Anda di halaman 1dari 2

Hubungan Sehat Pasutri Jamaah Haji di Tanah Suci Puncak ritual dalam Islam adalah haji, dikalangan yurisprodensi

Islam klasik disebut rukun Islam ke lima. Setiap tahun, jamaah haji hampir 6 juta jumlahnya, dan kecenderungannya terus meningkat. Jamaah haji Indonesia memberi kontribusi paling banyak, karena Indonesia penduduknya beragama Islam terbanyak dibanding semua Negara-negara yang mengirimkan jamaah hajinya, termasuk Negara-negara Islam dan Negara berpenduduk mayoritas muslim. Sungguh pun diberlakukan quota bagi semua Negara seperseribu, Indonesia tetap memberi kontribusi terbanyak, angkanya di atas 220.000 jamaah. Ini pun kecenderungan dihampir seluruh provinsi, kabupaten-kota diberlakukan system antri, bahkan ada yang sudah antri sampai 4-5 tahun, baru mendapat giliran berangkat haji. Sebelum berangkat ke Tanah Suci, pemerintah atau swasta memberi bekal soal-soal manasik (tata cara ber) haji dan perjalanan haji. Sementara hal-hal tehnis duniawi yang diperlukan selama perjalanan pulang pergi dan kehidupan harian selama hampir 40 hari atau 15 hari (paspor hijau) tidak pernah memperoleh sangu bekal, mungkin dianggap sudah faham. Misalnya bagaimana jamaah menggunakan toilet di Pesawat Terbang, mandi di hotel atau di tempat umum yang terbatas, sementara yang mengunakan jamak manusia, sehingga harus antri, cuci pakaian yang tempatnya terbatas, termasuk hubungan sehat pasutri di Tanah Suci. Memang ada anggapan selama menunaikan haji tidak boleh hubungan sehat suami-istri. Anggapan ini tidak salah sepanjang pemahaman menunaikan haji dimaknai proses tertentu pelaksanaan haji yang menjadi rukun (kalau tidak dilaksnakan maka hajinya batal) atau wajib (kalau tidak dilaksanakan tidak menggugurkan haji, hanya dikenai denda) haji, yang waktunya tidak lebih seminggu, misalnya menggunakan system haji reses Untuk umroh haji butuh sehari, kemudian pra hari Arafah butuh sehari, hari Arafahnya hingga mabit di Muzdalifah butuh satu hari, di Mina untuk lempar jumrah, paling lama tiga hari. Sementara itu, hari hari di luar hal-hal tersebut yang lebih satu bulan, tidak ada larangan hubungan sehat pasutri. Jadi, tidak adanya bekal dan salah anggapan tersebut di satu sisi. Pada sisi lain kebutuhan hubungan sehat pasutri adalah sunnahtullah --Jangankan haji, puasa yang sebulan saja, Tuhan memberi peluang pada malam hari hubungan sehat pasutri (QS. Sapi Betina : 187) membawa konsekuensi logis adanya gap, untuk tidak mengatakan ketegangan relasi sosial pasutri. 1) 2) 3) 4) 5) Tidak ada bekal dari pemerintah Tidak ada fasilitas dari pemerintah Adanya kultur malu atau masuk wilayah privat, tidak senonoh, membuka aib Adanya anggapan mengurangi kesakralan proses pelaksanaan haji Kebutuhan dasar yang dibolehkan (puasa saja, pada malam hari diberi kesempatan). 6) Hubungan sehat diam-diam melalui rumah barakah, infak sarapan pagi, berbagi pegang kunci kamar, menyewah kamar hotel part time, memanfaatkan jasa publik servise hotel yang biasanya diberi ruang tidur, memanfaatkan setiap kesempatan dalam ketegangan, misalnya di kamar mandi, di tempat penjemuran pakaian, dll.

7) So, what ?

Anda mungkin juga menyukai