariae (terlama). Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama (first attack). Serangan demam yang khas terdiri 3 stadium : a. Stadium frigonia (menggigil) Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Penderita menutupi badannya dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah. Pada anak sering disertai kajang-kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. b. Stadium akme (puncak demam) Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat. Biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41C (106F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam. c. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun) Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah, suhu turun dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemas tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2-4 jam. Tiap serangan terdiri atas beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan dengan sporulasi (sinkron). Timbulnya demam juga bergantung kepada jumlah parasit (pyrogenic level, fever threshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit (parasit count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris intermitens), dapat juga remiten (febris remittens) atau terus menerus (febris kontinous).(7,8,11) Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu: sakit kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah diikuti dengan masa bebas gejala dimana penderita merasa sehat seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang.

Serangan ini makin lama makin berkurang beratnya karena tubuh menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam badan dan karena adanya respon imun hospes. Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit malaria ini. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam setelah itu terjadi stadium apireksia. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut Relaps. Relaps dapat bersifat : a. Rekrudensi (short term relapse) Yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul 8 minggu setelah penyakit sembuh. b. Rekurensi (long term relapse) Karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul kira-kira 6 bulan (24 minggu) atau lebih setelah sembuh. Splenomegali. Pembesaran limpa merupakan gejala klinis terutama pada malaria menahun. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinosoid. Eritrosit yang tampaknya normal dan yang mengandung parasit dan butir-butir hemozin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen tampak bebas atau dalam sel fagosit raksasa hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun jaringan ikat makin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras. Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak. Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peranan. 2. Reduced survival time, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama. 3. Diseritropoesis, bagian dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer. 4. Derajat fagositis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit yang hancur. Sumbatan-sumbatan pada pembuluih kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya. Pada malaria berat, gejala dapat memperlihatkan adanya gangguan kesadaran, kejang-kejang, diare sampai kehilangan kesadaran. Malaria pada anak-anak. Anak-anak penderita malaria dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu mereka yang sebelumnya tanpa kontak (dimana tidak ada atau sedikit imunitas terhadap penyakit dan akan mengalami sakit berat kecuali diobati), dan anak-anak dengan infeksiinfeksi malaria berulang sejak lahir yang dapat bertahan pada awal masa kanak-kanak dan mencapai derajat toleransi tinggi pada sekitar usia 10 tahun, meskipun pertumbuhan dan perkembangannya dapat mengalami gangguan. Pada anak-anak yang tidak imun, tanda-tanda klinis biasanya tampak 8-15 hari setelah infeksi. Dapat diobservasi adanya perubahan-perubahan tingkah laku seperti perasaan sedih, anoreksia, menangis tidak sebagaimana biasanya, perasaan mengantuk secara lambat, kemungkinan demam tidak ditemukan atau meningkat secara lambat selama 1-2 hari atau awitan dapat mendadak dengan peningkatan suhu tubuh hingga 40 C (105 F) atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala menggigil prodromal. Paroksismal demam dapat demikian

pendek atau dapat berlangsung selama 2-12 jam. Pola karakteristik biasanya tidak jelas pada anak kurang dari 5 tahun. Keluhan-keluhannya terdapat nyeri kepala, mual, muntah, nyeri umum terutama punggung serta kadang-kadang nyeri pada abdomen jika limpa membesar dengan cepat serta nyeri tekan. Pada infeksi-infeksi vivax dan kuartana yang didominasi oleh satu brood, demam merupakan manifestasi karakteristik yang terjadi dalam interval 48 jam pada keadaan pertama dan 72 jam pada keadaan terakhir. Bila terjadi kejang, maka biasanya akan mereda jika demam turun. Tidak jarang, terjadi lesi-lesi herpes pada mulut. Hitung jenis eritrosit dan kadar hemoglobin dapat menurun dengan cepat; leukopenia bervariasi tetapi monositosis sering terjadi. Pada infeksi-infeksi falciparum, demam kurang karakteristik bahkan dapat terus menerus, dapat ditutupi oleh manifestasi berat yang berkaitan dengan sistem otak, paru, usus atau saluran kemih. Penyulit-penyulit otak dibuktikan dengan adanya kejang atau koma dan cairan serebrospinal normal (kecuali dibarengi pula oleh infeksi bakteri atau virus pada SSP). Mual dan muntah yang menetap, hati yang membesar dan keras, dan ikterus progresif dapat berlanjut menjadi kegagalan hati. Terjadi diare berat atau kadang-kadang dapat menyerupai tanda-tanda appendisitis akut. Limpa umumnya lebih membesar pada infeksi P. vivax daripada infeksi P. falciparum, kemungkinan terjadi perisplenitis, infark dan bahkan ruptura limpa dan setelah seranganserangan berulang, limpa dapat menjadi sangat besar dan keras. Splenomegali Idiopatis (yang disebut sebagai penyakit limpa besar di Afrika) merupakan respon imun yang abnormal terhadap P. malariae. Pada anak-anak yang mengalami malnutrisi di negara-negara berkembang, pembesaran limpa disertai infiltrasi sinusoid-sinusoid hati dan peningkatan titer antibodi fluoresen malaria dengan atau tanpa parasitemia. 6. Test Diagnostik a. Pemeriksaan mikroskopis malaria Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari. Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%). 1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. 2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis. 3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat. 4)Identifikasi spesies plasmodium

5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat. b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat) Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit. c. Pemeriksaan imunoserologis Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA. 7. Penatalaksanaan Medis Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah Program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu : 1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran 2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang 3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi wabah. Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain(11,15) : 1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil, pirimetamin 2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin 3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin 4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin,

dan amidokuin 5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil. Terapi Non Farmakologi The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria: Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk 8. Komplikasi Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah : a. Malaria otak Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh. b. Anemia berat Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus. c. Edema paru Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS). d. Hipoglikemia Konsentrasi gula pada penderita turun B. Konsep Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan pada Malaria : 1. Pengkajian 1. Aktivitas/ istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. 2. Sirkulasi Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso

kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah. 3. Eliminasi Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine Tanda : Distensi abdomen 4. Makanan dan cairan Gejala : Anoreksia mual dan muntah Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine. 5. Neuro sensori Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan. Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma. 6. Pernapasan. Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan . Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas 7. Penyuluhan/ pembelajaran Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik. 2. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah 2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus. 3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh. 4. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif. 3. Intervensi Keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat ; anorexia; mual/muntah Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda malnutrisi. menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai. NO INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi makanan 2. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia 3. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur. Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi 4. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni. Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol 5. Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ 6. Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.

2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus. Tujuan: suhu antara 36 37 0C NO INTERVENSI RASIONAL 1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil. Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis. 2. Pantau suhu lingkungan. Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit. 4. Berikan antipiretik. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. 3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh. Tujuan : pemenuhan oksigen ke jaringan cukup NO INTERVENSI RASIONAL 1. Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan. Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan. 2. Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi. Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah 3. Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer. Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer. 4. Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut. 5. Berikan cairan parenteral. Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi. 4. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif. Tujuan: memahami prognosis dan cara pengobatan malaria No INTERVENSI RASIONAL 1. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan. 2. Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program. Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi. 3. Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang. Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum. 4. Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal. Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan. 5. Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan. Membantu mengontrol

pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada. 6. Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis. Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi. 7. Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan. Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.

4. Discharge Planning a. Menjaga lingkungan rumah dengan baik b. Menggunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur c. Menggunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar d. Menggunakan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat e. Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

Anda mungkin juga menyukai