Anda di halaman 1dari 6

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

Filsafat pendidikan modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme (Imam Barnadib, 1982,

Mohammad Noor Syam, 1986). Namun pada tulisan ini hanya penggambaran singkat yakni penggambaran hal-hal yang menjadi ciri utama masing-masing aliran filsafat pendidikan. Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Aliran ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Keadaan sekarang adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Perenialisme memandang

situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.

Berhubung membutuhkan

dengan usaha

itu

dinilai

sebagai

zaman

yang moral,

untuk

mengamankan

lapangan

intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Perenialisme mengambil jalan regresif, yakni kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Kuno dan Abad Pertengahan. Yakni kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai tersebut. a. Ontologi Perenialsime: 1). Asas Teleologi Perenialisme dalam bidang ontologi berasas pada teleologi yakni memandang bahwa realita sebagai subtansi selalu cenderung bergerak atau berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teleologi). Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Di samping asas teleologi, juga asas supernatural bahwa tujuan akhir bersifat supernatural, bahkan ia adalah Tuhan sendiri. Manusia tak mungkin menyadari asas teleologis itu tanpa iman dan dogma. Segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila pengetahuan, realita dan nilai dari zaman-zaman

dihubungan dengan manusia maka manusia itu adalah potensialitas

yang di dalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak untuk menuju tujuan (teleologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu dan merupakan tujuan akhir. 2). Individual thing, essence, accident and substance Perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah diatas. Penganut ajaran Aristatoles biasanya mengerti dari sesuatu dari yang kongkrit, yang khusus sebagai individual thing yang kita amati di mana-mana, seperti baru, rumput, dan aktivitas tertentu. Tetapi eksistensi realita tersebut tetap mengandung sifat asasi sebagai identitasnya, yakni essence (esensi) sebagai wujud realita itu. Dalam suatu individual thing terdapat suatu accident (hal-hal kebetulan), dan keseluruhan individual thing yang mempunyai esensi dan accident yang terbentuk atas unsur-unsur jasmaniah dan rohaniah dengan segala kepribadiannya inilah sebagai realita substance atau disebut juga hylomorphisme. 3). Asas supernatul

Paham perenialisme memandang bahwa tujuan akhir atau supremend dari substansi dunia adalah supernatul, bahkan ia Tuhan sendiri. Namun Tuhan sebagai sprit murni, sebagai

aktualisasi murni hanya dapat dipahami melalui iaman (faith). Seluruh realita teleologis hanya dapat dipahami dengan iman dan biasanya bersifat dogmatis-doktriner. b. Epistemologi Perenialisme: Dalam bidang epistemologi, perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dengan bendabenda. Benda-benda yang dimaksudkan ialah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. Menurut perenialisme, filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisis empiris kebenarannya terbatas, relativ atau

kebenaran probabiliti. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi.

c. Aksiologi Perenialisme: Dalam bidang aksiologi, perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan prinsip-prisinsip supernatural, yakni menerima

universal yang abadi. Khususnya dalam tingkah laku manusia, maka manusia sebagai subjek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping itu ada pula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah

yang tidak baik. Tindakan manusia yang baik adalah persesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kebaikan yang teringgi ialah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional. Beberapa prinsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu: 1. Menghendaki menguasai pendidikan kembali kepada jiwa jiwa pada yang Abad

Abad

Pertengahan,

karena

Pertengahan telah merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah dapat menemukan adanya prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan evidensi-evidensi diri sendiri (Imam Barnadib, 2002). Tujuan

pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan. 2. Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat

bawaannya, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Tugas pendidikan kebenarannya adalah memberikan pengetahuan yang

pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisir dan

ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah mata pelajaran general education yang meliputi bahasa, sejarah,

matematika, IPA, filsafat dan seni dan 3 RS (membaca, menulis, berhitung). Mata-mata pelajaran tersebut

merupakan esensi dari general education (Uyoh Sadullah, 2003).

Anda mungkin juga menyukai