Anda di halaman 1dari 16

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang Meningitis merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan meningen, 3 lapisan membrane yang menutupi otak dan medulla spinalis. Meningitis bacterial pada anak-anak termasuk penyakit yang mengancam nyawayang diakibatkan oleh infeksi bakteri pada meningen. Pada periode neonates, 3 organisme yang paling banyak menyebabkan meningitis bacterial antara lain Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Haemophillus influenza tipe B. Faktor predisposisinya meliputi infeksi saluran napas, otitis media, mastoiditis, trauma kepala, hemoglobinopati, infeksi HIV, dan penyakit defisiensi imun lainnya. Meningitis bakteri merupakan salah satu dari infeksi yang kemungkinan paling serius pada bayi dan anak yang lebih tua. Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan risiko morbiditas kronis yang tinggi. Pola meningitis bakteri dan pengobatannya selama masa neonates (0-28 hari) biasanya berbeda dengan polanya pada bayi yang lebih tua dan anak-anak. Meskipun demikian, pola klinis meningitis pada masa neonates dan pasca-neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1-2 bulan yang padanya Streptokokus grup B, H.influenza tipe B, meningokokus, dan pneumokokus semuanya dapat menimbulkan meningitis. Insiden meningitis bakteri cukup tinggi sehingga penyakit ini harus dimasukkan pada diagnosis banding bayi demam yang memperagakan status mental yang berubah, iritabilitas atau bukti adanya disfungsi neurologis lain.

B. Tujuan Tujuan pembuatan laporan kasus tutorial ini adalah : 1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. 2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang terdapat pada kasus.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan Penyebab lain seperti virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia

(pneumokok), Nesseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak. Meningitis Pada Anak Meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak-anak. Karena anak-nak biasanya tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu. Selama 2 bulan pertama kehidupan, organisme yang paling sering menyebabkan
2

meningitis adalah organisme flora ibu atau lingkungan dimana bayi berada yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenzae.

Kebanyakan meningitis bakteri pada anak-anak usia 2 bulan-12 tahun disebabkan oleh H.influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau Nesseria meningitidis. Pada anak-anak berusia lebih dari 12 tahun, meningitis biasanya terjadi akibat infeksi S. pneumoniae, atau N.meningitidis.

B. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu: 1. Lapisan Luar (Durameter) Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella. 2. Lapisan Tengah (Arakhnoid) Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal. 3. Lapisan Dalam (Piameter) Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang

ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

C. Patofisiologi Meningitis Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri. D. Epidemilogi Meningitis Distribusi Frekuensi Meningitis 1. Manusia Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap pathogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Karena anak-anak biasanya tidak
4

mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Risiko terbesar adalah pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah kemiskinan, dan kemungkinan tidak adanya pemberian ASI untuk bayi umur 2-5 bulan. Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita. Pada negara berkembang, penyakit meningitis akibat infeksi Haemophilus influenza pada anak yang tidak divaksinasi paling lazim terjadi pada bayi umur 2 bulan sampai 2 tahun, insiden puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50% kasus terjadi pada usia tahun pertama. Insidens rate kasus Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenza di AS pada umur < 5 tahun berkisar 32-71/100.000 setiap tahun. Pada neonatus rata- rata 2-4 kasus/1000 bayi lahir hidup, dan dua pertiganya disebabkan oleh Streptococcus beta haemoliticus grup B dan E. coli. Di Uganda (2001-2002) Insidens rate meningitis Haemophylus influenza tipe b pada usia <5 tahun sebesar 88 per 100.000. 2. Tempat Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit epidemik. Di seluruh daerah tropis, meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak yang berumur 6 bulan - 3 tahun.4 Beban penyakit meningitis tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yang dikenal sebagai Meningitis Belt. Pada Tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis yang tercatat sebagai epidemic terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus dan 25000 kematian yang terdaftar (CFR=10%).8 Penelitian yang dilakukan di Malaysia (Nur, 2005) 60% kasus meningitis paling banyak terdapat pada kelompok umur anak-anak yaitu umur 0-9 tahun dengan mortalitas 15%. 3. Waktu Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Wabah Meningitis di Afrika terjadi selama musim panas dari bulan Desember hingga juni. Di daerah SubSaharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali Barat, hingga Niger, Nigeria, Chad, dan Sudan Timur) epidemi meningitis dimulai pada musim panas/musim kering dan mencapai puncaknya pada akhir April awal Mei dan

diakhiri dengan dimulainya musim penghujan.17 Tahun 2008, Afghanistan melaporkan 2.154 kasus meningitis dan 140 kematian (CFR=6,5%) dimana sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.

Determinan Meningitis 1. Host/penjamu Meningitis yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, 5 36 kali lebih besar pada anak kulit hitam daripada anak kulit putih. 21 Bakteri ini juga paling sering menyerang bayi <2 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG. Pada meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis ini dapat terjadi pada saat menderita campak, gondongan (mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya. Penelitian yang dilakukan di Korea (Lee, 2005) menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita meningitis dua kali lebih besar dibanding perempuan dengan rasio 2:1. 2. Agent Pada umumnya, penyebab meningitis adalah bakteri dan virus. Meningitis serosa penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Meningitis purulenta penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Nesseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,dan Pseudomonas aeruginosa. Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita. Pada Neonatal (0-2 bulan) bakteri penyebab meningitis adalah Streptococcus Group B. E. Coli, Staph. Aureus, Enterobacter dan pseudomonas. Pada anak-anak sering disebabkan oleh Haemophilus influenzae, N. meningitidis, dan S. pneumoniae. Pada dewasa muda (6-20 tahun) yaitu N. meningitidis. S. pneumonia dan H. influenzae. Sedangkan pada dewasa (>20 tahun) adalah S. pneumonia, N. meningitidis, Sterptococcus, dan Staphylococcus. Angka mortalitas di AS pada

suatu survey epidemiologik secara prospektif dari tahun 1978 adalah: untuk H. influenzae 6,0%, N. meningitidis 10,3% dan S. pneumoniae 26,3% . 3. Lingkungan Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya penyakit meningitis adalah faktor lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan terlalu padat. Dimana timbulnya kontak antara penderita yang memilki penyakit saluran pernafasan ataupun influenza. Sehingga anak dapat terpapar oleh bakteri Haemophilus influenza, pemaparan kuman juga dapat terjadi pada saat anak kontak dengan teman sekolah ataupun kontak di tempat penitipan anak dan juga dipengaruhi oleh imunitas kelompok yang rendah, misalnya tinggal di daerah kumuh ataupun sosial ekonomi yang rendah. Resiko penularan meningitis bakteri N. meningitidis juga meningkat pada lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara, dan jemaah haji. E. Gejala Klinis

Neonatus: o o o Gejala tidak khas Panas Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah, dan kesadaran menurun o o Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung Pernafasan tidak teratur

Anak umur 2 bulan 2 tahun:


o o o

Gambaran klasik (-) Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang Kadang-kadang high pitched cry

Anak umur > 2 tahun:


o o o o

Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala Kejang Gangguan kesadaran Tanda-tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig (+)

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 1. Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. 2. Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. 3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. 4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

F. Pemeriksaan dan Diagnosis

Pemeriksaan cairan serebrospinal: Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.

Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal Meningitis Tes Meningitis Virus Bakterial Tekanan Meningkat Biasanya normal LP Keruh Jernih Warna > 1000/ml < 100/ml Jumlah sel Predominan PMN Predominan MN Jenis sel Sedikit meningkat Normal/meningkat Protein Normal/menurun Biasanya normal Glukosa

Meningitis TBC Bervariasi Xanthochromia Bervariasi Predominan MN Meningkat Rendah

Kontraindikasi pungsi lumbal:


o

Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.

Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.

o o

Kelainan pembekuan darah. Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan jarum pada ruang interspinal.

Pemeriksaan radiologi:
o o

X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi

Pemeriksan lain:
o o o o

Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan Air kemih: biakan Uji tuberkulin Biakan cairan lambung

G. Penatalaksanaan 1. Farmakologis
9

Meningitis tuberkulosa : INH 10-20 mg/kgBB/24 jam oral, 2 x sehari maksimal 500 mg selama 1,5 tahun Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam oral, 1 x sehari, selama 1 tahun Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam IM, 1-2x sehari, selama 3 bulan Meningitis Bakterial < 2 bulan : Ampisilin 150-200 mg (400 mg) kg/24 jam IV, 4-6 x sehari Gentamisin 5-7 mg/kgBB/24 jam IV, 2-3 x sehari

Meningitis bakterial, umur >2 bulan: Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari Kloramfenikol 100 mg/KgBB/hari IV, 3 x sehari

Bila diperlukan, bergantung respon pengobatan, hasil biakan cairan serebrospinal, uji kepekaan, adanya penyulit, alergi atau efek samping obat, dapat diberikan Sefotaksim 150-300 mg/kgBB/24 jam IV, 3-4 x sehari Sefalosporin lain Aminoglikosida lain Kloksasilin

Antibiotik yang digunakan untuk Meningitis Bakterial


Kuman H.influenzae S.pneumoniae Antibiotik Ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim Penisilin, vankomisin N.meningitidis Stafilokok Gram negative Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson Nafsilin, vankomisin, rifampisin Sefotaksim, seftazidim, seftriakson, amikasin kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson ,

10

Dosis yang diberikan Untuk Meningitis Bakterial Antibiotik Ampisilin Kloramfenikol Sefuroksim Sefotaksim Seftriakson Seftazidim Gentamisin Dosis 200-300mg/kgBB/hari(tunggal 400mg) 100mg/kgBB/hari;Neonatus :50mg/kgBB/hari 250mg/kgBB/hari 200mg/kgBB/hari; Neonatus 0-7 hari:100mg/kgBB/hari 100mg/kgBB/hari 150mg/kgBB/hari; Neonatus :60-90mg/kgBB/hari Neonatus 0-7hari :5mg/kgBB/hari 7-28hari:7,5mg/kgBB/hari Amikasin 10-15mg/kgBB/hari

2. Pengobatan simptomatis Menghentikan kejang: Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV diazepam rectal 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis

Menurunkan panas: Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari Kompres air hangat/biasa

3. Pengobatan suportif Cairan intravena Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

11

H. Perawatan Pada waktu kejang: Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka Hisap lendir Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh) Bila penderita tidak sadar lama: Beri makanan melalui sonde Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement Pemantauan ketat: Tekanan darah Pernafasan Nadi Produksi air kemih Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC Fisioterapi dan rehabilitasi

I. Komplikasi Cairan subdural Hidrosefalus Edema otak Abses otak Renjatan septik Pnemonia (karena aspirasi)

12

Koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC)

J. Prognosis Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik atau mental, atau meninggal, hal tergantung dari:

Umur penderita Jenis kuman penyebab Berat ringan infeksi Lama sakit sebelum mendapat pengobatan Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan Adanya dan penanganan penyulit

K. Pencegahan Meningitis 1. Pencegahan Primer Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi. Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita.

13

Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet. b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis. c. Pencegahan Tersier Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

14

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan Meningitis merupakan sindrom klinis yang ditandai oleh peradangan meningen, 3 lapisan membran yang melindungi otak dan medulla spinalis. Ada banyak faktor resiko terjadinya meningitis, termasuk diantaranya adalah usia kurang dari 5 tahun, imunosupresi, infeksi HIV, dan lainnya. Secara klinis, meningitis ditandai dengan gejala meningeal (seperti nyeri kepala, kaku kuduk, fotofobia) serta peningkatan jumlah sel darah putih dalam cairan serebrospinal. Berdasarkan lamanya gejala, meningitis dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Penyebab terbanyak peradangan meningen adalah iritasi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri atau virus. Organism tersebut biasanya masuk melalui aliran darah dari bagian tubuh lain. Meningitis merupakan penyakit yang mengancam nyawa dan

mengakibatkan cacat serius pada penderita yang berhasil bertahan. Karena itu perlu perhatian serius tehadap penanganan yang tepat dan pengawasan terhadap pasien. Pasien perlu rawat inap untuk terapi antibiotic dan suportif. Pemberian cairan yang adekuat diperlukan untuk mempertahankan perfusi, terutama perfusi serebral.

B. Saran Kasus meningitis pada anak-anak merupakan kasus yang mengancam nyawa dan dapat mengakibatkan kecacatan serius, sehingga diharapkan dokter muda dapat mengenali gejala klinis meningitis pada anak-anak dan memberikan terapi awal untuk penanganan meningitis.

15

DAFTAR PUSTAKA

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Mansjoer, A.,dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Media Aesculapius : Jakarta. Markam, S. 1992. Penuntun Neurologi. Binarupa Aksara : Jakarta.
Nelson. 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Bagian 2. EGC : Jakarta

SMF Ilmu Kesehatan Anak. 2006. Meningitis. Pedoman Diagnostik dan Terapi RSUD A.W. Sjahranie Samarinda Kalimantan TImur. Edisi VI. Samarinda: SMF Ilmu Kesehatan Anak Suwono, W. 1996. Diagnosis Topik Neurologi. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai