Anda di halaman 1dari 106

Pengertian profesionalisme guru

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang profesi, profesional dan profesionalisme. a. Profesi adalah riwayat pekerjaan, pekerjaan (tetap), pencaharian pekerjaan yang merupakan sumber penghidupan. b. Soejipto dan Raflis Kosasi mengutip pendapat Ornnstein dan Levine menyatakan bahwa profesi adalah jabatan, dia menulis beberapa tentang pengertian profesi yaitu: 1) Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan). 2) Memerlukan bidang dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya). 3) Memerlukan perhatian khusus dengan waktu yang panjang. c. Hendyat Soetopo berpendapat bahwa profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang mempersyaratkan keahlian sebagai hal yang melatarbelakangi, memiliki etika organisasi profesi yang mewadahinya. Kedua, pengertian profesional adalah yang melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai atau telah dibandingkan baik secara konsepsional secara teknik atau latihan. Ketiga, istilah profesionalisme berasal dari professional. a. Menurut Arifin Profession mengandung arti yang sama dengan kata accupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan. b. Sedangkan Ahmad Tafsir mengatakan profesionalisme ialah faham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi, sedangkan profesi itu harus mengandung keahlian artinya suatu program itu mesti dilandasi oleh suatu keahlian khusus untuk profesi. Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa profesionalisme merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Mengingat pentingnya profesionalisme dalam Hadits shahih Al-jamius shahih Bukhari Muslim mengatakan bahwa: Artinya Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia, tetapi dia akan menahan ilmu dengan di tahannya (diambilnya) para ulama, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim ahli maka manusia selalu mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Maka bertanyalah orang-orang, lalu dijawablah dengan tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan. (HR. Bukhari, Muslim). Dari Hadits di atas dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan untuk menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya tidak tertindas dan mampu membawa mereka ke jalan yang lebih baik demikan juga dengan umatnya untuk menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus sebagai pemimpin yang profesional. Dalam terjemah tafsir Al-Maraghi, kalimat:

Mengandung pengertian bahwa seseorang harus sesuai dengan kemampuan dan keahlian bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing, sehingga mereka mampu menangani pekerjaannya dan mampu mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya guna kemajuan hasil kerja. Dan mereka akan selalu mendapat petunjuk Allah SWT. Kedua, penulis mencari pemahaman tentang guru dengan melalui beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli antara lain:

a. Moh.Uzer Usman, menyatakan bahwa guru merupakan keahlian khusus sebagai guru. b. Amin Daien Kusuma, menyatakan bahwa guru adalah pihak atau subyek yang melakukan pekerjaan mendidik. Dari beberapa pengertian guru sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka secara umum diartikan bahwa guru adalah orang yang memberikan pengetahuan dalam hal mengajar kepada anak didik baik dari aspek kognitif, afektif serta psikomotorik. Dari keterangan di atas tersebut maka dapat dikatakan bahwa profesional guru adalah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan dalam latihan khusus di bidang pekerjaannya dan mampu mengembangkan keahliannya itu secara ilmiah di samping menekuni bidang profesinya. Selanjutnya Roestiyah NK dengan staf pembina ilmu keguruan IKIP Malang menjelaskan bahwa guru profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional yang mampu dan setia mengembangkan profesinya menjadi anggota organisasi profesional pendidikan, memegang teguh kode etik profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesinya dan bekerja sama dengan profesi yang lain. Adapun Imam Tholkhah dan A. Barizi mengutip pendapat M. Arifin menegaskan bahwa guru yang profesional adalah guru yang mampu mengejawantahkan seperangkat fungsi dan tugas keguruan dalam lapangan pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu mengembangkan kekaryaannya itu secara ilmiah di samping mampu menekuni profesinya selama hidupnya. Jadi dapat diartikan yaitu guru yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan dan latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Tidak hanya itu, guru profesional adalah guru yang memiliki kecakapan dalam manajemen kelas dalam rangka proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Secara sederhana kualifikasi profesional kependidikan guru dijelaskan sebagai berikut: a. Kapabilitas personal (person kappability) yaitu guru diharapkan memilki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif. b. Guru sebagai inovator yang berarti memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan informasi. Guru diharapkan memiliki pengetahuan kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang tepat terhadap pembaruan dan sekaligus penyebar ide pembaruan efektif. c. Guru sebagai developer yang berati ia harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya. Guru harus mampu dan mau melihat jauh kedepan (the future thingking) dalam menjawab tantangan-tantangan zaman yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai sebuah sistem.

UNDANG-UNDANG NO 14/2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

UNDANG-UNDANG NO 14/2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

Dasar Penetapan Undang Undang Guru dan Dosen 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

Tujuan Ditetapkannya Undang-Undang Guru dan Dosen

Untuk mengatur tentang kepentingan-kepentingan pendidikan terkait:


o o o

Mekanisme sistem pendidikan Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia Untuk memperjelas hak serta kewajiban para pendidik terkait dengan tugasnya sebagai pendidik profesional.

Undang Undang No 14/142005 Tentang Guru dan Dosen

A. Bab 1 Ketentuan Umum B. Bab 11 Kedudukan, Fungsum dan Tujuan C. Bab 111 Prinsip Profesionalitas D. Bab IV (Khusus Guru)

Bagian 1 Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi

Bagian 2 Hak dan Kewajiban

Bagian 3 Wajib Kerja Dan Ikatan Dinas

Bagian 4 Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Bagian 5 Pembinaan dan Pengembangan

Bagia 6 Penghargaan

Bagian 7 Perlindungan

Bagian 8 Cuti

Bagian 9 Organisasi Profesi dan Kode Etik

E. Bab V (Khusus Dosen)

Bagian 1 Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik

Bagian 2 Hak dan Kewajiban

Bagian 3 Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Bagian 4 Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Bagian 5 Pembinaan dan Pengembangan

Bagian 6 Penghargaan

Bagian 7 Perlindungan

Bagian 8 Cuti

F. Bab VI Sanksi G. Bab VII Ketentuan Peralihan H. Bab VIII Ketentuan Penutup

Bab I Ketentuan Umum


Guru Dosen Kualifikasi akademik Kompetensi Sertifikasi Sertifikat pendidik

Bab II Kedudukan, Fungsi dan Tujuan

Guru

Kedudukan Sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal, yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Fungsi

Meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran, Meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Tujuan Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Dosen

Kedudukan Sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi, yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Fungsi

Meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan Mutu pendidikan nasional

Tujuan Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Bab III Prinsip Profesionalitas

Guru dan Dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut

Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, Memiliki komitmen, kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab, Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, Memiliki jaminan perlindungan hukum, Memiliki organisasi profesi yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru

Bab 1V Guru

Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi

Guru wajib 1. Memiliki Kualifikasi Akademik Diperoleh melalui pendidikan tinggi program S1 atau D4 2. Memiliki Kompetensi

Pedagogik Kepribadian: Profesional: Sosial

3. Memiliki Sertifikat Pendidik Sertifikasi Pendidik diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi yang ditunjuk oleh Pemerintah. Pemerintah dan Pemda wajib menyediakan anggaran utk peningkatan kualifikasi akademik & sertfikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemda, dan masyarakat

Bab V Dosen

Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi

Dosen wajib 1. Memiliki Kualifikasi Akademik Diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. 2. Jabatan Akademik

Asisten Ahli Lektor Lektor Kepala Professor

3. Memiliki Sertifikat Pendidik


Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Hak dan Kewajiban

Hak Guru dan Dosen 1. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum

Gaji pokok Tunjangan yang melekat pada gaji Tunjangan Profesi (yang telah memiliki sertifikat pendidik) Tunjangan Fungsional o Yang diangkat oleh Pemerintah, Pemda o Yang diangkat oleh satuan pendidikan yg diselenggarakan oleh masyarakat, Pemerintah & Pemda memberikan subsidi tunjangan fungsional Tunjangan Khusus Diberikan kepada guru yg bertugas di daerah khusus (setara dengan 1 X gaji pokok Dan berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemda

2. Memperoleh perlindungan, rasa aman & jaminan keselamatan, dan memiliki kebebasan berserikat dalam organisasi profesi 3. Memperoleh kesempatan utk meningkatkan kompetensi, kualifikasi akademik, serta memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi

Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh maslahat tambahan yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi : 1. Tunjangan pendidikan. 2. Asuransi pendidikan. 3. Beasiswa. 4. Penghargaan bagi guru. 5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan. 6. Pelayanan kesehatan.

Kewajiban Guru

Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa

Kewajiban Dosen

Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan denganperkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Setiap guru dan dosen berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan untuk guru meliputi 1. Perlindungan hukum 2. Perlindungan profesi 3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Faktor terpenting dan yang paling prinsip dalam UU Guru dan Dosen

Mutu

UU Guru dan Dosen diharapkan dapat mengatur segala perihal yang menunjang pencapaian mutu yang lebih baik

Kesejahteraan

UU tersebut juga diatur segala perihal tentang kesejahteraan Guru dan Dosen

Beberapa masalah dalam UU Guru dan Dosen 1. 2. 3. 4. 5. Masalah kewenangan Masalah kesejahteraa Masalah Sertifikasi Masalah Gelar akademik Diskriminasi guru non-PNS

PROFESI GURU DAN DOSEN ANTARA TANGGUNG JAWAB DAN PERLINDUNGAN HUKUM

Oleh : Prof. DR. H. ABDUL MANAN, S.H., M.H.,

I.

PENDAHULUAN

Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut pendidikan nasional merupakan faktor yang sangat menentukan. Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pertama: setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, kedua: setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, ketiga: pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang, keempat: negara menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 %, kelima: pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas peranan guru dan dosen sangat diperlukan, dalam kaitan ini Pemerintah dan DPR telah mengeluarkan Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam undang-undang itu diperlukan agar kualitas manusia pada masa yang akan datang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, oleh karena itu guru dan dosen mempunyai fungsi peran dan kedudukan yang sangat strategis. Guru dan dosen merupakan tenaga profesional yang mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warganegara dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarah, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah sedangkan yang dimaksud dengan dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, menggabungkan, dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan, tekhnolgi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Adapun profesional dimaksudkan adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh sesorang dan menjadikan sumber penghasilan kehidupan, memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru dan dosen sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru dan dosen hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai

kualifikasi akademik kopetensi dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Sejalan dengan hal ini maka kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk

meningkatkan martabat guru dan dosen serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pengakuan guru dan dosen bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sehingga dengan hal itu maka diperlukan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh guru dan dosen dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip profesional yang dimilikinya.

II. PROFESI GURU DAN DOSEN. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa, Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu. Kamus Populer menyebutkan baha Profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian tetap[1]. Dalam Webster New World Dictionary, kata profesi (profession) diartikan : a vocation or occupation requiring advanced education and training and involving intelectual skills, as medicine, law, theology engineering teaching etc. (Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang memerlukan pendidikan dan latihan yang maju serta melibatkan keahlian intelektual, seperti dalam bidang pengobatan, hukum, teologi, engineering dan sebagainya). Menurut Kamus Politik, Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan, keahlian, (keterampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran yang melakukannya. Lawannya amatir adalah orang yang melakukan sesuatu hanya terdorong karena kegemaran saja (bukan untuk cari nafkah), penggemar. Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki citacita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Karena memiliki monopoli atas suatu keahlian tertentu, selalu ada bahaya profesi menutup diri bagi orang dari luar dan menjadi suatu kalangan yang sukar ditembus. Bagi klien yang mempergunakan jasa profesi tertentu keadaan seperti itu

dapat mengakibatkan kecurigaan jangan-jangan ia dipermainkan. Kode etik dapat mengimbangi negatif profesi ini.[2] Ciri-ciri profesi menurut Budi Santoso[3] meliputi: a. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas. b. Suatu teknis intelektual. c. Penerapan praktis dari tehnis intelektual pada urusan praktis. d. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi. e. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan. f. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.

g. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antara anggota. h. Pengakuan sebagai profesi. i. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi. j. Hubungan erat dengan profesi lain. Berdasarkan kriteria di atas, maka profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Orang (pekerja) yang menjalankan profesi disebut profesional. Pengertian profesi dapat dibedakan menjadi: pertama: profesi pada umumnya. Kedua: profesi luhur atau mulia (officium noble). Profesi pada umumnya adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian yang khusus. Persyaratan adanya keahlian yang khusus inilah yang membedakan antara pengertian profesi dengan pekerjaan walaupun bukan mejadi garis pemisah yang tajam antara keduanya[4]. Sedangkan yang dimaksud dengan profesi luhur, yaitu profesi yang pada hakikatnya merupakan suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat. Orang yang melaksanakan profesi luhur sekalipun mendapatkan nafkah (imbalan) dari pekerjaannya, namun itu bukanlah motivasi utamanya. Yang menjadi motivasi utamanya adalah kesediaan dan keinginan untuk melayani, membantu sesama umat manusia berdasarkan keahliannya. Contohnya adalah profesi guru.

Menurut B. Kieser, sebagaimana dikutip oleh C.S.T. Kansil, bahwa pelaksanaan kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi adalah sebagai berikut pertama: harus dipandang sebagai suatu pelayanan karena itu maka bersifat tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi, kedua: Pelayanan profesi dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur, ketiga: Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan, keempat: agar persaingan profesi dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi[5]. Dalam kode etik bagi profesi umum setidak-tidaknya ada dua prinsip yang ditegakkan pertama: agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab, kedua: agar menghormati hak-hak orang lain. Bagi profesi luhur, juga ada dua prinsip yang harus ditegakkan yaitu pertama: mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, yang dilayani mungkin ia kliennya atau pasiennya, kedua: mengabdi pada tuntutan luhur profesi. Untuk melaksanakan profesi luhur dengan baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Moralitas yang harus dimiliki oleh profesi luhur pertama: berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi, kedua: sadar akan kewajibannya, ketiga: memiliki idealisme yang tinggi. Moralitas profesi luhur adalah etika yang berlaku bagi profesi tersebut. Etika profesi adalah produk etika yang merupakan penerapan dari himpunan pemikiran etis atau himpunan rumusan norma moral baik profesi tertentu. Himpunan rumusan tersebut pada dasarnya merupakan rumusan yang muncul dari kesadaran untuk mengatur anggota profesi tersebut. Karena hasil pemikiran atas dasar kesadaran moral, maka rumusan itu memungkinkan mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan pemikiran, tekhnologi dan kebutuhan profesi yang bersangkutan. Menurut Suparman Usman[6] bahwa bentuk rumusan etis sebagai himpunan rumusan moral yang belaku bagi profesi tertentu bisa berbeda dengan rumusan etika profesi yang lain. Namun sekalipun ada perbedaan rumusan bagi masingmasing profesi, secara umum ada segi persamaannya. Segi persamaan yang ada pada setiap etika profesi, bersumber dari nilai moral yang bersifat universal. Nilainilai universal yang merupakan titik persamaan pada setiap etika profesi umpanya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kejujuran, tidak merugikan orang lain dan sebagainya. Etika profesi merupakan kaidah yang mengikat kepada setiap anggota profesi yang membuatnya. Kaidah tersebut merupakan hukum bagi komunitas (masyarakat) profesi yang bersangkutan. Sebagai hukum ia mempunyai sanksi norma hukum yang lain dan mempunyai alat pemaksa. Seperti hukum-hukum dalam bentuk perundang-undangan yang dapat dipaksakan oleh negara. Sesuai dengan sifat dan bentuknya sebagai norma moral, maka sanksinyapun sebatas sanksi moral.

Karena sanksinya yang lemah, sebatas sanksi moral (atau sanksi administratif) maka kadang-kadang banyak anggota suatu profesi yang melanggar etika profesi, yang telah dibuatnya. Beberapa alasan yang menyebabkan pelangaran terhadap etika profesi tersebut, antara lain: a. Lemah Iman. Seseorang yang lemah imannya, menimbulkan lemah moralnya yang

memungkinkan terjadinya pelanggaran rumusan moral yang sudah diyakini baiknya dan yang sudah disepakati untuk mentaatinya. b. Pengaruh kedekatan hubungan Kedekatan hubungan antara seseorang baik karena faktor keluar (nasab) atau faktor kedekatan lainnya bisa menimbulkan pelanggaran terhadap etika profesi. c. Pengaruh sistem yang berlaku Kadang-kadang ada suatu sistem yang memberi peluang untuk tidak mentaati etika profesi yang berlaku. Umpama jabatan hakim. Ia sebagai pegawai negeri tunduk pada hukum kepegawaian Pegawai Negeri Sipil (eksekutif). Padahal Hakim sebagai unsur yudikatif ia harus melaksanakan fungsi yudikatif yang harus bebas dari pengaruh siapapun.

d. Pengaruh materialisme dan konsumerisme Karena tidak tahan terhadap pengaruh materialisme dan konsumerisme banyak anggota profesi tertentu yang kadang-kadang mengabaikan dan melanggar etika profesinya. Langkah untuk mengatasi agar etika dipatuhi oleh setiap anggota profesi, antara lain pertama: peningkatan kualitas iman, melalui pembinaan mental yang kontinyu dan melaksanakan ajaran agama yang dianutnya secara benar dan sempurna, kedua: perlu sanksi yang jelas, tegas, mengikat dan berat bagi pelanggar etika profesi. Sebab pada dasarnya pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang berilmu seharusnya lebih berat sanksinya dibanding pelanggaran yang dilakukan oleh orang bodoh. Dalam rangka menegakkan etika bagi setiap profesi baik profesi pada umumnya maupun profesi luhur, maka ditentukanlah prinsip-prinsip yang wajib ditaati. Prinsip-prinsip ini umumnya dituangkan dalam kode etik profesi yang

bersangkutan. Kode etik disusun oleh mereka yang memiliki profesi tersebut. Hal itu biasanya disusun oleh lembaga/institusi profesi tersebut. Umpamanya disebutkan Kode Etik Profesi guru dan dosen ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap guru dan dosen dalam melaksanakan tugas profesi sebagai guru dan dosen. Apabila salah satu anggota kelompok profesi tersebut berbuat menyimpang dari kode etiknya atau melanggar etika yang seharusnya ia taati, maka kelompok proefesi itu akan tercemar di mata masyarakat, dan ia akan diberi sanksi sebagaimana yang disebutkan dalam kode etiknya. Ketentuan tentang tanggung jawab guru dan dosen sebagaimana tersebut dalam Pasal 77 dan 78 UU No. 14 Tahun 2005 ditetapkan sebagai berikut: 1. Sanksi bagi guru : 1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undang. 2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Teguran. b. Peringatan tertulis. c. Penundaan pemberian hak guru. d. Penurunan pangkat. e. Pemberhentian dengan hormat, atau f. Pemberhentian tidak dengan hormat.

3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas. 4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. 5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi. 6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.

2. Sanksi bagi dosen: 1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Teguran. b. Peringatan tertulis. c. Penundaan pemberian hak dosen. d. Penurunan pangkat dan jabatan akademik. e. Pemberhentian dengan hormat, atau f. Pemberhentian tidak dengan hormat.

3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sama. 4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas. 5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.

III. HAK DAN KEWAJIBAN GURU DAN DOSEN. 1. Hak dan Kewajiban Guru. a. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: 1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. 2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. 3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.

4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi. 5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan. 6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan. 7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas. 8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi. 9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan. 10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi dan/ atau. 11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. b. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru dan berkewajiban: 1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. 2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni. 3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, rasa, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran. 4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika dan. 5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. 2. Hak dan Kewajiban Dosen. a. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak: 1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.

2)

Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.

3)

Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.

4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. 5) Memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. 6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik dan 7) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi keilmuan. b. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban: 1) Melaksanakan masyarakat. 2) Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. 3) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnolgi, dan seni. 4) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran. 5) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika, dan 6) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. pendidikan, penelitain, dan pengabdian kepada

IV. TANGGUNG JAWAB GURU DAN DOSEN Dalam bekerja mempunyai kebebasan dan kebebasan ini merupakan hak asasi manusia. Disamping setiap orang mempunyai kebebasan, pada saat yang sama diapun mempunyai kewajiban asasi (kewajiban dasar). Dalam rangka melaksanakan kewajiban itu, maka setiap orang harus mempertanggung jawabkan perbuatan berdasarkan kebebasan yang dilaksanakannya. Hak dan kewajiban tidak

bisa dipisahkan, hanya bisa dibedakan. Demikian juga kebebasan (hak) dan tanggung jawab (bukti adanya kewajiban), tidak bisa dipisahkan, namun bisa bedakan. Seseorang tidak dapat memiliki hak tanpa memiliki kewajiban, atau seseorang tidak dapat mempunyai kebebasan tanpa memiliki tanggung jawab. Seseorang yang memiliki dan melaksanakan profesi tertentu adalah orang yang mempunyai dan melaksanakan kebebasan dalam profesinya baik profesi pada umumnya maupun profesi luhur. Karena ia mempunyai kebebasan dalam

melaksanakan profesinya maka ia harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan profesi tersebut. Kebebasan merupakan hak asasi dari setiap manusia sebagian mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihan-pilihan yang akan dilakukan. Namun karena setiap manusia mempunyai kewajiban dasar dalam pergaulan hidupnya dengan manusia lain maka ia harus selalu menjaga agar kebebasan yang dimiliki itu tidak bertentangan dengan kehendak orang. Setiap orang harus bisa membuktikan kepada manusia lainnya, bahwa kebebasan yang dia lakukan adalah kebebasan dalam rangka pelaksanaan hak asasi (hak dasar) dan kewajiban asasi (kewajiban dasar). Jadi setiap pelaksanaan kebebasan mengandung tuntutan kewajiban. Dalam melaksanakan kewajiban itulah seseorang harus bertanggungjawab. Tanggung jawab sebenarnya merupakan konsekwensi logis dari kebebasan. Namun tanggung jawab itu menjadi sangat menonjol pada pelaksanaan kewajiban moral. Sehingga sikap moral yang dewasa adalah sikap moral yang bertanggung jawab. Jadi orang yang bertanggung jawab adalah orang yang bermoral, atau sebaliknya orang yang bermoral adalah orang yang bertanggung jawab. Menurut K Bertens[7] kebebasan dan tanggung Jawab seolah-olah merupakan pengertian kembar. Di antara keduanya terdapat hubungan timbal balik. Orang yang mengatakan manusia itu bertanggung jawab. Sebaliknya jika kita bertolak dari pengertian bertanggung jawab, kita selalu turut memaksudkan juga kebebasan. Tidak mungkin ada kebebasan tanpa tanggung jawab, sebaliknya tidak mungkin ada tanggung jawab tanpa kebebasan. Satu sama lain dua kata itu saling mempengaruhi dan saling membatasi. Maka kadang-kadang dua kata tersebut disatukan menjadi kebebasan yang bertanggung jawab. Tanggung jawab merupakan salah satu etika yang harus ditaati bagi orang yang mempunyai profesi tertentu. Menurut Suparman Usman[8], bertanggung jawab bagi seorang yang memiliki profesi tertentu, dapat dirumuskan antara lain: a. Bertanggung jawab terhadap dunia profesi yang dimilikinya dan mentaati kode etik yang berlaku dalam profesi yang bersangkutan.

b.

Bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya sesuai dengan tuntutan pengabdian profesinya.

c.

Bertanggung jawab atas hasil profesi yang dilaksanakannya. Artinya dia harus bekerja untuk mendatangkan hasil yang sebaik mungkin kulaitasnya, bagi kepentingan kemanusiaan.

d.

Bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pandangan orang yang berTuhan, bahwa seluruh pekerjaan yang

dilakukannya adalah dalam rangka ibadah kepadaNya. Oleh karena itu dia harus sadar, bahwa apa yang dia kerjakan pada hakikatnya kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan Yang Maha Esa. e. Dalam keadaan apapun dia harus berani mengambil resiko untuk menegakkan kebenaran yang berhubungan dengan profesinya, secara bertanggungjawab dia harus berani berucap, bertindak dan mengemukakan sesuatu yang sesuai dengan kebenaran tuntutan profesi yang diyakininya. f. Dia secara sadar harus selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas yang berhubungan dengan tuntutan profesinya, sesuai dengan dinamika dan tuntutan zaman serta keadaan yang semakin berkembang pada tiap saat. g. Dalam keadaan tertentu, bila diperlukan dia harus bersedia memberikan laporan pertanggungjawaban kepada pihak manapun tentang segala hal yang pernah ia laksanakan sesuai dengan profesinya Dalam konsep Islam, manusia adalah Khalifah di bumi yang harus mengelola dan memakmurkan bumi. Untuk melaksanakan tugas tersebut manusia tidak bisa lain kecuali bekerja. Oleh karena itu dalam Al Quran dan Hadist banyak perintah yang mengharuskan manusia untuk bekerja antara lain sebagai berikut: Q.S. At Taubah: 105 Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihathasil dari pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang rela kamu kerjakan.

Q.S. Al Zumar:39-40

Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya Aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui. Siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal. Q.S. Al Isra:84 Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya. Al Hadits: Pada hari Qiyamat, seseorang akan diminta pertanggungjawaban dari empat masalah: tentang umurnya, dipergunakan untuk apaumur tersebut, tentang dirinya (badannya) apa yang sudah dikerjakan olehnya, tentang ilmunya apa yang sudah diperbuat dengan ilmu tersebut, tentang hartanya dari mana didapat dan dipergunakan untuk apa harta tersebut. Al Hadits: Kamu sekalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban dari hal kepemimpinannya. Ketentuan Syariat Islam dalam al Quran dan Sunnah tersebut, menegaskan bahwa manusia dibekali hak dan kewajiban. Mereka mempunyai kebebasan untuk berbuat atau tidak berbuat, namun mereka harus mempertanggung jawabkan apa yang diperbuat atau yang tidak diperbuatnya. Berkatian dengan kebebasan dan tanggung jawab, dalam Syariat Islam berlaku ketentuan antara lain: a. Mengenai janji merupakan kewajiban. Orang yang tidak menepati janji berdosa dan akan diminta pertanggungjawaban. b. Setiap manusia adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban terhaap kepemimpinannya. c. Setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya. d. Setiap perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawabannya, baik dunia maupun di akhirat kelak. e. Seseorang tidak memikul dosa atau kesalahan yang dilakukan orang lain. f. Setiap perkataan, perbuatan dan gerakan serta apa yang tersirat dalam hati tiap diri manusia yang baik atau yang buruk akan dicatat oleh Allah SWT melalui malaikat yang mengawasi makhluk-Nya dan semuanya akan diminta

pertantanggung jawaban kelak di akhirat.

g.

Setiap orang pasti akan mendapatkan balasan dari apa yang diperbuatnya, sekecil apapun, baik yang baik maupun yang buruk.

V. PERLINDUNGAN TERHADAP GURU DAN DOSEN Dalam Pasal 39 dan Pasal 75 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di sebutkan bahwa perlindungan terhadap Guru dan Dosen meliputi sebagai berikut: 1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas. 2. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselematan dan kesehatan kerja. 3. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain. 4. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan/pelanggaran lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas. 5. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana meliputi

perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. 6. Dalam rangka kegiatan akademik, guru dan dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

mbang : a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

hwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

hwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;

hwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk UndangUndang tentang Guru dan Dosen;

gingat : 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); Dengan . . . - 2 -

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. 4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. 5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal. 6. Satuan . . . - 3 -

6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan. 7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. 10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. 11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. 12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. 13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. 14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan. 15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

16. Penghasilan . . . - 4 -

16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional. 17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain. 18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

19. Pemerintah adalah pemerintah pusat. 20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota. 21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional. BAB II KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 3 (1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 4 . . . - 5 -

Pasal 4 Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 5 Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6 Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. BAB III PRINSIP PROFESIONALITAS Pasal 7 (1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. memperoleh . . . - 6 -

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. (2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. BAB IV GURU Bagian Kesatu Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi Pasal 8 Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 9 Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Pasal 10 (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. (2) Ketentuan . . . - 7 -

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 (1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. (2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. (3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12 Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. Pasal 13 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: a. memperoleh . . . - 8 -

a.

memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan; g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 (1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. (2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Guru . . . - 9 -

(3)

(1)

Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pasal 16 Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. (3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 18 . . . - 10 -

(1)

Pasal 18 Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. (3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19 (1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20 Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak . . . - 11 -

c.

bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas Pasal 21 (1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 22 (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 23 (1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.

(2) Kurikulum . . . - 12 -

(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pasal 24 (1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah. (2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan. (3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan. (4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan. Pasal 25 (1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(2) Pengangkatan . . . - 13 -

(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pasal 26 (1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 27 Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan. Pasal 28 (1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi. (2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan. (4) Pemindahan . . . - 14 -

(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 29 (1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas. (2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun. (3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti. (4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 30 (1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena: a. meninggal dunia; b. mencapai batas usia pensiun; c. atas permintaan sendiri; d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau

e. berakhirnya . . .- 15 -

e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan. (2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena: a. melanggar sumpah dan janji jabatan; b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. (3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun. (5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Pasal 31 (1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. (2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Bagian Kelima Pembinaan dan Pengembangan Pasal 32 (1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier. (2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Pembinaan . . . - 16 -

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional. (4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Pasal 33 Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 34 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. (2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 35 (1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.

(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam . . . - 17 -

Bagian Keenam Penghargaan Pasal 36 (1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan. (2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 37 (1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan. (2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional. (3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain. (4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 38 Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketujuh . . . - 18 -

Bagian Ketujuh Perlindungan Pasal 39 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. (4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. (5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. Bagian Kedelapan Cuti Pasal 40 (1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundangundangan. (2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kesembilan . . .- 19 -

Bagian Kesembilan Organisasi Profesi dan Kode Etik Pasal 41 (1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen. (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. (3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. (4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Pasal 42 Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru; b. memberikan bantuan hukum kepada guru; c. memberikan perlindungan profesi guru; d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan e. memajukan pendidikan nasional. Pasal 43 (1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik. (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. Pasal 44 (1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru. (2) Keanggotaan . . .- 20 -

(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. (3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. (4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. (5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB V DOSEN Bagian Kesatu Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik Pasal 45 Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 46 (1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. (2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum: a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana. (3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.

(4) Ketentuan . . . - 21 -

(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi. Pasal 47 (1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 48 (1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap. (2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor. (3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor. (4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 49 (1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor. (2) Profesor . . . - 22 -

(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat. (3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna. (4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 50 Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen. Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi. Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki. Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(1) (2) (3)

(4)

Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pasal 51 (1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak: a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; d. memperoleh . . . - 23 -

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 52 (1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. (2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pasal 53 (1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat. (2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. (3) Tunjangan . . . - 24 -

(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 54 (1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah. (2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. (1) Pasal 55 Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. (3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56 (1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. (2) Ketentuan . . . - 25 -

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 57 (1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 58 Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 59 (1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. (2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan. Pasal 60 Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban: a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; b. merencanakan . . . - 26 -

b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas Pasal 61 (1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 62 (1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat . . . - 27 -

Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pasal 63 (1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. (4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Pasal 64 (1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan perundangundangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 65 Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan. Pasal 66 Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pasal 67 . . . - 28 -

Pasal 67 (1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena: a. meninggal dunia; b. mencapai batas usia pensiun; c. atas permintaan sendiri; d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan. (2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena: a. melanggar sumpah dan janji jabatan; b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. (3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun. (5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun. (6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Pasal 68 (1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. (2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Bagian Kelima . . . - 29 -

Bagian Kelima Pembinaan dan Pengembangan Pasal 69 (1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier. (2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. (3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Pasal 70 Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 71 (1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat. (2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen. (3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat. Pasal 72 . . . - 30 -

(1)

Pasal 72 Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.

(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam Penghargaan Pasal 73 (1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan. (2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 74 (1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi. (2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional. (3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain. (4) Penghargaan . . . - 31 -

(4)

Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketujuh Perlindungan Pasal 75 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain. (4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas. (5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. (6) Dalam . . . - 32 -

(6)

Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan. Bagian Kedelapan

Cuti Pasal 76 (1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundangundangan. (2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI SANKSI Pasal 77 (1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran; b. peringatan tertulis; c. penundaan pemberian hak guru; d. penurunan pangkat; e. pemberhentian dengan hormat; atau f. pemberhentian tidak dengan hormat. (3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas. (4) Guru . . . - 33 -

(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. (5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi. (6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri. Pasal 78 (1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran; b. peringatan tertulis; c. penundaan pemberian hak dosen; d. penurunan pangkat dan jabatan akademik; e. pemberhentian dengan hormat; atau f. pemberhentian tidak dengan hormat. (3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. (4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas. (5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri. Pasal 79 - 34 Pasal 79 . . .

(1)

Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa: a. teguran; b. peringatan tertulis; c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 80 (1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini: a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik. b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik. (2) Tunjangan . . . - 35 -

(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 81 Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 82 (1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. (2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya UndangUndang ini. Pasal 83 Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini. Pasal 84 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . - 36 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AD INTERIM, ttd YUSRIL IHZA MAHENDRA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157
Salinan sesuai dengan aslinya DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN, ABDUL WAHID

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia - 2 -

berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut: 1. mengangkat martabat guru dan dosen; 2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. meningkatkan mutu pembelajaran; 6. meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. kedudukan . . . - 3 -

Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi: 1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi; 2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas; 3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;

Selain . . . - 4 -

4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen; 5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional; 6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional; 7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat; 8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan 9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen. Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) II. PASAL DEMI PASAL . . . - 5 -

Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 . . . - 6 -

Pasal 10 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) huruf a Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. huruf b Cukup jelas. - 7 -

huruf c Cukup jelas huruf d Cukup jelas. huruf e Cukup jelas. huruf f Cukup jelas. huruf g . .. huruf g Cukup jelas. huruf h Cukup jelas. huruf i Cukup jelas. huruf j Cukup jelas. huruf k Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1)

Ay at (2) Cuk up jelas .

Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja. Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya. - 8 -

Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus. Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . Ayat (3) Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran - 9 -

pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 18 Ayat (1) Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. - 10 -

Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. - 11 -

Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat - 12 -

Pasal 34 . . .

melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 . . . Pasal 48 Ayat (1) Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang. Ayat (4) Cukup jelas. - 13 -

Pasal 51 Ayat (1) huruf a Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. huruf b Cukup jelas. huruf c Cukup jelas. huruf d Cukup jelas. huruf e Cukup jelas. huruf f . huruf g .. Cukup jelas. huruf f Ayat (2) Cukup Cukup jelas. jelas. Pasal 52 Ayat (1) Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja. Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. - 14 -

Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya. Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus. Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Lihat penjelasan Pasal 52 ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. ... Ayat (4) Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. - 15 -

Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati. Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. - 16 -

Pasal 66 ... Pasal 66 Cukup jelas.

Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. - 17 -

Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4586- i Pasal 81 . . .

Empat Kompetensi Guru Professional


6:10:00 AM M. KHOLIL 3 comments Seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
pada pasal 10 ayat (1) menyatakan Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi

Bahwa guru yang profesional itu memiliki empat kompetensi atau standar kemampuan yang meliputi kompetensi Kepribadian, Pedagogik, Profesional, dan Sosial. Kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan , keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif dalam mnenyiapkan metode dan strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya, memilih dan menetukan sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator pembahasan. Dengan sertifikasi dan predikat guru profesional yang disandangnya, maka guru harus introspeksi diri apakah saya sudah mengajar sesuai dengan cara-cara seorang guru profesional. Sebab disadarai atau tidak banyak diantara kita para pendidik belum bisa menjadi guru yang profesional sebagai mana yang diharapkan dengan adanya sertifikasi guru sampai saat ini. A. Kompetensi kepribadian

Adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi : 1. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. 2. Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etod kerja sebagai guru. 3. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. 4. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh disegani. 5. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. B.Kompetensi Pedagogik Kemampuan pemahaman terhadappeserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah : 1. Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. 2. Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. 3. Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. 4. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan denga berbagai metode,menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. 5. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasipeserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik. C. Kompetensi Profesional Adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulummata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Sub kompetensi dalam kompetensi Profesional adalah : 1. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang meliputi memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar nmata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Menguasai struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk membperdalam pengetahuandan materi bidang studi. D.Kompetensi Sosial

adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar Kode etik Guru dan Dosen Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan kehidupan sehari-hari. Isi Pokok Kode Etik Guru dan Dosen : 1. Kewajiban beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang berlaku 3. Mematuhi norma dan etika susila 4.Menghormati kebebasan akademik 5. Melaksanakan tridarma perguruan tinggi 6. Menghormati kebebasan mimbar akademik 7. Mengukuti perkembangan ilmu 8. Mengembangkan sikap obyektif dan universal 9. Mengharagai hasil karya orang lain 10. Menciptakan kehidupan sekolah/kampus yang kondusif 11. Mengutamakan tugas dari kepentingan lain 12. Pelanggaran terhadap kode etik guru dan dosen dapat dikenai sanksi akademik, administrasi dan moral.

Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, guru harus memiliki empat kompentensi, antara lain: 1. Kompetensi Padegogik - Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, cultural, emosional, dan intelektual - Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik. - Mengembangkan kurikulum yang terkait mata pelajaran yang diampu. - Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik

- Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran. - Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik. - Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke peserta didik. - Menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar. 2. Kompentensi Keahlian - Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, social dan budaya bangsa - Penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi peserta didik dan masyarakat. - Menampilkan dirisebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa - Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. - Menjunjjung tinggi kode etik profesi guru. 3. Kompentensi Sosial. - Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga. - Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. - Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman social budaya. - Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan 4. Kompentensi Profesional - Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang dimampu - Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu - Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif. - Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif - Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri. Itulah berita dan juga informasi terbaru yang kampus-info berikan kepada anda semua. Semoga artikel 4 Kompetensi Guru bermanfaat bagi Anda. Jangan lupa bagikan dengan cara share dibawah ini.

Rabu, 20 April 2011

Kode Etik Guru dan Sanksi Pelanggaran

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika merupakan ilmu atau konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar dan buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari kontrol diri karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Istilah profesi dapat diartikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Kode etik adalah suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Salah satu contoh tertua adalah Sumpah Hipokrates yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari Bapak Ilmu Kedokteran. Contoh penerapan kode etik pada bidang profesi guru : Guru memiliki kewajiban untuk membimbing anak didik seutuhnya dengan tujuan membentuk manusia pembangunan yang Pancasila. Inilah bunyi kode etik guru yang pertama dengan istilah berbakti membimbing yang artinya mengabdi tanpa pamrih dan tidak pandang bulu dengan membantu (tanpa paksaan, manusiawi). Istilah seutuhnya lahir batin, secara fisik dan psikis. Jadi guru harus berupaya dalam membentuk manusia pembangunan Pancasila harus seutuhnya tanpa pamrih. Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang baik dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.

Fungsi dan Tujuan Kode Etik Pada dasarnya, kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik, yaitu melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi, serta melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi. Tujuan kode etik profesi di antaranya adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi, meningkatkan mutu profesi, meningkatkan mutu organisasi profesi, meningkatkan layanan di atas

keuntungan pribadi, mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat, serta menentukan standar bakunya sendiri. Pelanggaran Kode Etik Pelanggaran kode etik adalah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota kelompok profesi dari kode etik profesi di mata masyarakat. Beberapa penyebab pelanggaran kode etik profesi adalah : Idealisme dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional sehingga harapan terkadang sangat jauh dari kenyataan. Memungkinkan para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi bisa menjadi pajangan tulisan berbingkai. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Memberi peluang kepada profesional untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya. Sanksi pelanggaran kode etik yaitu sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi khusus. Seringkali, kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika teman sejawat melanggar kode etik. Namun, dalam praktek sehari-hari kontrol ini tidak berjalan mulus karena rasa solidaritas dalam anggota-anggota profesi. Seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran.

Kesimpulan Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari normanorma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi. Dengan telah adanya kode etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalahgunaan profesi.

Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.

Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran.

Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbanganpertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.

Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci normanorma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.

Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang guru professional.

KODE ETIK GURU INDONESIA


KODE ETIK GURU INDONESIA Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 . Maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan mempedomani dasar dasar sebagai berikut : 1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila 2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing masing . 3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik ,

tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan . 4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik baiknya bagi kepentingan anak didik 5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan . 6. Guru secara sendiri sendiri dan atau bersama sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya . 7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan . 8. Guru bersama sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya. 9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan. (http://verykaka.wordpress.com/2007/10/19/kode-etik-guru-indonesia/)

Kode Etik Guru (2008) PEMBUKAAN


Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia yang bermain, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,makmur, dan beradap. Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan. Melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Guru indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru indonesia ketika menjalankan tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Guru indonesia bertanggung jawab mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna,

terhormat

dan

dihormati

dalam

pergaulan

antar

bangsa-bangsa

di

dunia

ini.

Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.

Bagian Satu Pengertian, tujuan, dan Fungsi Pasal 1 (1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara. (2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah. Pasal 2 (1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. (2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan. Bagian Dua Sumpah/Janji Guru Indonesia Pasal 3

(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. (2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing. (3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan. Pasal 4 (1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia. (2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas. Bagian Tiga Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5 Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari : (1) Nilai-nilai agama dan Pancasila (2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. (3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual, Pasal 6 (1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik: 1. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. 2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan

kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat 3. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masingmasingnya berhak atas layanan pembelajaran. 4. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. 5. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. 6. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. 7. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik. 8. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. 9. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. 10. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. 11. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. 12. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. 13. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. 14. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. 15. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. 16. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa : 1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan. 2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. 3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. 4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. 5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.

6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. 7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.

(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat : 1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. 2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. 3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat 4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. 5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya 6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. 7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat. 8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat.

(4) Hubungan Guru dengan seklolah 1. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. 2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. 3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif. 4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah. 5. Guru menghormati rekan sejawat. 6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat 7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional. 8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. 9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran 10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat. 11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.

12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. 13. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. 14. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya 15. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya. 16. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. 17. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

(5) Hubungan Guru dengan Profesi : a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya. e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran. (6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya : 1. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan. 2. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan 3. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. 4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. 5. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif

individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. 6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya. 7. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya. 8. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah : a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya. b. Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya. c. Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945. d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara. Bagian Empat Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi Pasal 7 (1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia. (2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Pasal 8 (1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru. (2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.

Pasal 9 (1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia. (2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif (3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. (5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. (6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Bagian Lima Ketentuan Tambahan Pasal 10 Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan. Bagian Enam Penutup Pasal 11 (1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia. (2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia. http://trieelangsutajaya2008.wordpress.com/2009/02/16/kode-etik-guru-2008/

RUWETNYA MERUMUSKAN KODE ETIK PROFESI GURU Juni 11, 2007 in My Opinion Salah satu program kerja 100 hari Mendiknas Bambang Sudibyo adalah pencanangan Guru Sebagai Profesi. Hal itu beliau ungkapkan pada 2 Desember 2004, bersamaan dengan peringatan Hari Guru Nasional. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Naskah kode etik itu, saat pencanangan tersebut tengah digodok. Draf kode etik guru tersebut selain diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari para profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik yang dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk disahkan menjadi kode etik guru ( Darmaningtyas,Kompas, 13 Desember 2004 ). Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum kelaar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya, para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena, dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka dididik guru-guru yang tidak layak dan asal-asalan. Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya. Model pemerasan lainnya guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut. Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar. Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan salary mereka,

sehingga mereka tidak perlu mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru. Bukankah selama ini pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan yang tidak terlalu membanggakan. Sehingga, lulusan SLTA yang berprestasi merasa malas untuk melanjutkan ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Dengan salary yang memadai dan prestise yang baik, diasumsikan akan mendorong anak-anak muda dengan prestasi akademik yang bagus bersedia menerjuni pekerjaan menjadi guru. Mungkinkah Kode Etik Guru Bisa Fungsional ? Bisa jadi pertanyaan di atas terlalu skeptis. Tapi marilah kita simak fakta yang ada. Barangkali untuk meningkatkan salary guru pada taraf yang dianggap memadai tidak terlalu menjadi masalah. Bukankah ke depan pemerintah akan meningkatkan anggaran untuk dunia pendidikan hingga 20% dari total APBN ? Barangkali yang akan menjadi dilema adalah tuntutan akan keahlian sebagai satu profesi. Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang keahliahanya. Seperti yang diungkap oleh Geist (2002) bahwa Professionals are specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside their specialties. ( Agung Haryono, TANTANGAN PROFESIONALISME GURU EKONOMI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI, Jurnal Ekofeum online) Bisa saja sebelum sanksi diberlakukan bagi guru-guru yang keahliannya tidak memenuhi standard minimal, mereka diberi waktu untuk meng upgrade diri selama sekian waktu. Tapi perlu diingat, seperti dijelaskan di atas, bahwa dengan gaji yang sekarang ini, banyak guru harus mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Apalagi kalau dilihat guru-guru sekolah swasta, salary-nya masih banyak yang di bawah UMR, masuk akalkah untuk meminta mereka meng upgrade diri ? Andai saja dengan ada mukjizat tertentu sehingga membuat pemerintahan SBY mampu menaikkan salary para guru, baik negeri maupun swasta, sampai tingkat memadai, tetapi tetap saja harapan supaya guru-guru yang ada saat ini meng upgrade diri sampai memiliki keahlian yang memadai juga masih sebagai utopia. Bukankah raw material yang menjadi input LPTK selama ini sebagian besar adalah para lulusan yang bisa dibilang second grade ? Lalu kalau standard keahlian yang dipersyaratkan untuk profesi guru tidak tercapai, apakah majelis kehormatan yang akan dibentuk nanti memecati guru-guru yang dianggap tidak memenuhi standard keahlian ?

Jadi jelas pencanangan Guru Sebagai Profesi merupakan kebijakan yang gegabah dari Mendiknas. Barangkali akan lebih realistis jika kebijakan peningkatan mutu guru dimulai dengan meningkatkan salary para guru sesuai dengan kemampuan pemerintah. Setelah itu, perlu dilakukan pelatihanpelatihan yang lebih intensif dan dengan metode yang lebih baik saehingga membuat guru-guru termotivasi untuk mengembangkan dirinya. Berikutnya, diadakan percepatan usia pensiun untuk guru. Kalau sekarang usia pensiun guru adalah 60 tahun, barangkali bisa dimajukan menjadi 55 tahun. Dengan begitu, akan memberi kesempatan tenaga-tenaga baru untuk terjun di bidang pendidikan, tentu dengan ini harus dipilih tenaga-tenaga yang memang memiliki keahlian yang memadai. Last but not least, dalam proses recruitment harus dibersihkan dari unsur-unsur suap menyuap. Menurut Darmaningtyas dalam artikelnya di atas menyebutkann bahwa proses perekrutan guru calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2004 ini diwarnai dengan suap Rp 20 juta-Rp 75 juta? Menurut hemat penulis, kalau mau membuat program 100 hari yang monumental, realistis, dan jelas indikatornya, hal itu dapat dilakukan dengan mencegah penerimaan guru CPNS dengan menggunakan uang suap sedikit pun. ( Darmaningtyas,Kompas, 13 Desember 2004 ). Dengan pemberantasan korupsi saat proses rekruitmen tenaga guru, akan di dapat calon-calon guru yang lebih berkualitas. Guru pun lebih bermartabat karena menjadi guru berkat kemampuannya, bukan karena menyuap pihak lain. ******* http://rohadieducation.wordpress.com/2007/06/11/ruwetnya-merumuskan-kode-etik-profesi-guru/

PEMBERDAYAAN GURU DAN DOSEN A. PENDAHULUAN Pendidikan di era reformasi menghadapi dua tuntutan. Pertama adalah tutuntan masyarakat terhadap mutu pendidikan yang rendah dan belum relevan dengan perkembangan masyarakat. Kedua, problema dalam meningkatkan kualitas manusia manusia sebagai sumber daya yang berkualitas dan professional. Posisi guru dan dosen merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Selama ini peran guru dan dosen diperlakukan kurang taat asas dalam arti dinyatakan sebagai sosok yang sangat penting, namun tanpa disertai kesediaan untuk menghargai mereka sebagaimana mestinya. Bidang pengajaran merupakan salah satu bagian yang integral dari system pendidikan di sekolah maupun di perguruan tinggi, menjadi tanggung jawab guru dan dosen. Mengingat pentingnya peranan terbut, berbagai upaya mempersiapkan guru dan dosen yang professional secara bertahap telah dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), organisasi profesi, departemen terkait, dan lembaga pendidikan lainnya. Oleh karena itu, dapat difahami bahwa peran dan fungsi pendidik dalam membentuk kepribadian peserta didik untuk menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta menyejahterakan masyarakat, kemajuan Negara dan bangsa. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hakikat guru dan dosen sebagai pendidik dan pengajar, bagaimana prinsip-prinsip professionalitas mereka, apa standar kompetensi, kualifikasi, dan sertifikasinya, apa hak dan kewajiban, bagaimana penerapan kode etik dan pembinaan karir, dan sanksi

mereka pada lembaga pendidikan Islam. B. HAKIKAT GURU DAN DOSEN SEBAGAI PENDIDIK DAN PENGAJAR 1. Pengertian Guru dan Dosen

Di Indonesia guru dan dosen termasuk dalam kelompok pendidik berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pada Bab I tentang Ketentuan Umum, yang berbunyi : Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.[1] Pada Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan pasal 39 ayat 2, dijelaskan bahwa: Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[2] Kemudian dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pada Bab I pasal 1 ayat 1 dan 2, telah dijelaskan bahwa: Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[3] Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengertian guru dan dosen tidak banyak perbedaannya. Mereka sama-sama pendidik professional dengan tugas utama mendidik dan mengajar. Mungkin jenjang pendidikan formal saja yang membedakannya, guru di sekolah sedangkan dosen di perguruan tingggi. 2. Guru dan Dosen Sebagai Pendidik

Guru dan dosen adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannnya. Oleh karena itu, guru dan dosen harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu. Seperti, bertanggung jawab, berwibawa, mandiri, dan disiplin.[4] Tanggung jawab seorang guru dan dosen tercermin dari sikap mengetahui dan memahami nilai, norma, dan social, serta berusaha berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru dan dosen harus mempunyai wibawa. Hal ini dapat dilihat dari kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, social, dan intelektual pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Ketika mengambil suatu keputusan guru dan dosen harus mandiri (indefendent), terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi

peserta didik dan lingkungan. Jangan hanya menanti perintah dari atasan (kepala sekolah atau rector) Guru dan dosen juga harus disiplin. Dalam arti mereka harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran professional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik, terutama dalam pembelajaran. Peranan guru sebagai pendidik dapat dilaksanakan apabila guru memenuhi persyaratan kepribadian. Guru akan mampu mendidik apabila dia mempunyai kestabilan emosi, memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk memajukan peserta didik, bersikap realistis, jujur, terbuka, dan peka terhadap perkembangan, terutama terhadap inovasi pendidikan.[5] Berdasarkan uraian di atas, maka hakikat guru dan dosen sebagai pendidik harus mempunyai kepribadian yang baik. Seperti berperilaku yang terpuji, memiliki kestabilan emosional dan spiritual. Dengan kata lain, pendidik harus berakhlak yang mulia dalam memberikan contoh kepada peserta didiknya. 3. Guru dan Dosen Sebagai Pengajar

Sehubungan dengan peranan guru sebagai pengajar, maka dia harus menguasai ilmu, antara lain mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai bahan pelajaran serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya, menguasai teori dan praktek metode pengajaran, teknologi pendidikan, evaluasi, psikologi belajar, dan lain sebagainya.[6] Lebih teknis lagi yang dikemukakan oleh Mulyasa tentang beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, yaitu: membuat ilustrasi; mendefinisikan; menganalisis; mensintesis; bertanya; merespon; mendengarkan; menciptakan kepercayaan; memberikan pandangan yang bervariasi; menyediakan media untuk mengkaji materi standar; menyesuaikan metode pembelajaran; memberikan nada perasaan.[7] Rumusan tujuan pembelajaran yang sudah dicantumkan di dalam kurikulum formal belum tentu dapat diaktualisasikan tanpa peranan guru dalam pembelajaran di kelas. Hal ini sangat tergantung kepada peranan yang dimainkan oleh guru yang bertindak sebagai The man behind the gun-nya.*8+ Khusus bagi dosen, ada tiga tingkatan kewenangan dalam pelaksanaan dharma pendidikan dan pengajaran, yakni: Mandiri; Ditugaskan; dan Membantu. Mandiri adalah dosen yang sudah memilki kewenangan dan tanggung jawab secara penuh dalam praktek pendidikan dan pengajaran. Ditugaskan adalah dosen yang kewenangannya berdasarkan tanggung jawab tenaga pengajar yang lebih senior yang sudah memilki tanggung jawab penuh dalam bidang tugasnya. Sementara membantu adalah dosen yang kewenangannya hanya membantu tenaga pengajar yang lebih senior.[9] Sebagai pengajar, guru dan dosen harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang materi yang akan diajarkannya, metode, pendekatan, dan teknik juga harus dikuasai. Pengelolaan kelas yang baik dalam pembelajaran menjadi seni ketika guru dan dosen mengajar. C. PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALITAS GURU DAN DOSEN Afnibar dalam bukunya Memahami Profesi dan Kinerja Guru, dia mengutip pendapat Imran Manan yang menyatakan bahwa:

Profesi adalah Kedudukan atau jabatan yang memerlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh sebagian lewat pendidikan atau perkuliahan yang bersifat teoritis dan disertai dengan praktek, diuji dengan sejenis bentuk ujian baik di universitas atau lembaga yang diberi hak untuk itu dan memberikan kepada orang-orang yang memilikinya (sertifikat, lisence, brevet) suatu kewenangan tertentu dalam hubungannya dengan kliennya.[10] Selanjutnya, sebagai sebuah profesi pekerjaan tersebut harus mempunyai criteria-kriteria seperti: Pertama, Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. Kedua, Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. Ketiga, Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. Keempat, Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Kelima, Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Keenam, Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Ketujuh, Memilki klien/objek layanan yang tetap seperti dokter dengan pasiennya atau guru dengan muridnya. Kedelapan, Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.[11] Dari keterangan di atas, dapat difahami bahwa adanya keterkaitan persyaratan pekerjaan guru sebagai sebuah profesi. Yaitu : Pekerjaan sebagai guru memerlukan pendidikan khusus, hal ini dikelola oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK); Memberi manfaat kepada masyarakat yakni mendidik sumber daya manusia yang berkualitas; Memilki kode etik yaitu kode etik profesi guru; Memilki objek yang jelas yaitu para siswa di sekolah; Melibatkan kegiatan intelektual yaitun dalam proses belajar mengajar; keberadaannya sangat dibutuhkan dab diakui oleh masyarakat dan memilki organisasi profesi, yaitu organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).[12] Guru adalah jabatan professional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi criteria professional sebagai berikut: 1) Fisik, maksudnya adalah guru harus sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang dapat menimbulkan cemoohan atau rasa kasihan dari peserta didik 2) Mental/ Kepribadian, maksudnya adalah guru memiliki kepribadian yang baik; mencintai bangsa dan sesama manusia serta rasa kasih saying kepada peserta didik; berbudi pekerti yang luhur; berjiwa kreatif; mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa; mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; bersikap terbuka, peka, dan inovatif; menunjukkan rasa cinta kepada profesinya; taat kepada disiplin; dan memilki sense of humor 3) Keilmiahan/Pengetahuan, maksudnya adalah guru harus memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik; memahami, menguasai, dan mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan; memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain; senang membaca buku-buku yang ilmiah; mampu memecahkan persoalan secara sistematis; memahami prinsip-prinsip pembelajaran. 4) Keterampilan, maksudnya adalah guru harus mampu berperan sebagai organisator dan fasilitator; mampu menyusun bahan pembelajaran; mampu melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik sehingga tercapai tujuan pembelajaran; mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan; dan mampu memahami dan melaksanakan kegiatan pendidikan luar sekolah.[13] Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip-prinsip profesionalitas guru dan dosen merupakan profil guru. Keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu harus dimiliki oleh guru yang

professional. Oleh karena itu, guru perlu ditempa kepribadiannya dan diasah penguasaan materinya sehingga menjadi tenaga yang professional. Dalam Undang-undang guru dan dosen dijelaskan tentang prinsip profesionalitas pada pasal 7 ayat 1 yang berbunyi: Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: 1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 3. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

Menerawang Dunia Pendidikan Kita


Beranda About KASUS IPDN : KESALAHAN MEMAKNAI HAKIKAT PENDIDIKAN MEMPERSIAPKAN INSAN PEMBELAJAR

RUWETNYA MERUMUSKAN KODE ETIK PROFESI GURU


11 Juni 2007

Salah satu program kerja 100 hari Mendiknas Bambang Sudibyo adalah pencanangan Guru Sebagai Profesi. Hal itu beliau ungkapkan pada 2 Desember 2004, bersamaan dengan peringatan Hari Guru Nasional. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Naskah kode etik itu, saat pencanangan tersebut tengah digodok. Draf kode etik guru tersebut selain diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari para profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik yang dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk disahkan menjadi kode etik guru ( Darmaningtyas,Kompas, 13 Desember 2004 ). Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum kelaar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya, para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena, dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi untuk memberi pelayanan

yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka dididik guru-guru yang tidak layak dan asal-asalan. Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya. Model pemerasan lainnya guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut. Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar. Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan meningkatkan salary mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru. Bukankah selama ini pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan yang tidak terlalu membanggakan. Sehingga, lulusan SLTA yang berprestasi merasa malas untuk melanjutkan ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Dengan salary yang memadai dan prestise yang baik, diasumsikan akan mendorong anak-anak muda dengan prestasi akademik yang bagus bersedia menerjuni pekerjaan menjadi guru.
Mungkinkah Kode Etik Guru Bisa Fungsional ? Bisa jadi pertanyaan di atas terlalu skeptis. Tapi marilah kita simak fakta yang ada. Barangkali untuk meningkatkan salary guru pada taraf yang dianggap memadai tidak terlalu menjadi masalah. Bukankah ke depan pemerintah akan meningkatkan anggaran untuk dunia pendidikan hingga 20% dari total APBN ? Barangkali yang akan menjadi dilema adalah tuntutan akan keahlian sebagai satu profesi. Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang keahliahanya. Seperti yang diungkap

oleh Geist (2002) bahwa Professionals are specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside their specialties. ( Agung Haryono, TANTANGAN PROFESIONALISME GURU EKONOMI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI, Jurnal Ekofeum online) Bisa saja sebelum sanksi diberlakukan bagi guru-guru yang keahliannya tidak memenuhi standard minimal, mereka diberi waktu untuk meng upgrade diri selama sekian waktu. Tapi perlu diingat, seperti dijelaskan di atas, bahwa dengan gaji yang sekarang ini, banyak guru harus mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Apalagi kalau dilihat guru-guru sekolah swasta, salary-nya masih banyak yang di bawah UMR, masuk akalkah untuk meminta mereka meng upgrade diri ? Andai saja dengan ada mukjizat tertentu sehingga membuat pemerintahan SBY mampu menaikkan salary para guru, baik negeri maupun swasta, sampai tingkat memadai, tetapi tetap saja harapan supaya guru-guru yang ada saat ini meng upgrade diri sampai memiliki keahlian yang memadai juga masih sebagai utopia. Bukankah raw material yang menjadi input LPTK selama ini sebagian besar adalah para lulusan yang bisa dibilang second grade ? Lalu kalau standard keahlian yang dipersyaratkan untuk profesi guru tidak tercapai, apakah majelis kehormatan yang akan dibentuk nanti memecati guru-guru yang dianggap tidak memenuhi standard keahlian ? Jadi jelas pencanangan Guru Sebagai Profesi merupakan kebijakan yang gegabah dari Mendiknas. Barangkali akan lebih realistis jika kebijakan peningkatan mutu guru dimulai dengan meningkatkan salary para guru sesuai dengan kemampuan pemerintah. Setelah itu, perlu dilakukan pelatihanpelatihan yang lebih intensif dan dengan metode yang lebih baik saehingga membuat guru-guru termotivasi untuk mengembangkan dirinya. Berikutnya, diadakan percepatan usia pensiun untuk guru. Kalau sekarang usia pensiun guru adalah 60 tahun, barangkali bisa dimajukan menjadi 55 tahun. Dengan begitu, akan memberi kesempatan tenaga-tenaga baru untuk terjun di bidang pendidikan, tentu dengan ini harus dipilih tenaga-tenaga yang memang memiliki keahlian yang memadai. Last but not least, dalam proses recruitment harus dibersihkan dari unsur-unsur suap menyuap. Menurut Darmaningtyas dalam artikelnya di atas menyebutkann bahwa proses perekrutan guru calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2004 ini diwarnai dengan suap Rp 20 juta-Rp 75 juta? Menurut hemat penulis, kalau mau membuat program 100 hari yang monumental, realistis, dan jelas indikatornya, hal itu dapat dilakukan dengan mencegah penerimaan guru CPNS dengan menggunakan uang suap sedikit pun. ( Darmaningtyas,Kompas, 13 Desember 2004 ). Dengan pemberantasan korupsi saat proses rekruitmen tenaga guru, akan di dapat calon-calon guru yang lebih berkualitas. Guru pun lebih bermartabat karena menjadi guru berkat kemampuannya, bukan karena menyuap pihak lain. *******

PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI GURU


By Anan Z.A.

KODE ETIK

KASUS PELANGGARAN

SOLUSI

1. Guru berbakti membimbing Guru memposisikan diri sebagai peserta didik untuk penguasa yang memberikan membentuk manusia sanksi, mengancam dan Indonesia seutuhnya yang menghukum peserta apabila berjiwa Pancasila melanggar aturan atau tidak mengikuti kehendak guru. Guru memberikan imbalan / hadiah semata-mata untuk membina kepatuhan peserta didik Guru menciptakan situasi pendidikan otoriter yang membentuk manusia dengan pribadi pasrah, patuh, penurut, dan takluk kepada penguasa (guru). Mengasingkan orangorang yang kreatif, berpendirian dan mandiri 2. Guru berusaha memperoleh Guru tidak memahami sifat-sifat informasi tentang peserta yang khas (karakteristik) peserta didik sebagi bahan didiknya melakukan bimbingan dan Guru memperlakukan peserta pembinaan didiknya secara tidak tepat sehingga membentuk prilaku yang menyimpang Guru memahami peserta didiknya tidak sesuai dengan proses perkembangan anak, sehingga dalam melakukan bimbingan dan pembinaan sering menimbulkan kecelakaan pendidikan. Keengganan guru untuk melakukan bimbingan dan pembinaan 3. Guru menciptakan suasana Guru tidak mampu sekolah sebaik-baiknya mengembangkan strategi, yang menunjang metode, media yang tepat dalam berhasilnya PBM pembelajaran disebabkan tidak memahami tingkahlaku peserta didiknya. Guru mematikan kedirian dan kemandirian peserta didik Guru tidak menumbuhkan rasa kepercayaan dan penghargaan atas diri peserta didiknya, sehingga mematikan kreativitas si anak.

Guru bersifat humanis-demokratik menekankan konformitas internalisasi bagi peserta didiknya. Pendidikan mendorong berkembangnya kemampuan yang ada pada diri peserta didik. Situasi pendidikan mendorong dan menyerahkan kesempatan pengembangan kedirian peserta didik kepada peserta didik sendiri. Pengembangan kebebasan disertai dengan pertimbangan rasional, perasaan, nilai dan sikap, ketrampilan dan pengalaman diri peserta didik Guru dapat menghadapi anak didiknya secara tepat sesuai dengan sifat-sifat khas yang ditampilkan anak didiknya itu. Guru dapat menghadapi anak dengan benar dalam membentuk tingkah laku yang benar. Guru dapat terhindar dari pemahaman yang salah tentang anak, khususnya mengenai keragaman proses perkembangan anak yang mempengaruhi keragaman kemampuannya dalam belajar. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya. Apabila guru memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan tingkah laku itu, maka strategi, metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu

Guru memperlakukan peserta didik tidak sesuai dengan konsep HMM. Situasi pendidikan yang tercipta adalah otoriter dan konformitas membabi buta

4. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional

5. Menjaga hubungan baik dengan orangtua, murid dan masyarakat sekitar untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan

6. Seorang guru harus saling menghormati dan menghargai sesama rekan

Guru tidak menunjukkan kejujuran sehingga tidak pantas untuk ditiru, misalnya: suka ingkar janji, pilih kasih, memanipulasi nilai, mencuri waktu mengajar, dan lain sebagainya. Guru mengajar tidak sesuai dengan bidang keilmuannya sehingga sering melakukan kesalahan secara keilmuan. Guru tidak pernah mengkomunikasikan perkembangan anak kepada orangtuanya, sehingga orangtua tidak mengetahui kemajuan belajarnya. Guru tidak pernah mengajak orangtua untuk membicarakan bersama yang menyangkut kepentingan anak dan sekolah, melainkan memutuskan secara sepihak, misalnya: pembelian buku anak, seragam sekolah, kegiatan anak di luar kurikuler, dan sebagainya Hubungan antar guru tidak harmonis (misalnya: saling menjelekkan dan saling

mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta didik. Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai konsep HMM (Harkat dan Martabat Manusia). Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang menimbulkan situasi pendidikan yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan. Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas internalisasi. Kejujuran adalah salah satu keteladanan yang harus dijaga guru selain prilaku lain seperti mematuhi peraturan dan moral, berdisiplin, bersusila dan beragama. Guru harus menjaga keteladanan agar dapat diterima dan bahkan ditiru oleh peserta didik. Guru harus bekerjasama dengan orangtua dan juga lingkungan masyarakat dalam pendidikan. Tanggung jawab pembinaan terhadap peserta didik ada pada sekolah, keluarga, dan masyarakat. Hal yang menyangkut kepentingan si anak seyogyanya guru (sekolah) mengajak orangtua dan bahkan lingkungan masyarakat untuk bermusyawarah.

Etos kerja harus dijaga dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, serta

menjaga hubungan baik dengan saling menghormati dan menghargai dan mau bekerjasama/ saling menolong antar sesame guru. 7. Guru secara pribadi dan Mutu guru merosot karena guru Seharusnya guru tetap berusaha bersama-sama tidak mau mengembangkan diri memacu diri untuk selalu mengembangkan dan berupa peningkatan bidang mengembangkan dan meningkatkan mutu dan keilmuan dan kompetensi profesi meningkatkan mutu pendidikan martabat profesinya guru misalnya melalui: studi dengan usaha pengembangan diri lanjutan, pelatihan, penataran, yang optimal melalui pelatihan, dan lain-lain penataran, atau seminar. Jika mutu guru baik, maka martabat Martabat guru jatuh, misalnya: profesi guru juga akan meningkat. bekerja tidak disiplin, melakukan perbuatan tak senonoh, Guru juga seharusnya merubah menggelapkan uang sekolah, paradigma lama dengan membocorkan soal, paradigma baru yang sesuai memanipulasi data nilai, dan dengan tuntutan kurikulum serta sebagainya. senantiasa terus melakukan upaya perbaikan dalam meningkatkan mutu pendidikan Guru tidak melakukan perbuatan yang bertentangan peraturan Negara dan norma yang berlaku yang dapat menjatuhkan harkat dan martabat guru. 8. Guru memelihara hubungan Merendahkan guru lain Perlu ada hubungan yang harmonis seprofesi, semangat antar sesama profesi guru. Tidak Tidak memberikan kepercayaan kekeluargaan dan saling merendahkan guru lain. kepada guru lain kesetiakawanan sosial Justru sebaliknya harus saling Tidak menghargai hasil karya guru menjaga martabat profesi guru. lain Segala persoalan diselesaikan Tidak mau menolong kesulitan dengan musyawarah dan guru lain semangat kekeluargaan. Terhadap sesama guru harus mau saling bekerjasama dan memiliki kesetiakawanan social (saling menolong). 9. Guru bersama-sama Bersikap masa bodoh dengan Sebagai anggota PGRI, guru memelihara dan organisasi PGRI seharusnya aktif terlibat dalam meningkatkan mutu kegiatan organisasi. Berusaha Melanggar kode etik profesi guru organisasi PGRI sebagai meningkatkan perjuangan dan sehingga merendahkan organisasi sarana perjuangan dan pengabdiannya terhadap dunia PGRI pengabdiannya pendidikan bersama-sama dengan Tidak mau membantu sesama komponen bangsa lainnya. anggota PGRI Menjaga martabat PGRI sebagai

seprofesi

menjatuhkan bahkan berkelahi)

organisasi guru.

10. Guru bersama-sama melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Guru baik sendiri atau bersamasama tidak mengikuti kebijakan pemerintah dalam pendidikan, misalnya: tidak membuat perangkat pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tidak berupaya mengubah paradigma lama dengan yang baru dalam pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum. Guru/ sekolah membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Misalnya: Guru menggunakan buku yang tidak disahkan BSNP, guru/sekolah menjual buku ke siswa padahal sudah dilarang.

Seharusnya guru membuat perangkat pembelajaran (program tahunan, program semester, silabus, RPP, dan sistem penilaian) sesuai kurikulum yang berlaku. Perangkat disiapkan terencana dan terjadwal. Guru/sekolah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan pemerintah di bidang pendidikan.

Posted in: kepribadian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur tentang kode etik profesi, namun seperti kita lihat saat ini masih sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. Oleh karena itu, penulis akan membahas pengertian dari kode etik profesi dan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi. 1.2. Rumusan Masalah

Makalah ini merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. 2. 3. 4. 1.3.

Apa pengertian etika, profesi, dan kode etik profesi? Bagaimana penerapan kode etik profesi dalam suatu bidang pekerjaan? Apa fungsi dan tujuan dari kode etik profesi? Bagaimana pelanggaran kode etik, penyebab pelanggaran, dan sanksinya? Ruang Lingkup

Dalam makalah ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas pada materi kuliah Etika Profesi. Pembahasan lebih dikhususkan pada penerapan dan pelanggaran kode etik profesi. 1.4. Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi di Bina Sarana Informatika. Sedangkan tujuan dari penulisan tugas ini adalah: 1. Mengembangkan kreativitas dan wawasan penulis. 2. Memberikan uraian tentang penerapan dan pelanggaran kode etik profesi secara lebih terperinci. 1.5. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan tugas ini, penulis menggunakan Metode Browsing Internet, yaitu metode yang dilakukan dengan mencari referensi-referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas ini di internet. 1.6. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembaca dalam mempelajari dan mengetahui isi makalah ini, berikut ini akan dijabarkan sistematika penulisan makalah ini, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, ruang lingkup, maksud dan tujuan, metode pengumpulan data, serta sistematika penulisan. BAB II PEMBAHASAN Bab ini merupakan bab utama makalah yang berisi tentang penerapan kode etik yaitu meliputi pengertian etika, profesi, dan kode etik. Selain itu berisi fungsi kode etik, tujuan kode etik, serta pelanggaran kode etik. BAB III PENUTUP Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Penerapan Kode Etik Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika merupakan ilmu atau konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar dan buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari kontrol diri karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Istilah profesi dapat diartikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Kode etik adalah suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Salah satu contoh tertua adalah Sumpah Hipokrates yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari Bapak Ilmu Kedokteran. Contoh penerapan kode etik pada bidang profesi guru : Guru memiliki kewajiban untuk membimbing anak didik seutuhnya dengan tujuan membentuk manusia pembangunan yang Pancasila. Inilah bunyi kode etik guru yang pertama dengan istilah berbakti membimbing yang artinya mengabdi tanpa pamrih dan tidak pandang bulu dengan membantu (tanpa paksaan, manusiawi). Istilah seutuhnya lahir batin, secara fisik dan psikis. Jadi guru harus berupaya dalam membentuk manusia pembangunan Pancasila harus seutuhnya tanpa pamrih. 2.2. Fungsi dan Tujuan Kode Etik

Pada dasarnya, kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik, yaitu melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi, serta melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi. Tujuan kode etik profesi di antaranya adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi, meningkatkan mutu profesi, meningkatkan mutu organisasi profesi, meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi, mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat, serta menentukan standar bakunya sendiri.

2.3.

Pelanggaran Kode Etik

Pelanggaran kode etik adalah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota kelompok profesi dari kode etik profesi di mata masyarakat. Beberapa penyebab pelanggaran kode etik profesi adalah : 1. Idealisme dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional sehingga harapan terkadang sangat jauh dari kenyataan. 2. Memungkinkan para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi bisa menjadi pajangan tulisan berbingkai. 1. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. 4. Memberi peluang kepada profesional untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya. Sanksi pelanggaran kode etik yaitu sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi khusus. Seringkali, kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika teman sejawat melanggar kode etik. Namun, dalam praktek sehari-hari kontrol ini tidak berjalan mulus karena rasa solidaritas dalam anggota-anggota profesi. Seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi. Dengan telah adanya kode etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalah gunaan profesi. 3.2. Saran

Agar setiap profesi tidak menyimpang dari kode etiknya, maka usaha yang dapat di lakukan adalah: 1. Setiap pelaksana profesi sebaiknya memperbanyak pemahaman terhadap kode etik profesi serta tujuannya. 2. Setiap pelaksana profesi sebaiknya mengaplikasikan keahlian sebagai tambahan ilmu dalam praktek pendidikan yang dijalani.

Anda mungkin juga menyukai