Anda di halaman 1dari 4

Oleh: Muh Amin

Pagi itu keluarga Pak Anto sedang sibuk mempersiapkan dirinya masing-masing untuk beraktivitas. Pak Anto yang bekerja sebagai dokter sedang mempersiapkan peralatan kesehatan untuk dibawa ke Puskesmas di desanya. Sedangkan Bu Anto yang mengajar di Sekolah Dasar sejak jam tiga pagi sedang memasak di dapur bersama Mbok Minem pembantunya. Akan tetapi Rita, anak satu-satunya dari keluarga tersebut masih bermalasmalasan ditempat tidur. Lonceng berbunyi enam kali, matahari perlahan-lahan mulai menampakkan wajahnya. Rita belum juga beranjak dari spring bed-nya. Entah berapa kali Bu Anto telah memperingatkan pada putri kesayangannya agar dapat bangun pagi sebelum matahari terbit. Rit...bangun nak, hari sudah terang..., nanti kamu terlambat masuk sekolah, tegur ibu pada Rita yang masih tidur. Sambil menarik selimut tebalnya, Rita menjawab dengan manja, Ehm...sebentar lagi kenapa si Bu, Rita kan masih ngantuk. Sementara Bu Anto membereskan buku-buku pelajaran yang masih berserakan di meja belajar Rita membangunkan anak satu-satunya tersebut. Rita sekolah di Sekolah Dasar yang sama dengan sekolah tempat ibunya mengajar. Setiap berangkat ke sekolah Rita selalu membonceng sepeda ibunya dengan mata yang terpejam karena masih mengantuk. Sesekali ibunya memperingatkan pada Rita supaya berpegangan karena khawatir kalau Rita terjatuh dari sepeda. Sesampainya di sekolah, semua murid telah berbaris rapi untuk mengikuti upacara bendera hari Senin. Rita yang baru datang segera menyesuaikan diri dengan temantemannya. Setelah upacara bendera selesai semua murid masuk kelasnya masing-masing untuk mengikuti pelajaran. sambil sesekali berusaha

Di ruang kelas, Rita membelalakkan matanya untuk selalu memperhatikan pelajaran yang disampaikan oleh Bu Guru yang juga Ibu kandungnya sendiri. Rita telah dikenal oleh teman sekelasnya sebagai murid yang pandai. Akan tetapi dia memiliki sifat yang kurang mandiri dalam mengurus dirinya. Setelah usai pelajaran, semua murid bergegas pulang. Rita dengan tergesa-gesa menuju pintu gerbang sekolah untuk menunggu ibunya dengan sesekali mengelus-elus perutnya yang mulai keroncongan karena lapar. Tak lama kemudian Bu Anto menghampiri Rita dan akhirnya keduanya pulang dengan berboncengan sepeda. Selama perjalanan pulang Rita terlihat terasa berat sekali menggerakkan mulutnya untuk berbicara. Hanya sesekali saja Rita menjawab pertanyaan ibunya yang sedang mengayuh sepeda. Seolah-olah tenaga Rita telah terkuras karena kegiatan di sekolahnya. Kerucuuuuuuuk..........., bunyi yang terdengar oleh telinga Rita yang bersumber dari perutnya sendiri. Sesampainya di rumah Rita langsung melempar tas dan sepatunya ke ruang tengah. Tanpa berganti baju terlebih dahulu Rita segera menyantap makanan yang telah disediakan oleh Mbok Minem. Melihat gelagat anaknnya tersebut Bu Anto langsung menegur pada Rita. Rita, sudah berapa kali ibu katakan ... setelah pulang sekolah taruh tas dan sepatu pada tempatnya. Lalu ganti baju, cuci tangan dan muka terlebih dahulu sebelum menyantap makanan. Kamu kok belum juga mengerti to nak, celoteh Bu Anto pada Rita. Rita seakan-akan tidak mendengarkan nasihat ibunya, bahkan berucap, Kan ada Mbok ........ Kamu ini sudah besar Rita. Kamu harus bisa mandiri Nak, sahut ibunya tanpa memberikan kesempatan pada Rita untuk melanjutkan ucapannya. Setelah selesai makan siang Rita bergegas pergi bermain ke rumah temannya. Akan tetapi langkah Rita terhambat oleh sebuah kotak berukuran besar yang terbungkus kertas berwarna pink dengan motif bunga mawar kesukaan Rita. Dari siapakah kotak besar ini?, bisik hati Rita.

Rita segera berlari menuju Mbok Minem yang sedang menjemur pakaian di belakang rumah. Mbok, siapa yang mengirim bingkisan besar itu?, tanya Rita. Tadi ada Pak Pos yang megirim barang itu katanya dari Nenek Rita yang berada di desa. Tanpa membuang-buang waktu lagi Rita segera membuka kotak tersebut karena sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui isinya. Ternyata isi dari kotak tersebut adalah sebuah sepeda. Dengan spontan Rita berteriak dengan keras pada ibunnya, Bu, aku dapat hadiah sepeda bagus dari nenek!. Dan dibagian dalam kotak tersebut terselip sepucuk surat. Hadiah ini dapat kamu pakai kalau sudah bisa mandiri, demikian pesan yang tertulis dalam surat tersebut. Tanpa memperhatikan maksud dari tulisan tersebut Rita sudah tidak sabar lagi untuk menaiki sepeda barunya. Ibarat busur panah yang baru melesat menuju sasarannya, Rita dengan sepedanya meluncur ke rumah temannya untuk bermain. Sewaktu Rita hidup di desa bersama neneknya, setiap malam Rita selalu tidur ditemani neneknya dengan diceritakan kisah-kisah orang terdahulu yang membuat Rita mendapatkan pelajaran baru. Sekarang Rita sudah berpindah ke kota mengikuti orang tuanya bertugas. Sesampainya di rumah temannya, Rita meletakkan sepedanya disembarang tempat layaknya menaruh sepatu dan tas sewaktu pulang sekolah. Rita segera bergabung dengan temannya untuk bermain. Rita sangat asik bermain bersama teman-temannya. Tak terasa olehnya ternyata hari sudah menjelang petang. Akhirnya Rita bergegas pulang. Akan tetapi betapa terkejutnya Rita ketika melihat ke bawah pohon mangga tanpa ada sepedanya. Sepedaku hilang...!!!, teriak Rita keras-keras. Rita kebingungan mencari sepedanya kesana kemari. Semua temannya tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan sepedanya. Akhirnya Rita harus merelakan kehilangan sepeda kesayangannya yang belum genap berumur satu hari tersebut.

Rita akhirnya menangis menyesali perbuatannya dan menyadari bahwa perilaku yang ia jalani selama ini berakibat tidak menyenangkan baik dirinya sendiri maupun orang lain terutama kedua orang tua Rita.

Anda mungkin juga menyukai