Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Seperti daging, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada arah intrapalpebra. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, daerah yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Insiden pterygium di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%. Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi

pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.

BAB II ISI
Definisi
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalbera. Pterigium pertumbuhan berbentuk sayap pada conjungtiva bulbi. Asal kata pterigium adalah dari bahasa Yunani , yaitu pteron yang artinya wing atau sayap . Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah equator , yaitu 13,1 %.

Epidemiologi
Pterigium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak didaerah iklim panas dan kering. Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun. Rekuren lebih sering pada umur muda dari pada umur tua. Laki laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat exposure lingkungan diluar rumah.

Faktor Resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari , iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter . 1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah ekspoure sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu diluar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting 2. Faktor Genetik Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium, kemungkinan diturunkan autosom dominan. 3. Faktor lain. Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi , dan saat ini merupakan teori baru phatogenesis dari pterigium. Yang juga menunjukkan adanya pterigium angiogenesis factor dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterigium.

Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea. Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior. 3 Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal. 3 Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan

Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.

Gambaran Klinis Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain: mata sering berair dan tampak merah merasa seperti ada benda asing timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut, biasanya astigmatisme with the ruleataupun astigmatisme irreguler sehingga mengganggu penglihatan pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.1,2 Kira kira 90 % pterigium terletak didaerah nasal . Nasal dan temporal pterigium dapat terjadi sama pada mata , temporal pterigium jarang ditemukan . Kedua mata sering terlibat ,tetapi jarang asimetris .Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis , menyebabkan penglihatan kabur . 1 Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body , apex ( head ) dan cap . Bagian segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus disebut body,sedangkan bagian atasnya disebut apex,dan kebelakang disebut cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.

Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan regresif pterigium : Progresif pterigium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterigium ( disebut cap dari pterigium ) Regresif pterigium : tipis , atrofi , sedikit vascular .Akhirnya menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang . Pada fase awal pterigium tanpa gejala , tetapi keluhan kosmetik . Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan kornea astigmatisma menyebabkan pertumbuhan fibrosis pada tahap regresif . Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata. Pterigium juga dibagi dalam 4 derajat yaitu : 1. Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea 2. Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati Kornea 3. Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata ,dalam keadaan cahaya normal ( pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm) 4. Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Diagnosa Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada selama bertahuntahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.3 Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh. Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium tersebut. Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium.2

Diagnosa Banding
Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguecula dan pseudopterigium . Bentuknya kecil, meninggi, massa kekuningan berbatasan dengan limbus pada

konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang kadang terinflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan . Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur . Pingecuela sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan . Exposure sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguecula Pertumbuhan yang mirip dengan pterigium, pertumbuhannya membentuk sudut miring seperti pseudopterigium atau Terriens marginal degeneration. Pseudopterigium mirip dengan pterigium , dimana fibrovascular scar yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterigium, pseudopterigium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, conjungtivitis sikatrik, trauma bedah atau ulcus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterigium, cirinya tidak melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterigium pada limbus , dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterigium . Pada pseudopterigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterigium cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true pterigium

Penatalaksanaan
Konservatif Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.2 Bedah Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.3 Indikasi Operasi - Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.3

Teknik Pembedahan Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1

1. Teknik Bare Sclera Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.1

2. Teknik Autograft Konjungtiva Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut. Lawrence W. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.1

3. Cangkok Membran Amnion Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan

epithelialisai.Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi yang ada, diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk membantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.1

1. Terapi Tambahan Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.5 MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.1 Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah mendorong dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.1 Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan pemberian: Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian tappering off sampai 6 minggu. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.

Komplikasi Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut: Gangguan penglihatan Mata kemerahan Iritasi Gangguan pergerakan bola mata. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea Dry Eye sindrom

Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut: Infeksi Ulkus kornea Graft konjungtiva yang terbuka Diplopia Adanya jaringan parut di kornea

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada saat eksisi 3

Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar matahari.

Prognosis
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam postop dapat beraktivitas kembali . Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan conjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion . Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.

Anda mungkin juga menyukai