Anda di halaman 1dari 3

A. Perkembangan Hadits Pada Masa Rasulullah SAW.

Periode ini disebut Ashr Al -wahyi wa At-taqwin (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam). Pada periode inilah, hadits lahir berupa sabda (aqwal, afal, dan taqrir) Nabi yang berfungsi menerangkan AlQuran untuk menegakkan syariat islam dan membentuk masyarakat islam. Periode ini berlangsung cukup singkat sekitar 23 tahun mulai beliau diangkat menjadi Rasul sampaiwafat pada tahun 11 H; para sahabat menerima hadits secara langsung dan tidak langsung. Penerimaansecara langsung misalnya saat Nabi memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadappernyataan para sahabat. Adapun penerimaan secara langsung adalah mendengar dari sahabat lain ataudari utusan-utusan, baik utusan yang dikirim Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datangkepada Nabi.[1]Ada beberapa cara Rasul SAW. Menyampaikan hadis kepada para sahabat yang di sesuaikandengan kondisi mereka:1. Melalui para jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majelis alilmi.2. Rasulullah menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabattersebut disampaikan kepada orang lain. 3. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada dan futuh makkah .4. Melaui perbuatan langsung yang di saksikan oleh para sahabatnya ( jalan musyahadah ), seperti yangberkaitan dengan praktik ibadah dan muamalah.[2]Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan menulis hadis dinasakh ( dimansukh ) dengan hadis yangmember izin yang dating kemudian.Ketika Rasulullah wafat, alQuran telah dihafal dengan sempurna oleh sahabat, selain itu ayat -ayat alQuran talah lengkap di tulis, tapi belum dikumpulkan dalam bentuk sebuah mushaf, adapun hadis belum memiliki perhatian dalam penulisannyaketika itu kurang memperoleh perhatian seperti halnyaalQuran, penulisan hadis dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi, karena tidak ada perintah Rasul, sebagaimana Beliau memerintahkan mereka untuk menulis alQuran.*3+ Diantara sahabat-sahabat Rasulullah memiliki catatan hadis Rasul, di antaranya yaitu Abdullah bin Amrbin Ash yang menulis sahifah-sahifah yang bernama AsSadiqah, sebagian sahabat ada yang keberatandengan beralasan bahwa Rasulullah telah bersabda:

Janganlah kamu sekalian menulis sesuatu dariku selain AlQuran . Barangsiapa yang menulis dariku selain AlQuran maka hapuslah (HR. Muslim)Nabi telah mengeluarkan izin menulis hadits secara khusus setelah peristiwa fathu Makkah. Itupunhanya kepada sebagian sahabat yang sudah terpercaya. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairahdisebutkan, bahwa ketika Rasulullah membuka kota Makkah, beliau berpidato di depan orang banyakdan ketika itu ada seorang lelaki dari Yaman bernama Abu Syah meminta agar dituliskan isi pidatotersebut untuknya. Kemudian Nabi memerintahkan sahabat agar menuliskan untuk Abu Syah. Wahai Rasulullah. Engkau memerintahkan menulis kepadaku. Nabi bersabda (pada sahaba t yang lain), tuliskanlah untuknya.dalam riwayat lain disebutkan,menulis kamu kepada Abu Syah. Kemudian Nabi member izin menulis hadis secara umum, sebagaimana disebutkan dalam hadis yangdiriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash, Rsulullah bersabda:[4] Tulislah apa yang kamu dengar dariku, Demi Tuhan yang jiwaku di tangan -Nya, tidak keluar dari mulutku, selain kebenaran. Adapun faktor-faktor utama dan terpenting yang menyebabkan Rasulullah melarang penulisan danpembukuan hadits adalah :a. Khawatir terjadi kekaburan antara ayat-ayat alQuran dan hadits Rasul bagi orang - orang yangbaru masuk Islam. b. Takut berpegangan atau cenderung menulis hadits tanpa diucapkan atau ditelaah c. Khawatir orang-orang awam berpedoman pada hadits saja[5]Sebagian ulama lain berpendapat bahwa Rsulullah tidak menghalang usaha para sahabatmenulis hadis secara tidak resmi, mereka memahami hadis Rasul SAW. Diatas bahwa larangan Nabimenulis hadis adalah di tujukan kepada mereka yang khawatir mencampur adukkan hadis dengan alQuran, sedangkan izin hanya diberikan kepada mereka yang tidak dikhawatirkan mencampuradukkan hadis dengan alQuran, oleh karena itu, setelah al -

Quran ditulis dengan sempurna dan telah lengkap pula turunannya, maka tidak ada larangan menulis hadis.[6]Pada masa Nabi SAW. Sudah ada sahabat Nabi yang bisa baca tulis akan tetapi masih sangat sedikit, olehkarena itu Nabi menerangkan untuk menghafal, memahami, mematenkan, dan mengamalkna haditspasa kehidupan sehari-hari. Diantara nama sahabat yang menulis hadits, antara lain: 1. Abdullah Ibn Amr Ibn Ash, Shahifah -nya disebut Ash-Shadiqah.2. Ali Ibn Abi Thalib, penulis hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain3. Anas Ibn Malik.[7] B. Perkembangan Hadits Pada Masa Sahabat Periode ini disebut Ashr At -Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan mengeditkanriwayat). Nabi SAW. Wafat pada tahun 11 hijriah. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua duapegangan sebagai dasar bgi pedoman hidup, yaitu AlQuran dan Hadits (As -Sunnah) yang harusdipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits tersebut secara terbatas. Penulisanhadispun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi, bahkan Umar melarang para sahabat untukmemperbanyak meriwayatkan hadits, dan menekankan agar sahabat mengerahkan perhatiannyauntukmenyebarluasakan AlQuran. Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadits, yaitu:1. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari nabi SAW. Yang mereka hafal benarlafazh dari Nabi2. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hafal asli dari NabiSAW.[8]Setelah daerah islam meluas yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand. Bahkan pada tahun93 H, meluas hingga spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerahdaerahtersebut, sehingga banyak sahabat yang menyebar ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untukmenanyakan haditskepada sahabat yang lain.[9]

Anda mungkin juga menyukai