Anda di halaman 1dari 43

TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS A. Tinjauan Teori BPH 1. Konsep Dasar BPH (Benigna Prostat Hipertrofi) a.

Pengertian BPH dulu disebut juga hipertrofi prostat jinak (Benigna Prostate Hipertrofi : BPH). Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hyperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Mansyoer, 2000 dan Sjamsuhidayat, 2005) BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun. (Brunner and Suddarth, 2001). b. Patofisiologi Hyperplasia prostat dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti : usia dan gangguan keseimbangan hormone. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormon testosterone dan estrogen, hal ini disebabkan oleh berkurangnya produksi testosterone menjadi estrogen pada jaringan adiposis di perifer. Estrogen inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relative testosteron dan estrogen akan menyebabkan terjadinya pembesaran prostate. Proses pembesaran prostate terjadi secara perlahan-lahan maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi secara perlahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (bulibuli balok). Mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara serat

detrusor sehingga terbentuk tonjolan mokosa. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Tanda dan gejala yang biasanya ditemukan adalah gejala obstruktif dan iritatif. Gejala obstruktif yaitu penderita harus menunggu pada permulaan miksi (hesistency), miksi terputus (intermittency), menetes pada akhir miksi (terminal dribbling), pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas sehabis miksi sedangkan gejala iritatif yaitu bertambahnya frekwensi miksi, nocturia, miksi sulit ditahan (urgency) dan nyeri saat waktu miksi (dysuria). Gejala obstruktif terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus, sedangkan gejala iritatif terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostate menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine didalam vesika, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi, karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruks, akan Retensi terjadi kronik inkontinensia menyebabkan paradoks (overflow incontinence). reflukvesikoureter,

hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusaklan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemoroid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan didalam vesika. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan

menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Secara klinik biasanya derajat berat gejala klinik dibagi menjadi 4 gradasi yaitu derajat 1, apabila ditemukan keluhan prostatimus,pada pemeriksaan colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml, derajat 2 apabila ditemukan tanda dan gejala seperti derajat 1, prostate lebih menonjol, batas atas masih berada dalam sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml, derajat 3 seperti derajat 2 hanya batas atas prostat tidak berada lagi dan sisa urine lebih dari 100 ml, sedangkan derajat 4 apabila sudah retensi total ( Sjamsuhidayat dan Wim de Jong, 2004). c. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) mengetahui

1) Pemeriksaan Fisik konsistensi prostat pada BPH konsistensi kenyal. b) Pemeriksaan residu urine mengetahui berat obstruksi jumlah sisa urine miksi spontan dengan cara mengukur urine yang dapat spontan dengan koteler, sisa dengan USG buli-buli setelah miksi sisa 7100 cc indikasi hipertrofi prostat. 2) Pemeriksaan Laboratorium Analisa urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolic. Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. 3) Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan volume BPH, menentukan derajat

disfungsi buli-buli dan volume residu dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan atau tidak dengan BPH. Dari foto polos abdomen dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dari intravena pielografi derajat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,l hidronefrosis dan hidroureter. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli. d. Penatalaksanaan Medis dan Pembedahan a) Konservatif (1) Mengurangi nyeri (2) Mengurangi minum setelah makan malam (3) Mengurangi minum kopi (4) Tidak diperbolehkan minum alcohol (5) Mengurangi intake protein (6) Waterisasi b) Terapi Medikamentosa (1) Obat-obat yang Menghambat Adrenergik sering dipaki adalah

1) Penatalaksanaan Medis

prozosin,dexozosin,terasorin, apluzosin atau yang lebih selektif la (tamzulosin). Dosis dimulai 1 mg/hari sedang dosis tamzulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari, penggunaan antagonis la adrenergik karena secara selektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktivitas defrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum leher vesika, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relasasi di daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-

gejala berkurang,. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah ia mulai memekai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, capek, sumbatan hidung dan rasa lemah. (2) Reduktase Obat yang dipakai adalah finansteride (proscar) dengan dosis 1-5 mg/hari. Obat golongan ini menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan a bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostate yang sangat besar. Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan, pengobatan bila diminum terus-menerus. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahnya libido, genikomastia dan dapat menurunkan nilai PSA. (3) Fisioterapi pengobatan fisioterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat, substabsinya misalnya pygeum afficanum, saw palmetto, serenoa repeus dan lain-lain. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan. 2) Pembedahan Adapun beberapa prosedur yang digunakan untuk mengangkat kelenjar bagian prostate yang mengalami hipertrofi antara lain : a) Reseksi Transurethral Prostat (TUR atau TURP) Adalah prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi. b) Prostatektomi Suprapubis Penghambat Enzim 5-1

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Suatu insisi dibuat dalam kandung kemih dan kelenjar prostate diangkat dari atas. c) Prostatektomi Perineal Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Pendekatan ini lebih praktis ketika pendekatan yang lainnya tidak memungkinkan. d) e) Prostatektomi Retropubik Insisi Prostat Transurectal (TUIP) Adalah teknik lain dan lebih umum dibandingkan suprapubik. Adalah prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara memasukkan instrument melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstruksi uretra. 2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan BPH (Benign Prostat Hipertropi) a. Pengkajian 1) Data subyektif dan data obyektif : a) Pre Operasi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Hesistenci Urgency Intermittency Nocturia Terminal dribbling Hematuria Pancaran miksi lemah Disuria Rasa belum puas sehabis kencing

(10) Bertambahnya frekuensi miksi (11) Pasien tidak tahu tentang penyakitnya (12) Pasien kurang mengerti tentang tindakan operasi

b) Post operasi (1) Perdarahan post operasi (2) Cairan drain merah lebih dari 3 hari (3) Adanya luka post operasi (4) Nyeri luka post operasi (5) Nyeri pada penis (6) Melakukan hubungan sex bila telah post operasi lebih dari 6-8 minggu (7) Pasien terpasang three way (8) pasien terpasang drain 2) Diagnosa keperawatan Proritas masalah berdasarkan keluhan pasien (Doenges, 1999 & Carpenito, 19990). a) Pre Operasi (1) prostat (2) (3) Nyeri akut berhubungan dengan inflamsi atau Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan dengan ketidakseimbangan elektrolit spasme otot sekunder akibat BPH. berhubungan (4) (5) (6) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran

(disfungdi ginjal). Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang Ganguan istirahat tidur berhubungan dengan sering residuel urine akibat pembesaran prostate. terpajan/mengingat informasi. twerbangun sekunder terhadap nokturia. b) Post operasi (1) PK heragik berhubungan dengan pasca pembedahan

(2)

Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan

efek-efek pembedahan spinkter kandung kemih sekunder terhadap pembedahan. (3) (4) (5) Nyri akut berhubungan dengan spasme kandung Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan Resiko tinggi terhadap disfungsi sekunder kemih dan insisi sekunder prostatektomi. prosedur invasive pengetahuan. berhubungan dengan ancaman konsep diri atau perubahan status kesehatan. b. Perencanaan 1) Pre Operasi a) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostate. Tujuan Kriteria hasil Intervensi : Berkemih dalam jumlah yang cukup dan normal : Berkemih : dengan lancer, tidak teraba distensi kandung kemih. (1) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan. Rasiaonal : Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri (2) Observasi aliran urine, perhatikan kekuatan dan ukuran. Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intevensi. (3) Motivasi pasien untuk beerkemih tiap 2 sampai 4 jam bila tiba-tiba diraskan. Rasioanl : Meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung kemih.

(4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap kemih. Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi atau spasme otot sekunder akibat BPH. Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional : : Nyeri terkontrol/hilang : Ungkapan tampak rileks. : Memberiakan informasi dalam memberikan efektifitas tindakan (2) Ajarkan teknik distraksi (nafas dalam) dan relaksasi (dengan mengobrol) (3) Pertahankan fiksasi kateter pada daerah perut bagian bawah inguinal Rasional : Mencegah penekanan pada kandung kemih dan nekrosis peroskrostal. (4) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan Rasional : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik (5) Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian terapi analgetik Rasional : Obat analgetik untuk mengurangi nyeri. c) Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal) Tujuan : Volume cair edukuat (1) Observasi tingkat nyeri, lokasi dan intensitas nyeri berkurang/terkontrol,

Kriteria hasil

: Hidrasi adekuat, tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, membrane mukosa lembab.

Intervensi (1) Awasi

: haluaran dengan hati-hati, dapat jumlah oral tiap jam bila

diindikasikan. Perhatikan haluaran 100-200ml/jam Rasional : Diuresis kekurangan ketidakcukupan (2) Dorong Rasional : peningkatan cepat menyebabkan total, karena natrium berdasarkan volume

diabsorbsidalam tubulus ginjal. pemasukan kebutuhan individu. Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, hemostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehodrasi/hipovolemia. (3) Awasi tekanan darah dan nadi tiap jam, evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral. Rasional : Mampu mendetaksi dini/intervensi Hipovolemik sistemik. (4) Tingkatkan tirah baring dengan kepala ditinggikan Rasional : Menurunkan kerja jantung, memudahkan gram faal homeostatis sirkulasi. (5) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV (elektrolit, natrium) Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah atau memperbaiki hipovolemia dan apabila pengumpulan cairan hipertonik) sesuai kebutuhan dan pemeriksaan laboratorium

10

dari

area

akstraseluler perpindahan,

natrium

dapat

mengikuti

menyababkan

hiponatrtremia.

11

d) Resiko terjadinya infeksi berhubungandengan residual urine akibat pembesaran prostat. Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional : : Tidak terjadi infeksi : Suhu tubuh normal (36-37C) dan tidak ada tanda-tanda infeksi : Kateter tidak keluar masuk dalam buli-buli sehingga dapat menimbulkan kuman masuk. (2) Observasi TTV. Rasional : Mengetahui perkembangan lebih lanjut. (3) Observasi tanda-tanda infeksi seperti rubor, calor, dolor tomor dan fungsiolaesa. Rasional : Tanda cepat. (4) Anjurkan pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit di sekitar kemaluan. Rasional : Dapat mengurangi penyebaran kuman-kuman ke genetalia. (5) Pantau hasil laboratorium (WBC). Rasional : Salah satu indikator terjadinya infeksi terpajan/mengingat informasi laboratorium. e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan dengan kurang terpajan/mengingat informasi. Tujuan Kriteria hasil : Pengetahuan pasien bertambah : Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis mengindetifikasi hubungan/tanda gejala proses penyakit melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu berpartisipasi dalam program pengobatan. infeksi yang diketahui dini memungkinkan pemberian tindakan lebih (1) Fiksasi kateter dengan baik dan benar.

12

Intervensi Rasional :

: Untuk prognosis, mengetahui pasien tanda seberapa tentang dan gejala banyak penyakit, serta

(1) Kaji tingkat pengetahuan pasien. pengetahuan pengobatannya. (2) Diskusikan dan jelaskan tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan. Rasional : Pasien mengerti dan bisa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. (3) Berikan penjelasan tentang hal-hal apa saja yang harus dilakukan sebelum operasi. Rasional : Pasien dapat mengetahui persiapan apa saja yang dapat dilakukan sebelum operasi. (4) Evaluasi kembali pemahaman pasien tentang penjelasan yang telah diberikan. Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien tentang tindakan pembedahan. (5) Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya. Rasional : Memungkinkan pasien untuk meneriam kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi. (6) Kaji tingkat kecemasan pasien. Rasional : Untuk mengetahui kesiapan pasien dalam menjalani operasi. f) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap nokturia Tujuan Kriteria hasil : Istirahat tidur pasien terpenuhi. : Melaporkan perbaikan dalam pemenuhan istirahat/tidur.

13

Intervensi Rasional :

: Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi

(1) Tentukan kebiasaan tidur dan kebiasaan yang terjadi. intervensi yang tepat. (2) Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, missal ; bantal, guling. Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis. (3) Beri posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi. Rasional : Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat tidur. (4) Tingkatkan regimen kenyamanan pada waktu tidur, mandi hangat dan message, segelas susu hangat pada waktu tidur. Rasional : Meningkatkan efek relaksasi, pemberian susu dapat meningkatkan yang sistensi serotonin, pasien neurotransmitter membantu

tertidur dan tidur lebih lama. (5) kolaborasi dengan tim medis dalm pemasangan kateter. Rasional : 2) Post Operasi a) PK hemoragik berhubungan dengan pasca pembedahan. Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional : Rasional : : Perdarahan perdarahan : Urine jernih/tidak terjadi perdarahan. : Mengetahui perkembangan lebih lanjut. Untuk mengetahui sendiri mungkin adanya pendarahan. minimal atau tidak terjadi Meningkatkan kenyamanan pasien karena tidak perlu lagi

(1) Observasi TTV (2) Observasi urine dan produksi urine.

14

(3) Pertahankan posisi traksi kateter. Rasional : Traksi kateter dapat membantu menekan sumber pendarahan. (4) tekanan darah haemoglobin. Rasional : Mengetahui jumlah haemoglobin dan tindakan medis selanjutnya terhadap pemberian tranfusi darah. (5) Kolaborasi dengan medis dalam pemberian antikoagulan. Rasional : Dapat menghentikan pendarahan. b) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek pembedahan spinkter kandung kemih sekunder terhadap pembedahan. Tujuan Kriteria hasil : Pola eliminasi kembali normal : Berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi, berkemih dalam jumlah normal dari pola biasanya, tidak mengalami obstruksi. Intervensi Rasional : : Mempertahankan tempatnya. (2) Kaji warna, kateter dan aliran urine serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam. Rasional : Mengindikasikan adanya sumbatan oleh karena perdarahan pembentukan bekuan dan pembenahan kateter pada distensi kandung kemih (3) Catat jumlah irigasi dan haluaran urine, kurangi irigasi dengan haluaran, laporkan retensi dan haluaran urine. Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine, penjadwalan kepatenan kateter pada (1) Kaji uretra atau kateter suprapubik terhadap kepatenan.

15

masukan cairan menurunkan berkemih atau gangguan tidur selama malam hari. (4) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai pesanan. Rasional : Menghindari terjadinya obstruksi, mencuci kandung kemih dari bekuan darah atau debris sehingga mempertahankan potensi kateter atau aliran urine. (5) Gunakan salin normal steril untuk irigasi untuk pesanan. Pertahankan tehnik steril dan atur aliran, lakukan 40-60 tetes/menit. Rasional : Irigasi dengan salin normal (isotonic akan meminimalkan kehilangan untuk mempertahankan urine jernih. (6) Setelah kateter dilepas ukur urine setiap berkemih. Observasi kekuatan aliran. Rasional : Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk menjadi beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan terus. c) Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder prostatektomi. Tujuan Kriteria hasil : Nyeri berkurang/hilang. : Melaporkan menunjukkan nyeri hilang/terkontrol, keterampilan penggunaan

relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu, tampak rileks, tidur/istirahat dengan tepat. (1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas berdasarkan PQRST. Rasional : Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih/pasase urine disekitar kateter menunjukkan spasme kandung kemih yang

16

cenderung

lebih

berat

pada

pendekatan

suprapubik atau TUR (biasanya menurun setelah 48 jam). (2) Pertahankan Rasional : patensi kateter, dan system drainase, pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan. Mempertahankan fungsi kateter dan drainase system, menurunkan sistensi kandung kemih. (3) Berikan pasien informasi yang akurat tentang kateter, drainase dan spasme kandung kemih. Rasional : (4) Berikan Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama dengan prosedur tertentu. tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik, dorong penggunaan tehnik relaksasi (nafas dalam). (5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan spasmodik. d) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan adanya luka. Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional : : Tidak terjadi infeksi : Suhu tubuh (36-37C), tidak ada tenda-tanda infeksi. : Mengetahui perkembangan lebih lanjut (1) Awasi tanda-tanda vital, terutama suhu, nadi dan respirasi. terutama suhu (36-37C). (2) Pertahankan sistem kateter steril. Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lanjut.

17

(3) Ambulasi dengan kantung drainase dependen. Rasional : Menghilangkan refeks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih. (4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik. Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk memberikan bakteri, media untuk resiko pertumbuhan infeksi luka. (5) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu. Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka. e) Resiko tinggi terhadap disfungsi sekunder berhubungan dengan ancaman konsep diri atau perubahan status kesehatan. Tujuan Kriteria hasil : Gangguan disfungsi seksual tidak terjadi. : Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat derajat diatasi, menyatakan pemahaman situasi individual menunjukkan masalah. Intervensi Rasional : : Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu, sensitive. (2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual. Rasional : Impotensi fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur radikal, pada membantu tentang subyek (1) Bina hubungan saling percaya. ketrampilan pemecahan peningkatan

18

pendekatan

lain,

aktivitas

seksual

dapat

dilakukan biasa dalam 6-8 minggu. (3) Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyan pasien. Rasional : Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impotent dan sterilitas biasanya tidak menjadi konsekuensi, prosedur bedah mungkin tidak memberikan pengobatan permanent dan hipertrofi dapat berulang. (4) Instruksikan latihan perineal dan interupsi/kotinu aliran urine. Rasional : Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual. (5) Kolaborasi dengan tim medis (penasehat seksual) sesuai indikasi. Rasional : Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan intervensi professional. c. Pelaksanaan Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan dan tujuan pemulangan. Harapnnya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yang telah dipilih. Intervensi mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien.

19

d. Evaluasi Adalah tahap akhirdalam proses keperawatan.Dimana dalam evaluasi, perawat dapat melakukan penilaian terhadap keefektifan tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Adapun evaluasi yang didapat dari pelaksanaan diatas : 1) Pre Operasi a) Berkemih dalam jumlah cukup dan normal b) Nyeri terkontrol / hilang c) Volume cairan adekuat d) Tidak terjadi infeksi e) Pengetahuan pasin bertambah f) Istirahat tidur pasien terpenuhi 2) Post Operasi a) Perdarahan minimal atau tidak terjadi perdarahan b) Pola eliminasi kembali normal c) Nyeri berkurang / hilang d) Tidak terjadi infeksi e) Gangguan disfungsi seksual tidak terjadi

20

Faktor usia gangguan hormon Perubahan keseimbangan hormone testoteron dan estrogen Konversi testoreron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer Hyperplasia stroma Pembesaran prostat Resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat destrusor menjadi lebih tebal Dekompensasi Gejala obstruksi Hesistency Intermittency Terminal dibbling Pancaran miksi lemah Rasa belum puas sehabis kencing Retensi urine Gejala iritatif Bertambahnya frekuensi miksi Urgency Retensi urine tidak tuntas pada akhir miksis Kemacetan total Tidak mampu miksis Tekanan intra vesika me Inkontiestia Paradoks Resiko terjadi infeksi Pre operasi Retensi kronik Refluks vesikoureter Hirdroureter Hidronetrosis Gagal ginjal infeksi Miksi mengedan Hernia / haemoroid Post operasi Nyeri akut Gejala iritatif : Nocturia Dysuria Gangguan Istirahat tidur Pasien tidak tahu tentang penyakitnya Pasien kurang mengerti tentang tindakan operasi Kurang pengetahuan Perdarahan post operasi Cairan drain merah lebih dari 3 hari PK Hemoragik Adanya luka post operasi Nyeri luka post operasi Nyeri akut Nyeri pada penis Melakukan hubungan sex bila telah post operasi dari 6 8 minggu resiko terhadap disfungsi seksual Pasien terpasang three way Resiko infeksi Perubahan pola eliminasi BAK

Endapan (batu) iritasi sistitis hematuria Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

21Sumber: Sjamsuhidajat & Win de Jong, (2005) Doenges.M.E (1999), Barbara Engram (1999)

B. Tinjauan Kasus 1. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 Mei 2008 pukul 13.00 wita di Ruang C (Bedah) RSUD Sanjiwani Gianyar dengan teknik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan catatan medis. a. Pengumpulan Data 1) Identitas Nama Umur Jenis kelamin Status Pendidikan Agama Suku/bangsa Alamat No CM 2) Alasan Dirawat a) Keluhan Utama (1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit Pasien mengeluh sulit kencing dan kencing sedikit-sedikit (2) Keluhan utama saat pengkajian Pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi yang akan dilakukan karena sebelumnya pasien tidak pernah menjalani operasi. b) Riwayat Penyakit Pasien mengatakan sejak Juni 2007 sudah mengalamikesulitan dalam kencing, kencing sedikit-sedikit dan sulit memulai kencing. Pasien juga mengatakan nyeri pada oerut bagian bawah saat BAK, kemudian pasien berobat ke dokter swasta dan dianjurkan untuk menjalani pengobatan rutin, karena menggunakan kateter. Pasien mengatakan rajin memeriksakan dirinya ke dokter setiap 3 minggu sekali untuk mengganti kateternya dan diberikan antibiotik oleh dokter, pasien Pasien WL 58 tahun Laki-laki Kawin SMA Hindu Bali/Indonesia Br. Beng Gianyar 219517 Penanggung GA 47 tahun Laki-laki Kawin SMA Hindu Bali/Indonesia Br. Beng Gianyar

22

dikatakan menderita penyakit pada kelenjar. Selain minum obat dari dokter, pasien juga biasa minum jamu tradisional. Pada tanggal 7 Januari 2007 pasien mencoba menggunakan pengobatan alternatif. Pada saat menjalani penggobatan alternatif kateter pasien terlepas, sehingga pasien kembali menggalami kesulitan dalam BAK. Akhirnya pasien berobat ke RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 8 Desember 2007 dan oleh dokter di UGD didiagnosa BPH dan dianjurkan untuk menjalani operasi. Karena pasien merasa takut untuk menjalani operasi dan terbentur masalah biaya, akhirnya pasien memilih untuk menjalani rawat jalan. Pasien rajin kontrol dan mengganti kateter setiap 2 minggu sekali ke RSUD Sanjiwani Gianyar. Pada tanggal 30 April 2008 pukul 16.00 wita, menjalani rawat inap di ruang Arjuna. Di Ruang Arjuna dilakukan pemeriksaan laboratorium, foto thorak dan observasi keadaan umum, USG.Tanggal 2 MEI 2008 pukul 13.00 wita, pasien dipindahkan ke Ruang C (Bedah). Di Ruang C (Bedah) dilakukan persiapan operasi seperti persiapan informed consent dan pencukuran area operasi, kemudian tanggal 3 Mei 2008 pasien menjalani operasi. c) Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ginjal, hipertensi, kanker, DM, jantung. Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah menjalani operasi. d) Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada yang menderita penyakit ginjal,asma,jantung,kanker. e) Diagnosa medis BPH Grade II + Retensi Urine

23

f) Therapi tanggal 2 Mei 2008 IVFD RL 20 tetes/menits g) Terapi tanggal 2 mei 2008 IVFD RL 20 tetes/menit 3) Data Bio-psiko-sosial-spiritual a) Data Biologis (1) Bernafas Sebelum sakit dan saat pengkajian pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam menarik maupun dalam menghembuskan nafas. (2) Makan dan minum Makan : Sebelum dan sesudah sakit pasien mengatakan biasa makan 3 kali sehari dengan komposisi nasi, lauk dan sayuran yang disediakan, pasien juga kadang-kadang makan buah-buahan, saat pengkajian pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk dan sayuran (sesuai dengan menu yang disediakan di RS). Pasien makan habis 1 porsi. Minum : Sebelum sakit pasien mengatakan bias minum 56 gelas setiap hari (+ 1000-1200 cc/hari). Dan saat pengkajian pasien minum 4-6 gelas perhari (+ 800-1200 cc/hari) (3) Eliminasi BAB : Sebelum sakit dan saat pengkajian pasien mengatakan biasa BAB 1 x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, dan bau khas feses. BAK : Sebelum sakit pasien mengatakan biasa BAK 45 kali sehari dengan konsistensi encer, bau khas urine dan warna kuning jernih. Pada saat

24

pengkajian pasien terpasang kateter, volume + 100 cc aliran urine dalam kateter lancer, warna kuning jernih konsistensi encer, bau khas urine. (4) Gerak dan aktivitas Sebelum pasien pasien sakit mengatakan tidak mengalami kesulitan dalam gerak aktivitasnya sehari-hari. Saat pengkajian BAK. (5) Istirahat dan tidur Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan dalam istirahat dan tidur. Pasien biasa tidur 7-8 jam, pasien tidur malam pukul 22.00 wita. Pasien tidak terbiasa tidur siang. Saat pengkajian pasien mengatakan tidur 7-9 jam, pasien tidur pada malam hari pukul 21.00 wita dan bangun pukul 05.00 wita dan pasien kadangkadang tidur siang + 1 jam. (6) Kebersihan diri Sebelum sakit pasien mengatakan bias mandi 2x sehari, ganti pakaian 1x sehari, gosok gigi 2x sehari dan cuci rambut 2x seminggu. Saat pengkajian pasien hanya bias dilap dan pasien dalam keadaan bersih. (7) Pengaturan suhu tubuh Saat pengkajian pasien mengatakan tidak pernah mengalami peningkatan suhu tubuh. b) Data Psikologi (1) Rasa Nyaman Saat pengkajian pasien mengeluh nyeri saat kencing, pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk,skala pasien mengatakan mampu memenuhi kebutuhan sehari-harin7ya seperti mandi, makan, BAB, dan

25

nyeri 4 dari 10 skala nyeri yang diberikan. Pasien meringis, pasien merasa nyeri saat ditekan di daerah suprapubis (2) Rasa Aman Pasien mengatakan cemas dengan tindakan operasi yang akan dilakukan, pasien mengatakan gelisah karena ini operasi yang pertama, pasien tegang menghadapi operasi, pasien gelisah (3) Pengetahuan Pasien mengatakan belum tahu tentang penyakitnyadan kurang mengerti tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan c) Data Sosial Hubungan pasien dengan keluarga dan perawat baik, begitu pula dengan pasien lain d) Data spiritual Pasien beragama Hindu. Saat sakit pasien hanya dapat berdoa di tempat tidur. 4) Pemeriksaan Fisik a) Keadaan umum Kesadaran Postur tubuh Bangun tubuh Keadaan kulit b) Gejala cardinal Suhu Respirasi Nadi c) Ukuran-ukuran BB sebelum sakit : 65 kg : 36,4C : 20 x/menit : 70x/menit : Compos mentis : Tegak : Sedang : Turgor kulit kurang elastis, sianosis tidak ada, edema tidak ada

Tekanan darah : 120/70 mmhg

26

BB saat sakit Tinggi badan d) Keadaan fisik (1) Kepala (2) Mata

: 70 kg : 170 cm : Benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada, kulit kepala bersih, penyebaran rambut merata : Konjungtiva merah muda, pupil isokhor, gerakan bola mata terkoordinasi, nyeri tekan tidak ada

(3) Hidung (4) Telinga (5) Mulut

: Nyeri tekan tidak ada, secret tidak ada, pembesaran polip tidak ada : Nyeri tekan tidak ada, serumen tidak ada, pendengaran baik : Mukosa bibir kering, lidah bersih, stomatitis tidak ada, gigi bersih,pembesaran tonsil tidak ada

(6) Leher (7) Thorax

: Nyeri tekan tidak ada,tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar tiroid dan limfe : Retraksi otot dada tidak ada, dada simetris peristaltik usus 8x/menit, terdapat nyeri tekan di bawah suprapubis

(8) Abdomen : Asites tidak ada, distensi abdomen tidak ada,

(9) Ekstremitas Atas : pergerakan terkoordinasi, edema tidak ada, sianosis tidak ada, terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit Bawah : Pergerakan terkoordinasi, terdapat reflek patella, edema tidak ada, sianosis tidak ada Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah : 555 555 555 555

27

(10) Genetalia : Terpasang kateter, keadaan kulit disekitar orificium bersih, tidak terdapat lesi (11) Anus : Tidak diobservasi 5) Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan Hematologi : tanggal 2 Maret 2008 Kimia darah Gula darah - Puasa - 2 jam PP - Sewaktu Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek AST/SGOT ALT/SGPT Alkali fosfatase Protein Albumin Globulin Ureum Kreatinin Asam urat Kolestrol total Kolestrol HDL Kolestrol CDL Trigliserida Natrium Kalium Clorida Hasil 78 0,32 0,10 0,22 10 11 157 30 1,5 143 3,8 110 Normal 50-100 mg/dl 85-125 mg/dl < 150 mg/dl 0,2-1 mg/hg 0,05-0,3 mg/dl 0-0,75 mg/dl L= 14 37 u/L P= 11- 31 u/L L= 6-40 u/L P= 5-31 u/L Anak = 110-360 u/L Dws = 35-110 u/L 6-8-88 gr/dl 3-8-4,4mg/dl 3-4,4 mg/dl 10-40 mg% L = 0,6-1,1 mg/dl P = 0,5-0,9 mg/dl L = 3,4-7 mg/dl P = 2,4-5,7 mg/dl 100-220 mg/dl 46-65 mg/dl < 150 mg/dl < 150 mg/dl 135-155 mg/dl 3,6-5,5 mmol/L 95-108 mmol/L

b) Pemeriksaan Faal Hemostasis 4 Maret 2008 Jenis pemeriksaan Masa perdarahan Masa pembekuan Hasil 3 menit 7 menit Nilai normal 1-6 menit 10-15 menit

28

APPT PT

33,8 detik 16,5detik

27,0-39,0 dtk 13,5-18-5 dtk

c) Pemeriksaan laboratorium tanggal 30 April 2008 WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT Ly Mo Gr Eo RDW PCT MPV PPW Hasil 6,6 4,20 12,3 36,1 86,0 29,3 34,1 228 % 46,0 6,7 47,3 13,2 0,88 3,7 L 18,1 H Satuan 103 /uL 106 /uL 5 /dl % FL P5 5 /dl 103 /uL 3,0 0,4 3,2 < 0,7 % % FL % Nilai Normal 4,0-4,9 3,80-5,30 12,0-18,0 34,0-48,0 80,0-106 27,0-32,0 32,0-36,0 120-130 % 11,0-49,0 0,0-9,0 42,0-85,0 11,5-14,5 0,08-1,00 6,0-8,0 10,0-15,0

d) Pemeriksaan BOF tanggal 27 Desember 2007 Sebaran dan kaliber udara lumen usus normal Kontur ginjal tidak tervisualisasi Garis psoas kiri normal, kanan tidak tervisualisasi Marginal spur formation pada korpus verleb Pada daerah sepanjang proy, Ar Urinarius tidak tampak batu e) Pemeriksaan thorax tanggal 27 Desember 2007 Kesan : Paru / jantung normal f) USG tanggal 1 Mei 2008 Ginjal Ukuran dan bentuk normal tepi rata, batas danperbandingan korteks medulla spinalis, system pelviokalises tak melebar, batu (-) ekhostruktur parenkim normal Buli Ukuran, bentuk normal, dinding tak melebar, batu (-)

29

Prostat Ukuran 47X44X3 cm, ekhostruktur normal, tepi rata, klasifikasi (-) Kesan : sesuai BPH, ginjal dan buli tidak tampak kelainan Diagnosa : BPH grade II + retensi urine Pemeriksaan g) Pemeriksaan EKG tanggal 2 Mei 2008 Kesimpulan : Sinus bradycardi 59 X/menit Axis normal 6) Data Tambahan a) Intra Operasi Operasi dilakukan tanggal 3 Mei 2008 pukul 09.00 wita. Kemudian dilaksanakan anastesi pukul 09.05 wita dengan regional anastesi menggunakan tehnik Block Spinal Anastesi (BSA). Obat anastesi yang digunakan adalah marcain 0,5% 4cc, fentanyl 10mg. setelah dilakukan anastesi posisikan pasien terlentang kemudian desinfeksi lapangan operasi dengan betadine, dilanjutkan NaCl steril. Incisi linier mideal sepanjang + 10 cm, kemudian buli-buli dibersihkan, perdarahan di dep dan dilakukanopen prostatektomi. Perdarahan yang muncul dirawat, dipasang threeway kateter, dilakukan spoel, klem kateter. Setelah itu uretra post prostatektomi dijahit. Balon kateter diisi air steril 40 cc. kemudian traksi sampai lutut dekstra, keluar cairan jernih langsung difixasi. Luka operasi ditutup lapis demi lapis. Operasi selesai pukul 11.30 wita. Setelah opersi pasien diobservasi di Recovery Room. TD : 100/50 mmHg, N :58x/menit, R : 20x/menit, S : 36,2C. karena keadaan pasien masih lemah, pasien dibawa keruang ICU untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Hari ke-0 pasien dipuasakan. Setelah 6 jam dianjurkan untuk miring kiri dan miring kanan.

30

Obat premedikasi : Milos 1 mg Diagnosa medis (tanggal 3 Mei 2008) : Post Prostatektomi. b) Post Operasi Pasien diterima di ruang ICU pukul 11.45 wita dalam keadaan sabar. Pengkajian dilakukan tanggal 3 Mei 2008 pukul 17.00 wita dengan terdapat luka post operasi diperut bagian bawah sepanjang + 10 cm. Terdapat luka penusukan drain, gaas penutup luka bersih,. Terpasang threeway, ada distensi kandung kemih, pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu, pasien mengatakan badannya lemah, pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien dibantu dalam memenuhi ADLnya oleh keluarga. Pasien juga mengatakn nyeri pada luka post operasi dan alat kelamin bila irigasi tidak lancar, pasien menahan rasa sakit, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan. Diagnosa post operasi : Prostatektomi Therapi : - Transamin 3 x 1 ampul IV perset - Klanexi 3 x 1 ampul IV perset - Vit K 3 x 1 ampul IV perset - Cetorolak 3x 1 ampul IV perset IVFD RL 30 tetes /menit D 5% + pethidin + scelto 100 mg ; 60 mg 20 tetes /menit Hasil pemeriksaan lab tanggal 3 Mei 2008 : Hasil WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC 15,91 3.58 10,4 30,9 86,1 29,1 33,7 Satuan 0,/uL 10/uL /dl % FL /dl 10/uL Nilai normal 4,0-9,0 3,80-5,30 12,0-18,0 34,0-48,0 80,0-106 27,0-32,0 32,0-36,0

31

PLT Ly Mo Gr Eo

21,9 (%) 20,5 32 76,3 (10/uL) 3,3 0,5 3,2 < 0,7

120-380 (%) 11,0-49,0 0,0-9,0 42,0-85,0 -

b. Analisa Data TABEL 1 ANALISA DATA PASIEN WL DENGAN BPH GRADE II + RETENSI URINE POST PROSTATEKTOMI HARI KE 0 DI RUANG C (BEDAH) RSUD SANJIWANI GIANYAR TANGGAL 8 S/D 11 MEI 2007 No 1 1 Data Subyektif 2 Pre Operasi - Pasien mengeluh nyeri saat kencing - Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk Data Obyektif 3 - Terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubis - Pasien meringis - Skala nyeri 4 dari 10 skala nteri yang diberikan - Pasien tegang, pasien gelisah - Terpasang kateter - WBC 6,6 Kesimpulan 4 - Nyeri akut

2 3

- Pasien mengatakan belum tahu tentang penyakitnya - Pasien mengatakan kurang mengerti tentang tindakan operasi dan pengobatan

- Kurang pengetahuan - Resiko terjadinya infeksi

32

2 setelah operasi Post Operasi - Pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu - Pasien mengatakan badannya masih lemah

3 10../uL

- Pasien lemah - Pasien tampak berbaring di tempat tidur - Pasien dibantu dalam memenuhi ADL oleh keluarga - Terpasang kateter dan cairan irigasi - N= 56x/menit - Terdapat luka post operasi di perut bagian bawah dengan panjang + 10 cm, terdapat luka tusukan drain, - WBC : 15,9 10.../uL - Gaas penutup luka masih bersih - Distensi kandung kemih - Terpasang Three Way

- Intoleransi aktivitas

- Resiko terjadinya infeksi

- Paien mengatakan tidak terasa saat kencing

- Perubahan pola eliminasi urine

- Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi - Pasien mengatakan nyeri pada alat kelamin bila irigasi tidak lancar

- Pasien menahan - Nyeri akut rasa sakit - Skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan

33

c. Rumusan Masalah 1) Pre Operasi a) Nyeri akut b) Kurang pengetahuan c) Resiko terjadinya infeksi 2) Post Operasi a) Perubahan pola eliminasi urine b) Intoleransi aktivitas c) Resiko terjadinya infeksi d) Nyeri akut d. Analisa Masalah 1) Pre Operasi a) P : Nyeri akut E : Inflamasi dan spasme otot sekunder akibat BPH S : Pasien mengeluh nyeri saat kencing, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubis, skala nyeri 4 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien meringis. Proses terjadi : Karena ketidakseimbangan hormonal maka akan timbul pembesaran prostat dengan adanya pembesaran prostat akan sumbatan aliran kencing dan ini akan mendesak jaringan prostat keperifer, kemudian saraf-saraf yang ada pada perifer dibawa kespinal cord kemudian ke hipotalamus dan diinterprestasikan sebagai rasa nyeri. Akibat bila tidak ditanggulangi :

34

Dapat mengganggu istirahat tidur dan gerak aktivitas sehingga ADL pasien menjadi ketergantungan. b) P : Kurang pengetahuan E : Kurangnya informasi S : Pasien mengatakan belum tahu tentang penyakitnya. Pasien mengatakan kurang mengerti tentang tindakan operasi dan pengobatan setelah operasi, pasien, tegang, pasien gelisah. Proses terjadinya : Karena kurangnya informasi mengenai tindakan pembedahan dan persiapan operasi yang akan dilakukan serta pengobatannya menyebabkan pengetahuan pasien tentang hal tersebut kurang dan itu juga dapat menahan kekhawatiran pasien dalam menghadapi operasi Akibat bila tidak ditanggualangi : Pasien semakin cemas dan tidak kooperatif sehingga akan memperlambat proses penyembuhan. c) P : Terjadi terjadi infeksi Faktor resiko terpasang kateter, WBC 6,6 10u/L Proses terjadi : Karena masuknya benda asing kedalam tubuh, dapat menjadi vektor secara tidak langsung masuknya kuman kedalam tubuh. Jika pada saat pemasangan tidak dijaga kesterilan dan kebersihannya sehingga kuman terus berkembang, maka infeksi pada organ yang terpasang alat akan terjadi. Akibat bila tidak ditanggulangi : Dapat menyebabkan infeksi dan lama-kelamaan jika tidak ditangani bisa menjadi resiko sepsis. 2) Post Operasi

35

a) P : Perubahan pola eliminasi urine E : Efek-efek pembedahan spinkter kandung kemih sekunder pasca prostatektomi S : Pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu. Pasien mengatakan badannya masih lemh Proses terjadinya : Adanya prosedur pembedahan dan pemasangan kateter yang akan mempengaruhi pengontrolan proses miksi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada pola miksi. Akibat bila tidak ditanggulangi : Pasien menjadi ketergantungan dan proses miksi tidak normal b) P : Intoleransi aktivitas E : Kelemahan umum sekunder terhadap pembedahan S : Pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu, pasien mengatakan badannya lemas, pasien berbaring di tempat tidur, pasien dibantu memenuhi ADLnya oleh keluarga Proses terjadinya : Pembedahan pada BPH dilakukan Block Spinal Anastesi (BSA) yang berakibat penurunan fungsi ekstremitas bagian bawah. Penurunan fungsi dan kelemahan ini mempengaruhi gerak aktivitas pasien sehingga untuk sementara mobilisasihal pasien. Akibat bila tidak ditanggulangi : Akan mengakibatkan ketergantungan dalamperawatan diri dan menghambat proses penyembuhan c) P : Resiko terjadinya infeksi waktu pasien berada dalm kondisi aktivitas inimempengaruhi perubahan

36

Faktor resiko : terdapat luka post operasi di perut bagian bawah dengan panjang + 10 cm, terdapat luka penusukan drain, WBC 15,9 10u/L, gaas penutup luka masih bersih. e. Diagnosa Keperawatan 1) Pre Operasi a) Nyeri akut berhubungan dengan Inflamasi dan spasme otot sekunder akibat BPH di tandai dengan pasien mengeluh nyeri saat kencing, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubis, skala nyeri 4 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien meringis. b) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan pasien mengatakan belum tahu tentang tindakan operasi dan pengobatan setelah operasi, pasien tegang, pasien gelisah c) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan factor resiko terpasang kateter WBC 6,6 10u/L. 2) Post Operasi a) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan Efek-efek pembedahan spinkter kandung kemih sekunder pasca prostatektomi ditandai dengan pasien mengatakan tidak terasa saat kencing, distensi kandung kemih, terpasang three way kateter. b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum sekunder terhadap pembedahan ditandai dengan pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu, pasien mengatakan badannya lemas, pasien berbaring di tempat tidur, pasien dibantu memenuhi ADLnya oleh keluarga, terpasang kateter dan cairan irigasi, nadi : 58x/menit. c) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan Faktor resiko terdapat luka post operasi di perut bagian bawah dengan

37

panjang + 10 cm, terdapat luka penusukan drain, WBC 15,9 10u/L, gaas penutup luka masih bersih. d) Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder prostatektomi ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi, pasien mengatakan nyeri pada alat kelamin bila irigasi tidak lancar, pasien tampak menhan rasa sakit skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan. 2. Perencanaan a. Prioritas Masalah Keperawatan Berdasarkan keluhan pasien dan berat ringannya masalah : 1) b) Nyeri akut c) Resiko terjadinya infeksi 2) a) Nyeri akut b) Perubahan pola eliminasi urine c) Intoleransi aktivitas d) Resiko terjadinya infeksi Post Operasi Pre Operasi a) Kurang pengetahuan

38

b. Rencana Keperawatan Table 2 RENCANA PERAWATAN PADA PASIEN WL DENGAN BPH GRADE II + RETENSI URINE POST PROSTATEKTOMI HARI KE - 0 DI RUANG C (BEDAH) RSUD SANJIWANI GIANYAR TANGGAL 2 S/D 5 MEI 2007 No 1 1 Hari/tgl/ jam 2 Pre Op Selasa 08/5/07 12.00 wita Diagnosa keperawatan 3 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan pasien mengatakan belum tahu tentang penyakitnya. Pasien mengatakan kurang mengerti tentang. tindakan operasi dan pengobatan setelah operasi, pasien tegang, pasien gelisah Rencana Tujuan 4 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 30 menit diharapkan pengetahuan pasien bertambah dengan kriteria hasil: 1. Pasien dapat mengetahui tindakan dan persiapan pre operasi 2. Pasien tenang 3. Pasien mau berpatisipasi dalam pengobatan Rencana Tindakan 5 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 2. Berikan penjelasan tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan 3. Berikan penjelasan tcntang hal-hal apa yang harus dilakukan sebelum operasi 4. Evaluasi kembali pemahaman pasien tentang penjelasan yang diberikan 5. Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya 6. Kaji tingkat kecemasan Rasional 6 1. Untuk mengetahui berapa banyak pengetahuan pasien tentang pembedahan dan persiapan 2. Pasien menjadi mengerti dan tahu tentang tindakan pembedahan yang akan dilakukan sebelum operasi 3. Pasien dapat mengetahui persiapan apa saja yang dapat dilakukan sebelum operasi 4. Mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien tentang tindakan pembedahan 5. Memungkinkan pasien untuk mcnerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi

39

1 2

2 Selasa 08/5/07 12.30 wita

3 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot sekunder akibat BPH ditandai dengan pasien mengeluh nyeri saat kencing, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubik, skala nyeri 4 dari 10 skala nyeri yang diberikan. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan factor resiko terpasang kateter WBC 6,6 103 u/L

4 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan rasa nyeri bisa berkurang pasien bertambah dengan kriteria hasil : 1. Pasien tidak meringis tagi 2. Pasien mengatakan nyerinya berkurang saat kencing 3. Skala nyeri 2 dari 10 skala nyeri yang diberikan 4. N ; 60-100 x/mnt Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan rasa nyeri bisa berkurang dengan kriteria hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak terjadi seperti rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsi

5 1. Observasi vial sign tiap 8 jam 2. Kaji skala nyeri pasien, lokasi dan intensitasnya (PQRST) 3. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam 4. Ajarkan tehnik distraksi (mengajak ngobrol) 5. Kolaborasi pemberian analgesik

6 6. Untuk mengetahui kesiapan pasien dalam menjalani operasi 1. Dengan mengobservasi vital sign dapat diketahui tingkat nyeri pasien 2. Dapat membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi 3. Tehnik relaksasi nafas dalam akan merilekskan otot-otot dada 4. Dapat mengalih perhatian pasien sehingga tidak terfokus pada nyeri 5. Dapat mengurangi nyeri

Selasa 08/5/07 12.30 wita

1. Observasi keadaan umum pasien dan tanda vital tiap 8 jam terutama suhu 2. Rawat kateter tiap hari 3. Observasi tanda-tanda infeksi seperti: rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsi laesa 4. Anjurkan pada pasien

1. Mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan 2. Dengan merawat kateter dapat mencegah penyebaran kuman dan infeksi 3. Tanda infeksi yang diketahui dini memungkinkan pemberian tindakan pengobatan lebih cepat

40

4 laesa 2. Suhu ; 36-370C 3. WBC dalam batas normal 4. Warna urine kuning jernih

5 menjaga kcbersihan kulit disekitar kemaluan 5. Pantau hasillaboratorium (WBC)

6 4. Dapat mengurangi penyebaran kuman-kuman ke genetalia 5. Salah satu indikator terjadinya infeksi adalah meningkatkan hasil laboratodum (WBC) 1. Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih / pasase urine disekitar kateter menujukkan spasme kandung kemih 2. Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem menurunkan resiko distensi / kandung kemih 3. Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping 4. Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama dengan prosedur tertentu 5. Mengurangi nyeri

Post Op Rabu 09/5/07 16.00 wita

Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada prostatektomi ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi, pasien mengatakan nyeri pada alat kelamin bila irigasi tidak lancar, pasien menahan rasa sakit, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan

Setelah diberikan asuhan 1. keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan rasa nyeri berkurang / hilang dengan 2. kriteria hasil : 1. Nyeri terkontrol /hilang 2. Pasien rileks 3. 3. Skala nyeri 2 dari 10 sktda nyeri yang diberikan

Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intesitas berdasarkan PQRST Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan, terapeutik perubahan posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan relaksasi (nafas dalam) 4. Berikan pasien informasi yang adekuat tentang kateter, drainase, dan spasme kandung kemih. 5. Delegatif dalam pemberian Cetorol 3x 1 ampul iv/set

41

1 5

2 Rabu 09/5/07 16.00 wita

3 Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek pembedahan spinkter kandung kemih terhadap pasca prostatektomi ditandai dengan pasien mengatakan tidak terasa saat kencing, distensi kandung kemih, terpasang three way Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder terhadap pembedahan ditandai dengan pasien mengatakan aktivitasnya masih dibantu, pasien mengatakan badannya lemas, pasien berbaring ditempat

Rabu 09/5/07 16.00 wita

4 Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan urine yang ditampung jernih dengan kriteria hasil : 1. Keadaan cairan irigasi tidak tersubat 2. Pasien berkemih dalam jumlah yang normal tanpa retensi 3. Balance cairan CM = CK 4. Pola miksi secara bertahap kembali normal Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan ADL pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : 1. Pasien dapat melakukan mobilisasi secara bertahap (miring kanan, miring kiri) 2. Pasien dapnt memenuhi ADLnya

5 1. Observasi saluran urine sistem kateter / drainase khususnya selama irigasi kandung kemih 2. Evaluasi warna konsistensi urine 3. Pertahankan irigasi kandung kernih kontinu sesuai indikasi 4. Menghitung CMCK 5. Delegatif dalam tindakan mengendorkan traksi (hari 1) 1. Pantau TTV pasien 2. Anjurkan mobilisasi secara bertahap (miring kanan, miring kiri) 3. Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan dalam mobilisasi dan pemenuhan ADL pasien 4. Diskusikan dan observasi tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan

6 1. Retensi dapat tcrjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih 2. Mengindikasikan perdarahan dan memerlukan terapi cepat 3. Memperlancar irigasi pada selang sehingga tidak ada bekuan darah 4. Mengetahui cairan yang masuk dan keluar untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan dalam tubuh 5. Mempetahankan patensi kateter/ aliran urine

1. Pada pasien post operasi dengan anastesi BSA biasanya mengalami penurunan dalam TD dan nadi 2. Mencegah kekakuan otot 3. Meningkatkan partisipasi keluarga / orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien 4. Diharapkan, pasien memahami keadaannya sekarang untuk sementara dan dapat pulih kembali setelah 6-8 jam post operasi

42

3 tidur, pasien dibantu memenuhi ADLnya oleh keluarga

4 3. Pasien tidak lemah 4. Menunjukkan peningkatan kemampuan dan aktivitas Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil : 1. TTV dalam kendaan normal, S ; 36-37 c N ; 60-100 x/mnt R ; 18-20 x/mnt TD; 110/70 - 130/80 mmHg 2. Luka kering 3. Tidak ada tanda-tanda infeksi

5 untuk klien

Rabu 09/5/07 16.00 wita

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan faktor resiko terdapat luka opst operasi diperut bagian bawah dengan panjang 10 cm, terdapat luka penusukan drain, WBC 15,9 103 /L, gaas penutup luka bersih

1. Awasi tanda-tanda vital terutama suhu 2. Ganti balutan dengun sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu 3. Observasi drainase dari luka sekitar kateter suprapubik 4. Delegatif dalam pemberian Clanexi 3x 1 ampul iv perset

1. Dapat mengetahui awal perkembangan infeksi 2. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi 3. Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi yang diindikasikan dan eritema 4. Sebagai pencegahan infeksi

43

Anda mungkin juga menyukai