Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kurikulum dalam bentuknya yang sederhana merupakan himpunan pengalaman, sistem nilai, pengetahuan, keterampilan, dan pola sikap yang akan diberikan kepada siswa. Keseluruhan yang disajikan itu merupakan bekal para siswa dalam mengembangkan masyarakat dikemudian hari. Model adalah suatu bentuk mengenai susunan proses yang diwujudkan dalam penalaran hipotesis dan rumusan-rumusan teori, yang kemudian menggunakan perbandingan data, yang dipakai untuk menganalisa data tersebut. Dalam pemahaman ini model hamper identik dengan skema. Pada dasarnya suatu model adalah pola yang dapat membantu berpikir, konseptualisasi, suatu proses yang menunjukan prinsip-prinsip, dan prosedur yang dapat menjadikan pedoman bertindak. Suatu model dapat berwujud diagram atau langkah-langkah yang harus diambil, adapula berupa bagan garis, kotak-kotak, lingkaran, tanda panah, dan sebagainya. Model yang dipergunakan dalam proses pengembangan kurikulum dapat ditunjukan mulai dari satu model sederhana sampai dengan model yang paling sempurna. Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu permasalahan: apa saja model-model pengembangan? Oleh karena itu, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui model-model pengembangan kurikulum.

B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan pengembangan kurikulum? 2. Bagaimanakah model pengembangan kurikulum? 3. Apa saja model-model pengembangan kurikulum? 4. Bagaimana analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum? 5. Bagaimanakah model pengembangan kurikulum di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dan memahami pendekatan pengembangan kurikulum 2. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum 3. Untuk mengetahui dan memahami model-model pengembangan

kurikulum 4. Untuk mengetahui analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum 5. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum di Indonesia

D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat atau kegunaan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Telaah Kurikulum, untuk menjelaskan Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum agar dapat diketahui, di pahami, dan diaplikasikan oleh pembaca, khususnya oleh mahasiswa.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Jika dilihat dari aspek perencanaanya ada beberapa pendekatan yang

dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lai sebagai berikut : 1. Pendekatan Kompetensi (competency Approach) Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, efektif, dan psimotor. Ciri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan mempengaruhi diri (regenerative capability). Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi kelulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan (b) merinci perangkat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan (c) menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi dan mata pelajaran (jika perlu menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan pendukung lainnya yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f) menegmbangkan perangkat lunak (soft-ware) pembelajaran, (g) mengembang sistem penilaian

2. Pendekatan Sistem (System Approach) Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi dan interpendensi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengembangan kurikulum mungkin saja komponenkomponen sangat komplek sehingga dapat dipertimbangkan seperti sebuah kotak hitam (black box) yang mekanismenya tidak dapat dipahami secara utuh. Perhatikan gambar berikut :

Fungsi akan berbeda dengan fungsi bagian-bagian. Berdasarkan penegrtian ini, maka cirri-ciri sistem adalah adanya, tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interpredensi, penggabungan yang

menimbulkan jalinan keterpaduan, proses tranformasi umpan balik untuk perbaikan dan lingkungan. Konsep sistem memiliki spektrum yang sangat, luas, kompleks dan multidimensional. Sistem dapat digunakan pada setiap disiplin ilmu, seperti psikologi, pendidikan, kurikulum, sosiologi, biologi, hukum, pengetahuan alam, teknik kedokteran, dan farmasi. Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dan teori sistem yang umum untuk memahami teori organisasi dan praktik manajemen. Pendekatan sistem

terdiri atas beberapa aspek, antara lain : a. Filsafat sistem, yaitu sebagai cara berpikir (way of thinking) tentang fenomena secara keseluruhan b. Analisis sistem, yaitu metode atau teknik di dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision making) c. Manajemen sistem, yaitu aplikasi teori di dalam mengelola sistem organisasi.

3. Pendekatan Klasifikasi Nilai (Value Clarification Approach) Klarifikasi Nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyaninan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku. Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat mengemukakan pendapatnya sendiri tentang isu-isu yang merupakan yang merupakan konflik nilai disamping ada pendapat dari guru. Pendekatan ini dipopulerkan oleh Sidny Simon, kemudian di oleh Louis Raths di Universitas New York. Menurut Simon, klasifikasi nilai mengandung arti membantu orang dalam menentukan skala prioritas berdasarkan analisis nilai (Valeu analyses) yang dilakukan sendiri secara lebih kritis dan menjadikan hubungan baik dengan orang lain. Ciri-ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan

klasifikasi nilai, antara lain : a. Peran guru yang dominan dalam pembelajaran. Sebaliknya, peserta didik diberi kesempatan untuk mencari jawaban yang dapat memuaskan dirinya b. Guru sedikit memberikan infomasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik c. Guru lebih sering menggunakan metode Tanya jawab d. Tidak banyak kritik yang banyak destruktif. Guru lebih mengarahkan perhatian peserta didik, sehingga kembali pada perasaan dan pengertian peserta didik sehingga kembali pada perasaan dan pengertian peserta didik sendiri e. Kurang menekankan factor kegagalan dan lebih menerima kesalahankesalahan f. Menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik g. Merumusakan tujuan dengan jelas, sehingga struktur kegiatan dapat dipahami oleh peserta didik h. Dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja dan bertanggung jawab i. j. Peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan Adanya keseimbangan antara tugas kelompok dengan tugas perorangan k. Belajat bersifat individuan l. Evaluasi bukan terfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses

penukaran pengalaman m. Peserta didik menemukan system penilaian sendiri.

4. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach) Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis

kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global oleh pengembang kurikulum. Berdasarkan langkah-langkah diatas, pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumukan filsafat pendidikan, visimisi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang dicapai. Selain itu merangcang perencanaan dan strategi pelaksanaan guna mencapai sasaran. Dari hasil percobaan tersebut dilakukan evaluasi terhadap perencanaan sebagai bahan feedback untuk semua langkah yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan revisi dan penyempurnaan terhadap pendekatan secara keseluruhan. Proses ini harus dilakukan berulangulang sampai titik yang memuaskan sehingga sehingga akhirnya pendekatan tersebut dapat diterapkan di sekolah, sebaiknya guru dilibatkan dalam diskusi kelompok kecil untuk memperoleh masukanmasukan yang positif dan konstruktif. Kelompok kecil yang dimaksud harus diseuaikan dengan komponen pendekatan komprehensif.

5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem Centered

Approach) Perkembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengindentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Pada guru diminta berbagai infomasi tentang masalah-masalah,

keinginan atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran serta sistem penilaian. Untuk mempelajari masalah dan keinginan dari para guru tersebut, pengembang kurikulum tersebut perlu melakukan penelitian yang bersifat evaluatif melainkan bersifat stimulatif dan mendorong guru untuk memberikan informasi yang objektif semata-mata demi

kepentingan pengembangan kurikulum yang lebih baik. Melalui pendekatan ini, guru merasa sangat dihargai karena pendapat atau saran mereka didengar bahkan dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum. Pengembang kurikulum harus duduk bersama guru untuk membahas silabus yang berlaku dan mencari alternatif pemecahnya.

6. Pendekatan Terpadu Pendekatan ini bertitik tolak dari keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna atau berstruktur. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melainkan suatu totalitas yang memiliki makna sendiri. Bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi

dalam stuatu struktur tertentu. Dalam organisasi kurikulum dikenal dengan kurikulum terpadu (integrated curikulum) dengan sistem penyampaian melalui pembelajaran unit (unit teaching). Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadu keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam semua bingkai kurikukum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian yang dimaksud menggambarkan (a) hasil belajar peserta didik (kognitif, afektif, dan psikomotor, (b) tahaptahap pengembangan kurikulum (perencanaan, pelaksanaan,

monitoring evaluasi dan pengendalian, dan (c) program pendidikan yang ditawarkan, seperti program pendidikan umum, program pendidikan agama dan program pendidikan pilihan. Menurut Oemar Hamalik (1993) pendekatan terpadu mempunyai ciri khas, yakni memadukan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam institusionalisasi prefoesionalisasi, sosialisasi, kultur nasional ekologi, dan futurologi. Institusionalisasi, dalam arti melibatkan berbagai intitusi, baik intusi pemerintah, organisasi swasta, maupun istitusi masyarakat. Profesionalisasi, yaitu pengembangan kurikulum yang berorientasi pada kemampuan profesional peserta didik sesuai dengan bidang masing-masing. Sosialisasi yaitu pengembangan kurikulum yang berorientasi pada proses-proses sosial yang dijiwai oleh keyakinan, nilai-nilai kebutuhan dan permintaan masyarakat. Pendekatan terpadu dapat dilaksanakan dalam berbagai tingkatan, baik pada tingkat makro, tingkat dimensi, tingkat institusi, tingkat

mikro maupun tingkat individual. Dalam studi tentang kurikulum terdapat juga dua pendekatan populer, yaitu sentralisasi dan pendekatan desentralisasi. a. Pendekatan Sentralisasi (Centrelized Approach) Pendekatan ini sering juga disebut pendekatan top-down, yaitu pendekatan dengan menggunakan sistem komando (dari atas kebawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q. Balitang Kemendiknas) dan sesuai dengan garis komando atau vertikal disosialisasikan dan dilaksanakan oleh institusi dibawahnya (Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas

Kabupaten/Kota, UPTD dan Sekolah). Peran administrator dalam pendekatan sentralisasi relatif kecil. Sering terjadi dalam pendekatan ini bahwa bukan hanya kerangka umum yang disusun oleh pemerintah pusat, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal teknis operasional. Hal ini menyebabkan tertutupnmya peluang daerah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kemampuan dan kebutuhan daerahnya. Pendekatan ini beranggapan bahwa kurikulum harus uniforms untuk semua daerah suatu negara. Namun, pelaksanaannya disekolah sering mengalami kesulitan karena kondisi, kebutuhan, dan kemapuan tiap daerah tidak sama. Peran administrator hanya merupakan penerus kebijakan pemerintah pusat. Disatu pihak, pendekatan ini memang diperlukan untuk membentuk nasionalisme, kesatuan

bangsa, ketahanan nasional dalam bingkai tidak mendorong pertumbuhan dan perkembangan daerah, baik secara individual, lokal maupun regional sehingga dapat menimbulkan sikap apatis dan pesimis. b. Pendekatan Approach) Pendekatan ini disebut juga pendekatan gass-rith, yaitu suatu pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum ditingkat sekolah tidak diatur oleh pemerintah pusat melainkan ditentukan oleh pemerintah daerah dan sekolah. Dalam Desentralisasi (Desentrelized

implementasinya sering terjadi persaingan kualitas pendidikan (proses dan hasil) yang sangat ketat, baik sesama peserta didik, sekolah mapun daerah. Peran administrator dalam pendekatan desentralisasi sangat besar, terutama dalam mengambil inisiatif pengembangan kurikulum mengambil inisiatif pengembangan kurikulum,

menyusun, menyempurnakan, mengevaluasi dan menyesuaikan kurikulum dengan daerahnya masing-masing, penyesuaian

kurikulum dapat dilakukan oleh administrator bekerja sama dengan pakar pendidikan dan pakar kurikulum dari perguruan tinggi, kepala sekolah, dan guru-guru. Kerangka kurikulum secara umum mungkin saja disusun oleh pemerintah pusat, tetapi

11

pengembangannya secara khusus dan lebih terperinci diserahkan kepada masing-masing daerah. Adakalanya guru harus melakukan penyempurnaan kurikulum sendiri. Asumsi pendekatan ini adalah kurikulum perlu seragam untuk seluruh daerah

B. Model Konsep Kurikulum Model konsep kurikulum sangat mewarnai pendekatan yang diambil dalam pengembangan kurikulum. Sebagai kajian teoritis, model konsep kurikulum merupakan dasar untuk pengembangan kurikulum. Atau dengan kata lain, pendekatan pengembangan kurikulum didasarkan atas konsepkonsep kurikulum yang ada.

A. Kurikulum Subjek Akademis Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua yang banyak digunakan di berbagai negara. Sesuai dengan namanya, kurikulum model ini sangat mengutamakan isi (subject matter). Isi kurikulum merupakan kumpuan dari bahan ajar atau rencana pembelajaran. Tingkat pencapaian atau penguasan peserta didik terhadap materi merupakan ukuran utama dalam menilai keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, penguasaan materi sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang diprioritaskan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru yang menggunakan kurikulum jenis ini. Ditinjau dari isinya, Sukmadinata (2005:84) mengklasifikasikan

kurikulum model ini menjadi empat kelompok besar.

1. Correlated Currikulum Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensia dari setiap mata pelajaran. Dengan menghubungkan beberapa bahan tersebut, cakupan ruang lingkup materi semakin luas. Kurikulum ini didesain berdasarkan pada konsep pedagogis dan psikologis yang dipelopori oleh Hearbat dengan teori asosiasi yang menekankan pada dua hal, yaitu konsentrasi dan korelasi (Ahmad:1998,131). Sebagai ilustrasi sederhana, setiap orang pernah mendapatkan konsep 2 x 50, yang jika dihitung menghasilkan 100. Hal ini bisa dihubungkan dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

2. Unified atau Concentrated Currikulum Sesuai dengan namanya, kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu aplikasi kurkulum saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya lingkungan selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sain, matematika, sosial dan bahasa.

13

3. Integrated Currikuum. Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat. Ahmad (1998,39) mempunyai ciri-ciri kurikulum ini sebagai berikut. 1. Unit haruslah merupakan satu kesatuan yang bulat dari seluruh bahan pelajaran. 2. Unit didasarkan pada kebutuhan anak, baik yang pribadi maupun sosial serta yang bersifat jasmani maupun ohani. 3. Unit memuat kegitan yang berhubungan dengan kehidipan seharihari. 4. Unit merupakan motifasi sehingga anak dapat berkreasi. 5. Pelaksanaan unit sering memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan percobaan atau perolehan pengalaman yan membutuhkan waktu yang lama.

4. Problem Solving Currikulum. Hal ini berisi tentang pemecahan masalah yang terdapat dalam

kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pada kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang harus digugu dan ditiru . Menurut Idi (200:126), ada empat cara dalam menyajikan pelajaran dari kurikulum dengan model subjek akademis. 1. Materi disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan dari yang lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai contoh, dalam pengajaran pada jenjang kelas yang rendah diperlukan alat bantu mengajar yang masih kongkret. Hal ini dilakukan guna membentuk konsep riil ke konsep yang lebih abstrak pada jenjang beriikutnya. 2. Penyajian dilakukan berdasarkan prasyarat. Untuk memahami suatu konsep tertentu diperlukan pemahaman konsep lain yang telah diperolehatau dikuasai sebelumnya. 3. Pendekatan yang dilakukan cenderung induktif, yaitu disampaikan dari hal-hal yang bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang lebih spesifik. 4. Urutan penyajian bersifat kronologis. Penyajian materi selalu diawali dengan menggunakan matari-materi tedahulu. Hal ini dilakukan agar sifat kronologis atau urutan materi tidak terputus. B. Kurikulum Humanistik Sesuai dengan namanya kurikulum humanistik lebih

15

mengedepankan sifat humanisme dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulun yang terlalu mengedepankan

intelektualitas. Kurikulum model humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik, diantaranya adalah Neal (1977). Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan

humanisme atau pribadi. Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Peerta didik adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur efeksi. Pendidikan ini diarahkan kepada pembina manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain). Hal ini mendatangakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Penganut model kurikulum ini beranggapan bahwa siswa merupakan subjek utama yang mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan yang dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang

menyeluruh (Sukmadinata:2005,86). Pendidikan yang menggunakan kurikulun ini selalu

mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti ini, anak diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya pendidikan dianggap sebagai proses yang dinamis serta maerupakan upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi dirinya. Karena itu, seseorang yang telah mampu mengaktualisasilan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan perkembanagan diri dari aspek kognitif, estetika, dan moral. Kurikulum humanistik merupakan kurikulun yang lebih

mementingkan proses daripada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk menembangkan potensinya. Dalam evaluasi guru lebih cenderung memberikan penilaian yang bersifat subjektif. Sukmadinata (2005:87) mengklasifikasikan pendidikan humanistik

menjadi 3 macam yaitu: 1. Pendidikan konfluen. 2. Pendidikan kritikisme radikal. 3. Mistikisme modern. Dari ketiga aliran tersebut akhirnya berkembang tiga macam jenis kurikulum sesuai dengan konsep dasar yang dianut oleh aliran tersebut.

17

Ahli pendidikan konfluen berupaya menyatukan segi efektif dn kognitif dalam kurikulum. Pendidikan harus mampu memperoses secara utuh kedua aspek tersebut. Dasar dari kurikulum ini adalah teori Gestalt yang menekankan keutuhan dan kesatuan secara keseluruhan. Ada lima hal yang mencirikan kurikulum konfuensi, yaitu partisifasi, integrasi, relavasi, pribadi anak dan tujuan. Isi pendidikan dalam model konfluen ini diambil dari dunia siswa sehingga sesuai dengan kebutuhan pribadi anak. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan satu kegiatan yang bersifat pengembangan pribadi atau aktualisasi segala potensi setta pribadi secara utuh. Pengembangan pribadi yang utuh merupakan tujuan utama dari pendidikan ini. Aliran pendidikan kritikisme radikal memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak dalam menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi dirinya. Dengan hal ini upaya peningkatan pengembangan dirinya bisa belajar secara optima. Proses pendidikan cenderung dilakukan secara demokratis dan tidak ada pemaksaan. Pemberian rangsangan atau dorongan ke arah perkembangan merupakan dua hal yang diutamakan. Langkah-langkah penyusunan urutan kegiatan dalam pengajaran yang besifat efektif menurut Shiflett (1975 dalam sukmadinata, 1997) adalah sebagai berikut: 1. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sika, minat, atau perhatian tertentu.

2. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di dalamnya tercakup topik-topik, bahan, serta kegiatan belajar yang akan membantu peserta dalam merumuskan apa yang akan mereka pelajari. 3. Pelaksanaan kegiatan, para peserta diberi pengalaman yang menyenangkan penghayatan. 4. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, baik yang berupa gerakan-gerakan maupun

penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjut. Evaluasi dalam kurikulum ini mengutamakan proses dinandingkan dengan hasil. Karena itu, dalam kurikulum humanistik tidak ada kreteria pencapaian karena sasarannya adalah perkembangan peserta didik supaya menjadi manusia yang terbuka, lebih berdiri sendiri. Penilaiannya bersifat objektif.

C. Kurikulum Rekontruksi Sosial Sesuai dengan namanya, kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerja sama. Tujuan utama kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat menghadapi tantangan, termasuk di dalamnya ancaman

19

dan hambatan. Tantangan dianggap sebagai bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga di dekati dengan ilmu-ilmu lain. Dalam praktiknya, perancang kurikulum terkonstruksi sosial selalu berusaha menyelaraskan antara tujuan nasiaonal dengan tujuan siswa. Kerjasama antarindividu maupun kelompok merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam pengajaran yang menggunakan kurikulum jenis ini. Dengan demikian, kompetisi antarindividu maupun kelompok bukan hal yang diprioritaskan. Ahli kurikulum yang berorientasi pada kemajuan di masa yang akan datang menyarankan pentingnya kurikulum yang difokukan pada hal yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional, yang bertolak dari pemikiran manusia sebagai mahluk sosial. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan berintikan kerjasama dan interaksi. Dengan demikian, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi masyarakat. Tujuan dan isi kurikulum ini setiap tahun bisa berubah, tergantung dari perubahan masyarakat. Dalam pemilihan metode guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Dalam kegiatan evaluasi siswa dilibatkan, terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. D. Kurikulum Teknologis Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan

teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar terhadap perkembangan model konsep kurikulum. Sukmadinata (2005:97) menyatakan bahwa ciri-ciri kurikulum teknologis dapat ditemukan pada empat bagian yaitu pada tujuan, metode, organisasi bahan, dan evaluasi. Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain: 1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus), yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. 2. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai dengan kecepatan masing-masing. 3. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam pengorganisasiannya. 4. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu topik/subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam

21

penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester (sumatif), serta bagi guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi umumnya obyektif tes. Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Program pengajaran yang menggunakan alatalat yang berbau teknologi, khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih menyenangkan dan terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program pengajaran ini sangat mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model pengajaran seperti ini, standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan model-model lain. Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang, sedangkan pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini juga menekankan pada isi kurikulum. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilakuperilaku yang dapat diamati atau diukur.

C. Model-Model Pengembangan Kurikulum Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan satu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas

kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan system pemgelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentrelesasi. Model pengembangan yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistic, teknologis dan rekonstruksi sosial. Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya, diantaranya adalah: 1. Model Administratif Model administratife atau garis-komando (line-Staff) merupakan pola pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal. Model pengembangan kurikulum ini berdasarkan pada cara ker ja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang efektif dalam pelaksanaan perubahan kurikulum. Model administrasi/garis komando memiliki langkah-langkah sebagai berikut: Administrator Pedidikan/ Top Administrative Officers (pemimpin) membentuk komisi pengarah. Komisi Pengarah (Steering Comittee) bertugas

merumuskan rencana umum, mengembangkan prinsipprinsip sebagai pedoman, dan menyaipkan suatu pernyataan

23

filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah. Membentuk komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruh komponen landasan kurikulum dan dengan

mempertimbangkan

prinsip-prinsip

pengembangan kurikulum. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap tidak perlu. Karena pengembangan kurikulum model administratif ini berdasarkan konsep, inisiatif, dan arahan dari atas kebawah, maka akan membutuhkan waktu bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan baik. Hal inidisebabkan adanya tunututan untuk mempersiapkan para pelaksana kurikulum tersebut. Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratifm kita dapat menandai adanya dua kegiatan didalamnya: a. Menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru, dan b. Menyiapkan instalasi dan implementasi dokumen

Dengan kata lain, midel administratif/ garis-komando membutuhkan kegiatan pemyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan kurkulum dengan baik.

2. Model Grass-Roots Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan/kebalikan dari model pertama inisiatif dan pengembangan kurikulum bukan datang dari atas tetapi dari bawah. Bisa dikatakan model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan), sedangkan model grass roots adalah bottom up (dari bawah keatas). Lebih lanjut juga bisa diketahui bahwa model pengembangan kurikulum yang pertama digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan / kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersipat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass-roots seorang (guru) dapat mengupayakan pengembangan komponen- komponen kurikulum dapat keseluruhan, dapat pula sebagian dari keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh komponen kurikulum. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. 3. The Demontration Model (Model Demonstrasi) Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-rotss, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleeh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya mencakup satu atau

25

beberapa sekolah, satu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Menurut Smith, Stanley, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini: Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah suatu ditunjuk percobaan untuk tentang

melaksanakan

pengembangan kurikulum. Bentuk kedua ini kurang bersifat formal. Beberapa guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengembangkan penelitian dan

mengembangkan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal yang lain yang

berbeda dengan yang berlaku

4. Beauchamps System Model Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode

beauchamp memiliki lima memiliki lima bagian pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:

Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang menjabarkan ruang lingkup upaya pengembangan.

Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa sajakah yang ikut terlibat dalam

pengembangan kurikulum.

Organisasi dan prosedur pengembangn kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhandesain kurikulum.

Implementasi kurikulu, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum.

Evaluasi kurikulum.

5. Tabas Inverted Model (Model arah terbalik taba) Sesuai dengan namanya, model pengembangan kurikulum ini terbalik dari yang lazim dilaksanakan, yakni dari biasanya dilakukan secara deduktif menjadi induktif, dengan urutan:

mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru menguji unit eksperimen mengadakan refisi dan konsolidasi pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum implementasi dan diseminasi

6. Rogers Interpersonal Relations Model Carl Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam proses perubahan mempunyai kekuatan dan potensi

27

untuk berkembangsendiri. Berdasarkan pandangan tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut dengan model Relasi Interpersonal RogersAda empat langkah

pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:


Pemilihan satu sistem pendidikan sasaran Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru Pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran.

Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif. Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan kelompok intensif yang terpilih

7. The Systematic Action-Research Model Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum meerupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian ornang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pols hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan propesional. Penyusunan kurikulum ini harus memasuka pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu

adalha dengan prosedur action research: Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalh kurikulum, berupa pengumpulan data bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang

mempengruhi masalah tersebut. Implementa si dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikutioleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta

8. Emerging Technical Models Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, serta nilainilai efisiensi efektifitas dalam bisnis. Juga mempengruhi perkembanagan model-model kurikulum. Tumbuh kecendrungan-kecendrungan baru yang didasarkan atas hal itu diantaranya: Menekankan kepuasan prilaku atau kemampuan Berasal dari gerakan efesiensi bisnis Suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. D. Analisis Terhadap Model-Model Pengembangan Kurikulum Analisis terhadap model pengembangan kurikulum dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:

Segi penekanan suatu titi pandang Segi keuntungan model

29

Segi kekurangan model

E. Model Pengembangan Kurikulum di Indonesia Pengembangan kurikulum diindonesia yakni pendekatan yang berorientasi pada baghan pelajaran dan pendekatan yang berorientasi pada bahan pelajaran dan pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Model yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum setiap jenjang sekolah ialah model yang berorientasi pada tujuan. Pertanyaan pertama ynag muncul adalah apakah yang ingin dicapai, atau pengetahuan keterampilan dan sikap apakah yang diharapkan dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan kurikulum? Jawaban atas pertanyaan diatas adalah merumuskan tujuan-tujuan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan. Dengan rumusan tujuan itu , maka ditetapkan pokok materi pelajaran dan kegiatan belajar. Kesemuanya diharapkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Pengembangan kurikulum di Indonesia meliputi tiga tahap, yaitu:

Pengembangan Program Tingkat Lembaga Pengembangan Program Setiap Bidang Studi dan Mata Pelajaran Pengembangan Program Pengajaran di Kelas 1. Pengembangan Program Tingkat Lembaga a. Perumusan tujuan institusional Tujuan pendidikan nasional Harapan masyarakaHarapan sekolah yang lebih tinggi

b. Penetapan isi dan stuktur kurikulum c. Penetapan struktur kurikulum yang harus mencangkup beberapa hal, diantaranya: Jenis-jenis program pendidikan Sistem kelas dan unit waktu yang dipergunakan Jumlah bidang studi Alokasi waktu yang dipergunakan untuk setiap mata pelajaran d. Penyusunan Strategi Pelaksanaan Kurikulum Kegiatan ini berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum disekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut mencangkup: a. Pelaksanaan pengajaran, b. Mengadakan penilaian, c. Mengadakan penyuluhan, d. Mengadakan administrasi dan supervise. 2. Pengembangan Program Setiap Bidang Studi dan Mata Pelajaran Pengembangan program setiap bidang studiatau mata pelajaran dilaksanakan dengan menempuh langkah-langkah kegiatan, sebagai berikut: a. Perumusan Tujuan Kurikulum Tujuan kulikulermerupakan rumusan tujuan yang mencangkup aspek pengetahuan, sikap, dan nilai, serta keterampilan yang

31

diharapkan siswa setelah mereka menyelesaikan setiap bidang stadinyaselama program itu diajarkan b. Tujuan Instruksional Tujuan instruksional adalah tujuan yang berisikan perubaha perilaku siswa.

c. Menetapkan Pokok dan Sub pokok Bahasan. Tujuan instruktur dapat tercapai oleh sejumlah pokok bahasan dari uraian bahan pengajaran. d. Menyusun Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Penyususnan Garis-garis besar Penyusunan Program (GBPP) dilakukan setelah ketiga kegiatan diatas telah disusun. GBPP inilah yang nantinya dipergunakan oleh staf pengajar sebagai pedoman pokok dalam proses beljar mengajar. 3. Pengembangan Program Pengajaran di Kelas Penyusunan setiap satuan pelajaran mencangkup komponen-

komponen sebagai berikut:


tujuan instruksional umum (TIU) diturunkan langsung dari GBPP. Tujuan instruksional khusus (TIK) dijabarkan dari TIU, terdapatdalam GBPP yang dikerjakan oleh GBPP yang dikerjakan oleh guru.

Uraian bahan pelajaran dijabarkan dari uraikan bahan dalam GBPP dengan mendasarkan pada TIK-TIK yang telah

dirumuskan sebelumnya.

Perencanaan kegiatan belajar mengajar yang berpungsi mengatur kegiatan yang akan dilakukan guru dan siswa.

Pemilihan metode alat atau media yang dipergunakan dan sumber bahan pelajaran.

Penilaian yang menyangkut prosedur dan alat penelitian.

33

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa : PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Pendekatan Kompetensi (competency Approach) 2. Pendekatan Sistem (System Approach) 3. Pendekatan Klasifikasi Nilai (Value Clarification Approach) 4. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach) 5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem Centered Approach) 6. Pendekatan Terpadu MODEL KONSEP KURIKULUM a. Kurikulum Subjek Akademis 1. Correlated Currikulum 2. Unified atau Concentrated Currikulum 3. Integrated Currikuum. 4. Problem Solving Currikulum.

b. Kurikulum Humanistik c. Kurikulum Rekontruksi Sosial d. Kurikulum Teknologis

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Model Administratif 2. Model Grass-Roots 3. The Demontration Model (Model Demonstrasi) 4. Beauchamps System Model 5. Tabas Inverted Model (Model arah terbalik taba) 6. Rogers Interpersonal Relations Model 7. The Systematic Action-Research Model 8. Emerging Technical Models ANALISIS TERHADAP MODEL-MODEL PENGEMBANGAN

KURIKULUM Analisis terhadap model pengembangan kurikulum dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:

Segi penekanan suatu titi pandang Segi keuntungan model Segi kekurangan model

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM DIINDONESI 1. Pengembangan Program Tingkat Lembaga 2. Pengembangan Program Setiap Bidang Studi dan Mata Pelajaran

35

3. Pengembangan Program Pengajaran di Kelas

B. Saran 1. Pada dasarnya suatu model adalah pola yang dapat membantu berpikir, konseptualisasi, suatu proses yang menunjukan prinsip-prinsip, dan prosedur yang dapat menjadikan pedoman bertindak. Suatu model dapat berwujud diagram atau langkah-langkah yang harus diambil, adapula berupa bagan garis, kotak-kotak, lingkaran, tanda panah, dan sebagainya. 2. Model yang dipergunakan dalam proses pengembangan kurikulum dapat ditunjukan mulai dari satu model sederhana sampai dengan model yang paling sempurna. 3. Kepada mahasiswa sebagai calon intelektual agar dapat memahami dengan baik dalam kajian tentang pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum serta dapat

mengembangkannya dengan peraturan yang telah ditetapkan dengan secara optimal sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal

DAFTAR PUSTAKA

Refrensi Buku : Dr. Abdullah idi, M.Ed, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktek, 2007, ArRuzz Media, Jogjakarta, Hal.154 Dr, Dimyati, Drs. Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, 2006, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Hal. 281 Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 2001, Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal. 161 Prof. Dr. Nana syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 2001, Remaja Rosdakarya, Bandu, Hal.165 Zainal Arifin, 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda

Refrensi Internet : http://dianasmarani.blogspot.com/2012/01/model-pengembangan-kurikulum.html (diakses pada 07 November 2012 pukul 16.04 WIB)

37

http://aauniethea.blogspot.com/2011/11/model-model-pengembangankurikulum.html (diakses pada 15 November 2012 pukul 160.39 WIB)

Anda mungkin juga menyukai