Anda di halaman 1dari 6

Edisi 1/Tahun I/24 Mei - 7 Juni 2007

LAPORAN UTAMA

Tak kenal maka tak tak sayang, mungkin itu pepatah yang sesuai untuk mengistilahkan peredaran dan perdagangan penyu selama ini. Pelakunya tidak hanya SEJARAH MULAI BERGERAK menjual dalam bentuk individu yang hidup tetapi yang lebih mnyedihkan adalah dijual dalam bentuk bagian-bagian tubuhnya semisal untuk perhiasan. Dampaknya Salam konservasi..!! tidak hanya mengurangi jumlah populasinya tetapi jangka panjangnya adalah penyu Tebmania, tanpa terasa usia Tim Ekspedisi Biokonservasi telah mencapai tidak lagi dapat meneruskan generasinya. Jika kita lihat, pasar Malioboro sampai 7 tahun, sejak dideklarasikan pertama sekarang masih banyak menjual souvenir dari penyu terutama karapasnya padahal kali pada tanggal 9 Juli 2000 di Pantai Sukamade Tn. Merubetiri. wilayah ini pernah menjadi sorotan Internasional. Sampai sekarang perjuangan Meskipun sudah ada Undang-undang yang jelas mengikat tentang perdagangan Tebmania dalam menegakkan konservasi tetap berjalan bagaikan air ini, tetapi transaksi dan peredarannya masih terus berjalan dan semakin bertambah mengalir, ide-ide kecil tetap muncul di sela-sela istirahat, ataupun saat long (data dari berbagai LSM perlindungan satwa). Binatang yang dilindungi tidak hanya march. Di adu dalam wacana serta memiliki nilai eksotik tetapi juga memiliki nilai ekologis dalam siklus rantai diekspresikan dalam tindakan. Lambat memang, namun dengan makanan. Pemerintah telah menetapkan perlindungan sesuai dengan PP No. 7/1999 semangat yang kontinu akhirnya tandadan UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan tanda keberhasilan itu mulai terbit. Perjuangan penyu telah menghasilkan ekosistemnya. Dengan demikian berarti menangkap, melukai, membunuh, nota kesepakatan dengan masyarakat Pesisir Pacitan. Keganasan penebangan menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang liar telah dihadang TEB dengan dilindungi dalam keadaan hidup, dilarang keras. Pelanggaran terhadap ketentuan membuat kesepakatan dengan DPU, KLH Batu dan DPR Kota Batu walau tersebut, dapat dijerat pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda maksimal harus dibela dengan demo terus menerus selama 5 tahun. Rp 100 juta. Ini sudah jelas, tetapi kegiatan ini masih terus berlangsung. Tanya Para pendahulu TEB memang telah kenapa? menyebar dan tidak ikut berpesta dari hasil genderang perangnya, tapi TEB Perlu diingat, jenis penyu di dunia ada tujuh yakni Penyu hijau (Chelonia mydas) telah mengajarkan keikhlasan tanpa Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Kemps Ridley (Lepidochelys kempi) balas. Sekarang Tebmania generasi baru harusnya tertantang, untuk tetap Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea ), melanjutkan putaran sejarah. Kita semua harus ingat kegagalan setiap Penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta). Dari ketujuh perjuangan di negeri ini adalah ketidak jenis penyu yang ada, 4 jenis di antaranya terdapat di Indonesia. Ironisnya jumlah adanya keberlanjutan. Jadilah generasi yang bergerak atas hewan purba ini semakin menurun akibat aktivitas perburuan. idealisme, keberhasilan justru sering Di berbagai daerah masih marak penjualan penyu seperti yang terjadi di Pantai kita rasakan saat kebersamaan sudah tidak terwujudkan .... [Kontributor] Teluk Penyu (dalam bentuk awetan, telur, maupun dalam bentuk yang masih hidup). Hingga akhirnya suvenir berbahan dasar satwa langka tersebut sudah didatangkan dari luar daerah karena populasinya menurun drastis bahkan diduga telah punah. Dalam hukum positif dijelaskan bahwa sanksi bagi pemburu fauna langka cukup berat. Faktanya praktik perburuan liar tetap berlangsung. Keterbatasan tenaga dan lokasinya yang sangat sulit, menyebabkan pengawasan perkembangbiakan penyu tidak maksimal. Baru-baru ini Ilmuwan Cina, Cheong Hoong Diong , melakukan penelitian untuk mengetahui jelajah penyu abu-abu yang dilengkapi dengan pemancar satelit yang di Malangnya Nasib Penyu lepaskan di laut Cina Selatan pada 31 Juli 2006. Ternyata satelit menunjukkan penyu Semangat Konservasi tersebut dalam posisi diam di sebuah kota di Indonesia. Cheong Hoong Diong Regenerasi TEB 2007 menduga penyu tersebut menjadi korban penangkapan ilegal (Jawa Pos, 03/05/07). Masalah selanjutnya adalah tidak adanya kepedulian dari masyarakat untuk mengembalikannya ke laut walaupun mereka tahu kalau penyu tersebut untuk Wahana Belajar kepentingan penelitian. Sejujurnya inilah potret kelam masyarakat indonesia yang dan Berkreasi vandalis (perusak/penghancur). (Lanjut hal 2 kolom 1, Malangnya......)

Dari Redaksi...

Malangnya Nasib Penyu Di Indonesia

Dengan Semangat Konservasi

Redaksi Expedition News. Buletin konservasi Dwi Minggu Penanggung jawab PD III FKIP UMM Pimred Muhammad Munir Redpel Husamah Wakil Redpel Wiwin Suryani Sekertaris Ririn Bendahara Iin Kontributor Drs. Wahyu Prihanta, M.Kes Reporter All TEB
1

Lanjutan: Malangnya
Perburuan terus berjalan karena banyaknya permintaan dari konsumen dan kolektor barang-barang dari bagian penyu. Tak pelak lagi jika ingin mengurangi atau bahkan menghentikan perburuan ini harus juga melibatkan pembelajaran dan pengetahuan kepada masyarakat tentang manfaat bagi ekosistemnya, sehingga pelarangan penggunaan hewan ini tidak hanya pada pelaku langsung dalam perburuan tetapi juga pemakai dari dari bagian tubuh penyu. Dengan kesadaran masyarakat yang tinggi diharapkan mampu mengurangi konsumsi dari hewan ini. Langkah positif bagi pelestarian penyu telah diambil oleh pemerintah Republik Indonesia dengan menghentikan pemanenan telur penyu di Kecamatan Tambelan, Propinsi Kepulauan Riau, Sumatera. Sebelumnya di tempat ini telur penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) ditetapkan sebagai satwa buru berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 750/KptsII/1999. Dengan demikian telur penyu boleh dipanen, meski sebenarnya semua jenis penyu telah dilindungi undang-undang (Kompas, 2006). UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menetapkan pemanfaatan satwa dilindungi termasuk bagianbagiannya adalah dilarang. Pelanggar dari ketentuan ini dapat dikenakan ancaman penjara maksimum 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Sementara itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis penyu di Indonesia telah dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi. Dan Indonesia telah menandatangani Nota Kesepahaman mengenai Pelestarian dan Pengelolaan Penyu dan Habitatnya di Lautan Hindia dan Asia Tenggara pada tanggal 31 Maret 2005 di Bangkok Thailand. Salah satu media cetak harian ibukota menyatakan dengan adanya Keputusan Menteri Nomor 750/KptsII/1999 yang menetapkan penyu hijau dan penyu sisik sebagai satwa buru tersebut, mendorong Lembaga Advokasi Satwa untuk menulis surat dan melobi pemerintah untuk membatalkan surat keputusan yang membahayakan kelestarian penyu tersebut. Akhirnya pada tanggal 17 Juli 2006, Menteri Kehutanan MS Kaban mencabut Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 750/Kpts-II/1999. Pencabutan surat keputusan ini berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.392/Menhut-II/2006 Perburuan penyu tidak sebanding dengan siklus reproduksinya. Jika dikaji dari segi perkembangbiakannya, tumbuh-kembang penyu pun relatif lamban. Dari 60 telur yang menetas, hanya 54 butir (90 persen) yang hidup. Dari yang hidup itu lima ekor (10 persen) jadi dewasa. Pendapat lain menjelaskan telur yang menetas jadi tukik hanya dua persen selamat sampai dewasa. Banyaknya jumlah predator alami mendukung mempercepat penurunan jumlahnya di alam. Babi hutan dan semut misalnya, dua jenis hewan ini adalah predator yang menggasak telur penyu. Setelah jadi tukik harus menghadapi ular, anjing, kepiting, biawak, burung elang, dan lainnya yang siap memangsanya. Saat dewasa, penyu diburu, disantap dagingnya, karapaksnya diambil/dijual para perajin untuk dibikin souvenir. Dalam suatu kesempatan reporter Ekspedition News mendapatkan fakta menyedihkan. Di kawasan wisata Pasir Putih, Situbondo, Jatim, dijajakan cenderamata seperti awetan penyu hijau dan penyu sisik. Harganya bervariasi sesuai ukuran dan jenisnya. Awetan penyu hijau seharga Rp 65.000-Rp 100.000, dan awetan penyu sisik melampaui Rp 100.000 per ekor. Jika dilihat dari angka pendapatan yang akan di peroleh, tak ayal lagi akan mendorong maraknya perburuan. Sungguh Malang Nasib Penyu. [Warno]

Top Picture

Audiensi TEB pada hari bumi di DPRD kota Batu

SUARA TEBMANIA

Semangat Konservasi dan Ilmu Pengetahuan


Salam konservasi, itulah sebersit kata yang selalu kita teriakkan untuk membangkitkan semangat kita, cukupkah dengan semangat saja kita melakukan konservasi? Jika kalian memang Tebmania sejati pasti dengan lantang menjawab TIDAK. So What Must We Do??? Kalau kita ingat dengan pengalaman dan pengetahuan Bapak David Hermawan yang telah ditransfer ketika mengisi acara kuliah tamu TEB (Sabtu 19 Mei di PSLK), mungkin kita merasa kerdil. Sungguh begitu miskinnya ilmu pengetahuan yang kita miliki. Kita tidak peka dengan lingkungan kita, padahal Allah SWT telah menciptakan segala apa yang ada dilangit dan

dibumi itu dengan berbagai maanfaat yang tak terhingga. Tinggal bagaimana kita sebagai manusia yang punya kewajiban sebagai kholifah fil ardh mengkaji,memelihara dan memanfaatkanya, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 14 yang berbunyi Dan Dialah,Allah yang menundukkan lautan untukmu agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan),dan kamu mengeluarkanya dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai,dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,supaya kamu mencari keuntungan dari karunuanya,dan supaya kamu bersukur Nah kita sebagai Tebmania berkewajiban merealisaikan semua itu dengan berbekal ilmu. Mari kita bersama sama mengali ilmu sebanyak banyaknya baik dari lingkungan formal maupun nonformal. Tiada kata terlambat untuk menuntut ilmu. Akan tetapi selain ilmu dan semangat kita juga harus beriman, karena ilmu tanpa iman bagaikan sayur tanpa garam sebagamana motto bapak David Ilmu sebagai penuntun hidup dan iman sebagai penjaga kolbu. Karena itu kita harus sinergikan antara ilmu, iman dan semangat. Saya yakin kalau ketiga kata kunci itu sudah benar benar kita pegang kita akan menjadi Tebmania yang sejati. Bravo TEB, Bravo Tebmania.[Shohifatu Zahro] CATATAN REDPEL...

konservasi. Dan mungkin itu kita (Amin Ya Robbal Alamin). Saya berani bertaruh, tanpa tulisan perjuangan kita akan mandek, jika tidak mau dikatakan mati. Bagaimana mungkin orang mengetahui aktivitas kita tanpa ada bukti otentik berupa berita. Ah sudahlah, sudah banyak bukti akan kekuatan tulisan. Intinya, kembali lagi saya katakan, penulis ayo menulis. Berjuanglah dengan tenagamu, tapi jangan lupakan satu hal terpenting. Berjuanglah dengan jarijemarimu. Menarilah dan teriakkanlah dengan lantang, tapi tanpa harus dengan suara. Hadang kecongkakan para anti-lingkungan, para kapitalis, dan tukang ekploitasi. Jangan pernah bangga karena bisa ngomong. Jangan bangga karena suka beretorika. Banggalah karena kamu telah berjuang dengan tindakan dan tulisanmu. Banggalah karenakamu bagian dari keluarga besar kita, bukan gerombolan mereka. Seorang Tebmania, pendahulu saya, guru saya, pernah berbisik suatu ketika. Ide adalah roh dan tulisan adalah kaki dan sayap serta raga yang akan membawanya terus berlari, terbang dan tetap hidup. Konservasi tetap akan berlanjut. Majulah, dan tulislah. Semoga. [Husamah] SUARA TEBMANIA

Konservasi Lewat Tulisan, Why Not?


Mungkin kita perlu berterima kasih, kepada nenek moyang dahulu. Merekalah cikal bakal munculnya tulisan sebagaimana kita nikmati pada saat ini, era modernisasi. Allah Swt telah mengamanatkan kepada manusia untuk selalu membaca. Iqra begitulah kata dalam kitab suci Al-Quran. Lalu mungkinkah kita akan membaca tanpa ada tulisan? Mustahil. Hingga suatu sahabat yang juga menantu Nabi SAW berkata: Ikatlah makna dengan menulisnya. Dan lagi, imam besar, Imam Syafii, suatu ketika berkata, Orang menulis, diibaratkan seorang pemburu. Adalah hal gila bila ternyata binatang buruan yang didapatkan dengan susah payah itu tidak diikat alias dilepas begitu saja. Lalu? Inilah yang akan saya katakan sebenarnya. Kekuatan tulisan telah diakui sepanjang masa. Karl Max, Adolf Hitler, Aristoteles, atau bahkan Samuel Huntington, tidak akan mampu mengguncangkan dunia kecuali dengan tulisan mereka. Charles Darwin mampu membelalakkan mata dunia pun dengan tulisannya yang kontroversial. Banyak rezim bertumbangan hanya karena disentil media lewat tulisan mereka. Contoh paling dekat adalah Mas Harto yang selama 32 tahun membumkam media. Itulah kekuatan media, itulah kekuatan tulisan. Nah, lahirnya jurnalisme lingkungan seakan membawa angin segar, angin semangat bagi para pejuang

INDONESIAKU
Meyisiri pasir putihmuku merasakan keindahanmuehem..hem.. Deburan ombak meyapaku seperti nyayian malam sunyi..membelai Bertabur bintangdan senyuman sang bulan purnama Wayan pinggung kehijauanmu..menyatakan kesuburanmuehemhem.. Dan slalu ingin memenuhi panggilan sang ibu pertiwimenggetarkan Namun semua itu cerita yang usang Penggalan syair lagu yang biasa dinyayikan oleh Band GIGI di atas merupakan gambaran keadaan saat ini negara yang kita cintai, Indonesia. Bangsa yang dulu sangat terkenal dengan keindahan dan kekayaan alamnya, serta

keramahan masyarakatnya. Namun saat ini apa yang terjadi?

IRONIS. Fakta lingkungan kita saat ini

Berikut beberapa catatan yang kami hadirkan. C a t a t a n:

Warno dan Husamah

Coba tanyakan pada diri kita masing-masing, kemana perginya semua itu? apakah saat ini semuanya hanya cerita usang yang membuat kita bosan bila mengingat kembali. Kenapa? Kenapa? Apa yang pendahulu kita lakukan pada alam ini? apa yang membuat keindahan dan kekayaan alam bangsa ini hilang? Apakah kita sebagai generasi saat ini tidak bersalah? dan apa yang harus dilakukan oleh generasi saat ini agar keindahan dan kekayaan alam itu bisa kembali lagi? Apakah yang kita harus dilakukan? bagaimana caranya? Apakah kita mampu? Pertanyaan- pertanyaan itulah yang selalu muncul di benak kita. Apakah kita ini mahkluk TUHAN yang selalu serakah, egois, dan rakus yang melebihan makhluk lainnya, yaitu binatang? Apakah kita termasuk manusia seperti itu? Mulai saat ini tanyakan pada diri kita, seperti apakah kita sebenarnya! Sebagai rasa syukur kepada Allah Swt dan rasa cinta kepada bangsa ini, bebaskan diri kita dari keserakahan, keegoisan, dan kerakusan dari generasi pendahulu kita yang telah mengekploitasi keindahan dan kekayaan alam ini untuk bisa berkerjasama. Kerjasama yang bagaimana? Kerjasama yang dimaksud disini adalah kita bersama-sama menjaga dan melestarikan keindahan alam ini. Bagaimana caranya? Banyak cara yang bisa kita lakukan, salah satunya kita lakukan sebagai bentuk menjaga dan melestarikan alam adalah kita tidak membabat hutan. Atau yang lebih sederhana lagi, jangan membuang sampah sembarang tempat. Apabila kita telah melakukan hal yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan alam ini, berarti kita telah menjadi manusia yang memiliki rasa syukur pada sang Pencipta dan rasa cinta pada bangsa ini. [Ade Untoro] (Bagian 1-Bersambung) LIPUTAN DIKLAT TEB 2007/2008

RAPATKAN BARISAN
Setelah beberapa pengumunan diedarkan, baik dari selebaran brosur maupun dari mulut ke mulut akhirnya masa penantian regenerasi anggota baru terlaksana juga.

Siang itu pukul 10.25 WIB (3/5/07), tiga orang mahasiswa menanyakan tempat pendaftaran diklat Tim Ekspedisi Biokonservasi (TEB) di ruang PSLK-UMM. Salah seorang anggota organisasi ini yang ditugaskan untuk mencatat calon anggota baru menerimanya dengan ramah. Di tempat ini pendaftar banyak menanyakan halhal teknis yang perlu dipersiapkan, mulai dari materi dan lain-lain. Panitia pendaftaran memberikan banyak informasi tentang Lembaga Semi Otonom -Tim Ekspedisi Biokonservasi (LSO-TEB) yang berada di bawah naungan Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Malang (FKIP-UMM). Dua hari sebelum diklat ruang I dilaksanakan, jumlah peserta pendaftar diklat membludak. Jumlah terakhir pendaftar sampai dilaksanakan diklat pertama tercatat mencapai mencapai 49 orang. Diklat ruang I Tim Ekspedisi Biokonservasi di laksanakan pada hari Sabtu (05/05/07) di ruang PSLK UMM. Tepat pukul 14.00 WIB semua peserta sudah hadir yang disambut gembira oleh Rahmi, ketua panitia diklat ruang pertama ini. Diklat ruang TEB diawali dengan sambutan dan ucapan selamat datang kepada peserta diklat oleh Ketua Umum TEB. Meski singkat, sambutan yang di sampaikan Munir cukup untuk membakar semangat calon angota baru yang memang sama sekali belum tahu apa dan bagai mana TEB serta visi dan misi salah satu lembaga semi otonom yang berada di FKIP ini. Dari sini sudah tampak semangat dan kekompakan mulai muncul. Dengan semangat dan kemauan serta keinginan terus belajar, tetapkan niat untuk berjuang bersama TEB. ujar ketua TEB sebelum mengakhiri sambutannya disertai aplous peserta. Suasana semakin meriah. Setelah pemberian semangat oleh ketua TEB periode 2006-2007, tak ketinggalan ketua suku TEB, Wahyu Prihanta pun menyampaikan orasi. Pria berkumis ini menyuguhkan jurus-jurus ampuh untuk membakar semangat peserta diklat yang jumlahnya menjadi rekor terbanyak selama di lakukan perekrutan (sejak berdiri 7 tahun lalu). Dengan suara seraknya-khas- pria yang dikaruniai 4 orang anak ini menjelaskan banyak tentang TEB dan sejarah panjang perjalanannya. Putra Pacitan yang juga konsultan sekaligus sebagai peneliti dan pendiri TEB ini banyak menjelaskan liku-liku perjalanan TEB sejak mulai di deklarasikan. 9 Juli Tahun 2000, TEB

dideklarasikan oleh 9 orang di Pantai Sukamade tambah Pria ramah itu. Sebelum mengakhiri wejangannya, suami Feni Tin Fauziah ini sempat menyampaikan bahwa di Hari BumiTEB berhasil melakukan kesepakatan dengan menandatangani nota kesepahaman dengan DPRD kota Batu. Kesepakatan itu berupa bersama-sama melindungi tanaman tepi jalan, yang menurut sejarahnya memang telah 5 tahun diperjuangkan, walaupun baru terwujud sekarang. Diklat ruang dilanjutkan setelah melakukan sholat ashar dan istirahat. Materi awal yang disampaikan adalah sejarah TEB yang disusul dengan panel materi berupa Tanaman Tepi Jalan (TTJ). Materi ini yang di sampaikan oleh Yanda Rifni, Tebmania angkatan 2002. Yanda menjelaskan banyak hal tentang TTJ, seperti 4 fungsi dan manfaatnya. Dara Banyuwangi yang tergolong senior di LSO-TEB ini menjelaskan bahwa sudah banyak kegiatan yang dilakukan untuk memperjuangkan tanaman tepi jalan, bahkan kegiatan terakhir adalah identifikasi TTJ jalur Kepanjen-Blitar. Materi kedua disampaikan oleh Nuril yang mengusung kerjasama TEB dengan LSM PPS Petung Sewu. Bocah Ngawi yang sempat ikut serta dalam pelepasan Lutung Jawa di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini mengungkapkan bahwa pengalaman berorganisasi sangat penting ketika seorang mahasiswa sudah terjun ke masyarakat. Senada dengan Nuril, Warno yang sekaligus menjadi panelis dalam diklat ruang ini menguraikan bahwa TEB sudah banyak menggalang kerjasama dalam berkegiatan. Tanpa didasari pengalaman dalam berorganisasi maka seseorang akan kesulitan berhadapan dengan masyarakat yang memang dituntut untuk kreatif dalam bertindak. TEB merupakan salah satu wadah yang sesuai bagi mahasiswa Biologi kususnya dan FKIP umumnya untuk belajar dan mengembangkan kemampuannya setelah memperoleh materi di kelas. Imbuh mantan Ketua TEB periode 2005-2006 ini sambil mengoprasikan Power Point di laptop. Tepat dikumandangkannya adzan magrib pukul 17.40 WIB semua peserta beristirahat dan melakukan sholat magrib berjamaah. Dengan semangat masih membara, peserta disuguhi hidangan makan malam bareng yang semakin menambah keakraban. Tanpa risih mereka berbaur tanpa memandang senior maupun junior. Ketika waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB, diklat ruang I dilanjutkan dengan materi karya tulis ilmiah yang di sampaikan oleh Husamah. Materi yang diangkat cukup unik, berjudul Penulis Ayo Menulis. Setiap kita (orang, Red) pasti bisa menulis jika kita mau. tambah pria yang banyak menorehkan prestasi di bidang tulismenulis ini di hadapan peserta. Dalam hal tulis-menulis, pria kelahiran Sumenep tepatnya 18 Oktober 1985 yang kini tinggal di Banyuwangi ini menambahkan bahwa orang yang menulis ibaratkan kendi. Jika kendi selalu diisi air (tidak pernah dibiarkan kosong) maka bila suatu saat

seseorang haus, dia dapat langsung meminum air yang ada di kendi tersebut. Namun sebaliknya, jika jarang diisi maka tidak akan ada air yang keluar dari kendi. Hingga dahaga takkan pernah hilang. Sebagai penutup, Tebmania angkatan 2004 ini memberikan pesan, Menulis bukanlah bakat. Yang ada hanyalah mau atau tidak mau. Novel Harry Potter tidak akan menjadi kisah yang sangat digemari masyarakat seluruh dunia, jika saja penulisnya tidak mulai berani mengetik satu-persatu huruf. Beckham tak akan menjadi pemain sepakbola yang handal andai saja dia takut untuk mulai menendang bola. Berbeda dengan Husamah, Mohammad Munir yang juga ketua TEB 2006-2007 mengangkat tentang Standar Keamanan (SK-TEB). Pria asal Pasuruan ini tak pelak membuat para peserta tertawa terbahak-bahak. Dengan gayanya yang kocak, Muner-sapaan akrabnyamenjelaskan SK perlu selalu dibawa leh Tebmania dalam setiap ekspedisi. SK sangat menentukan keselamatan seseorang. Seumpama dalam suatu tempat terdapat banyak ular, maka garam sebagai salah satu bagian SK TEB dapat digunakan. Contoh lain adalah makanan instant, yang dapat dikonsumsi cepat apabila medan tidak memungkinkan untuk memasak makanan. Tujuan lain membawa makanan instant yang banyak agar teman-teman bisa membaginya dengan saya celetuk pria yang katanya doyan makan ini pada akhir pembicaraan.[] SUARA LINGKUNGAN

Burung Pengicau Berbagi Isyarat Bahaya


Tidak hanya manusia yang bisa belajar lebih dari satu bahasa. Spesies burung nuthatch sepertinya juga mempelajari bahasa burung chickadee, khususnya isyarat yang menunjukkan adanya bahaya. Nuthatch dan chickadee sama-sama sejenis burung gelatik yang tinggal di Amerika Utara. Burung nuthatch tidak hanya bereaksi terhadap peringatan bahaya burung chickadee, tapi juga memahami tingkat bahaya yang disampaikan burung chickadee. Ketika melihat predator, misalnya burung hantu atau elang, chickadee akan mengeluarkan bunyibunyian dengan nada "chick-a-dee-dee-dee". Suku kata terakhirnya (dee) bisa diulang hingga 10 atau 15 kali tergantung tingkat bahaya dari jenis predatornya. "Dalam kasus ini nuthatch dapat membedakan informasi dalam kicauan ini," ujar Christopher Templeton dari Universitas Washington, AS yang melaporkan temuannya dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences edisi online minggu ini. Mengepung

Templeton dan koleganya Erick Green, seorang profesor ilmu biologi dari Universitas Montana, AS, telah mempelajari chickadee dan mengetahui bahwa burung tersebut mengeluarkan kicauan peringatan bahaya yang kompleks. Setelah merekam dan mendengarkannya secara seksama, para peneliti menemukan bahwa burung pengicau tersebut mengeluarkan peringatan yang berbeda jika melihat predator yang lincah seperti burung hantu kerdil dan predator yang lamban seperti burung hantu tanduk besar. Karena nuthatch memiliki ukuran tubuh yang sebanding dengan chickadee dan tinggal di habitat yang 5 VANDALIS. TTJ yang sengaja dimatikan oknum sama, Templeton mempelajari kemungkinan interaksi di masyarakat antara keduanya. Ia meletakkan speaker di dahan pohon dan saat rekaman kicauan peringatan chickadee dimainkan, burung-burung nuthatch yang ada di sekitarnya memperlihatkan reaksi waspada. Burung-burung nuthatch mengepak-kepakkan sayap, terbang, dan membentuk formasi mengepung di sekitar speaker saat mendengar bahaya predator kecil. Mengepung merupakan tindakan bertahan bersama-sama yang dilakukan sekelompok burung kecil saat menghadapi predator. Cara tersebut, kata Templeton, tidak akan mengalahkan atau melukai predator, tapi setidaknya cukup untuk menghalaunya. "Kami belum mengetahui bagaimana nuthatch belajar mengenali isyarat chickadee," ujar Templeton. Namun, ia yakin kemampuan tersebut diperoleh dengan proses belajar karena masing-masing spesies punya isyarat mengepung predator sendiri-sendiri. Menanggapi temuan ini, Charles Eldermire dari Laboratorium Ilmu Burung Universitas Cornell, AS, BERJUANG. Aksi Bentang Spanduk (20m) dalam yang tidak terlibat dalam penelitian, menyebut interaksi rangka Hari Bumi pada 22 April 2007 ini sebagai bentuk komunikasi interspesifik. Namun, apakah burung nuthatch benar-benar dapat membedakan informasi bahaya yang disuarakan chicakdee masih harus dipelajari. Menurutnya, tidak ada alasan yang kuat untuk mengatakan bahwa nuthatch menerjemahkan informasi. Mereka mungkin hanya merespon suara berintensitas tinggi. Apakah chickadee juga mengenali isyarat kicauan bahaya nuthatch juga belum dipelajari sampai diketahui apakah nuthatch juga memiliki variasi kicauan seperti chickadee. Menurut Andre Dhondt, seorang profesor ilmu burung yang juga dari Cornell, segala jenis burung secara umum saling merespon isyarat bahaya dari kicauan burung lainnya. Bahkan, hasil penelitiannya menunjukkan kalau burung chickadee berkepala hitam Bergabungnya 60 Anggota Baru TEB tahun 2007 (Poecile atricapilla) mengeluarkan isyarat bahaya palsu sehingga burung lainnya pergiNotabisa menguasai Penandatanganan dan ia Kesepahaman Perlindungan TTJ antara Tim Ekspedisi sumber makanan. [Diolah/Kompas, 20 Maret 2007]

Gallery Konservasi

Selamat:

Biokonservasi (TEB) dengan DPRD Kota Batu yang diwakili Komisi B. Penandatangan Nota Kesepahaman Konservasi Penyu antara Tim Ekspedisi 6 Biokonservasi (TEB) dengan Masyarakat Pesisir Pacitan y : zahara sp
bio 05

Perjuangan Takkan Pernah Usai

Anda mungkin juga menyukai