Anda di halaman 1dari 9

HITUNGAN 3

1. Hitungan 3a, diterapkan bagi bukan pegawai yang memperoleh imbalan berkesinambungan yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta memperoleh penghasilan lainnya. PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17 x 50% x Jumlah Kumulatif Penghasilan Bruto 2. Hitungan 3b, diterapkan bagi bukan pegawai yang memperoleh imbalan berkesinambungan yang memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan kerja dengan pemotong PPH Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya. PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17 x Jumlah Kumulatif PKP Jumlah Kumulatif PKP = 50% (Penghasilan Bruto PTKP sebulan).

HITUNGAN 4
Hitungan 4 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan. PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 UU PPh x 50% x Penghasilan Bruto

HITUNGAN 5
Hitungan 5 diterapkan bagi penerima penghasilan sebagai peserta kegiatan PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto

HITUNGAN 6
Hitungan 6 diterapkan bagi : 1. Dewan komisaris/pengawas yang bukan pegawai tetap atas imbalan/honorarium yang diterimanya; 2. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan bonus atau imbalan lain yang tidak teratur; 3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan dana pensiun. PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 UU PPh x Penghasilan Bruto Kumulatif

HITUNGAN 7
Hitungan 7 diterapkan bagi penerima uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua/jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus. PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif berikut dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan. 1. Atas uang pesangon : a. Tarif 0% untuk penghasilan Rp 50.000.000,00 b. Tarif 5% untuk penghasilan Rp 50.000.00,00-Rp 100.000.000,00 c. Tarif 15% untuk penghasilan Rp 100.000.000,00-Rp 500.000.000,00 d. Tarif 25% untuk penghasilan Rp 500.000.000,00 2. Atas uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua/jaminan hari tua : a. Tarif 0% untuk penghasilan Rp 50.000.000,00 b. Tarif 5% untuk penghasilan Rp 50.000.000,00

HITUNGAN 8
Hitungan 8 diterapkan bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/Polri dan pensiunannya yang menerima penghasilan bersumber dari APBN/D. PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif berikut dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan. 1. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan II dan TNI/Polri Pangkat Tamtama Bintara dikenakan tarif 0%. 2. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan III dan TNI/Polri Pangkat Perwira Pertama dikenakana tarif 5%. 3. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan IV dan TNI/Polri Pangkat Perwira Tinggi Bintara dikenakan tarif 15%. PPh Pasal 21 tersebut bersifat final.

HITUNGAN 9
Hitungan 9 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai Subjek Pajak Luar Negeri. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif khusus 20% dikalikan jumlah bruto penghasilan. Dalam hal pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri memperoleh gaji sebagian atau seluruhnya dalam mata uang asing. 1. Sebelum PPh dihitung terlebih dahulu harus dikonversi dengan mata uang rupiah. 2. PPh Pasal 26 yang terutang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan bruto dan tidak boleh diperhitungkan pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.

TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT PPh PASAL 21/26


Bentuk dan Isi SPT
No . 1 Kode Formulir 1721 Nama Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Keterangan Dibuat setiap bulan dengan diisi data bulan yang bersangkutan. Kecuali untuk bulan Desember pada kolom-kolom tertentu diisi dengan jumlah akumulasi selama setahun.

1721-I

Daftar bukti pemotongan PPh Wajib disampaikan hanya pada Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk Desember. Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala
Daftar perubahan pegawai tetap Wajib disampaikan hanya pada saat ada pegawai tetap yang keluar dan/atau ada pegawai tetap yang masuk dan/atau ada pegawai yang baru memiliki NPWP Wajib dilampirkan pada saat pertama kali Wajib Pajak berkewajiban untuk menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

1721-II

1721-T

Daftar pegawai tetap/penerima pensiun berkala

MEKANISME PEMUNGUTAN PPh PASAL 21/26


Kewajiban Pemotong Pajak dalam menghitung, memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 21/26 adalah sebagai berikut : a. Pemotong pajak setelah memotong pajak wajib menyetorkan pajak tersebut ke Bank Persepsi, Kas Negara, atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya. b. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. c. Pemotong Pajak (bendaharawan) wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima pensiun, penerima THT, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun, iuran pasti.

LANJUTAN ..
d. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (1721-A1 bagi pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari tua/tabungan hari tua/jaminan hari tua dan 1721-A2 bagi pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya). e. Pemotong pajak (bendaharawan) setelah tahun takwim berakhir berkewajiban melaporkan seluruh penghasilan bruto dan PPh yang terutang/dibayar dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 (1721 dan 1721I) bulan Desember tahun yang bersangkutan

Anda mungkin juga menyukai