Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN PNEUMONIA 1) Pemeriksaan fisik 1.

I nspeksi

Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.

2. Palpasi

Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia.

3. Perkusi

Suara redup pada sisi yang sakit.

4. Auskultasi

Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboraturium


Leukosit 18.000 40.000 / mm3 Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri. LED meningkat

2. X-foto dada

Terdapat bercak bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule (Mansjoer,2000).

Diagnosis Anamnesis Pasien biasanya mengalami demam dapat tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak napas. Pada bayi gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Pada anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah. Pemeriksaan fisis Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada grunting dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, dengan batuk, panas, dan iritabel. Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/ produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Kelompok anak sekolah dan remaja, dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi merupakan gejala yang sering nampak pada kelompok umur ini. Pada senua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi dapat terdengar suara pernapasan meningkat konsolidasi padat dan meliputi lobus paru, fine crackles (ronki basah halus?) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar berupa dull (redup) pada perkusi vokal fremitus meningkat, meningkatnya suara napas dan terdengar fine crackles (ronki basah halus?) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher dan bahu dan perut. Dua tanda sederhana yang cukup penting untuk mencurigai pneumonia yaitu napas cepat dan adanya tarikan dinding dada. Pemeriksaan penunjang Foto Rontgen toraks PA merupakan dasar diagnosis utama pada pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi seringkali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto torak pneumonia berat. Gambaran radiologis yang klasik dapat ditemukan yaitu konsolidasi lobar atau segmental, disertai adanya air bronchogram. corakan bronhovaskular bertambah, peribronchial cuffing, dan overaeriation; inflitrat. Laboratorium Hasil pemeriksaan lekosit dapat meningkat, dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumobnia bakteri, namun tidak selalu, dapat pula karena non-bakteria. Begitu pula laju endap darah (LED) dan C reaktif protein tidak khas.

BRONKIOLITIS
Diagnosis Anamnesis Anak menunjukkan gejala infeksi virus seperti rinore ringan, batuk, demam tidak tinggi. Setelah 1 2 hari gejala tersebut diikuti napas cepat, retraksi dada dan wheezing. Bayi menjadi gelisah, tidak mau makan dan muntah. Pemeriksaan fisis Frekuensi napas meningkat, denyut nadi juga biasanya meningkat. Suhu badan bisa normal atau meningkat sampai tinggi mencapai 41 derajat C. Pada beberapa pasien dapat ditemukan konyungtivitis, otitis, faringitis, tampak retraksi dada. Seringkali didapatkan ekspirasi memanjang, tetapi suara pernapasan normal. Pada auskultasi bisa terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang, bisa didapatkan sianosis. Pemeriksaan penunjang Radiologi Gambaran radiologi bronkiolitis tidak spesifik, bisa normal atau terdapat hiperinflasi paru-paru difus disertai diafragma datar, penonjolan ruang retrosternal, dan menonjolnya rongga interkostal. infiltrat peribronhial menandakan adanya penumonia interstisial pada kebanyakan bayi. Penebalan dan cairan pleura sangat jarang ditemukan, bila ada minimal. Beberapa anak secara klinis berat dan perlu perawatan tetapi foto torak-nya normal. Jadi gambaran yang bisa didapatkan adalah normal, penebalan peribronhial, atelektasis, kolaps segmental, atau hiperinflasi. Analisis gas darah, dapat ditemukan asidosis, hipoksemia, PCO2 bisa normal, turun atau meningkat.tentu. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik, jumlah lekosit bisa rendah, normal atau meningkat.

Bronkopneumonia Filed under: med papers,Pediatri ningrum @ 5:59 am

PENDAHULUAN Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap merupakan penyebab kematian terbanyak keenam di Amerika Serikat. Munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik, ditemukannya organisme-oeganisme yang baru (seperti Legionella), bertambahnya jumlah pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab-penyebab pneumonia, dan ini juga menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu. Pasien peminum alkohol, pasca bedah, dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus juga mudah terserang penyakit ini.1 Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Tetapi, klasifikasi pneumonia infeksius atas dasar etiologi dugaan atau yang terbukti secara diagnostik atau terapeutik lebih relevan.2,3,7 Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia).4 Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli terminalis. Bronkopneumonia adalah nama yang diberikan untuk sebuah inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 5,6 DEFINISI Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.8 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat serangan ISPA dan pnemonia.4 Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.3 Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% penduduk amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari kematian di Amerika.1 ETIOLOGI Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah faktor infeksi (tersering) : Bakteri : Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa. Virus Jamur : Respiratory Synctitial Virus, Adenovirus, Cytomegalo virus, Virus infuenza B. : Histoplasmosis, Candida albicans, Aspergillus species dll.4

KLASIFIKASI Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: 1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia). 2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia). 3. Pneumonia aspirasi. 4. Pneumonia pada penderita immunocompromised. 2. Berdasarkan bakteri penyebab: 1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia. 2. Pneumonia virus. 3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 3. Berdasarkan predileksi infeksi: 1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri. 2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.

3. Pneumonia interstisial.

PATOGENESIS Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.1,3 Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring 2. Inhalasi aerosol yang infeksius 3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal

Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.1 Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung 2. Jaringan limfoid di nasofaring 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut 4. Refleks batuk 5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi 6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional 7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A 8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.3 Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:1,3,7 A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos

vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 12 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. GAMBARAN KLINIS Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 3940C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi

ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). 5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik.3,7

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :

Pneumonia sangat berat :

bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia berat :

bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia :

bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun

Bukan Pneumonia :

hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.3,4 DIAGNOSA BANDING
1. Bronkiolitis 2. TB Paru

PENATALAKSANAAN Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 5 hari.3 Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :3,7

Bed rest Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus. Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan : Untuk kasus pneumonia community base :

Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :

Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral

Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.

Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :3


Mikroorganisme Streptokokus dan StafilokokusM. Pneumonia Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau

H. Influenza Klebsiella dan P. Aeruginosa

Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari Eritromisin 15 mg/kgBB/hari Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari Sefalosporin

KOMPLIKASI Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai adalah empyema dan otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.3 PROGNOSIS Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat untuk pengobatan.3

Anda mungkin juga menyukai