Anda di halaman 1dari 4

Edisi 001 Minggu Pertama Desember 2012

Middle East Studies Indonesia (MESI) Kompleks Kampus Bulaksumur, Fisipol , UGM Facebook: MESI (Middle East Studies Indonesia); Twitter: MESI_mideast; Blog: middleeastindonesia.wordpress.com; email: middleeastindonesia@gmail.com

Masa Depan Krisis Suriah di Tengah Ancaman Senjata Kimia

uriah menjadi salah satu negara dengan gelombang konflik yang paling hebat sejak meletusnya Revolusi Melati yang terjadi di negara-negara Timur-Tengah sejak tahun 2010. Posisi yang tidak imbang antara kaum pemberontak dengan kaum pendukung rezim Basar Al Assad, membuat jalannya konflik menjadi berat sebelah. Pasukan pemerintah dapat dengan leluasa menghantam posisi dan kantung-kantung pertahanan pasukan pemberontak dengan senjata berat atau serangan udara. Tentu ini lebih advanced jika dibandingkan dengan kekuatan senjata kaum pemberontak, yang 1 umumnya small-arms.

Small-arms merujuk pada senjata-senjata yang masih hand-held. Maksudnya senjata-senjata kecil seperti rifle, pistol, shotguns.

Namun kadang ditemui juga, pasukan pemerintah menghantam posisi-posisi kaum pemberontak dengan serampangan, wilayah padat perkotaan menjadi objek serangan udara tanpa pandang bulu, sehingga korban sipil pun mulai berjatuhan. Harapan kaum pemberontak suriah untuk mendapatkan bantuan dan dukungan dari dunia internasional seperti yang dialami oleh kaum oposisi di Libya pun menjadi harapan yang semu. Dunia internasional gagal memberikan solusi ataupun bantuan terhadap Suriah dan penyelesaian krisis ini. Mari kita lihat bagaimana DK PBB tersita oleh Hak Veto yang dikeluarkan oleh Rusia dan China. DK PBB tidak mampu membuat keputusan apapun karena saat akan membahas mengenai Suriah, Hak Veto dikeluarkan dan agenda ini menjadi gagal. Akibatnya, konflik di Suriah menjadi berlarut-larut, bahkan hingga kini. Selain itu, tidak banyak tindakan nyata untuk membuat konflik segera diakhiri dari pihak internasional. Lebih parah lagi, laporan investigasi dalam konflik Suriah baru-baru ini menyatakan bahwa pemerintah Suriah sedang berupaya memakai senjata kimia untuk mematahkan perlawanan kelompok pemerontak. Laporan ini telah ada kecenderungan negaraditerima oleh pemimpinnegara besar untuk pemimpin negara dunia, mempertahankan situasi konflik di namun disayangkan tidak Suriah ada tindakan lebih lanjut mengenai laporan ini. AS, melalui Presiden Obama memang memberikan pernyataan bahwa AS akan bertindak jika Suriah memakai senjata kimia, namun hingga kini, Obama tidak nampak memberikan tindakan-tindakan terkait persiapan ke Suriah. Dapat dimungkinkan, bahwa ada kecenderungan negara-negara besar untuk mempertahankan situasi konflik di Suriah karena ketidakmampuan membaca peta politik Timur-Tengah telah menimbulkan penderitaan rakyat sipil Suriah yang terjebak dalam situasi peperangan yang berkepanjangan. Selain itu, sekarang Timur-Tengah memang dalam kondisi yang berbeda dari sebelum Revolusi Melati. Banyak hal berubah, banyak atmosfer baru yang dapat menjadi pertimbangan baru dan belum mampu ditebak arahnya seperti apa, padahal faktor tersebut dapat berpengaruh banyak. Misalkan dengan Mesir, yang demokrasinya tergantung oleh konflik yang pecah kembali, atau dengan Israel-Palestina yang baru saja memasuki babak baru dengan diakuinya Palestina sebagai non-memberobserver-state, atau bahkan tentang Iran dan Israel.

Mideast Updates
NATO memenuhi permintaan Turki untuk menempatkan sistem pertahanan Rudal Patriot guna mencegat kemungkinan serangan udara Suriah ke wilayah Turki. Palestina memperoleh status sebagai Non-member observer state di Majelis Umum PBB. Israel menuai kecaman dunia setelah melanjutkan pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat. AS menyebutnya kontraproduktif terhadap proses perdamaian Israel-Palestina. Mesir bersiap menghadapi referendum bulan Desember ini mengenai UUD yang baru. Pemerintahan Mursi mendapat protes keras menyusul Dekrit yang memberinya kekuasaan superior. Massa pendukung Mursi menggelar demo tandingan dan mengancam Mesir kepada perpecahan politik pasca-revolusi.

Tentang MESI
MESI atau Middle East Studies Indonesia adalah sebuah komunitas intelektual yang berkonsentrasi pada studi mengenai Timur Tengah. Kawasan ini lebih tepatnya disebut Asia Barat dan Afrika Utara mengingat terminologi Timur Tengah adalah milik kolonial Eropa di masa lalu. Namun, untuk lebih memudahkan penyebutan seperti yang umum dipakai, maka kami tetap menggunakan terminologi Timur Tengah. MESI didirikan bersama oleh akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011. Khususnya jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Sejauh ini telah melakukan diskusi-diskusi terbatas mengenai masalah Timur Tengah dan masa depan komunitas. Diharapkan dengan semakin baiknya diskusi, dapat segera membentuk sebuah pusat studi mengenai Timur Tengah.

Minggu depan: Mesir 2011: Revolusi (dengan) Internet Setiap perkembangan teknologi informasi selalu berdampak terhadap perubahan sosial dan politik. Dimulai dari penemuan kertas, penemuan mesin cetak Guttenberg, Radio, Televisi, dan internet. Penemuan teknologi selalu membawa dampak perubahan dalam kehidupan sehari-hari bagi umat manusia. Revolusi politik yang terjadi di Mesir bisa kita menyaksikan peran teknologi internet yang

Tim Redaksi Kontributor :

M. Yuli Arianto
M. A. Nasrullah Editor: K. Bawono Layout: L. Prasaja Cetak: L. Purnahasna

membantu para aktivis dan pendemo dalam


menjalankan aksinya untuk menuntut

mundurnya Presiden Hosni Mubarak.

Risalah middleeastindonesia. e-Library wordpress.com Mideast Updates Kunjungi blog MESI


Facebook: MESI (Middle East Studies Indonesia) Twitter: MESI_mideast

Anda mungkin juga menyukai