Anda di halaman 1dari 8

LANDASAN DAN ARAH PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA DI SUSUN OLEH : Dra. NIRWANI KURNIADI, S.

Pd

LANDASAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Landasan pendidikan di Indonesia terbagi atas beberapa macam yaitu: 1. Landasan Hukum, yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 dan 32 ,UndangUndang RI No. 20 Tahun 2003, Undang Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen 2. Landasan Fisiologis, yaitu berdasarkan dengan filsafat-filsafat seperti materialisme, spiritualisme, dan realism atau realitas. 3. Landasan Sosiologis, yaitu yang mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan suatu masyarakat yang dianut. 4. 5. Landasan Kultural, yaitu yang berasal dari norma kehidupan berbudaya. Landasan Psikologis, berasal dari hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik.

6. Landasan Ilmiah dan Teknologi, bersumber dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengikat dan mengharuskan pelaksana pendidikan untuk menerapkannya dalam usaha pendidikan. 7. Landasan Historis, berasal dari citacita dan praktek-praktek pendidikan yang terjadi pada masa lampau 8. Landasan Padagogik, yaitu suatu upaya orang dewasa yang dilakukan secara sengaja untuk membantu anak atau orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan.

I. LANDASAN HUKUM TERDIRI DARI : 1. UUD 1945 terdapat pada Pasal 31 dan Pasal Pasal 31 Ayat (1) berbunyi tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran. 32

Ayat (2) berbunyi tiap-tiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) berbunyi Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhalaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam Undang-Undang. Ayat (4) Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN serta APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Nasional. Ayat (5) Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia .

Pasal 32 Ayat (1) Negara memajukan kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Ayat (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan Nasional . 2.Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (2) berbunyi : pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Ayat (5) berbunyi : tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.

Untuk tenaga kependidikan tertera dalam Pasal 39 Ayat (1) yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga administrasi, pengelolaan/kepala lembaga pendidikan, pemilik/pengawas, peneliti dan pengembangan pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Dari ketujuh tenaga kependidikan tersebut diatas ditambah Ayat (2) tentang Pendidikan.

Pasal 6 Ayat (1) berbunyi : setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan.

Ayat (2) berbunyi : setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. 3. Undang Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 8 berbunyi : Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 10 berbunyi : kompetensi guru mencakup pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. II. Landasan Filosofis Pendidikan Ada aliran utama filsafat di dunia sampai sekarang: a. Materialisme: mengajarkan bahwa hakikat realitas semesta, termasuk mahluk hidup, manusia, hakikatnya ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi dan terikat oleh hukum alat: sebab akibat yang bersifat obyektif. b. Idealisme/Spiritualisme: mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia, subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan semesta, karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Hakikat diri adalah akal dan budi (ide, spirit). . c. Realisme: mengajarkan bahwa materialisme dan idealisme tidak sesuai dengan kenyataan: tidak realistis. Realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukan materi semata-mata. Realita adalah perpaduan materi dan non materi (spiritual, ide, rohani); terutama pada manusia nampak adanya gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi realisme merupakan sintesis jasmani dan rohani, materi dan non materi. III.Landasan Sosiologis Pendidikan Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.) Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya: 1. Paham Individualisme Dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis. (Usman dan Alfian, 1992:255) 2. Paham Kolektivisme

Memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. 3. Paham Integralistik Dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi, namun juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi. (Oesman & Alfian, 1992). Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: 1. kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat.

2. kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat. 3. negara melindungi warga negaranya. 4. selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

IV. Landasan Kultural Pendidikan Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada berbagai dimensi. 1. Kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam menghadapi lingkungannya, dan. 2. Kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem sosial. Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem sosial. Dengan memperhatikan berbagai dimensi kebudayaan tersebut di atas dapat dikemukakan, bahwa landasan kultural pendidikan di Indonesia haruslah mampu memberi jawaban terhadap masalah berikut: 1. Semangat kekeluargaan dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan pendidikan. 2. Rule of law dalam masyarakat yang berbudaya kekeluargaan dan kebersamaan.

3. Apa yang menjadi etos masyarakat Indonesia dalam kaitan waktu, alam, dan kerja, serta kebiasaan masyarakat Indonesia yang menjadi etos sesuai dengan budaya Pancasila; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras tangguh bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, sehat jasmani dan rohani. 4. Cara bagaimana masyarakat menafsirkan dirinya, sejarahnya, dan tujuan-tujuannya V. Landasan Psikologis Pendidikan Landasan psikologis mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari hukumhukum dasar perkembangan peserta didik. Hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik sejak proses terjadinya konsepsi sampai mati manusia akan mengalami perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniah maupun kejiwaannya. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi proses pertumbuhan yang terus-menerus. Proses perubahan itu terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan, bukan kemunduran Tiap tahap kemajuan pertumbuhan ditandai dengan : 1.meningkatnya kemampuan dan cara baru yang dimiliki. 2.merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi itu dimaksudkan agar orang didalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya

Tugas pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar pertumbuhan anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil guna dan berdaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan : 1.Tiap-Tiap Anak Memiliki Sifat Kepribadian yang Unik. Artinya anak memiliki sifat-sifat khas yang dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak oleh anak lain. Keunikan sifat pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni: (1) keturunan/heredity, (2) lingkungan/environment, (3) diri/self. 2.Tiap Anak Memiliki Kecerdasan yang Berbeda-beda Kalau kita perhatikan setiap orang memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, meskipun mereka mempunyai usia kalender yang sama, tetapi kemampuan mentalnya tidak sama. Klasifikasi Kecerdasan > 140 = Genius 130 139 = Sangat Pandai 120 129 = Pandai 110 119 = Di atas Normal 90 109 = Normal/Sedang 80 89 = Di bawah Normal

70 79 50 69 < 49

= Bodoh = Feeble Minded: Moron = Feeble Monded: Imbicile/Idiot.)

VI. Landasan Ilmiah dan Teknologi Pendidikan Landasan ilmiah dan teknologi pendidikan mengandung makna norma dasar yang bersumber dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengikat dan mengharuskan pelaksana pendidikan untuk menerapkannya dalam usaha pendidikan. Norma dasarnya yang bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus mengandung ciri-ciri keilmuan yang hakiki: 1.Ontologis, yakni adanya objek penalaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diamati dan diuji. 2.Epistomologis, yakni adanya cara untuk menelaah objek tersebut dengan metode ilmiah. 3.Aksiologis, yakni adanya nilai kegunaan bagi kepentingan dan kesejahteraan lahir batin. Manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi yang melandasi pendidikan harus mampu:

1.Memberikan kesejahteraan lahir dan batin setinggi-tingginya. 2.Mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan zaman. 3.Menjamin penggunaannya secara bertanggung jawab.

4.Memberi dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa. 5.Mencerdaskan kehidupan bangsa. 6.Meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas sumber daya manusia. VII. Landasan Historis Pendidikan Indonesia Kondisi sosial budaya

Landasan Historis pendidikan Indonesia adalah cita cita dan praktek-praktek pendidikan masa lampau. Dilihat dari kondisi social budaya , pendidikan masa lampau Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga tonggak sejarah, yaitu: 1. Pendidikan Tradisional , yaitu penyelenggaraan pendidikan di nusantara yang dipengaruhi oleh agama-agama besar di dunia Hindu, Budha, Islam dan Nasrani (katolik dan protestan). 2. Pendidikan kolonial Barat, yaitu penyelenggaraan pendidikan di nusantara yang dipengaruhi oleh pemerintahan kolonial barat, terutama kolonial Belanda. 3. Pendidikan kolonial Jepang, yaitu penyelenggaraan pendidikan di nusantara yang dipengaruhi oleh pemerintahan kolnial Jepang dalam zaman perang dunia

Implikasi Kondisi social Budaya terhadap Pendidikan

Kondisi sosial budaya dari ketiga tonggak sejarah pendidikan tersebut mempunyai implikasi terhadap penyelenggaraan pendidikannya dalam hal : - tujuan pendidikan, - kurikulum isi pendidikan, metode pendidikan, - pengelolaannya, - kesempatan pendidikan. VIII. Pendidikan Menurut Pendekatan Fenomenologis: Landasan Pedagogik Berdasarkan sudut pandang pedagogik, sebagaimana dikemukakan M.J. Langeveld (1980) dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau mendidik adalah suatu upaya orang dewasa yang dilakukan secara sengaja untuk membantu anak atau orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan. Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak atau orang yang belum dewasa dalam suatu lingkungan. Karena pendidikan itu diupayakan secara sengaja, maka dalam hal ini pendidik tentunya telah memiliki tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut pendidik memilih isi pendidikan tertentu dan menggunakan alat pendidikan tertentu pula. Dari uraian di atas, dapat diidentifikasi adanya enam unsur yang terlibat dalam pendidikan atau pergaulan pendidikan, yaitu: Tujuan pendidikan. Pendidik. Anak Didik. Isi Pendidikan. Alat Pendidikan. Lingkungan Pendidikan.

Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak atau orang yang belum dewasa, namun belum tentu setiap pergaulan demikian tergolong pendidikan. Agar pergaulan tersebut tergolong pendidikan, ada dua sifat yang harus dipenuhi, yaitu: i. Adanya pengaruh dari orang dewasa yang dilakukan secara sengaja terhadap anak didik atau orang yang belum dewasa; ii. Pengaruh itu bertujuan agar anak atau orang yang belum dewasa mencapai kedewasaan. Pergaulan pendidikan harus didasarkan atas kewibawaan, yaitu suatu kekuatan atau kelebihan pendidik yang diakui dan diterima oleh anak didik sehingga ia atas dasar kebebasannya menuruti pengaruh pendidik. Faktor penentu kewibawaan pendidik adalah:

1) Kasih sayang pendidik terhadap anak didik atau orang yang belum dewasa, 2) Kepercayaan pendidik bahwa anak didiknya/ orang yang belum dewasa akan mampu mencapai kedewasaan,

3)Kedewasaan pendidik, 4) Identifikasi terhadap anak didik, 5) Tanggung jawab pendidikan. Di pihak lain faktor penentu kepenurutan anak didik terhadap pendidik adalah:

a. Kemampuan anak/orang yang belum dewasa dalam memahami bahasa, b.Kepercayaan anak didik/orang yang belum dewasa kepada pendidik, c. Identifikasi, d. Imitasi, e. Simpati dan kebebasan anak didik dalam menentukan sikap, tindakan dan masa depannya. ARAH PENDIDIKAN

Arah Pendidikan Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti: 1. Konsep, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 2. Individu juga makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya

Anda mungkin juga menyukai