Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Serat pangan (dietary fiber) merupakan suatu karbohidrat kompleks di dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim enzim pencernaan manusia. Meskipun serat pangan tidak bisa dicerna oleh enzim enzim pencernaan manusia, serat pangan ini sangat penting bagi kesehatan. Hal ini karena serat pangan difermentasi oleh mikroflora usus besar sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol, glukosa serum, mencegah penyakit jantung, hipertensi dan memperlancar keluarnya feses (Astawan, 1998). Selain itu serat pangan juga dapat menanggulangi penyakit divertikulosis yaitu penyakit yang disebabkan oleh pembengkakan pada usus besar, terutama bagian depan (bagian ascending dan menyilang), bagian usus besar tersebut dapat menggembung, pecah dan terjadilah infeksi (Winarno, 1997). Serat pangan ini merupakan bagian penyusun jaringan tanaman terutama bagian dinding sel. Serat pangan ini banyak terdapat pada buah, sayur dan juga serealia. Tetapi sebenarnya hampir dipastikan bahwa setiap bahan pangan nabati mengandung serat pangan meskipun dalam jumlah kecil. Konsumsi serat pangan yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 25 35 gram per hari. Untuk dapat memenuhi standar tersebut maka harus diketahui berapa kandungan serat pangan dalam bahan pangan yang dimakan. Sehingga dapat ditentukan jumlah bahan pangan yang harus dikonsumsi. Salah satu metode analisis kadar serat pangan dalam bahan pangan adalah dengan metode enzimatik gravimetrik. Metode ini menggunakan enzim untuk memecah komponen seperti protein dan pati. Dan komponen yang tersisa (residu) merupakan serat pangan dan ditentukan besarnya melalui penimbangan (gravinmetrik). B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar serat pangan dari beberapa bahan pangan seperti pati murni, pati murni + 10% pektin, maizena, maizena + 10% pektin, novelose, dan tepung jagung. BAHAN DAN METODE HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tabel 1. Tabel kadar serat pangan
Sampel Pati Murni Pati Murni + 10% Pektin Maizena Maizena + 10% Pektin Noveluse Tepung Jagung Bobot awal (g) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Bobot awal kertas saring (g)*) 0,6186 0,5806 0,5937 0,2633 0,6137 0,5796 Bobot akhir kertas saring (g) 0,6486 0,6530 0,5959 0,2913 0,7984 0,6616 Bobot serat pangan (g) 0,0300 0,0724 0,0022 0,0280 0,1847 0,0820 Kadar serat pangan (%) 6,0086 14,4863 0,4378 5,5944 36,9471 16,3981

*) Keterangan : Bobot awal kertas saring setelah dikurangi kadar air (4,07%) Contoh perhitungan : Pada Sampel Pati Murni Bobot awal kertas saring setelah dikurangi kadar air = Bobot awal kertas saring sebelum dikurangi kadar air (kadar air x Bobot awal kertas saring sebelum dikurangi kadar air) = 0,6448 (4,07% x 0,6448) = 0,6448 = 0,6186 g Bobot serat pangan = Bobot kertas saring akhir Bobot kertas saring awal = 0,6486 0,6186 = 0,0300 g Kadar serat pangan = (Bobot serat pangan / Bobot awal sampel) x 100% = (0,0300 g / 0,5000 g ) x 100% = 6,0086 % B. Pembahasan Secara umum serat pangan (dietary fiber) didefinisikan sebagai kelompok polisakarida dan polimer polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa serat pangan total (total dietary fiber, TDF) terdiri dari komponen serat pangan larut air (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber, IDF). SDF merupakan serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa yang terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan sumber SDF. Sedangkan IDF merupakan serat pangan yang tidak larut dalam air panas maupun dingin. Sumber IDF adalah selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin, lilin tanaman, dan kadang kadang senyawa pektat yang tidak larut. IDF merupakan kelompok terbesar dari TDF dalam makanan, sedangkan SDF hanya menempati jumlah sepertiganya (Prosky dan DeVries, 1992). Secara kimia, serat pangan dapat diklasifikasikan sebagai polisakarida dan nonpolisakarida. Serat pangan yang merupakan polisakarida adalah selulosa, hemiselulosa, substansi pektat, beta-glukan, musilase, gum dan polisakarida algai. Sedangkan serat pangan yang tergolong non-polisakarida adalah lignin (Muchtadi, 2006). Serat pangan tidak dapat dicerna, karena dalam saluran pencernaan manusia tidak terdapat enzim enzim yang mampu menghidrolisisnya. Beberapa macam

mikroflora yang terdapat di usus (usus kecil bagian bawah dan usus besar) dapat memfermentasinya, sehingga akan dihasilkan beberapa macam gas atau asam asam lemak, tergantung pada jenis bakteri yang dominan. Konsumsi serat pangan dapat meningkatkan jumlah populasi bakteri baik (genus Lactobacillus dan Bifidus). Konsumsi serat pangan yang rendah dapat menyebabkan sembelit, penyakit divertikulosis, dan kanker usus besar. Konsumsi serat yang tinggi secara tidak langsung dapat mencegah timbulnya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan kegemukan (obesitas). Akan tetapi konsumsi serat pangan yang terlalu tinggi dapat menghambat pencernaan dan penyerapan zat zat gizi lain, terlalu pendeknya waktu transit zat zat gizi dalam usus. Anjuran konsumsi pangan yang diterima dewasa ini adalah sebanyak 25 30 gram per orang per hari (bagi orang dewasa), dengan perbandingan serat tidak larut : serat larut sama dengan 3 : 1 (Muchtadi, 2006). Kadar serat pangan dalam bahan pangan dapat ditentukan melalui berbagai macam metode seperti metode crude fiber (AOAC), metode substraksi, metode deterjen, metode enzimatis dan metode fraksinasi. Menurut McAllan (1985), metode enzimatik sudah dikembangkan lebih baik. Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp. et al. (1983) merupakan metode fraksinasi cepatenzimatik yaitu menggunakan sistem enzim pepsin pankreatin. Metode ini dapat mengukur serat makanan total, serat makana larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah. Pada prinsipnya dengan menambahkan enzim alfa amilase tahan panas (Termamyl) ke dalam sampel yang telah tergelatinisasi, kemudian diinkunbasi dengan pepsin pada pH netral. Serat makanan tidak larut disaring menggunakan celite 545 sebagai filter pembantu. Sedangkan serat makanan larut diendapkan dengan dari larutan filtrat menggunakan empat volume etanol. Nilai IDF dan SDF diperoleh sebagai residu yang telah dikoreksi dengan residu protein dan abu. Adapun nilai TDF diperoleh dengan menjumlahkan nilai IDF dan SDF. Nilai TDF dapat juga dihitung setelah mengikuti prosedur analisis tersebut di atas mirip dengan langkah penentuan serat makanan larut tetapi penyaringan hanya dilakukan satu kali. Prosky dan De Vries (1992) menyebutkan bahwa nilai TDF yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai SDF dan IDF memberikan hasil yang identik bila dibandingkan dengan nilai TDF yang diukur tersendiri. Pada praktikum ini, metode analisis kadar serat pangan menggunakan metode enzimatik - gravimetrik. Metode ini mirip dengan metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp et. al., tetapi ada sedikit modifikasi. Modifikasi tersebut di antaranya adalah perbedaan dalam penentuan TDF. Pada praktikum ini penentuan TDF melalui satu tahap tanpa penentuan terlebih dulu nilai SDF dan IDF. Sehingga sebelum penyaringan ada perlakuan pengendapan SDF dengan etanol. Dan media pembantu untuk penyaringan tidak digunakan celite 545 tetapi digunakan kertas saring Whatman. Dan residu yang dihasilkan merupakan nilai TDF tanpa dilakukan koreksi kadar protein dan abu yang mungkin masih tersisa. Hal ini karena diasumsikan bahwa protein dan abu sudah dapat dihilangkan selama proses analisis dan jika dimungkinkan masih terdapat protein dan abu

diasumsikan bahwa kadar protein dan abu tersebut sangat sedikit sehingga tidak mempengaruhi nilai TDF secara signifikan.

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Muchtadi, D. dkk. 2006. Metabolisme Zat Gizi Pangan. Universitas Terbuka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai