www.tinyurl.com/syariah
yang artinya : Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS.
2:279(
Allah swt. berfirman : فلكم رؤوس أموالكم لتظلمونmaksudnya dengan mengambil
tambahan dan ول تظلمونdengan menitip modal juga, bahkan kamu mendapatkan
hasil dari usaha dan kerjamu tanpa ada kelebihan ataupun ada kekurangan.40
Sedangkan Dr. Thanthawi mengatakan boleh menentukan keuntungan di
muka sebagai tambahan dari modal yang dijamin. Pendapat mana yang kita ambil,
perkataan al-Qur’an atau pendapat Dr. Thanthawi?.
Dr. Thanthawi mengkategorikan ini sebagai mashlahat mursalah. Sudah
maklum bahwa jika nash al-Qur’an dan as-Sunnah berupa qoth’iyyu ad-dilalah maka
persepsi adanya mashlahat mursalah hilang pula walaupun maslahat tersebut
dengan landasan qiyas.41 Tetapi qiyas bertentangan dengan nash qothiyyu ats-tsubut
qoth’iyyu ad-dilalah, maka mashlahat tidak bisa dijadikan landasan lagi.
Yang menjadi ashl dalam ‘illat ini adalah para shunna’ (para pembuat
barang) yang menjamin barang yang ada pada mereka dari setiap kerusakan yang
disebabkan oleh kelalaian. Kemudian saat ini hilangnya sadar tanggung jawab
(khorrob dzimam) diqiyaskan dengan ihmal (kelalaian). Apakah ada kesamaan
anatara ‘illat khorrob dzimam dengan ‘illat ihmal dari setap sisi?.
Tentu saja jawabannya tidak, disamping itu sesuai dengan kaidah al-ashlu
bara’atu adz-dzimmah (asalnya setiap orang bebas taggung jawab) bukan sebaliknya.
Jika kita mengkaji syarat-syarat ‘illat, kita akan menemukan bahwa ‘illat ini
berbeda dengan teori syarat-syarat ‘illat yang dikaji oleh para ulama. Diantaranya
syarat : tidak ada mu’arid ar-rajih (dalil rajih yang menentang) terhadap illat ini.
Sedangkan illat ini bertentangan dengan nash dan ijma’.42
Tidak ada nash yang lebih jelas selain nash al-Qura’an yang mengatakan :
وإنتبتم فلكم رؤوس أموالكم لتظلمون ول تظلمون
43
yang artinya : Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS.
2:279(
Di samping itu juga kesepakat para ulama dalam lembaga kajian fikih.
Di antara syarat illat yang tidak ada adalah qiyas di atas adalah kesamaan
illat dalam ashl dan far’.44
Juga syarat illat yang tidak ada adalah qiyas di atas ‘illat yang ada dalam far’
tidak melahirkan hukum lain yang berbeda dengan hukum ashl.45 Hilangnya sadar
tanggung jawab (khorrob dzimam) yang ada pada bank menuntuk kita menunggu
sampai membaik dan stabil dan sesuai dengan syari’at. Adapun menjamin shunna’
(para pembuat barang) barang yang ada pada mereka dari setiap kerusakan yang
disebabkan oleh kelalaian tidak menuntut meninggalkan mereka, tetapi minimal
dengan menjamin mereka dengan cara yang baik. Berbeda dengan bank yang
mengambil harta bukan haknya bahkan berupa tambahan dari modal.
Di samping itu di antara syarat illat yang lain adalah kejelasan ‘illat (wudhuh
al-’illat) yang tidak ada dalam qiyas di atas, karena hilangnya sadar tanggung jawab
(khorrob dzimam) itu illat yang tidak jelas, Sedangkan ketentuannya ‘illat itu tertentu
dab jelas.46
Dalil ke sembilan
Dr. Thantawi mengatakan : Tidak ada seorang Imampun yang mengatakan bahwa
penentuan keuntungan di muka dalam akad mudharabah merubahnya menjadi akad ribawi
sekaligus keuntungan yang dihasilkan dari investasi menjadi haram. Tetapi para fuqaha
hanya ijma bahwa akad mudharabahnya fasid (tidak sah) karena penentuan keuntungan
tersebut.47
Jika para fuqaha sudah ijma bahwa akad mudharabahnya fasid (tidak sah),
apakah itu maksudnya akad tersebut harus dilanjutkan walaupun fasid. Karena akad
yang fasid itu menunjukan akad tersebut telah berakhir, oleh karena itu tidak ada
riba atau yang lainnya karena akad sudah selesai, karenannya mereka
menghukuminya setiap akad mudharabah yang salah satu pihak akadnya
mensyaratkan tambahan itu fasid.
Para fuqaha –sejauh pengetahuan kami- tidak pernah menyinggung akad itu
tetap berlangsung seperti ini, karena sudah jelas bahwa pendapat mereka adalah
hukum yang harus diamalkan. Tidak logis jika dilanggar karena pendapat mereka
berdasarkan syari’at.
Jika akadanya fasid, apakah kita membolehkannya kemudian menjadikannya
ashl dalam mengqiyaskan far’ ( menjamin keuntungan dan modal di bank)
kemudian menghukuminya dengan sah juga? Seharusnya minimal kita
menghukuminya dengan fasid dan mengharamkannya tidak dengan mengatakan
akad tersebut terus berlangsung dan mengqiyaskannya.
1 () Ustadz Sa’id Hawa mengatakan bahwa modal tidak menghasilkan keuntungan dengan sendirinya tetapi bagi yang lain itu menghasilkan keuntungan. Setelah itu modal tidak menghasilkan keuntungan
dengan kesiapannya dalam menanggung kerugian. Jadi sekedar modal hanya mengakibatkan berkurang dengan zakat dan tidak melahirkan keuntungan jika tanpa imbalan. Lihat al-Islam, Said Hawa juz I hal.
1407/1987.
7() Ahkamu al-Qur’an, Abu Bakar Ahmad ar-Rozi al-Jashosh (wafat tahun 370 H) Jilid I hal. 635, cet. Dar al-Fikr 1313 H/1993 M.
1410/Nopember 1989.
16() Lihat : al-Anwar as-Sathi’ah fi Thuruqi Itsbati al-‘Illat al-Jami’ah karangan Prof. Dr. Ramadhan Abdul Wadud Abdu at-Tawwab (Guru besar Ushul Fiqh Fakultas Syari’ah Qanun Univ. Al-Azhar) hal.51, dar-
Alhuda 1406/1986.
17() Muamalatu al-Bunuk wa Ahkamuha asy-Syar’iyyah hal. 137.
18() Dhawabith al-Mashlahat fi asy-Syari’ah al-Islamiyah karangan Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi hal. 62,63, Mu’assasatu ar-Risalah, cet. VI 1412/1992.
19( (Muamalatu al-Bunuk wa Ahkamuha asy-Syar’iyyah hal. 138, 139.
20() Haqa’iq wa asy-Syubuhat wada’i al-Bunuk karangan Syekh Khotib dan yang lainnya hal. 84, Dar al-Manar cet. II 1410/1990. Lihat juga tulisan Syekh Muhammad Mushtafa Syalabi (Anggota Majma’ Buhuts
al-Islamiyah dan Guru besar Univ. Kairo) dalam majalah Iqtishad al-Islami edisi 101 hal. 38 Rabi’u ast-tsani 1410/Nopember 1989.
21() Fiqh as-Sunnah karangan Sayyid Sabiq Juz III hal. 213.
22() Al-Mudawwanah al-Kubra karangan Imam Malik juz XII hal 86, al-Bab al-Halabi –tanpa tanggal- dengan riwayat Imam Sahnun bin Sa’id at-Tunukhi dari Imam Abdurrahman bin Qasim dari Imam Malik r.a.
23() Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab karangan Asy-Syairazi takmilatu asy-Syekh muhammad Najib Muthi’i juz V hal. 160, cet. Makatabat al-Irsyad Jeddah Saudi Arabia tanpa tanggal. Lihat juga : Fath al-Qadir juz
VII hal.417 dalam kitab ibi diterangkan bahwa akad mudharabah menjadi fasid dengan disyaratkannya beberapa dirham kepada salah stu pihak akad.
24() ‘Uqud at-Ta’min, Prof. Dr. Muhammad Baltaji Hasan hal. 38 – 40.
25() Muamalatu al-Bunuk wa Ahkamuha asy-Syar’iyyah hal. 138.
26() Lihat juga tulisan Sa’id Bin Ahmad al-Lutah (President Direktur Isamic Bank Dubai) dalam majalah Iqtishad al-Islami edisi 97 hal. 15 Dzulhijjah 1409/Nopember 1988.
27() Muamalatu al-Bunuk wa Ahkamuha asy-Syar’iyyah hal. 139 - 138.
32() al-Mughni dan Syarh al-Kabir Matn al-Muqni’ fi Fiqh al-Imam Ahmad Ibn Hanbal karangan Muwaffiquddin Ibnu Quddamah dan Syamsuddin Ibnu Quddamah, jilid V hal. 162 - 163, Cet. Dar al-Fikr al-
Arabi Beirut 1414 H/1994 M.
41() Dhawabith al-Mashlahat fi asy-Syari’ah al-Islamiyah karangan Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi hal. 120, Mu’assatu ar-Risalah, cet. VI 1412/1992.
42()Lihat : al-Anwar as-Sathi’ah fi Thuruqi Itsbati al-‘Illat al-Jami’ah karangan Prof. Dr. Ramadhan Abdul Wadud Abdu at-Tawwab (Guru Besar Ushul Fiqh Fakultas Syari’ah Qanun Univ. Al-Azhar hal. 43, dar-
Alhuda 1406/1986.
43() Surat al-Baqarah ayat 279
44((Lihat : al-Anwar as-Sathi’ah fi Thuruqi Itsbati al-‘Illat al-Jami’ah karangan Prof. Dr. Ramadhan Abdul Wadud Abdu at-Tawwab (Guru Besar Ushul Fiqh Fakultas Syari’ah Qanun Univ. Al-Azhar hal. 51, dar-
Alhuda 1406/1986.
45() Opcit hal. hal. 52
46() Opcit hal. 55.
47() Muamalatu al-Bunuk wa Ahkamuha asy-Syar’iyyah hal. 142.