Anda di halaman 1dari 7

3.1 Pendahuluan 3.1.

1 Tujuan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari sifat fisika dan kimia senyawa kovalen dan senyawa ion dan mempelajari bagaimana jenis ikatan dan struktur molekul mempengaruhi sifat fisika dan kimia senyawa. 3.1.2 Latar Belakang Ikatan kimia adalah gaya tarik menarik antara atom sehingga membentuk suatu senyawa karena atom tidak berada dalam keadaan bebas (kecuali gas mulia He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn) dan atom yang berikatan lebih stabil. Ikatan kovalen adalah ikatan antara atom-atom non-logam yang terjadi melalui pembentukkan pasangan elektron bersama. Ikatan ion adalah ikatan kimia yang terbentuk akibat tarik menarik elektrostatik antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Dalam pecobaan ini, praktikan diharapkan untuk dapat menjelaskan perbedaan sifat fisika dan kimia antara senyawa kovalen dan senyawa ion dan menjelaskan pengaruh jenis ikatan dan struktur molekul terhadap sifat fisika dan kimia senyawa. Senyawa ion dapat menghantarkan listrik dengan baik, sehingga kita dapat menggunakan dan menerapkannya dalam teknik kimia dan industri. Sedangkan senyawa kovalen memiliki sifat mudah terbakar, untuk itu kita harus berhati-hati terhadap senyawa yang mengandung ikatan kovalen. 3.2 Dasar Teori Sejak penemuan struktur elektronik atom-atom oleh ahli kimia dan ahli fisika mampu menyelidiki caracara atom dari jenis yang satu bergabung dengan jenis yang lain. Atom-atom bergabung satu sama lain dengan menggunakan elektron-elektronnya dalam tingkatan energi terluar. Antara aksi elektron menghasilkan gaya-gaya tarik yang kuat, ikatan kimia yang mengikat atom-atom bersama-sama dalam senyawa. Jenis ikatan kimia yang akan dipelajari dalam percobaan ini adalah ikatan ion dan kovalen. Ikatan kovalen terjadi karena pemakaian elektron secara bersama-sama, sedangkan ikatan ion terjadi karena adanya transfer elektron (Tim Dosen Teknik Kimia, 2009). Ikatan kimia adalah gaya tarik menarik antara atom sehingga membentuk suatu senyawa karena atom tidak berada dalam keadaan bebas (kecuali gas mulia He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn) dan atom yang berikatan lebih stabil. Ikatan ion adalah ikatan antara ion positif dan negatif, karena partikel yang muatannya berlawanan tarik menarik. Ion positif dan negatif dapat terbentuk bila terjadi serah terima elektron antar atom. Atom yang melepas elektron akan menjadi ion positif, sebaliknya atom yang menerima akan menjadi ion negatif. Senyawa ion yang terbentuk dari ion positif dan negatif tersusun selang-seling membentuk molekul raksasa dan akan mempunyai sifat tertentu. Sifat-sifat itu antara lain adalah kebanyakan menunjukkan titik leleh tinggi, pada umumnya senyawa ion larut dalam pelarut polar (seperti air dan amoniak). Senyawa ion berwujud padat tidak menghantarkan listrik, karena ion positif dan negatif terikat kuat satu sama lain. Akan tetapi cairan senyawa ion akan menghantarkan listrik bila dilarutkan dalam pelarut polar, misalnya air karena terionisasi. Karena kuatnya ikatan antara ion positif dan negatif, maka senyawa ion berupa padatan dan berbentuk kristal. Senyawa ion juga memiliki sifat hampir tidak terbakar (Syukri, 1999). Ikatan kovalen adalah ikatan yang terjadi antara dua atom yang dengan pemakaian bersama sepasang elektron atau lebih. Ikatan kovalen dapat terjadi antara atom yang sama dengan atom yang berbeda.

Sifat-sifat senyawa kovalen antara lain kebanyakan menunjukkan titik leleh rendah, pada suhu kamar terbentuk cairan atau gas. Larut dalam pelarut nonpolar dan sedikit larut dalam air, sedikit menghantarkan listrik, mudah terbakar dan banyak yang berbau (Syukri, 1999). Dalam pembentukkan ikatan ion maupun kovalen atau senyawa, atom mempunyai keadaan yang sama yaitu konfigurasi elektron gas mulia yang mantap. Dalam ikatan ion, keadaan ini terjadi malalui pengalihan elektron. Dalam ikatan kovalen, dicapai dengan berpatungan elektron. Elektron yang secara nyata merupakan gabungan antara dua atom yang dihitung dua kali (Anthony dan Michael, 1992). Jika jumlah antara molekul air dan sebuah ion meningkat, ikatan diantara ion dan ion-ion disebelahnya dalam struktur kristal melemah dan akhirnya ion yang terdehidrasi (misalnya karbon tetraklorida, heksana) kecuali senyawa kovalen yang mampu berikatan hidrogen dengan air. Senyawa organik yang memiliki kandungan oksigen atau nitrogen (seperti amina dan anida yang berbobot molekul rendah) dengan empat karbon atau kurang biasanya larut dalam air karena adanya ikatan hidrogen (Bird, 1987). Semua senyawa yang bersifat organik maupun anorganik. Banyak dan aneka ragamnya senyawa organik disebabkan oleh kemampuan atom karbon untuk membentuk rantai atau cincin dalam molekul, serta sekaligus membentuk 4 ikatan kovalen kebanyakan ikatan ini adalah ikatan tunggal (sepasang elektron yang dipersahamkan) namun ikatan rangkap (2 pasang) dan ikatan ganda tiga (tiga pasang) juga biasa. Suatu macam ikatan yang dijumpai dalam banyak senyawaan anorganik adalah ikatan kovalen koordinasi (Keenan, 1991). Kekuatan ikatan antar partikel menyebabkan perbedaan titik leleh senyawa kovalen dan senyawa ion. Gaya tarik van der walls yang ada di antara molekul dalam senyawa kovalen jauh lemah dibandingkan dalam senyawa ion. Karena itu hanya sedikit energi (kalor lebih rendah) yang diperlukan oleh molekul dari senyawa kovalen untuk merusak keadaan padatnya yang teratur dan berubah menjadi keadaan cair yang lebih acak. Dengan kata lain, senyawa kovalen meleleh pada suhu yang lebih rendah dibandingkan senyawa ion. Polimer berbobot molekul tinggi (plastik, protein, pati, dan lain-lain) yang banyak mengandung ikatan kovalen, tentunya memiliki titik didih yang amat tinggi, tetapi kebanyakan terurai menjadi molekul yang lebih kecil jauh sebelm titik didih tercapai (Tim Dosen Teknik Kimia, 2009). Ikatan pada berbagai senyawa kovalen dapat dijelaskan melalui struktur Lewis, dan bentuk molekul senyawa kovalen dapat diramalkan melalui teori VSEPR. Lewis mengajukan teori yang menyatakan bahwa atom-atom membentuk ikatan kovalen dengan cara membentuk pasangan elektron hasil sumbangan kedua atom yang berikatan. Teori Lewis mengenai ikatan kovalen disebut oktet. Menurut teori ini, untuk membentuk satu ikatan kovalen tunggal setiap atom menyumbangkan satu elektron kulit terluarnya. Bila antara kedua atom terbentuk ikatan kovalen ganda (lengkap) maka setiap atom akan diberi elektron sesuai dengan derajat penggandaannya. Teori VSEPR yang dikemukakan oleh N.V. Sidgwiok dan H.M. Dowell pada tahun 1957 dapat digunakan untuk meramalkan bentuk molekul. Dostulat dasar dari teori VSEPR adalah bahwa untuk mencapai kestabilan molekul yang maksimum, pasangan-pasangan elektron pada kulit terluar atom pusat harus tersusun dalam ruang sedemikian rupa, sehingga terpisah satu sama lain sejauh mungkin untuk meminimkan tolakan (Syarifuddin, 1994). Ternyata tidak semua senyawa kovalen memenuhi teori oktet, misalnya PCl5 dimana atom P dikelilingi oleh 10 elektron dan BF3 dimana atom B hanya dikelilingi oleh 6 elektron. Dari eksperimen diketahui bahwa pada molekul BF3 tidak terdapat ikatan rangkap. Demikian juga halnya dengan PCl5. Dari dua contoh tersebut dapat dilihat bahwa berbagai sifat senyawa kovalen dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh senyawa tersebut, tidak seluruhnya dapat dijelaskan G.N. Lewis dengan teori oktetnya. Karena itu

setelah pendekatan dengan mekanika kuantum berhasil menjelaskan masalah-masalah mengenai struktur atom, maka dicoba pula untuk menerapkan mekanika kuantum dalam menjelaskan masalahmasalah yang berhubungan dengan ikatan kimia melalui teori orbital molekul dan teori ikatan valensi (Syarifuddin, 1994). Contoh pembentukkan senyawa ionis, yaitu pasa senyawa NaF. Elektron yang dilepaskan oleh atom Na, diterima oleh atom F, sehingga baik ion Na+ maupun ion F- yang terbentuk mempunyai konfigurasi elektron yang sama dengan konfigurasi elektron atom neon. Molekul senyawa Natrium Flourida yang terbentuk terdiri dari ion Na+ dan ion F-, yang terikat satu sama lain oleh gaya elektrostatis (Syarifuddin, 1994). Mudah atau sukarnya senyawa ionis terbentuk ditentukan oleh ionisasi potensial, afinitas elektron dari atom unsur pembentuk senyawa ion dan energi kisi senyawa ion tersebut. Makin kecil ionisasi potensial, makin besar afinitas elektron serta makin besar energi kisi, makin mudah senyawa ion terbentuk. Dalam keadaan padat, senyawa ionis terdapat dalam bentuk kristal dengan susunan tertentu (Syarifuddin, 1994). 3.3 Metodologi 3.3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, termometer, gelas piala 100 mL, sudip, pipet tetes, spiritus.

Gambar 3.1 3.3.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah urea, naftalen, NaCl, KI, MgSO4, etanol, aseton, N-hexane, akuades. 3.3.3 Prosedur Kerja

3.3.3.1 Perbandingan Titik Leleh 3.3.3.1.1 Senyawa Kovalen Memasukkan sejumlah urea ke dalam tabung reaksi, memasukkan termometer di dalamnya. Memanaskan tabung reaksi di atas nyala api spiritus. Mencatat suhu tepat pada saat contoh urea mulai meleleh dan suhu saat seluruh contoh urea telah meleleh, ini merupakan kisaran titik leleh. Mengulangi untuk naftalen.

Mencatat kisaran titik leleh untuk tiap senyawa, mengulangi pengamatan masing-masing senyawa dua kali lagi. Mencari data titik leleh dari buku acuan, dan membandingkan dengan hasil pengamatan. 3.3.3.1.2 Senyawa Ion Karena titik leleh senyawa ion sangat tinggi, maka Anda tidak mungkin melakukan dengan percobaan seperti pada senyawa kovalen, maka sebagai perbandingan antara titik leleh senyawa kovalen dan ion, titik lelehnya senyawa ion dilihat dari hand book, misalnya untuk NaCl adalah 804, KI 681, dan MgSO4 adalah 1124. 3.3.3.2 Wujud Mengamati wujud senyawa berikut ini: KI, NaCl, MgSO4, urea, naftalen, aseton, dan etanol. 3.3.3.3 Perbandingan Kelarutan Memasukkan urea ke dalam tabung reaksi I, menambahkan air, mengaduk, dan mengamati. Memasukkan pula urea ke dalam tabung reaksi II, menambahkan N-hexane, mengaduk dan mengamati. Mengulangi untuk contoh KI, naftalen, NaCl, urea, MgSO4, aseton. Mengamati adakah senyawa kovalen yang larut dalam air. 3.3.3.4 Kemudahan Terbakar Meletakkan beberapa tetes etanol pada sudip, kemudian membakar dengan api, mengamati apakah etanol dapat terbakar. Mengulangi untuk urea, naftalen, NaCl, MgSO4, KI, aseton, dan etanol. 3.3.3.5 Uji Bau Mencoba identifikasi bau dari urea, naftalen, NaCl, MgSO4, KI, aseton, dan etanol. Mengamati apakah berbau. Jika ya apakah Anda pernah mencium bau ini sebelumnya.

Pembahasan 3.4.2.1 Perbandingan Titik Leleh Senyawa ion kebanyakan menunjukkan titik leleh tinggi daripada senyawa kovalen, karena senyawa ion memiliki ikatan antar atom-atom yang lebih kuat daripada senyawa kovalen. Dari percobaan pada Tabel 3.4.1, diketahui bahwa titik leleh urea adalah 60 dan titik leleh naftalen adalah 58. Berdasarkan sumber (http://id.wikipedia.org/wiki/Urea) titik leleh urea adalah 132,7 dan titik leleh naftalen adalah 69-73 (http://www.merck-chemicals.co.id/5-dimetilaminonaftalena-1-sulfonil-klorida/MDA_CHEM103094/p_uuid). Hal ini tidak sesuai dengan teori karena akibat dari beberapa faktor. Karena salah memperkirakan suhu pada saat mulai meleleh dan pada saat meleleh seluruhnya, serta suhu ruangan yang berubah-ubah. Praktikan seharusnya lebih teliti dalam mengamati ini.

Karena titik leleh senyawa ion sangat tinggi, yang berkisar lebih dari 350 bahkan sampai 1000, maka tidak mungkin melakukan percobaan seperti pada senyawa kovalen. Titik leleh untuk NaCl adalah 804, KI 681, dan MgSO4 adalah 1124. Perbandingan titik leleh senyawa ion dan kovalen disebabkan oleh kekuatan ikatan antar partikel. Gaya tarik van der walls yang ada di antara molekul dalam senyawa kovalen jauh lebih lemah dibandingkan dalam senyawa ion. Karena itu hanya sedikit energi (kalor lebih rendah) yang diperlukan oleh molekul dari senyawa kovalen untuk merusak keadaan padatnya yang teratur dan berubah menjadi keadaan cair yang lebih acak. Oleh sebab itu senyawa ion meleleh pada suhu lebih tinggi dibandingkan senyawa kovalen. Sehingga dapat dikatakan gaya tarik yang kuat dan ukuran molekul yang besar akan menyebabkan titik leleh yang tinggi. 3.4.2.2 Wujud Senyawa kovalen umumnya berwujud cairan atau gas pada suhu kamar, sedangkan senyawa ion umumnya adalah padatan pada suhu kamar. Hal ini terlihat dari percobaan pada Tabel 3.4.2. KI, NaCl, MgSO4, urea, dan naftalen berwujud padatan, ada yang berupa kristal, butiran-butiran kecil, dan serbuk halus. Sedangkan etanol dan aseton berwujud cairan, yang merupakan senyawa kovalen. Senyawa kovalen lainnya yaitu urea dan naftalen berwujud padatan karena kuatnya ikatan antar ion pada molekul urea dan naftalen. Perbedaan wujud zat senyawa kovalen dan senyawa ion disebabkan karena ikatan kovalen pada senyawa kovalen yang lemah dan daya tarik antar molekulnya kecil, sehingga membentuk wujud cair yang kerapatan antara molekul relatif kecil. Sedangkan senyawa ion umumnya berupa padatan. Hal ini disebabkan karena ikatan yang terbentuk disebabkan oleh serah terima elektron sangat kuat dan daya tarik antar molekulnya besar. 3.4.2.3 Perbandingan Kelarutan Melalui percobaan pada Tabel 3.4.3, diketahui bahwa larutan yang dapat larut dengan akuades adalah KI, NaCl, MgSO4, urea, dan aseton. Sedangkan naftalen tidak melarut. Pada percobaan dengan pelarut Nhexane, yang dapat larut hanya aseton, sedangkan KI, NaCl, MgSO4, urea dan naftalen tidak. Umumnya senyawa kovalen larut dalam pelarut non polar, hanya sedikit yang larut dan pelarut polar. Senyawa-senyawa ion larut dalam pelarut polar karena dipol-dipolnya yang tidak saling meniadakan dan sukar larut dalam pelarut N-hexane sebagai pelarut non polar akibat dari dipol-dipolnya yang saling meniadakan. Meskipun demikian, ada juga senyawa ion yang larut dalam pelarut non polar. KI, NaCl, dan MgSO4 merupakan senyawa ion yang tidak larut dalam pelarut N-hexane. Naftalen, urea, dan aseton merupakan senyawa kovalen. 3.4.2.4 Kemudahan Terbakar Dari percobaan pada Tabel 3.4.4 diketahui bahwa senyawa yang mudah terbakar adalah etanol, naftalen, dan aseton yang merupakan senyawa kovalen. Karena senyawa kovalen pada umumnya terbakar. Sedangkan urea yang juga senyawa kovalen tidak terbakar, hanya meleleh saja. Terlihat dari teori yang menyatakan bahwa tidak semua senyawa kovalen terbakar, termasuk urea. Pada senyawa KI, NaCl, dan MgSO4 yang merupakan senyawa ion tidak terbakar. Kemudahan terbakar dari senyawa kovalen disebabkan karena senyawa kovalen umumnya adalah senyawa organik. Senyawa organik yang memiliki kandungan senyawa karbon dan hidrogen yang jika

dibakar dan direaksikan dengan oksigen akan menghasilkan karbon dioksida dan uap air. Serta disebabkan oleh gaya tarik antar molekul lebih kecil daripada senyawa ion.

3.4.2.5 Uji Bau Pada percobaan dari Tabel 3.4.5 dapat disimpulkan bahwa senyawa naftalen, aseton, etanol, dan urea berbau menyengat dan merupakan senyawa kovalen. Sedangkan senyawa ion yang terdiri dari KI dan MgSO4 berbau tapi tidak menyengat seperti halnya senyawa kovalen. Hal ini disebabkan oleh unsur iodin pada KI dan sulfat serta magnesium pada MgSO4. Senyawa NaCl yang juga merupakan senyawa ion tidak menghasilkan bau. Ini disebabkan karena senyawa ion yang dapat larut dalam air dan memiliki ikatan antara unsur logam dan nonlogam. Sedangkan pada kasus senyawa kovalen yang sebagian besar berbau disebabkan karena senyawa kovalen terbentuk dari atom-atom nonlogam yang pada umumnya berbau, sehingga apabila keduanya berikatan maka senyawa yang dihasilkan juga akan berbau.

3.5 Penutup 3.5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah sebagai berikut: Ikatan kimia adalah gaya tarik-menarik antara atom sehingga membentuk suatu senyawa karena atom tidak berada dalam keadaan bebas dan atom yang berikatan lebih stabil. Ikatan ion adalah ikatan antara ion positif dan negatif, karena partikel yang muatannya berlawanan tarik-menarik. Ikatan kovalen adalah ikatan yang terjadi antara dua atom yang dengan pemakaian bersama sepasang elektron atau lebih. Perbedaan sifat fisika dan kimia dari senyawa kovalen adalah titik leleh rendah, berwujud gas atau cair pada suhu kamar, larut dalam pelarut non polar, umumnya terbakar, dan banyak yang berbau. Perbedaan sifat fisika dan kimia dari senyawa ion adalah titik leleh tinggi, berwujud padatan pada suhu kamar, umumnya larut dalam pelarut polar, tidak terbakar, dan hanya sedikit yang berbau. Senyawa seperti urea, naftalen, aseton, dan etanol merupakan senyawa kovalen. Sedangkan KI, NaCl, dan MgSO4 merupakan senyawa ion. 3.5.2 Saran Untuk efisiensi dalam pelaksanaan praktikum, maka praktikan perlu memperhatikan prosedur-prosedur kerja sebelum melakukan perobaan untuk menghindari adanya kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama berlangsungnya praktikum. Praktikan juga diharapkan untuk lebih teliti dalam memutuskan hasil dari percobaan sesuai dengan yang diuji. DAFTAR PUSTAKA Anonim1, 2009, Naftalen

(http://www.merck-chemicals.co.id/5-dimetilaminonaftalena-1-

sulfonil-klorida/MDA_CHEM-103094/p_uuid) Anonim2, 2009, Urea November 2009.

Diakses tanggal 30 November 2009. Diakses tanggal 30

(http://id.wikipedia.org/wiki/Urea)

Anonim, 2007, Bahan Ajar Kimia Dasar (HKKK-104), Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Bird, T., 1987, Penuntun Praktikum Kimia Fisika untuk Universitas, Gramedia, Jakarta. Keenan, C.W. Klenfelfer, D.C. Wood, 1991, Kimia untuk Universitas, Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Syarifuddin, N., 1994, Ikatan Kimia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Syukri, S., 1999, Kimia Dasar, Jilid 1, ITB, Bandung. Tim Dosen Teknik Kimia, 2009, Penuntun Praktikum Kimia Dasar, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Anda mungkin juga menyukai