Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Proses Penelitian Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Lombok yang terkenal sebagai tempat wisata yang indah ini, dihuni oleh satu suku yang unik kebudayaannya untuk diketahui lebih dalam lagi. Proses penelitian yang dilakuakan dalam pembuatan makalah ini, adalah dengan menggunakan berbagai literatur dari buku-buku, dan situs internet. Proses penelitian mengenai kebudayaan Lombok khususnya suku Sasak ini, dimaksudkan agar masyarakat Indonesia dapat lebih mengetahui dan mengenal suku Sasak yang jarang diketahui masyarakat ini lebih luas lagi. Data-data yang disampaikan dalam makalh ini bersumber dari beberapa situs website resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan kabupaten Lombok Timur, berbagai macam artikel mengenai kebudayaan suku Sasak, dan beberapa buku dari perpustakaan Lembaga Ilmu Pendidikan Indonesia (LIPI). 1.2 Demografi Dengan letak geografis antara 116o - 117o Bujur Timur dan 8o -9o Lintang Selatan. Pulau ini berbentuk menyerupai bentuk bulat dan juga berbentuk semacam ekor di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Luas pulau ini juga mencapai 5.434 km2. Menurut data dari Kabupaten Lombok Timur, pada tahun 2007 jumlah penduduk 1.067.673 jiwa yang terdiri atas 486.645 jiwa (45,63%) laki-laki dan perempuan 581.028 jiwa. Sekitar 80% penduduk pulau ini diduduki oleh Suku Sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti suku mbojo (bima), dompu, samawa (sambawa), jawa dan hindu (Bali Lombok). Suku Sasak adalah suku terbesar di Propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa Tenggara Timur. Suku Sasak masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi suku ini sebagian besar memeluk agama Islam. 1.3 Sejarah keberadaan Masyarakat Nenek moyang Suku Sasak berasal dari campuran penduduk asli Lombok dengan para

pendatang dari Jawa Tengah yang terkenal dengan julukan Mataram, pada jaman Raja yang bernama Rakai Pikatan dan permaisurinya Pramudhawardani. Kata sasak itu sendiri berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Karena moyang orang Lombok pada jaman dulu berjalan dari daerah bagian barat Lomboq(lurus) sampai kearah timur terus menuju sebuah pelabuhan di ujung timur pulau yang sekarang bernama Pelabuhan Lombok. Mereka banyak menikah dengan penduduk asli hingga memiliki anak keturunan yang menjadi raja sebuah kerajaan yang didirikan yang bernama Kerajaan Lombok yang berpusat di Pelabuhan Lombok. Setelah beranak pinak, sebagai tanda kisah perjalanan dari Jawa memakai sampan (sak-sak), mereka menamai keturunannya menjadi suku Sak-sak, yang lama-kelamaan menjadi Sasak. Dalam kesempatan kali ini saya akan membahas lebih dalam lagi tentang seluk-beluk kebudayaan dari Suku Sasak melalui 7 unsur kebudayaan.

BAB II BUDAYA

2.1 Sistem Teknologi 2.1.1 Rumah Adat Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana tertulis dalam kitab Nagara Kartha Garna karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi. Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan suku Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah adat dibangun berdasarkan nilai estetika dan local wisdom masyarakat, seperti halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Suku Sasak mengenal beberapa jenis bangunan sebagai tempat tinggal dan juga tempat penyelanggaraan ritual adat dan ritual keagamaan. Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat tersebut didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela. Orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun rumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sempah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, hal tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget). Rumah adat suku Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu (bedek),

hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya dibagi menjadi ruang induk meliputi bale luar ruang tidur dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan. Ruangan bale dalem juga dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tanggan lainnya) tersebut dari bambu ukuran 2x2 meter persegi. Kemudian ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami. Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bele Tajuk. Dan nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat. 1. Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani. 2. Bale Jajar Merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengan ke atas. Bentuk Bale Jajar hampir sama dengan Bale Tani, yang membedakan adalah jumlah dalem balenya 3. Berugaq / Sekepat Berfungsi sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq / sekupat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar). 4. Sekenam Digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilainilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga. 5. Bale bonter Dipergunakan sebagai ternopat pesangkepan / persidangan adat, seperti: tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya. Umumnya bangunan ini dimiliki oleh para perkanggo / Pejabat Desa, Dusun/kampung. 6. Bale Beleq Bencingah adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale Beleq diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut Becingah 7. Bale Tajuk

Merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama. 8. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.

rumah adat suku Sasak 2.1.2 Benda-benda 1. Gendang Beleq salah satu alat musik berupa gendang berbentuk bulat dengan ukuran yang besar. Gendang beleq ini tediri dari 2 jenis yang disebut gendang mama (yang dimainkan oleh laki-laki) dan gendang nina (yang dimainkan oleh perempuan). Konon, pada jaman dahulu, musik Gendang Beleq digunakan untuk mengantar prajurit yang hendak berangkat berperang. Sekarang alat musik ini sering digunakan untuk mengiringi rombongan pengantin atau menyambut tamutamu kehormatan. Gendang ini digunakan sebagai pembawa dinamika dalam kesenian Gendang Beleq.

Gendang Beleq 2. Ende Sebuah perisai yang terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Ende (perisai) ini dipergunakan dalam kesenian bela diri yang disebut Periseian. Periseian adalah kesenian bela diir yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya dalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran. 3. Sabuk belo Sabuk belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. 4. Peralatan untuk membangun rumah Peralatan suku Sasak persiapkan dalam membangun rumah mereka, diantaranya adalah:

Kayu-kayu penyangga, Bambu Bedek, anyaman dari bambu untuk dinding Jerami dan alang-alang, digunakan untuk membuat atap Kotoran kerbau atau kuda, sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai Getah pohon kayu banten dan bajur Abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.

5. Peralatan untuk bekerja (mata pencaharian)


pacul (tambah), bajak (tenggale), parang, alat untk meratakan tanah (rejak), kodong, ancok, dan lain-lain.

2.2 Sistem religi / kepercayaan

Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni penganut Islam Wetu Telu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "sasak Boda". Kerukunan hidup antar umat beragama di Kabupaten Lombok Timur (tempat tinggal suku Sasak) beralan harmonis, sehingga aktifitas keagamaan dalam masyarakat terlaksana dengan baik. Hali ini didukung oleh berkembangnya Majlis Ta'lim/Lembaga Dakwa yang sampai saat ini berjumlah 795 buah. Disisi lain, tempat-tempaat peribadatan juga memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama, pada tahun 2005 tercatat 1.111 buah masjid, 401 langgar, 2.125 musholla, 2 buah gereja dan 1 pura. Sementara itu dari jumlah penduduk 1.046.510 jiwa terdapat 1.045.235. penganut agama Islam, 976 Hindu, 12 Budha, 145 Kristen Katolik dan 142 Kristen Protestan. 2.2.1 Sejarah masuknya agama Islam Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni Sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah bahasa Jawa Kuno. Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja. Terdapat dugaan bahwa praktik tersebut bertahan karena para wali yang menyebarkan Islam pertama kali tersebut, tidak sempat menyelesaikan ajarannya, sehingga masyarakat waktu itu terjebak pada masa peralihan. Para murid yang ditinggalkan tidak memiliki keberanian untuk mengubah praktik pada masa peralihan tersebut ke arah praktik Islam yang lengkap. Hal itulah salah satu penyebab masih dapat ditemukannya penganut Wetu Telu di masa modern.

Dalam masyarakat Lombok yang awam menyebut kepercayaan ini dengan sebutan "Waktu Telu" sebagai akulturasi dari ajaran islam dan sisa kepercayaan lama yakni animisme,dinamisme,dan kerpercayaan Hindu.Selain itu karena penganut kepercayaan ini tidak menjalankan peribadatan seperti agama Islam pada umumnya (dikenal dengan sebutan "Waktu Lima" karena menjalankan kewajiban sholat Lima Waktu).Yang wajib menjalankan ibadah-ibadah tersebut hanyalah orang-orang tertentu seperti kyai atau pemangku adat (sebutan untuk pewaris adat istiadat nenek moyang). Kegiatan apapun yang berhubungan dengan daur hidup (kematian,kelahiran,penyembelihan hewan,selamatan dsb) harus diketahui oleh kyai atau pemangku adat dan mereka harus mendapat bagian dari upacara-upacara tersebut sebagai ucapan terima kasih dari tuan rumah. Kyai ini juga merupakan specialist atau orang yang di agungkan dalam masyarakat Suku Sasak. Seperti yang telah disebutkan di atas, Kyai selalu mendapat bagian dalam setiap upacara-upacara, dan merupakan pewaris adat istiadat dari nenek moyang.

2.2.2 Ritual-ritual suku sasak 1. Bau nyale Bau Nyale adalah sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini diawali oleh kisah seorang Putri Raja Tonjang Baru yang sangat cantik yang dipanggil dengan Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu para Putra Raja, memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu Putra raja ditolak pinangannya maka akan menimbulkan peperangan. Sang Putri mengambil keputusan pada tanggal 20 bulan kesepuluh untuk menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh masyarakat hingga kini bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali pada setiap akhir Februari atau Maret. Bagi masyarakat Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing. Upacara Rebo dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo

Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya. Ada juga fungsi dan peran bau nyale dalam kehidupan masyarakat Sasak, yaitu:

rekreasi perangsang solidaritas sarana enkulturasi pelestarian budaya tradisional pembinaan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa sarana pembinaan semangat patriotisme

Siapa saja boleh datang dalam upacara menangkap nyale. Namun, jika diperhatikan, yamh datang ke lokasi penangkapan nyale dibedakan atas 4 golongan:

mereka yang datang menangkap nyale karena tradisinya mereka yang datang menangkap nyale untuk mencoba sambil rekreasi mereka yang datang menangkap nyale sambil berjualan mereka yang sekedar ingin menyaksikan peristiwa ini saja.

Dilihat dari segi kwalitas pekerjaan, orang yang datang ke lokasi penangkapan nyale pada setiap tahun dapat dibedakan atas:

petani, nelayan, pegawai negeri, buruh, guru, pedagang, tradisi Bau Nyale

dan lain-lain, yang terbanyak muda-mudi tingkat pelajar dan mahasiswa

2. Periseian

10

adalah kesenian bela yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Walaupun perkelahian cukup seru bahkan tak jarang terjadi cidera hingga mengucurkan darah didalam arena. Tetapi diluar arena sebagai pepadu yang menjunjung tinggi sportifitas tidak ada dendam diantara mereka. 3. Bebubus Batu Bebubus batu merupakan salah satu warisan budaya Sasak yang masih dilaksanakan didusun Batu Pandang kecamatan Swela. Bebubus batu berasala dari kata bubus yaitu sejenis ramuan obatan yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sedangkan batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Prosesi acara ini dipimpin oleh Pemangku yang diiringi oleh kiyai, penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan pakaian adat dan membawa Sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk melaksanakan upacara. Upacara Bebubus batu uni dilaksanakan setiap tahunnya yang dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta. 4. Perang ketupat (perang topat) Dalam rangka pertanian, masyarakat Sasak melaksanakan Perang Topat. Inti upacara ini adalah saling melempar ketupat antara dua pihak dalam satu arena, yang dilaksanakan dalam sebuah kemalig. Hal ini dilakukan misalnya di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Perang ketupat ini mempunyai suatu rangkaian upacara yang berlangsung berhari-hari. Tiga hari sebelum upacara saling melempar ketupat itu dilakukan upacara yang sifatnya sebagai persiapan. Pada tahap persiapan itu, kemalig, arena dan alat-alat upacara dibersihkan. Sehari sebelum upacara mereka membuat janur (kebun odeg), artinya kebun kecil agung yang nantinya akan dibawa kemalig. Sebelum perang dimulai, ada acara penyembelihan kerbau dan

11

acara-acara lainnya. Upacara ini berlatar belakang suatu kepercayaan untuk mendapatkan berkah, keselamatan, dan kemakmuran, terutama di kalangan petani. Upacara ini juga merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat karunia yang telah dilimpahkannya kepada masyarakat. Melalui upacara ini mereka berharap akan mendapat curah hujan yang cukup, tanaman menjadi subur, tanaman terhindar dari hama, ternah pun selamat, dan sebagainya. Dengan melaksanakan perang ketupat mereka merasa telah memenuhi wasiat alam gaib. Dengan kata lain mereka memuja dan menghormati sang wali yang disebut Datu Wali Milir. Kalangan pemeluk adama Hindu sendiri menamakan upacara ini pujawali.

Perang topat 5. Sabuk Belo Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya dikeluarkan pada saat peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung keliling kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan Gendang Beleq yang dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan memberi makan kepada berbagai jenis makhluk. Menurut kepercayaan masyarakat setempat upacara ini dilakukan sebagai simbol ikatan persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih sayang diantara makhluk yang merupakan ciptaan Allah.

12

Upacara pengeluaran sabuk belo 2.2.3 Upacara adat Masyarakat Sasak menyelenggarakan beberapa upacara yang berhubungan dengan daur /lingkaran hidup (life cycle) manusia dimulai dari peristiwa kelahiran hingga kematian.

Kelahiran Wanita Sasak apabila hendak melahirkan, maka suaminya segera mencari belian yang

merupakan orang yang mengetahui seluk beluk pristiwa tersebut. Dalam melahirkan anaknya, calon ibu mengalami kesulitan makan belian menafsirkan hal tersebut sebagai akibat tingkah laku sang ibu sebelum hamil. Hal tersebut biasanya ditafsirkan akibat berlaku kasar terhadap ibu atau suaminya. Untuk itu diadakan upacara, seperti menginjak ubun-ubun, meminum air bekas cuci tangan, dan sebagainya yang kesemuanya tadi dimaksudkan agar mempercepat kelahiran sang bayi. Sesudah lahir, maka ari-ari diperlakukan sama seperti orang memperlakukan sang bayi. Karena menurut mereka ari-ari merupakan saudara bayi, yang oleh orang Lombok di sebut adi kaka berarti bayi dan ari-arinya adalah adik-kakak. Oleh sebab itu, ari-ari mendapat perawatan khusus, setelah dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam periuk atau kelapa setengah tua yang sudah dibuang airnya. Kemudian ditanam di muka tirisan rumah dengan diberi tanda gundukan tanah seperti kuburan serta batu nisan dari bambu kecil dan diletakkan lekesan pada tempat tersebut.

Memotong rambut Upacara ini sangat penting bagi sebuah keluarga. Rambut yang dilanda dari lahir oleh

bayi

disebut bulu panas, oleh karena itu harus dihilangkan. Untuk itu masyarakat Sasak

mengadakan selamatan, doa atau upacara sederhana yang disebut ngrusiang. Pada peristiwa ini keluarga yang bersangkutan mengundang orang untuk membacakan serakalan. Biasanya

13

seorang laki-laki atau ayahnya menggendong bayi tersebut dan jalan orang yang sedang membacakan serakalan serta masing-masing yang dianggap sakti atau keramat karena cara membuatnya, sabuk yang lain.

berkeliling hadir

orang-

memotong

sedikit rambut bayi. Pada upacara ini, dikenakan sabuk kemali, yakini alat menggendong yang menyimpannya berbeda dengan

Menjelang dewasa Menjelang dewasa, anak laki-laki harus menjalani suatu upacara untuk mengantarkan

kedewasaannya. Upacara tersebut adalah bersunat atau berkhitan (nyunatang) yang merupakan hal yang wajib di lakukan oleh pemeluk Islam. Pada upacara ini dilakukan naglu' ai', pada kemali mata air denagn diiringi gamelan serta menggunakan pakaian adat. Air yang diambil dari kemali kemudian dikelilingi sembilan kali di tempat paosenli atau berupa pajangan. Air tersebut digendong oleh seorang wanita yang dipayungi. Setelah itu air diserahkan kepada inen beru. Anak yang dikhitan biasanya harus berendam terlebih dahulu. Waktu pergi serta pulang berendam diirngi dengan gamelan serta diusung di atas juli yang disebut peraja. Khitan dilaksanakan oleh dukun sunat yang disebut tukang sunat. Selain upacara di atas, bagi seorang yang menjelang dewasa, juga dilakukan upacara potong gigi yang pelaksanaannya biasa bersamaan dengan upacara lain, seperti bersunat dan perkawinan. Upacara potong gigi disebut juga rosoh oleh suku Sasak. Hanya saja upacara ini sudah jarang dilakukan.

2.3 Sistem Bahasa Selain bahasa Indonesia, bahasa sehari-hari yang digunakan Suku Sasak adalah bahasa Sasak. Bahasa Sasak ini juga dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, propinsi Nusa Tenggara Barat. Bahasa ini mempunyai gradasi sebagaimana Bahasa Bali dan Bahasa Jawa. Bahasa Sasak mirip dan serumpun dengan Bahasa Bali.

2.3.1 Dialek bahasa Bahasa Sasak mempunyai dialek-dialek yang berbeda menurut wilayah, bahkan dialek di kawasan Lombok Timur kerap sukar dipahami oleh para penutur Sasak lainnya. Bahasa Sasak biasanya dibagi menjadi empat dialek, yaitu:

14

Dialek Sasak Pejanggi Dialek Sasak Selaparang Dialek Sasak Bajan Dialek Sasak Tanjong Dialek Sasak Pujut Dialek Sasak Sembalun Dialek Sasak Tebangi Dialek Sasak Pengantap

2.3.2 Tingkatan bahasa Bahasa Sasak juga mengenal tingkatan bahasa yaitu:

Bahasa dalem Halus biasa, dan

Kasar (bahasa pasar) Contoh bahasa Sasak No 1. Jenis kata Kata Kerja Bahasa Indonesia a. Baca b. Membajak c. Menjemur d. Pukul e. Menusuk f. Memotong g. Memakan h. Membopong i. Mandi j. Menggosok 2. Kata Benda a. Obat b. Ekor c. Cincin d. Jerigen e. Batu timbangan f. Mangga g. Ikat kepala Bahasa Sasak Bace Begau Belejoq Empuk Galah Gecok Kaken Katir Mandiq Osok Oat elong ali-ali cerigen dacin paoq sapuq

15

h. Pupuk i. Wadah j. Tanaman 3. Kata sifat a. Halus b. Sedih c. Pandai d. Kasar e. Ramah f. Malu g. Nakal h. Bosan i. Sedih j. Iri hati 4 Bilangan a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5 f. 6 g. 7 h. 8 i. 9 j. 10

raboq takaq taletan alus aseq ceket gemes gerasaq ilaq kemajelan pendaq sedeh talon ate esa due telu empat lime enem pitu' balu' siwa' sepulu

2.3.3 Aksara Berdasarkan asal usul-usul serta pemakaian naskah di dalam naskah lontar baik berbahasa Sasak maupun berbahasa jawa (Kawi), aksara Jejawan/aksara Sasak dibedakan atas tiga kelompok, yaitu : 1. Aksara Carakan ( Sasak; Aksara Baluq Olas ) 2. Aksara Swalalita 3. Aksara Rekan Aksara Carakan

16

Asal usul aksara Jejawan/sasak adalah dari Aksara Jawa, dari segi pelafalan berjumlah 20 ma , buah dengan urutan : ha , na , ca , ra , ka ,da , ta ,sa , wa , la , pa , dha , ja , ya , nya , ga , ba , tha , nga.

Yang diserap ke dalam aksara Jejawan/Sasak hanya 18 buah dan disebut aksara Baluq Olas. Aksara Swalalita Yaitu aksara yang dipakai untuk tulis menulis dalam naskah-naskah lontar Sasak baik naskah berbahasa Sasak maupun berbahasa Jawa (Kawi). Aksara Swalalita terdiri atas : 1. Huruf Vokal ( Aksara Swara ) 2. Huruf Konsonan ( Aksara Wyanjana ) Contoh aksara sawara :

Aksara Swara ini digunakan bila ia berdiri di depan serta menyatakan nama diri, nama tempat, nama haria dll. Aksara Swara ini juga berkedudukan sebagai Aksara Murdha, yang jika dialih aksarakan ke huruf latin-indonesia menjadi huruf Kapital, kecuali le. Aksara Swara : i , u , e , o , dan e, apabila melekat pada aksara Wyanjana maka aksara Swara berubah menjadi sandarangan bunyi dengan bentuk-bentuk tertentu serta penempatannya ada di atas, di bawah, di depan atau di belakang, seperti berikut :

Aksara Wyanjana : h, r , ng berada pada akhir suku kata, berubah menjadi sandangan suku.

bunyi

dan berfungsi untuk mematikan suku. Sedangkan ra dan re untuk menghidupkan

Aksara Carakan ( aksra baluq olas ) secara lahiriah telah mengandung bunyi vocal a , serta merupakan satu suku. Apabila belum mengandung bunyi vocal a ( h, n, c dst. Bukan ha,

17

na, ca dst.) disebut Aksra Legena.

Dari tabel aksra Wyanjana di atas jelaslah dapat di ketahui pemakaian aksara Wyanjana pada naskah lontar sasak yang berbahasa Kawi dengan naskah lontar yang berbahasa Sasak. Keterangan tambahan : KANTYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada guttur (kantha) yaitu bagian langit-langit dekat kerongkongan. Terdiri atas : a, ka, kha, ga, gha, nga. TALAWYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada palatum (talu) yaitu langit-langit lembut. Terdiri atas : i, ca, cha, ja, nya,.Talawya juga disebut Aksara Kalpaprana yaitu aksara yang lahir dari articulator tengah lidah yang disertai hembusan nafas kecil. MURDHANYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada langit-langit keras (murdha atau ceberum). Terdiri atas : ta, da, na, re. DANTYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah kepada lengkung kaki gigi atas ( dental atau danta ). Terdiri atas : ta, tha, da, dha, na, la. OSTHYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan kedua bibir ( labial atau ostha ). Terdiri atas : u, pa, pha, ba, bha, ma. Osthya juga disebut aksra Maharaprana yaitu aksara yang mendapat hembusan nafas besar. ARDHASWARA adalah bunyi setengah vocal dan setengah konsonan ( semivokal atau antyaswara). Tersiri atas : ya, ra, la, wa. USNA adalah bunyi desis ( sibilant atau asthiswara). Terdiri atas : a, sha, sa . WISARGA adalah bunyi yang terjadi dengan adanya hembusan nafas serta tidak memiliki daerah artikulasi (aspirat). GLOTAL STOP adalah bunyi yang dihasilkan dengan jalan menutup rapat hembusan nafas pada rongga mulut. Dengan adanya lambing bunyi Glotal Stop yaitu (/q) maka dapat diketahui bahwa

aksara Wyanjana yang dipakai sebagai alat tulis menulis dalam bahasa sasak berjumlah 19. Hal ini pula yang membuktikan bahwa Aksara Jejewan/Sasak menunjukkan cirri tersendiri dalam melambangkan bunyi. Aksara Murdha Aksara Wyanjana yang diberi tanda o> tergolong aksara murdha. Menurut Kamus Jawa Kuna-Indonesia karangan L. Mardiwarsito, murdha memiliki dua pengertian yaitu : 1. Kepala 2. Langit-langit keras, daerah terjadinya bunyi. Aksara murdha di Jawa diidentikkan dengan huruf Kapital, berarti mengacu kepada pengertian kepala . yang perlu diketahui, dalam penulisan , aksara murdha tidak selalu berada di awal kata, melainkan bias di tengah atau dibelakang. Namun dalam pengalihan aksara ke huruf latin menjadi capital. Dalam khaznah naskah lontar Sasak, aksara murdha umumnya hanya terpakai pada naskah lontar Sasak yang berbahasa Jawa ( kawi ) berbeda halnya dengan naskah lontar Sasak yang berbahasa Sasak, tidak mengenal pemakaian aksara murdha. Yang membedakan aksara Jejawan ( sasak ) dengan aksara Jawa atau Bali adalah bunyi Glotal Stop yang dilambangkan dengan aksara .Berdsarkan pengamatan penulis ( red. Argawa ) untuk sementtara ini, aksra Jejawan dalam bahasa Sasak tidak mengenal pemakaian Sebagai aksara Murdha, melainkan sebagai aksara Glotal Stop.

Contoh pemakaian aksara Murdha :

Aksara Rekan Adalah aksara buatan untuk melambangkan bunyi dalam bahasa Arab. Bentuk aksara Rekan tetap diambil dari aksara carakan yang mirip dengan bunyi dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan membubuhi tanda titik 3 buah di atasnya. Angka Bentuk-bentuk angka dalam aksara Jejawan, mulai satuanm puluhan, dan ratusan. 2.4 Sistem Mata Pencaharian

Secara tradisional mata pencaharian terpenting dari sebagian besar orang Sasak adalah dalam lapangan pertanian. Dalam lapangan pertanian mereka bertanam padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedele, sorgum. Selain itu, mereka mengusahakan kebun kelapa, tembakau, kopi, tebu. Perternakan merupakan mata pencaharian sambilan. Mereka beternak sapi, kerbau dan unggas. Mata pencaharian lain adalah usaha kerajinan tangan berupa anyaman, barang-barang dari rotan, ukir-ukiran, tenunan, barang dari tanah liat, barang logam, dan lain-lain. Di daerah pantai mereka juga menjadi nelayan. Dalam rangka mata pencaharian tadi mereka menggunakan teknologi berupa pacul (tambah), bajak (tenggale), parang, alat untk meratakan tanah (rejak), kodong, ancok, dan lain-lain. Menurut data dari pemerintah Lombok Timur, mata pencaharian penduduk di

Kabupaten Lombok Timur sebagian besar dari sektor pertanian (59,55 %), selebihnya dari sektor perdagangan, hotel , restauran 11,95 %; jasa-jasa 9,14 %; industri 8,83 % dan lain-lain 10,53 %. Keadaan ini juga diperlihatkan dari pola penggunaan lahan yang ada, yaitu permukiman 5,01 %; pertanian (sawah, lahan kering, kebun, perkebunan) 48 %; hutan 34 %; tanah kosong (tanduns, kritis) 1 %; padang (alang, rumput dan semak) 9 %; perairan 0,6 %; pertambangan 0,2 % dan lain-lain penggunaan 5 %. 2.5 Sistem Pengetahuan Suku Sasak mempunyai pengetahuan yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang mereka tentang pembuatan lantai dari rumah mereka khususnya rumah adat mereka. Lantai rumah mereka dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Karena perubahan pengetahuan Suku Sasak pula-lah yang menyebabkan adanya perubahan fungsi dan bentuk fisik rumah adat mereka. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai fiilosofis yang ditransmisikan secara turun temurun. Untuk menjaga lestarinya rumah adat mereka dari gilasan arsitektur modern, para orangtua biasanya mengatakan kepada anak-anaknya yang hendak membangun rumah dengan ungkapan: Kalau mau tetap tinggal di sini, buatlah rumah seperti model dan bahan bangunan yang sudah ada. Kalau ingin membangun rumah permanen seperti rumah-rumah di kampungkampung lain, silahkan keluar dari kampung ini. Demikianlah cara orang Sasak manjaga eksistensi rumah adat mereka, yaitu dengan cara melembagakan dan mentransmisikan pengetahuan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 2.5.1 Waktu Dalam kehidupan masyarakat Sasak rumah mempunyai fungsi penting. Oleh karena itu, perlu perhitungan yang cermat tentang waktu, hari, tanggal dan bulan yang baik untuk memulai pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat, suku Sasak berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Untuk menentukan hari baik tersebut, orang yang hendak membangun rumah akan bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai

membangun rumah adalah pada bulan ke-3 dan bulan ke-12 penanggalan Sasak, yaitu bulan 2.6 Organisasi Sosial Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik 2.6.1 Sistem keluarga berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan Muaharram dan bulan Dalam masyarakat Sasak, kelompok kekeraatan terkecil adalah keluarga inti (nuclear Ramadlan. Pada kedua bulanKeluarga inti kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang family) yang disebut kuren. ini, menurut umumnya keluarga monogami, meskipun adat dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti panyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan membenarkan keluarga inti poligami. Adat menetao sesudah nikah adalah virilokal, meskipun sebagainya. ada yang uxorilokal dan neolokal. Garis keturunan suku Sasak ditarik menuruk sistem patrilineal. 2.6.2 Pelapisan Sosial Suku Sasak juga mengenal sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada keturunan, yakni keturunan bangsawan dan orang kebanyakan. Tingkat-tingkat kebangsawanan paling atas adalah pewangsa raden dengan gelar raden untuk pria dan denda untuk wanita. Lapisan menengah dinamakan triwangsa dengan gelar lalu untuk pria dan baig untuk wanita. Lapisan ketiga adalah jajar karang dengan gelar log untuk pria dan le untuk wanita. Pada masa lalu, bangsawan ini umumnya memegang kekuasaan sebagai kepala kampung (dasan), kepala desa, atau distrik. Pada masa sekarang, pelapisan sosial tersebut cenderung bergeser. Dasar pelapisan sosial tersebut menjadi lebih baik apabila keseluruhannya menjadi satu kesatuan. Kekuasaan akan dipandang menjadi lebih tinggi dengan ditunjang oleh faktor ekonomi yang kuat. Di daerah lombok itu sendiri, secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat : 1. Golongan Ningrat 2. Golongan Pruangse 3. Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa )

Masing -masing lapisan sosial masyarakat di kenal dengan Kasta yang mempunyai kriteria tersendiri : Golongan Ningrat Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini adalah

lalu untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah mamiq . Untuk wanita ningrat nama depannya adalah lale, bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang telah menikah disebut mamiq lale. Golongan Pruangse Kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan bape, untuk kaum laki-laki pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang dari golongan ini lahir dengan nama si A maka ayah dari golongan pruangse ini disebut/dipanggil Bape A , sedangkan ibunya dipanggil Inaq A . Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse. Golongan Bulu Ketujur Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah sebutan amaq bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah inaq. Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya mereka.Seperti contoh di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku untuk golongan Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A dan Mamiq lale A akan dipanggil Niniq A.

2.6.3 Sistem kekerabatan Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada umumnya adalah berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita. Kelompok terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat lombok selatan ada beberapa istilah antara lain :

Inaq adalah panggilan ego kepada ibu. Amaq adalah panggilan ego kepada bapak.

Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki. Kakak adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun perempuan. Oaq adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari ibu dan ayah. Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ayah atau ibu Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi. Pisak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu. Pusak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.

Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dan lombok selatan pada umumnya mencakup 10 generasi ke bawah dan 10 generasi ke atas tersebut sebagai berikut : Generasi ke bawah : 1. Inaq/amaq 2. Papuk 3. Balok 4. Tate 5. Toker 6. Keletuk 7. Keletak 8. Embik 9. Mbak 10. Gantung Siwur Generasi ke atas : 1. Anak 2. Bai 3. Balok 4. Tate 5. Toker 6. Keletuk 7. Keletak 8. Embik 9. Ebak 10. Gantung Siwur

2.6.4 Penikahan Suku Sasak Dalam budaya suku Sasak, pernikahan dilaksanakan dengan cara menculik calon istri mereka atau sering disebut kawin culik. Kawin culik akan berlangsung setelah si gadis memilih satu di antara kekasihkekasihnya. Mereka akan membuat suatu perjanjian kapan penculikan bisa dilakukan. Perjanjian seorang gadis dengan calonnya merupakan rahasia, sebab jika diketahui rivalrivalnya, kemungkinan penculikan digagalkan tanpa memperhatikan siapa yang melakukan penculikan. Hal ini dilakukan misalnya dengan jalan merampas anak gadis ketika ia bersama san calon suaminya dalam perjalanan menuju rumah calon suaminya. Itu mungkin terjadi perkelahian hebat diantara mereka yang ingin mempersuntung sang dara. Disamping merupakan rahasia untuk para kekasih sang dara, penculikan ini juga merupakan rahasia bagi kedua orang tuanya. Kalau saja kemudian setelah mengetahui otang tuanya tidak setujui anaknya untuk menikah, di sini orang tua baru boleh bertindak untuk menjodohkan anak gadisnya dengan pilihan mereka. Keadaan ini yang disebut Pedait. Sedangkan pada waktu midang sedikitpun orang tua tidak boleh menunjukkan sikap tidak setujunya. Penculikan pada siang hari dilarang keras oleh adat dan perampasan/penculikan di perjalanan oleh kekasih-kekasihnya yang bermaksud memperdayakan calon suaminya ataupun keluarga sang gadis doperbolehkan oleh adat. Disini mungkin akan terjadi perag tanding. Untuk mencegah penculikan, sang gadis dilarikan ke tempat famili calon suami yang jauh dari desa atau dasan si gadis atau dasan si calon suaminya. Menculik gadis adalah satu-satunya perbuatan penculikan yang mempunyai aturan permainan yang telah di atur oleh adat. Keributan yang terjadi karena penculikan sang gadis di luar ketentuan adat, kepada penculiknya dikenakan sangsi sebgai berikut : 1. Denda pati, adalah denda yang dikenakan kepada penculik gadis yang menimbulkan keributan dan berhasil mendapatkan sang gadis, Denda yang harus dibayarkan sebesar Rp. 49.000 ( tidak tahu masih berlaku atau tidak sampai sekarang ) 2. Ngurayang, adalah denda yang dikenakan pada penculik gadis yang menimbulkan

keributan karena penculikn tidak dengan persetujuan sang gadis. Denda yang harus dikenakan kepadanya adalah Rp. 24.000,-. Ngurayang disebut juga ngoros. 3. Ngeberayang adalah denda yang dikenakan kepada penculik gadis yang menimbulkan keributan dan penculikan tidak berhasil. Denda yang harus dibayarkan sebesar Rp. 12.000,4. Ngabesaken adalah denda yang dikenakan kepada penculik gadis di siang hari dan ternyata menimbulkan keributan, denda yang harus dibayarkan sebesar Rp. 6.125,Uang denda penculikan tersebut akan diserahkan kepada kampung melalui ketua kerame yang kemudian diteruskan kepada kepala kampung untuk kesejahteraan kampung. Bilamana seorang gadis berhasil diculik, maka pada malam itu juga dilanjutkan dengan acara mangan merangkat, yaitu suatu upacara adat yang menyambut kedatangan si gadis di rumah calon suaminya. Hal ini merupakan upacara peresmian masuknya di gadis dalam keluarga calon suaminya. Acara mangan merangkat ini dilakukan pada malam hari dengan maksud tertentu, sebab pada malam itulah sang gadis datang untuk pertama kalinya ke rumah calon suaminya, disaksikan oleh para sesepuh dari keluarga suaminya dan juga para tokoh adat setempat. Acara mangan merangkat ini iawali dengan totok telok yaitu calon mempelai memecahkan telur bersamasama pada perangkat ( sesajen ) yang telah disediakan. Totok telok adalah lambang kesanggupan calon mempelai untuk hidup dengan istrinya dalam bahtera rumah tangga. Tindakan penculikan gadis , di satu fihak akan kehilangan dan di fihak lain akan kedatangan menantu. Keluarga yang kehilangan anak gadisnya sedikit bingung karena tidak tahu pasti siapa calon menantunya. Kebingungan ini adalah pengaruh negatif dari adanya rasa bangga karena anak gadisnya mempunyai banyak kekasih. Keesokan harinya, keluarga yang sedang berbahagia mendapat menantu akan memberi kabar kepada orang tua si gadis bahwa anak gadisnya dipersunting oleh anaknya. Peristiwa ini disebut mesejatik atau nyelabar. Masejatik ini berlangsung selama sembilan kali dalam sembilan hari. Mesejatik adalah media perundingan guna membicarakan kelajutan upacara-upacara adat perkawinan serta segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan. Dalam hal ini yang pertama-tama harus diselesaikan adalah acara akad nikah. Pada waktu akad nikah tersebut

orang tua si gadis memberikan kesaksian di hadapan penghulu desa dan pemuka-pemuka masyarakat serta para tokoh adat lainnya. Dalam acara ini bilamana orang tua si gadis berhalangan , ia dapat menunjuk seseorang untuk mewakilinya. Acara akad nikah ini dilakukan setelah tiga kali acara masejatik yaitu malam ke empat mempelai wanita berada di rumah mempelai pria. Puncak acara dalam adat perkawinan di Lombok Selatan adalah acara sorong doe , yaitu acara pesta perkawinan pada waktu orang tuadi gadis akan kedatangan keluarga besar mempelai pria. Kedatangan rombongan sorong doe ini disebut nyongkol. Biaya yang diminta oleh orang tua sang gadis untuk menyambut para penyongkol ini disebut kepeng tagih ( uang tagihan ). Uang tagih lainnya juga berupa kepeng pelengkak yaitu uang tagih dari kakak laki-laki mempelai wanita yang belum menikah, sedangkan kalau ada uang kakak permpuan perempuan mempelai wanita yang belum menikah tidak ada uang tagihannya. Jadi kepng pelegkak hanya ada bila di antara kakak laki-laki mempelai wanita ada yang belum menikah. Uang tagih ini dibayarkan pada waktu berlangsungnya upacara sorong doe.

Kawin culik Suku Sasak 2.6.5 Sistem Pemerintahan Dalam sistem pemerintahan, dikenal adanya pimpinan tradisional dan pimpinan formal. Unsur-unsur yang terdapat dalam pimpinan tradisional terdiri atas:

Keliang (kepala kampung), yang merupakan pimpinan utama yang mencakup seluruh aspek pemerintahan, adat, agama, irigasi, dan keamanan

Jeroah, merupakan

wakil dari kepala kampung

yang

berkewajiban

menjalankan segala tugas kepala kampung, bila berhalangan

Pemangku/Mangku, merupakan pimpinan dalam bidang keagamaan Pekasih, yang mengatur masalah irigasi Pekemit, yang bertugas dalam bidang keamanan

Sedangkan pimpinan teratas dalam sistem kepemimpinan formal di pegang oleh kepala desa. Di beberapa desa dibentuk rukun tetangga (RT) yang dikepalai oleh ketua RT, dibantu oleh sekertaris dan bendahara. 2.7 Sistem kesenian 2.7.1 Ragam kesenian Suku Sasak 1. Slober Kesenian slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua, alat-alat musik nya sangat unik dan sederhana yang terbuat dari pelepah enau yang panjang nya 1 jengkal dan lebar 3 cm. Kesenian slober didukung juga dengan peralatan lainnya yaitu gendang, petuk, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama. 2. Tari Jangger Kesenian biasanya tari jangger ini pada masih acara

dipertahankan sebagai tontonan yang dipentaskan perkawinan, sunatan, ulang tahun dan Iain-lain. Kesenian ini merupakan tarian yang dilakukan oleh perempuan yang melantunkan tembang-tembang yang di iringi oleh musik gamelan Lombok. Kesenian tari jangger ini sekarang pementasannya tidak hanya dilakukan pada acara tertentu saja melainkan sudah masuk dalam agenda yang dilakukan di kantor-kantor atau hotel-hotel dalam rangka menghibur para tamu.

3. Memaos Memaos atau membaca lontar yaitu lomba menceritakan hikayat kerajaan masa lampau, satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang, satu orang sebagai pembaca, satu orang sebagai pejangga dan satu orang sebagai pendukung vokal. Tujuan pembacaan cerita ini untuk

mengetahui kebudayaan masa lampau dan menanamkan nilai-nilai budaya generasi penerus. Kesenian memaos ini keberadaannya hampir punah sehingga periu diangkat kembali sebagai asset budaya daerah dan dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata khususnya wisata budaya. 4. Gendang Beleq Disebut Gendang Beleq karena salah satu alatnya adalah gendang beleq (gendang besar). Orkestra ini terdiri atas dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki-laki) dan gendang nina (perempuan), berfungsi sebagai pembawa dinamika. Sebuah gendang kodeq (gendang kecil), dua buah reog sebagai pembawa melodi masing- masing reog mama, terdiri atas dua nada dan sebuah reog nina, sebuah perembak beleq yang berfungsi sebagai alat ritmis, delapan buah perembak kodeq, disebut juga "copek". Perembak ini paling sedikit enam buah dan paling banyak sepuluh. Berfungsi sebagai alat ritmis, sebuah petuk sebagai alat ritmis, sebuah gong besar sebagai alat ritmis, sebuah gong penyentak sebagai alat ritmis, sebuah gong oncer sebagai alat ritmis dan dua buah bendera merah atau kuning yang disebut telontek. Menurut cerita, gendang beleq ini dulu dimainkan kalau ada pesta-pesta kerajaan, sedang kalau ada perang berfungsi sebagai komandan perang, sedang copek sebagai prajuritnya. Kalau perlu datu (raja) ikut berperang, disini payung agung akan digunakan. Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perkawinan. Gendang Beleq dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi waktu berjalan mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai aturan.

Pada waktu dimainkan pembawa gendang beleq akan memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petuk, copek dan lelontek.

Gendang beleq 5. Tandang Mendet Tari tandang Mendet /tarian Perang merupakan salah satu tarian yang ada sejak jaman kejayaan kerajaan Selaparang yang menggambarkan oleh keprajuritan atau peperangan. Tarian ini dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan membawa tombak, tameng, kelewang (pedang) dan diiringi dengan gendang beleq

serta sair-sair yang menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan, tarian ini bisa ditemui di Sembalun.

2.7.2 Pakaian adat Secara tradisional pakaian tradisional yang dikenakan penduduk daerah Nusa Tenggara Barat dibedakan atas dua macam, yaitu yang dikenakan oleh kaum pria dan oleh kaum wanita. Pakaian adat yang dikenakan bagi kaum pria di daerah Lombok berupa tutup kepala, baju lengan panjang memakai kain sarung sebatas dengkul yang ditenun, dan celana panjang, serta di punggungnya terselip sebilah keris. Sedangkan kaum wanitanya mamakai pakaian yang terdiri atas kebaya panjang dengan kain songket. Perhiasan yang dipakai berupa

hiasan bunga di kepala.

DAFTAR PUSTAKA

Melalatoa, M.Junus. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1975.

Hidayah, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. 1990 Rudini. Nusa Tenggara Barat. Jakarta : Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara. 1992 http://kamus.sasak.org/index.php?a=viewpage&id=5 http://www.lombok-travel.com/indonesia/informasi_sejarah_pulau_lombok.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Lombok http://lombokku.com/ literature.melayuonline.com www..org/.../.../165-atraksi-budaya--.html http://www.lomboktimurkab.go.id/?pilih=hal&id=21

Anda mungkin juga menyukai