Anda di halaman 1dari 15

Danita Dwi Maryana 1102011070 Gambaran makroskopis : Organ limfoid primer : Organ limfoid primer terdiri dari sumsum

tulang dan timus. Sumsum tulang merupakan jaringan yang kompleks tempat hematopoiesis dan depot lemak. Lemak merupakan 50 % atau lebih dari kompartemen rongga sumsum tulang. Organ limfoid diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan poliferasi sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen. Sel hematopoietik yang diproduksi di sumsum tulang menembus dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi dan di distribusikan ke bagian tubuh. SUMSUM TULANG Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka, dan tulang iga. Sel stem hematopoetik akan membentuk sel-sel darah. Proliferasi dan diferensiasi dirangsang sitokin. Terdapat juga sel lemak, fibroblas dan sel plasma. Sel stem hematopoetik akan menjadi progenitor limfoid yang kemudian mejadi prolimfosit B dan menjadi prelimfosit B yang selanjutnya menjadi limfosit B dengan imunoglobulin D dan imunoglobulin M (B Cell Receptor ) yang kemudian mengalami seleksi negatif sehingga menjadi sel B naive yang kemudiankeluar dan mengikuti aliran darah menuju ke organ limfoid sekunder. Sel stem hematopoetik menjadi progenitor limfoid juga berubah menjadi prolimfosit T dan selanjutnya menjadi prelimfosit T yang akhirnya menuju timus. TIMUS Merupakan organ limfoid yang pertama kali berkembang, Letaknya di mediastinum yangterdiri dari 2 lobus. Ukuran timus bervariasi sesuai dengan umur individu. Pada saat lahir,timus tampak berwarna abu-abu kemerahan, beratnya sekitar 10 -20 gram, perkembangan maksimal dicapai pada saat pubertas mencapai 30 -40 gram kemudian mengalami regresi. Pada manula ukuran timus bisa mencapai 10 -15 gram dimana parenkimnya digantikan oleh jaringan ikat kemudian berlemak berwarna kekuningan. Timus dibungkus oleh kapsula fibrosa yang kemudian di percabangkan septulsa (seperti trabekula) yang membagi tiap lobus menjadi banyak lobulus. Tiap lobulus terdiri darikorteks dan medula. zDi korteks, prelimfosit T akan berubah menjadi limfosit T dan CD3, CD4, CD8 serta TCR. Selanjutnya mengalami seleksi positif sehingga limfosit T bergabung dengan CD3 dan CD4 atau CD8 dan TCR. Kemudian terjadi seleksi negatif yang akibatnya 90% mati(apoptosis) dan yang 10 % nya menjadi sel T naive atau T0. Kemudian keluar dan masuk ke medula dan mengikuti aliran darah menuju oragan limfoid sekunder. Akibat proliferasimaka menghasilkan timopoetin dan akibat diferensiasi menghasilkan timosin. Setelah diorgan limfoid sekunder maka sel T dan B teraktivasi dengan antigen.Pada korteks terdapat sel retikuloepitelial yang tersebar seperti jala, tampak padat denganlimfosit T (proliferasi dan diferensiasi), terdapat sedikit makrofag dan terdapat sawar timus. Organ sekunder : Organ limfoid sekunder merupakan tempat sel dendritik mempersentasikan antigen yang yang ditangkapnya di bagian lain tunuh ke sel T yang memacunya untuk poliferasi dan diferensiasi limfosit. Limpa

Limpa merupakan tempat respom imun utama yang merupakan saringan terhadap antigen asal darah. Limpa berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsale. Berat limpa rata-rata berkisar antara 75-100 gr. Letak organ ini dikuardan kiri atas dorsal di abdomen, kurang lebih di antara iga 9 sampai iga 11, pada permukaan bawah dilindungi oleh kubah iga. Tonsil Tonsil Lingual Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata. (Kartosoediro S, 2007). Tonsil Faringeal (Adenoid) Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 37 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004). Tonsil Palatina Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral muskulus konstriktor faring superior Anterior muskulus palatoglosus Posterior muskulus palatofaringeus Superior palatum mole Inferior tonsil lingual (Wanri A, 2007)

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal (Anggraini D, 2001).

Gambaran mikroskopis Timus : Pada medula lebih pucat karena limfosit lebih sedikit dan sel retikulo epitelial lebih menonjol, makrofag lebih banyak dari pada korteks. Medula mengandung Badan Hassal yang terdiri dari sel-sel epitelial yang tersusun kosentris. Bangunan ini akan bertambah besar dan dibagian tengahnya tampak degenerasi timosit yang hebat disaat involusi timus. Bangunan tersebut disebut absesus Dubois.

Limfonodus : Limfonodus terbagi dua yaitu korteks bagian luar yang berwarna gelap dan medula bagian dalam yang berwarna terang. Limfonodus dikelilingi oleh jaringan lemak perikapsularis yang mengandung banyak pembuluh darah yaitu arteriol dan venula. Kapsul jaringan ikat padat membungkus limfonodus. Dari kapsul, jaringan ikat trabekula masuk ke dalam nodus, lalu bercabang ke seluruh medula. Jaringan trabekula mengandung pembuluh darah utama limfonodus. Di kapsul jaringan ikat limfonodus terdapat pembuluh aliran aferen yaitu temoat masuknya ke sinus subskapularis lalu ke sinus medularis. Korteks limfonodus mengandung banyak agregasi limfosit yang disebut nodulus limfoid. Di medula, limfosit tersusun dalam untaian jaringan limfe yang tidak teratur yang disebut korda medularis. Di limfonodus juga terdapat hilus. Pe,mbuluh limfe eferen mengalirkan limfe dari sinus medularis dan keluar dari limfonodus di hilus. Limpa Limpa dibungkus oleh kapsul jaringan ikat padat yang menjulurkan jaringan ikat trabekula. Pada trabekula, terdapat arteri trabekularis dan vena trabelkularis. Limpa ditandai dengan adanya agregasi nodulus limfoid yang banyak. Nodulus ini membentuk pulpa putih. Sel-sel yang mengelilingi arteri sentralis pulpa putih yang utama adalah sel T, sedangkan nodulus limfoid terutama mengandung sel B. Pulpa merah (pulpa rubra) terdiri dari anyaman padat serat retikular yang mengandung banyak eritrosit, limfosit, sel plasma, makrofag, dan granulosit. Fungsi utamanya untuk menyaring darah. Tonsila Tonsila palatina pada permukaannya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Tonsila pharyngea epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Antigen Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang dirangsang oleh imunogen spesifik seperti antibodi. Antigen ada yang lengkap dan tidak lengkap (hapten). Antigen yang lengkap yaitu antigen yang menginduksi dengan baik respons imun maupun bereaksi dengan produknya. Sedangkan antigen yang inkomplit tidak dapat menginduksi repons imun tetapi dapat bereaksi dengan antibodi. Epitop atay determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi. Determinan antigen bereaksi dengan tempat spesifik yang mengikat antigen di regio yang variabel pada molekul antibodi disebut paratop. Pembagian antigen : Berdasarkan epitop : a. Unideterminan, univalen, merupakan jenis epitop satu dan jumlahnya satu

b. Unideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop satu, jumlah lebih dari satu c. Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu dan jumlahnya satu d. Multideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari satu Berdasarkan spesifitas : a. Heteroantigen : antigen yang dimiliki banyak spesies b. Xenoantigen : antigen yang umum yg dimiliki spesies tertentu c. Alloantigen : antigen yang terdapat pada beberapa tetapi tidak semua individu spesies yang sama. d. Antigen organ spesifik: dimiliki organ tertentu untuk membedakan dari organorgan lain. Ordo 1: antigen yang khas untuk organ tertentu pada satu spesies. Ordo 2 : antigen yang khas untuk organ yang sama pada banyak spesies. e. Autoantigen : berasal dari tubuhnya sendiri Berdasarkan ketergantungan terhadap sel T : a. T dependen , yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respon antibodi. Contohnya antigen protein. b. T Independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi. Contohnya, lipopolisakarida. Berdasarkan sifat kimiawi : a. b. c. d. Karbohidrat merupakan imunogenik. Lipid, tidak imunogenik merupakan hapten Asam nukleat merupakan antigen yang tidak imunogenik. Protein merupakan imunogenik dan pada umumnya multideterminan dan univalen

Sperantigen Molekul yang merupakan pemacu respon imun poten, memiliki tempat untuk mengikat reseptor sel dari dua sistem imun yaitu rantai dari TCR dan rantai atau dari molekul MHC-II. Superantigen dapat merangsang sel T yang multipel terutama sel CD4+ yang menimbulkan pelepasan sitokin dalam jumlah banyak. Aloantigen Antigen yang ditemukan pada beberapa spesies tertentu antara lain bahan golongan darah pada eritrosit dan antigen histokompatibel dalam jaringan tandur yang merangsang respons imun. Toksin Racun yang berupa imunogen dan merangsang pembentukan antibodi yang disebut antitoksin. Toksin dibagi sebagai berikut :

a. Toksin bakteri, cth tetanus b. Fitotoksin, toksin dari tumbuhan c. zootoksin, toksin berasal dari hewan Antibodi antibodi adalah imunoglobulin yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari poliferasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai polipeptida yang terdiri atas 2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang spesifik. Klasifikasi imunoglobulin : a. Imunoglobulin G IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. IgG ditemukan dalam berbagai cairan seperti darah, CSSdan juga urin. IgG dapat menembus plasenta dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai oposonin pada pemusnahan antigen. b. Imunoglobulin A IgA dengan berat molekul 165.000 dalton dalam serum dengan jumlah sedikit. Kadarnya banyak ditemukan dalam sekresi saluran napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah, dan air susu ibu yang berupa IgA sekretori. Fungsinya melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen potensial, bekerja sebagai oposonin, dapat menetralkan toksin atau virus, dapat mengagultinasikan kuman, dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif. c. Imunoglobulin M IgM merupakan imunoglobulin terbesar. IgM merupakan imunoglobulin paling efisien dalam aktivasi komplemen (jalur klasik). IgM dibentuk dahulu pada respon imun primer terhadapa kebanyakan antigen dibanding IgG. IgM tidak dapat menembus plasenta. Fungsi IgM yaitu dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan algutinator poten antigen. d. Imunoglobulin D IgD ditemukan dalam serum dengan kadar yang sangat rendah. Hal tersebut karena IgD tidak lepas sel plasma dan sangat rentan dengan degradasi oleh proses proteolitik. IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen. IgD juga dapat mencegah terjadinya toleransi imun. e. Imunoglobulin E IgE dibentuk setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran pernapasan dan cerna. Pada penderita alergi, ditemukan kadar IgE ynag tinggi.

Antibodi monoklonal Merupakan bahan standar yang banyak digunakan dalam laboratorium yang banyak digunakan dalam laboratoriumuntuk mengidentifikasi berbagai jenis sel, typing darah dan menegakkan diagnosis berbagai penyakit.

Tiga fungsi efektor utama : a. Opsonisasi yang memacu fagositosis antigen oleh makrofag dan neutrofil. b. Aktivasi komplemen yang mengaktifkan jalur yang menghasilkan jalur yang menghasilkan sejumlah protein yang dapat merusak membran sel. c. Antibody dependent cell cytotoxity yang dapat membunuh sel sasaran yang mengikat antibodi. Komplemen Komplemen merupakan sistem yang terdiri atas sejumlah protein yang terdiri atas sejumlah pertahanan pejamu, baik dalam sistem imun nonspesifik maupun imun spesifik. Komplemen berfungsi dalam inflamasi, opsonisasi dan kerusakan membran patogen. Sistem komplemen diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik dan alternatif. Jalur klasik diaktifkan oleh kompleks imun sedang jalur alternati tidak. Ada 9 dasar komplemen yaitu C1sampai C9 : a. C1qrs : meningkatkan permeabilita vaskular b. C2 : mengaktifkan kinin c. C3a dan C5a : kemotaksis yang mengerahkan leukosit d. C3b : Opsonin dan adherens imun e. C4a : anafilatoksin lemah f. C4b : opsonin g. C5-6-7 : kemotaksis h. C8-9 : melepas sitolisin yang dapat menghancurkan sel. Perbandingan aktivasi jalur komplemen Jalur Klasik Jalur Alternatif Imunitas spesifik Imunitas nonspesifik Dimulai oleh antibodi Dimulai oleh dinding sel bakteri Memerlukan interaksi dengan C2 Tidak memerlukan komplemen C1, C4 Tiga fase : Tiga fase : Fase inisiasi Fase inisiasi Fase amplifikasi Fase amplisikasi Fase membrane attack akhir jalur umum Fase membrane attack Fungsi biologis komplemen : a. Inflamasi Inflamasi untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta membersihkan jaringan yang rusak. Fagositosis merupakan kompenen penting dalam inflamasi. Dalam proses inflamasi ada 3 hal yang terjadi yaitu peningkatan pasokan darajh, peningkatan permeabilitas kapiler, fagosit bergerak ke luar pembuluh darah menuju jaringan yang rusak. b. Kemokin Kemokin adalah molekul yang dapat menarik dan mengarahkan sel-sel fagosit. c. Fagositosis opsonin Opsonin adalah molekul yang dapat diikat oleh partikel kuman dan di lain pihak oleh reseptornya pada fagosit sehingga memudahkan fagositosis. d. Adherens Imun Adherens imun merupakan fenomena dari partikel antigen yang melekat pada berbagai permukaan (contohnya pembuluh darah), kemudian dilapisi antibodi dan mengaktifkan komplemen. e. Eliminasi kompleks imun Kompleks imun dibersihkan melalui resptor komplemen pada permukaan eritrosit. Selanjutnya kompleks disingkarkan melalui reseptor pada makrofag di hati dan limpa.

f. Lisis osmotik bakteri Aktivasi komplemen yang terjadi di permukaan sel nakteri akan membentuk membran attack complex dan akhirnya menimbulkan lisis osmotik sel. g. Neutralisasi infeksi virus h. Aktivitas sitolitik Imunitas Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Sistem imun dibagi menjadi sistem alamiah atau nonspesifik dan didapat atau spesifik. Sistem imun nonspesifik Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap benda asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Yang termasuk sistem imun nonspesifik : a. Pertahanan fisik Pertahanan fisiknya melalui kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahan pertama. b. Pertahanan biokimia Yang termasuk pertahanan biokimia yaitu lisozim, sekresisebaseus, asam lemabung, laktoferin, dan neuraminik. c. Pertahanan humoral Pertahanan ini menggunakan berbagi molekul larut. Molekul tersebut antara lain adalah komplemen, acute phase protein, mediator asal lipd, sitokin. d. Pertahanan seluler Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun nonspesifik seluler. Sel-sel sistem imun tersebut dapat ditemukan dalam sistem sirkulasi atau jaringan. Sistem imun spesifik Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing. Pajanan yang masuk menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kalinya akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem seluler. a. Sistem imun spesifik humoral Peranan sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B. Humor berarti cairan tubuh. Pada manusia sel B berasal dari susmsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel B di sumsum tulang. Sel B berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. b. Sistem imun spesifik selular Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Sel T di bentuk di susmsum tulang tetapi poliferasi dan diferensiasinya terjadi di kelnejar timus. Sel T terdiri dari beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu CD4+ (sel T-helper) untuk mengaktifkan sel T-helper yang selanjutnya mengaktifkan makrofag , CD8+ (sel Tsitotoksik) untuk memusnahkan sel terinfeksi. Imunisasi

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, den melalui mulut seperti vaksin polio (Hidayat, A, 2005) Jenis vaksin Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup dibuat dari live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan). Sedangkan vaksin mati dibuat dari inactivated (kuman, atau virus, atau komponen yang dibuat tidak aktif). Selain itu, ada juga vaksin rekombinan dan virus like particle vaccine. Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri yang dilemahkan melalui proses laboratorium. Karena vaksin berasal dari virus atau bakteri hidup yang dilemahkan, maka kuman tersebut masih dapat menimbulkan penyakit, namun gejala yang muncul relative jauh lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang diperoleh secara alami. Contoh vaksin yang dilemahkan yang berasal dari virus adalah vaksin campak, gondongan, rubella, polio, rotavirus, dan demam kuning. Sedangkan vaksin yang berasal dari bakteri adalah vaksin BCG dan demam tifoid. Vaksin mati atau inactived vaccine merupakan kuman, virus, atau komponen yang dibuat tidak aktif, dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian mikroorganisme tersebut dibuat tidak aktif dengan pemberian bahan kimia (misalnya formalin). Inactivated vaccine dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau hanya diambil komponen dari kedua mikroorganisme tersebut. Beberapa inactivated vaccine dalam bentuk utuh seperti : vaksin influenza, rabies, hepatitis A (berasal dari virus), dan vaksin pertusis, tifoid, kolera, dan lepra (berasal dari bakteri). Dalam bentuk komponen, seperti : vaksin pneumokokus, meningokokus, dan Haemophillus influenzae tipe B. Virus rekombinan diperoleh melalui proses rekayasa genetic, misalnya vaksin hepatitis B, vaksin tifoid, dan rotavirus. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan suatu segmen gen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi. Sel ragi yang telah diubah kemudian menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni. Virus like particle vaccine atau vaksin yang dibuat dari partikel yang mirip dengan virus, contohnya adalah vaksin Human papillomavirus (HPV) tipe 16 untuk mencegah kanker leher Rahim. Antigen diperoleh melalui protein virus HPV yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan struktur yang mirip dengan seluruh struktur HPV (atau dikenal sebagai pseudo-particles of HPV tipe 16). (Cahyono, J.B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius) Imunisasi Aktif (active immunization) Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi

infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat 4 macam kandungan dalam setiap vaksinasinya antara lain : 1. Antigen, merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan. 2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan 3. Preservatif, stabiliser dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen. 4. Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatan imunogenitas antigen. Imunisasi Pasif (pasive immunization) Merupakan pemberian zat (imunoglubulin) yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Hidayat, A, 2005). 1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerine) Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC uang berat sebab terjadinya TBC yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, seperti TBC pada selaput otak, TBC Miller (pada seluruh lapangan paru) atau TBC tulang.

A. Cara Pemberian : Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml) Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml) Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam. Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8C, tidak boleh beku.

BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. B. Efek Samping : Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka

(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan

2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus), Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi tehadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis atau batuk rejan adalah infeksi pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking, yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Pertusis berlangsung beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah penyakit akut, bersifat fatal, disebabkan oleh eksotosin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium tetani. Infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. a. Cara Pemberiannya - Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen - Disuntikkan secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis - Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan) - Di unit pelayanan statis vaksin DPT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan : 1. Vaksin belum kadaluarsa 2. Vaksin disimpan dalam suhu 2C - 8C 3. Tidak pernah terendam air 4. Sterilitasnya terjaga 5. VVM masih dalam kondisi A atau B - Sedangkan di Posyandu vaksin yang sudah dibuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya. b. Efek Samping Pada kurang 1% penyuntikan DPT dapat menyebabkan komplikasi berikut : - Demam tinggi (lebih dari 40,5C) - Kejang - Kejang demam (resiko) lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya) - Syok (kebiruan, lemah, pucat. Tidak memberikan respon). 3. Vaksin TT (Tetanus Toksoid) a. Cara Pemberian - Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen - Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan secara intramuskular, atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke 4 dan ke 5 diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan

ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan periode trimester pertama - Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan : 1. Vaksin belum kadaluarsa 2. Vaksin disimpan dalam suhu + 2C 8C 3. Tidak pernah terendam air 4. Sterilitasnya terjaga 5. VVM masih dalam kondisi A atau B - Sedangkan di Posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak bisa digunakan untuk hari berikutnya (Depkes RI, 2005). b. Efek Samping Reaksi lokal pada tempat penyuntikan yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri 3.Vaksin DT (Difteri dan Tetanus), Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus. a. Cara Pemberian - Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen - Disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia dibawah 8 tahun. Untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td - Di unit pelayanan statis, vaksin DT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan kriteria : 1. Vaksin belum kadaluarsa 2. Vaksin disimpan dalam suhu 2C - 8C 3. Tidak pernah terendam air 4. Strilitasnya terjaga 5. VVM masih dalam kondisi A atau B - Sedangkan di Posyandu vaksin yang sudah dibuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya - Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari. 5. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine =OPV) Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan (Hidayat, 2005). a. Cara Pemberian - Diberikan secara oral (melalui mulut, 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu - Setiap membuka Vial baru harus menggunakan penetes (dopper) yang baru - Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan : 1. Vaksin belum kadaluarsa 2. Vaksin disimpan dalam suhu + 2 C 8C

3. Tidak pernah terendam air 4. Sterilitasnya terjaga 5. VVM masih dalam kondisi A atau B Terdapat 2 macam vaksin polio: IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. c.Efek Samping Bisa terjadi kelumpuhan dan kejang-kejang 6. Vaksin Campak. Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular, ditandai dengan panas, batuk, pilek, konjungtivitas dan ditemukan spesifek enantemen (Kopliks spot), diikuti dengan erupsi makulopapular yang menyeluruh. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. a. Cara Pemberian - Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut - Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign, campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6. b. Efek Samping - Terjadi ruam timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari pada tempat suntikan dan panas - Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38C - Gangguan sistem kekebalan - Alergi terhadap protein telur - Pemakaian obat imunosupresan - Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin - Wanita hamil 7. Vaksin MMR (Measles, Mumps dan Rubela) Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR. a. Cara Pemberian Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada

keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD. Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama. b. Efek Samping - Komponen Campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam 39,5 Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua. - Komponen Gondongan Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR. - Komponen Campak Jerman Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR (Nurlaila dan Lubis, P, 2010). 8. Vaksin Hepatitis B. Merupakan vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infectious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorphl) menggunakan teknologi DNA rekombinan.Imunisasi ini digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis. a. Cara Pemberian : - Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadai homogen Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB PID, pemberian suntikkan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha - Pemberian sebanyak 3 kali - Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan) (Depkes RI, 2005). b. Efek Samping Umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari 9. Imunisasi Hib Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat. Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murbi (PRP : purified capsular polysaccharide) kuman H. Influenzae tipe b, antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein-protein lain seperti toksoid tetanus (PRP-T), toksoid dipteri (PRP-D atau PRPCR50) atau dengan kuman menongokokus (PRP-OMPC). Cara Pemberian : Dilakukan dengan 2 suntikan dengan interval 2 bulan kemudian bosternya dapat diberikan pada usia 18 bulan

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21244/4/Chapter%20II.pdf

Hukum Islam Tentang Imunisasi Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari penyakitsebelum terjadi. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan sihir (HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702) Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah, ketua Al Lajnah Ad Daimah di masa silam pernah ditanya mengenai hukum imunisasi (vaksinasi), "Apa hukum berobat sebelum tertimba penyakit seperti dengan melakukan vaksinasi?"Jawab Syaikh rahimahullah, Tidak mengapa berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits shahih (yang artinya),Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah (kurma ajwa) pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun[1]Ini termasuk tindakan mencegah penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan imunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang saat itu ada boleh diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya. [Majmu' Fatawa wa Maqolat Mutanawwi'ah, jilid keenam, pada link: http://www.binbaz.org.sa/mat/238] Jika Ada Dampak Bahaya dari Imunisasi (Vaksinasi) Jika ada efek negatif yang timbul setelah penggunaan beberapa vaksinasi, seperti badan yang menjadi panas dan penyakit yang timbul sementara waktu, bahaya seperti ini dimaafkan karena demi mengatasi penyakit yang lebih parah yang akan muncul. Di mana penyakit itu bisa membawa pada kematian atau bahaya lainnya yang mengganggu kesehatan atau kerja organ tubuhnya.Efek negatif seperti ini juga kita temukan dalam syari'at khitan pada anak kecil. Kala khitan, ujung kulit kemaluannya dipotong dan ini tentu akan terasa sakit bagi si kecil. Namun ada timbal balik dari yang dilakukan saat itu, yaitu ia akan memperoleh maslahat berkaitan dengan diinnya, dirinya akan semakin bersih ketika berthoharoh (bersuci). Juga ada maslahat duniawiyah di balik khitan. Kaedah syar'iyyah menunjukkan dibolehkannya hal ini, yaitu: memilih melakukan salah satu dari dua mafsadat (kerusakan) yang lebih ringan untuk menghindari maslahat yang lebih besar jika kedua mafsadat tersebut tidak dapat dihindari secara bersamaan. Adapun jika dokter menyatakan bahwa vaksinasi jenis tertentu malah menimbulkan bahaya lebih besar pada jasad atau penyakit yang ditimbulkan nantinya lebih parah,

maka vaksinasi seperti ini tidak boleh dilakukan. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya."[2] [Dinukil dari bahasan dalam web Al Fiqh Al Islami pada link: http://www.islamfeqh.com/News/NewsItem.aspx?NewsItemID=690]

Anda mungkin juga menyukai