Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE

NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MENGGUNAKAN MODEL BIASA

OLEH : NAMA NIM : HILMAN FADILAH : 09510515

JURUSAN : Pendidikan Matematika

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2010

PROPOSAL PENELITIAN A. Judul Perbandingan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan model pembelajaran cooperative learning type numbered heads together dengan menggunakan model biasa B. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan senantiasa berkenaan dengan manusia, dalam pengertian sebagai upaya sadar untuk membina dan mengembangkan kemampuan dasar manusia seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitasnya. Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah pada dasarnya adalah kegiatan belajar mengajar, yang bertujuan agar siswa memiliki hasil yang terbaik sesuai kemampuannya. Salah satu tolak ukur yang menggambarkan tinggi rendahnya keberhasilan siswa dalam belajar adalah hasil belajar. Hasil belajar dapat di lihat dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotor. Di samping itu, guru berperan sebagai faktor penentu keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini di tegaskan dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatakan bahwa kunci utama dalam memajukan pendidikan adalah guru, karena guru secara langsung mempengaruhi, membimbing dan mengembangkan kemampuan peserta didik (siswa) agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi. Salah satu disiplinn ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika. Matematika perlu dipahami dan dikuasai semua lapisan masyarakat terutama siswa disekolah. Russefendi (Yusuf, 2003:1) mengemukakan, Matematika penting sebagai pembentuk sikap, oleh karena itu salah satu tugas guru adalah mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik. Jhon Dewey (Ibrahim, Muchidin, Djajuri, Wahyudin, Fathoni, Hernawan, Sukirman, Sanjaya, Susilana, Sulityo, Darmawan, Rusman, 2002:76) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa oleh dirinya sendiri, maka inisiatif belajar harus muncul dari dirinya. Disini tugas guru menyediakan bahan pelajaran tetapi yang mengolah dan mencerna adalah para siswa sesuai dengan bakat, kemampuan dan latar belakang masingmasing. Sesuai yang di kemukakan oleh Sardiman (1986:98), belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika di jenjang SMP adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006:346). Berdasarkan tujuan tersebut tampak bahwa arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Kemampuan ini sangat berguna bagi siswa pada saat mendalami matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, bukan saja bagi mereka yang mendalami matematika, tetapi juga yang akan menerapkannya baik dalam bidang lain (Ruseffendi, dalam Nurardiyati, 2006:2). Namun kenyataan di lapangan, proses kegiatan belajar mengajar di kelas, pembelajaran mata pelajaran eksak tertutama Matematika responnya kurang baik. Seperti yang di kemukakan Ruseffendi (Yusuf, 2003:2), Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak di senangi kalau bukan pelajaran yang di benci. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sardiman (1986:85) hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi dan motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat di tercapai. Begitu juga dalam belajar matematika menurut Hudojo (1988:100), apabila seorang peserta didik mempunyai motivasi belajar matematika, ia akan belajar dengan sungguh-sungguh sehingga ia mempunyai pengertian yang lebih dalam. Ia dengan mudah dapat mencapai tujuan. Ini menunjukan keberhasilan itu dapat meningkatkan motivasi belajar matematika. Sebaliknya, suatu kegagalan dapat menghasilkan harga diri turun, yang berarti motivasinya turun. Bila pemahaman terhadap materi-materi matematika yang dipelajari dapat tercapai. Maka akan timbul motivasi bersama dengan proses untuk mencapai keberhasilan belajar matematika. Dengan kata lain, keberhasilan belajar matematika tidak hanya karena dapat memahami konsep dan teorema serta kemudian dapat mengaplikasikannya, melainkan juga karena kehendak, sikap dan macam-macam motivasi yang lain. Selain itu keberhasilan belajar dapat dipengaruhi oleh guru sendiri, dimana guru masih menerapkan system yang menuntut guru sendiri yang aktif dibandingkan dengan siswa. Sebagaimana yang diungkapkan pleh John Locke dan Herbert (Sardiman, 1986:1997), dalam proses belajar mengajar guru akan senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa selalu pasif, sedangkan guru aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dari hasil kegiatan penulis model pembelajaran kooperatif memiliki peluang untuk mengatasi hal tersebut. Menurut Robert Slarin (Munjiali, 2004:6), Pembelajaran Kooperatif yaitu semua metode pembelajaran yang melibatkan para siswa pembelajar untuk bekerja sama dalam belajar, dimana semua anggota kelompok bertanggung jawab bagi diri pembelajar sendiri. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif menurut Looning (Suhena, 2001:6) pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa kelebihan di antaranya : a. Reaksi siswa terhadap belajar yang terbuka cukup baik

b.

Pertisipasi aktif siswa lebih mudah dikembangkan

c. Langkah-langkah yang ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar sangat sistematis dan lebih mudah ditetapkan Ada beberapa pembelajaran kooperatid, salah satunya pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together. Pembelajaran ini di kembangkan oleh Spenser Kagen (1993). Dengan melibatkan siswa dalam suatu pelajaran dengan mengecek pemahaman mereka terhadap isi dari pelajaran itu. Menurut Ibrahim (2002) ada empat tahap dalam pelaksanaan Numbered Head Together yaitu : penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama dan menjawab. C. Rumusan dan Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dan dibatasi sebagai berikut : Apakah hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model mengajar Cooperatif Learning Tipe Numbered Head Together lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran biasa di kelas VII dengan standar kompetensi Menggunakan konsep himpunan dan diagram Venn dalam pemecahan masalah ? D. Tujuan Penelitian Peneilitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning Tipe Numbered Head Together lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran biasa. E. Pentingnya Masalah Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bermanfaat bagi : 1. a. Bagi siswa Sebagai acuan dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.

b. Sebagai acuan dalam mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. c. Sebagai acuan dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika karena materi dikaitkan dengan konteks keseharian siswa dan lingkungan dunia nyata siswa. 2. Bagi guru

a. Meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan suatu model pembelajaran, serta dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran

b. Sebagai masukan pertimbangan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dengan pembelajaarn kooperatif tipe NHT. c. Dapat lebih menciptakan suasana kelas yang menghargai (menghormati) nilai-nilai ilmiah dan termotivasi untuk terbiasa mengadakan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran serta meningkatkan kemampuan guru itu sendiri. 3. Bagi sekolah

Dengan adanya strategi pembelajaran yang baik maka mampu mewujudkan siswa yang cerdas dan berprestasi. 4. Bagi peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan untuk menjadi seorang pendidik kelak dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. F. Definisi Operasional 1. Model Cooperaative Learning Tipe Numbered Head Together

Model Numbered Head Together (NHT) adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktu-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. 2. Model Pembelajaran Biasa

Model pembelajaran biasa adalah pengajaran yang pada umumnya biasa dilakukan seharihari. Guru lebih aktif dari siswa, sedangkan siswa hanya menerima materi tanpa adanya timbal balik antara guru dan siswa dalam belajar. Cara menyampaikan materi dengan ceramah, Tanya jawab, dan demonstrasi. G. Studi Literatur 1. Perbandingan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah Perbandingan berasal dari kata Banding yang artinya tara, sama, tolok. Membandingkan artinya menilik apa persamaan/perbedaan antara dua barang, dua hal,, dll. Sedangkan perbandingan berarti upaya membandingkan dua hal untuk diketahui kelebihan ataupun kekurangannya. 2. a. Pengertian Hasil Belajar Matematika Belajar

Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar disekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Pengertian belajar sudah banyak di kemukakan oleh para ahli psikologi pendidikan. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Koffka dan Kohler dari Jerman bahwa belajar adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan problem yang di hadapi. (Slameto, 2003:9) Selain itu menurut R.Gagne bahwa belajar adalah proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku dan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari instruksi. (Slameto, 2003:9) Senada dengan itu menurut Thorndike bahwa belajar adalah pembentukan hubungan atau koneksi antar stimulus dan respon dalam penyelesaian masalah (problem solving) yang dilakukan dengan cara coba-coba (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2006:127) Dikemukakan juga oleh Nana Sudjana bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku . perubahan yang disadari dan timbul akibat praktek, pengalaman, latihan bukan secara keseluruhan ( Nana Sudjana, 1989:5) Sementara itu, Drs.Widodo dan Dra.Endang Poerwanti mendefinisikan pengertian belajar yaitu suatu proses yang terjadi pada seseorang yang dapat menimbulkan perubahanperubahan itu misalnya tidak tahu tentang sesuatu perbuatan tertentu menjadi bisa melakukan. Dapat pula perbuatan itu di karenakan adanya unsur yang berupa latihan-latihan. Bila perubahan terjadi pada individu tersebut merupakan usaha atau latihan maka perubahan itu bukan merupakan hasil belajar.(Siti Hasnah.H, 2003:8) Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses penerimaan informasi untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku yang timbul akibat praktek, pengalaman dan latihan. Proses ini membutuhkan kesiapan yang matang dan merupakan salah satu bentuk cara untuk mempelajari matematika. b. Matematika

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang bersifat deduktif aksiomatik yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hirearkis. Matematika juga merupakan bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan yang memudahkan manusia berfikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Pengertian matematika dikemukakan oleh banyak ahli dalam bukunya H.Erman Suherman, dkk antara lain : James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dalam jumlah yang banyak yang terbagi kedalam 3 bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.

Selain itu , Johnson dan Rising ( 1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat. Representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Kline (1973) dalam bukunya mengatakan pula bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan soaial, ekonomi dan alam. Hal senada dikemukakan Soleh dalam (Siti Hasanah.H, 2003:9) yang mengemukakan pengertian matematika sebagai berikut : 1. Matematika sebagai cara komunikasi. Matematika memilih lambang-lambang, nama-nama, istilah-istilah yang dapat dijadikan sumber bahasa. Kita dapat menerjemahkan suatu ungkapan dalam bahasa Indonesia menjadi ungkapan dalam bahasa matematika. 2. Matematika sebagai cara berfikir nalar memungkinkan siswa selalu berfikir kritis terhadapa suatu kenyataan. 3. Matematika sebagai alat pemecah masalah karena matematika memiliki metode pembahasan baik dengan gambar maupun dengan lambang, diagram atau grafik, maka masalah dalam kehidupan sehari-hari atau masalah keilmuan dapat diterjemahkan kedalam bahasa matematika selanjutnya karena matematika dapat diolah untuk mencapai pemecahan dari suatu masalah. Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai pola berpikir untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan baik itu masalah sosial, ekonomi dan alam. 1. Matematika sekolah

Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan seperti di SD, SMP, SMA disebut matematika sekolah. Dalam buku materi pelatihan terintegrasi, ( 2005 : 21 ) dijelaskan bahwa matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian dari matematika yang dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan nilai-nilai, memecahkan masalah, dan melakukan tugas-tugas tertenntu yang berorientasi pada perkembangan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Matematika yang diajarkan di sekolah mencakup 4 aspek penyajian yaitu : a. Penyajian Matematika

Penyajian matematika di sekolah disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual siswa. Matematika yang disajikan dikaitkan dengan realitas yang ada disekitar siswa, sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajarinya. Dalam mengkaitkan antara konsep dan realitas yang ada disekitar dibutuhkan perantara benda konkret sebagai wakil dari representasi. b. Pola pikir matematika

Pola pikir yang digunakan pada metamatika sekolah pada umumnya adalah pola pikir induktif. Pola pikir induktif yang digunakan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa. c. Keterbatasan semesta

Konsep yang diajarkan disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Semakin meningkat usia siswa, maka semakin meningkat juga tahap perkembangannya, maka semesta pembicaraan lebih diperluas lagi. d. Tingkat keabstrakan

Objek matematika sekolah bersifat abstrak. Tingkat keabstrakan ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.Pada jenjang sekolah dasar sifat konkret objek matematika diusahakan lebih banyak dari pada jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolahnya, semakin banyak sifat abstraknya. Sehingga pembelajaran tetap diarahkan pada pencapaian kemampuan berpikir abstrak para siswa. c. Hasil belajar

Pengertian hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apa yang terjadi dari kegiatan belajar baik di kelas, disekolah maupun diluar sekolah. Untuk dapat mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan berhasil atau tidak dapat ditinjau dari proses pembelajaran itu sendiri dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil jika terjadi perubahan pada diri siswa yang terjadi akibat belajar. Hasil belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru. Hasil belajar didefinisikan oleh ahli-ahli psikologi pendidikan diantaranya : A.J.Romiszowski mengemukakan bahwa hasi belajar adalah keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan(input). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performence).(Dr. Mulyono Abdurrahman, 2003:38) John.M.keller mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak. Sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar.(Dr.Mulyono Abdurrahman, 2003:39) Sedangkan menurut R.Gagne hasil belajar dikategorikan kedalam 5 kategori, yaitu informasi verbal, kemahiran intelektual(diskriminasi, konsep, kaidah, prinsip), pengaturan kegiatan kognitif, sikap, ketrampilan motorik. Dimana: a. Informasi verbal adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang yang dapat diungkapkan melalui bahasa lisan maupun tertulis kepada orang lain. b. Kemahiran intelektual yaitu kemampuan seseorang berhubungan dengan lingkungannya dan dirinya sendiri.

1. Diskriminasi jamak adalah kemampuan seseorang dalam membedakan antara objek yang satu dengan objek yang lain. 2. Konsep yaitu satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. 3. Kaidah adalah dua konsep atau lebih jika dihubungkan satu sama lainnya maka terbentuklah suatu ketentuan yang mewakili suatu keteraturan 4. Prinsip adalah terjadinya kombinasi dari beberapa kaidah sehingga terbentuklah suatu kaidah yang lebih tinggi dan kompleks. c. Pengaturan kegiatan kognitif yaitu kemampuan yang dapat manyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. d. Sikap yaitu sikap tertentu seseorang terhadap suatu objek.

e. Keterampilan motorik yaitu seseorang yang mampu melakukan suatu rangkaian gerakgerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengarahkan koordinasi anatara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2006:17) Menurut kamus besar Bahasa Indonesia : Hasil Belajar adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan di sekolah atau Perguruan Tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan aktivitas mental untuk memahami arti dari struktur-struktur, hubungan-hubungan, Simbol-simbol yang ada dalam materi pelajaran matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku pada siswa. 3. Model Cooperaative Learning Tipe Numbered Head Together

Pembelajaran kooperatif sebagai sebuah pola atau rancangan yang disebut strategi pembelajaran, maka model pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaannya dikelas memiliki manfaat sebagaimana dijelaskan oleh Ibrahim at all. (2000:18-19), yakni: a. b. c. d. e. f. g. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, Rasa harga diri menjadi lebih tinggi, Angka putus sekolah menjuadi rendah, Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, Memperbaiki kehadiran, Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, Konflik antar pribadi berkurang,

h. i. j. k. l.

Sikap apatis berkurang, Pemahaman yang lebih mendalam, Motivasi lebih besar, Hasil belajar lebih tinggi, dan Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

Ada beberapa macam pembelajaran kooperatif, salah satunya pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together. Number Head Together (NHT) adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompokkelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008). Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Menurut Ibrahim (2002) ada empat dalam pelaksanaan NHT yaitu : a. Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. b. Pengajuan Pertanyaan Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula. c. Berpikir Bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

d.

Pemberian Jawaban

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut. Sebagaimana dijelaskan oleh Hill (1993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT memiliki kelebihan diantaranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan. Menurut Meilan Selly Putriana S.T (2009) NHT mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan NHT adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) Menyebabkan siswa aktif dalam menjawab pertanyaan, Melatih siswa berani dalam menyampaikan pendapat dan berani bicara di depan kelas, Memotivasi dalam belajar, Melatih siswa untuk bekerjasama dan menghargai pendapat teman dalam kelompok.

Sedangkan kelemahan NHT adalah 1) 2) 4. Pengkondisian kelas kurang Waktu pembelajaran yang diperlukan menjadi lebih panjang Pembelajaran Model Biasa

Menurut Ruseffendi (1991:350), pengajaran biasa adalah pengajaran pada umumnya yang bisa dilakukan sehari-hari. Dimana pada pembelajaran klasikal ini guru mengajar sejumlah siswa dalam ruangan yang kemampuannya memiliki syarat minimum untuk tingkat itu. Maka guru lebih aktif dari siswa, sedangkan siswa hanya menerima materi tanpa adanya timbal balik antara guru dan siswa didalam belajar. Pada model pembelajaran biasa menurut Ruseffendi (1991:351) guru mengajar siswa secara kelompok dalam ruangan kelas yang banyaknya siswa sekitar 30 40 orang. Maka guru tidak dapat memperhatikan semua kepentingan siswa satu persatu dalam belajar. Bahkan dalam pembelajaran klasikal adanya pengelompokan perlakuan dalam belajar. Dalam artian individu yang mempunyai kemampuan yang tinggi mendapat perlakuan yang lebih dari guru. Sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan rendah mereka mendapat perlakuan yang kurang. Ini menunjukan bahwa kepentingan setiap individu tidak dapat diperhatikan.

Ruseffendi (1991:351) mengatakan : Kebanyakan guru pada umumnya mengajar berdasarkan kemampuan siswa pada umumnya, baik kecepatan mengajarnya maupun tingkat kesukaran materi yang diajarkannya. Jadi guru menyamaratakan semua kemampuan siswa dalam satu kelas. Dan materi yang dipilih disesuaikan dengan kemampuan siswa pada umumnya. Menurut Xpresiriau (2009) Yang dimaksud dengan pembelajaran matematika secara biasa adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran biasa sebagai berikut : 1. a. b. c. d. 2. Kelebihannya adalah : Dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan dasar tertentu pada siswa Dapat diikuti oleh siswa yang banyak Mudah dipersiapkan dan dilaksanakan Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik Kelemahannya adalah :

a. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran, karena guru yang aktif dan siswa hanya menyimak dari pelajaran dari guru b. c. Membuat jenuh dan membosankan siswa, bila digunakan terlalu lama Guru sukar menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik dalam pembelajaran

d. Tidak memberikan kesempatan siswa untuk aktif dan berfikir kritis dalam memahami materi pembelajaran H. Hipotesis Berdasarkan studi literature dan permasalahan yang telah di rumuskan pada bagian sebelumnya, hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan Model Cooperative Learning Type Numbered Head Together lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran cara biasa. I. Metode dan Disain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen karena adanya manipulasi perlakuan dimana kelas yang satu mendapat pembelajaran penelitian Cooperative Learning tipe NHT, dan kelas yang lain mendapat pembelajaran biasa pada awal dan akhir pembelajaran kedua kelas di beri tes, sehingga disain penelitiannya adalah sebagai berikut :

A A

: :

O1 X1 O1 O2 X2 O2

Dengan : A : Pemilihan sampel secara acak berdasarkan kelas

X1 : Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe Numbered Head Together X2 : O1 : O2 : Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran biasa Tes hasil belajar menggunakan model NHT Tes hasil belajar menggunakan model pembelajaran biasa

J. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah tingkat Pertama (SMP) Negeri 2 Pakisjaya Karawang, sedangkan sampelnya diambil dua kelas dimana kelas yang satu adalah kelas eksperimen dan kelas yang lain adalah kelas control. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas Kontrol. Alasan dipilihnya sampel di kelas VII A dan VII B adalah karena tingkat perkembangan pendidikan dan cara berpikir siswa di kelas tersebut tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, serta berdasarkan hasil nilai ulangan harian dan nilai-nilai tes lainnya tidak terlalu jauh perbedaan antara kelas keduanya di bandingkan dengan kelas yang lain. Juga peneliti ingin mengetahui sejauh mana metode kooperatif bisa di terapkan. K. Instrumen Penelitian Yang menjadi instrument dalam penelitian ini adalah seperangkat soal tes berbentuk uraian (essay test atau subjective test) yang terdiri dari 5 butir soal. Instrument di kembangkan sendiri oleh peneliti, karena peniliti memberikan soal sesuai dengan keadaan siswa dan sesuai dengan materi yang di telah sampaikan atau di bahas sehingga di harapkan hasilnya lebih signifikan. Agar memiliki validitasi isi maka soal-soal tersebut di konsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing. Setelah itu agar memiliki validitas empiris soal-soal tersebut di uji cobakan pada kelas sampel, kelas control dan bukan kelas keduanya. Kemudian dihitung validitas, reliabilitas, daya beda pembeda dan indeks kesukarannya. 1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2002: 144). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Untuk menghitung validitas tes menggunakan rumus Korelasi Product Moment Karl Pearson sebagai berikut :

Keterangan rxy : Koefisien korelasi antara vasiabel x dan variable y X : Skor siswa pada tiap butir soal Y : Skor Total N : Jumlah peserta tes Klasifikasi = Kecil = rendah = sedang = tinggi = sangat tinggi : rxy menurut Guilford yaitu :

0,00 0,20 0,20 0,40 0,40 0,70 0,70 0,90 0,90 1,00 2.

Kriteria: rxy rtab tes dinyatakan valid Reliabilitas

Menurut Sudijono (2001:95) mengatakan bahwa sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable apa bila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tepat sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah realibitas (=daya keajekan mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil kapan saja dimana saja dan oleh siapa saja ujian itu dilaksanakan, diperiksa dan dinilai. Untuk menentukan realibitas tes menggunakan rumus Alpa sebagai berikut : dengan sehingga : S1= Sa2+ S122+.

Sedangkan St2 = Keterangan : n l rn = Koefisien reliabilitas tes

= banyaknya butir soal = bilangan konstan

Si2 = varians skor tiap butir soal

St2 = varian soal Kriteria: rn maka tes tersebut reliable rn < 0.70 maka tes tersebut reliable 3. Daya Pembeda

Daya pembeda yaitu kemampuan suatu butir soal untuk dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : D = Indeks daya pembeda

JBA = Jumlah skor kelompok atas JBB = Jumlah skor kelompok bawah JSA = Jumlah siswa kelompok atas SMI = skor maksimal ideal Kriteria : D 0,00 = sangat kurang

0,00 < D > 0,20 = kurang 0,20 < D > 0,40 = cukup 0,40 < D > 0,70 = baik 0,70 < D > 1,00 = sangat baik 4. Indeks Kesukaran

Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut Witherington (Sudijono, 2001:317) mengatakan bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Untuk menghitung indeks kesukaran menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : IK = Indeks Kesukaran

JBA = Jumlah skor kelompok atas JBB = Jumlah skor kelompok bawah JSA = Jumlah siswa kelompok atas SMI = skor maksimal ideal

Kriteria

: IK = 0,00

= terlalu sukar

0,00 < IK > 0,20 = sukar 0,20 < IK > 0,40 0,40 < IK > 0,70 0,70 < IK > 1,00 L. Prosedur Penelitian Dalam prosedur penelitian penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan = sedang = mudah = terlalu mudah

Tahap persiapan dilakukan dengan beberapa kegiatan yaitu mengamati permasalahan yang terjadi di kelas tempat peneliti melakukan penelitian, kemudian menuangkan permasalahan tersebut kedalam bentuk proposal skripsi, kemudian di seminarkan dan dengan beberapa perbaikan, penyempurnaan proposal dapat di selesaikan, membuat RPP, instrument penelitian (pembuatan LKS dan latihannya, pembuatan soal kuis, pembuatan perangkat tes serta kunci jawabannya) menyiapkan ijin penelitian, menguji coba instrument. 2. Tahap Pelaksanaan

Penulis membagi pelaksanaan menjadi tiga tahap yaitu a. Pemberian Tes awal / Pretes

Tes awal diberikan sebelum dilakukan perlakuan pembelajaran tipe NHT pada kelas eksperimen dan pembelajaran langsung pada kelas Kontrol. b. Pelaksanaan perlakuan atau pembelajaran

Pada awal pelaksanaan tes awal sampel atau subyek di bagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang akan menggunakan model pembelajaran koopertif tipe NHT dan kelompok kontrol yaitu kelompok yang menggunakan model pembelajaran biasa. Pada tahap pertama kedua kelompok tersebut melakukan tes awal dengan soal yang sama. Pada tahap kedua, kelompok di bedakan perlakuan pembelajarannya. Selama tiga kali pertemuan. 1) Perlakuan pada kelas Eksperimen

Pembelajaran pada kelas eksperimen meliputi beberapa tahap : a) Pendahuluan, meliputi kegiatan apersepsi, motivasi, menginformasikan prosedur pembelajaran yang akan dilaksanakan, memberikan acuan bahan belajar yang akan disajikan dan tujuan pembelajaran yang akan di capai. b) Memberikan pembelajaran dengan model NHT, yaitu dengan membentuk kelompok 46 orang yang heterogen. Setelah pembagian kelompok, selanjutnya adalah memberikan

penomoran. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa dan pertanyaannya dapat bervariasi, kemudian siswa mengajukan pendapatnya terhadap pernyataan itu dan meyakinkan setiap anggota dalam timnya untuk mengetahui jawabannya. Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sama harus mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. penutup, diakhiri dengan meyimpulkan materi dan mengakhiri kegiatan. Penulis menggunakan perincian sebagai berikut : a) Lima menit pertama menjelaskan tentang tujuan pembelajaran baik tujuan umum maupun khusus b) c) Sepuluh menit kedua membagi kelompok dan memberikan penomoran Lima belas menit ketiga memberikan bahan ajar atau materi

d) Dua puluh menit ke empat siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal-soal dalam kelompok e) f) 2) Sepuluh menit kelima pembahasan soal-soal dari nomor yang telah di panggil Lima menit terakhir penutup dengan menyimpulkan materi dan mengakhiri kegiatan. Perlakuan pada kelas Kontrol

Pembelajaran pada kelas control meliputi beberapa tahap : a) Pendahuluan, meliputi kegiatan apersepsi, motivasi, menginformasikan materi yang akan disajikan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. b) Melaksanakan pembelajaran model biasa, yaitu berupa ceramah, Tanya jawab dan latihan soal. c) Penutup, diakhiri dengan kegiatan mengerjakan soal yang sama dengan kelas eksperimen. c. Pelaksanaan tes akhir

Pemberian tes akhir dilakukan setelah tiga kali pertemuan pada kelas eksperimen maupun kelas control dengan soal yang sama pada kedua kelompok. 3. Tahap Evaluasi

Dilakukannya pre tes sebelum perlakuan dan dan setelah perlakuan Tujuannya adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan cooperative learning tipe NHT apakah lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran model biasa ?. Dengan cara membandingkan hasil dari kedua kelas yang menggunakan masing-masing model pembelajaran tersebut.

TAHAP PERSIAPAN BAGAN PROSEDUR PENELITIAN TAHAP PELAKSANAAN a. b. 1. 2. Pemberian tes awal / prestes Pelaksanaan perlakuan atau pembelajaran Perlakuan pada kelas eksperimen Perlakuan pada kelas kontrol

c. Pelaksanaan tes akhir TAHAP EVALUASI M. Prosedur Pengolahan data Data hasil dari penelitian ini diolah dengan menggunakan MINITAB 14 dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Uji Normalitas data

Uji normalitas data pretes dan postes dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi nilai pretes dan postes. Uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov-mirnov yang berguna untukmenguji apakah suatu sampel berasal dari suatu populasi dengan distribusi tertentu, terutama distribusi normal. H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Adapun penentuan kesimpulan berdasarkan probabilitas sebagai berikut : Jika probabilitas (p) > 0,05, maka H0 : diterima Jika probabilitas (p) < 0,05, maka H1 : ditolak 2. Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas dilakukan jika kedua kelompok berdistribusi normal, yaitu dengan menguji varian kedua kelompok menggunakan uji F. pengujian tersebut untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama tau berbeda. Sedangkan jika kedua kelompok berdistribusi tidak normal maka dilakukan pengujian non parametik. H0 : Sampel kedua varians adalah sama H1 : Sampel kedua varians adalah berbeda

Peneliti menggunakan 2 varian pada sampel in different columns. Dengan ketentuan : Jika probabilitas > 0,05 maka H0 : diterima Jika probabilitas < 0,05 maka H0 : ditolak 3. Uji Signifikan perbedaan rata-rata

Uji signifikan perbedaan rata-rata digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata kelas eksperimen dan kelas control. H0 : Rata-rata nilai kedua sampel adalah sama H1 : Rata-rata nilai kedua sampel berbeda Pengujian ini menggunakan 2 sampel t pada sampel in different columns. Dengan ketentuan : Jika probabilitas > 0,05 maka H0 : diterima Jika probabilitas < 0,05 maka H0 : ditolak N. Jadwal Penelitian DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Depdikbud (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, Jakarta : Balai Pustaka Hudojo, H (1988) Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud Ibrahim, dan Sudjana (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Kagan. 2000. Cooperative Learning Structure. Numbered Heads Together, (Online), http://Alt.Red/clnerwork/numbered.htm (5 Desember 2007). Kagan. 2007. Numbered Heads Together, nlc/numbered_heads.htm, (5 Desember 2007). (Online), http://www.eazhull.org.uk/

Lamadi, Ardi, (Online), http://ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/kerangka-teori-danhipotesis-tindakan.html (24 Oktober 2010) Munjiali, (2004). Kelompok Kerja Guru. Makalah pada Pelatihan Guru Sekolah Dasar Rahayu, Sri, (Online), http://pelawiselatan.blogspot.com/2009/03/number-head-together-html (4 Januari 2009) Russefendi, (1991) Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Sardiman, (1986). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : CV. Rajawali Sudijono, H (2001) Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada Suhena, E (2001) Pembelajaran Keterampilan Proses Matematika Melalui Belajar Kooperatif. Tesis Pada Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak diterbitkan Tryana, Antin. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together (NHT) Xpresiriau,(Online) http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajarankonvensional (27 Oktober 2010) Yusuf, M (2003) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika. Skripsi Pada Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia : tidak diterbitkan

Anda mungkin juga menyukai