Anda di halaman 1dari 42

CapitaSelekta

Allah Mencukupi Orang yang Bertawakal

Allah Mencukupi Orang yang Bertawakal ketegori Muslim. Allah Akan Mencukupi Semua Urusan Orang Yang Bertawakal Kepada-Nya Dr. Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji Hal ini berdasarkan dari firman Allah yang berbunyi : Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan nya. yaitu yang mencukupinya. Ar-Robi bin Khutsaim berkata : Dari segala sesuatu yang menyempitkan manusia. Ibnul Qayyim berkata : Allah adalah yang mencukupi orang yang bertawakal kepadanya dan yang menyandarkan kepada-Nya, yaitu Dia yang memberi ketenangan dari ketakutan orang yang takut, Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong dan barangsiapa yang berlindung kepada-Nya dan meminta pertolongan dari-Nya dan bertawakal kepada-Nya, maka Allah akan melindunginya, menjaganya, dan barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah akan membuatnya nyaman dan tenang dari sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkan, dan Allah akan memberi kepadanya segala macam kebutuhan yang bermanfaat. Dan ini adalah ganjaran yang paling besar, yaitu Allah Subhanahu wa Taala akan menjadikan diri-Nya sendiri sebagai yang memenuhi segala kebutuhan orang yang bertawakal kepada-Nya, dan sungguh Allah telah banyak menyebutkan kebaikan dan keutamaan yang menjadi ganjaran untuk orang-orang yang bertawakal kepada Allah, antara lain. Firman Allah. Artinya : Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Artinya : Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahan dan akan melipat gandakan pahala baginya. Artinya : Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. Artinya : Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugrahi nikmat oleh Allah, yaitu; Nabi-nabi, para hiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Sedangkan ayat yang menyebutkan sikap tawakal adalah firman Allah : Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan nya. Ibnu Al-Qayyim berkata : Perhatikanlah ganjaran-ganjaran yang akan diterima oleh orang yang bertawakal yang mana ganjaran itu tak diberikan kepada orang lain selain yang

bertawakal kepada-Nya, ini membuktikan bahwa tawakkal adalah jalan terbaik untuk menuju ke tempat di sisinya dan perbuatan yang amat dicintai Allah. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata. Bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : Jika seseorang keluar dari rumah, maka ia akan disertakan oleh dua orang malaikat yang selalu menemaninya. Jika orang itu berkata Bismillah , kedua malaikat itu berkata : Allah telah memberimu petunjuk, jika orang itu berkata : Tiada daya dan upaya dan kekuatan kecuali kepada Allah, kedua malaikat itu berkata : Engkau telah dilindungi dan dijaga, dan jika orang itu berkata : Aku bertawakal kepada Allah, kedua malaikat itu berkata : Engkau telah mendapatkan kecukupan. 1} Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam bab Zuhud yang disanadkan kepada Amru bin Ash yang mengangkat hadits ini kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda : Sesungguhnya di dalam hati anak Adam terdapat celah-celah, dan barangsiapa yang mengabaikan Allah pada setiap celah di dalam hatinya maka ia akan binasa, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupi celah-celah yang ada dalam hatinya itu. di dalam Az-Zawaid dikatakan bahwa hadist ini lemah sanadnya, dan di dalam Al-Mizan dikatakan bahwa hadits ini tertolak} Sebagaimana diriwayatkan pula bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang memutuskan gantungannya selain kepada Allah Subhanahu wa Taala, maka Allah akan mencukupi baginya segala kebutuhannya, dan Allah akan mendatangkan rezeki baginya dari yang tak terduga. Yang memberi kecukupan hanyalah Allah saja, sebagaimana firman-Nya : Hai Nabi, cukuplah Allah bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu. , artinya; cukuplah Allah bagi kamu, dan cukuplah bagimu orang-orang yang beriman mengikutimu , maka kalian semua tak akan membutuhkan seseorang jika kalian bersama Allah, ini adalah pendapat dari Abu Shaleh Ibnu Abbas, dan juga berpendapat Ibnu Zaid, Muqatil . Asy-Syabi dan lain-lainnya, dan Ibnu Katsir tak menyebutkan selain pendapat ini . Ada juga yang mengatakan bahwa artinya adalah : cukuplah bagimu Allah, dan cukuplah bagimu orangorang yang beriman, yaitu pendapat yang diriwayatkan dari Al-Hasan dan diikuti oleh AnNuhas. Ibnu Al-Jauzy berkata : Bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama , hal itu berdasar pada petunjuk bukti kajian bahwa sesungguhnya yang bisa memberi kecukupan hanyalah Allah Subhanahu wa Taala. Ibnu Al-Qayyim berkata : Ini begitu juga dengan pendapat sebagian orang adalah suatu kesalahan yang nyata, tidak boleh mengartikan ayat ini seperti ini , dan bahwa sesungguhnya yang bisa memberi kecukupan hanyalah Allah semata, begitu juga dengan tawakal, taqwa dan penyembahan hanyalah kepada Allah, dan Allah Subhanahu wa Taala telah berfirman dalam Al-Quran yang artinya : Dan jika mereka bermaksud hendak menipu, maka sesungguhnya cukuplah Allah . Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin. Lalu dia membedakan antara memberi kecukupan dengan memberi kekuatan. Yang bisa memberi kecukupan hanyalah Allah Subhanahu wa Taala semata, sementara yang bisa memberi kekuatan adalah hanyalah Allah dengan membantunya dan juga bersama hambahamba Allah lainnya, Allah telah memuji kepada orang-orang yang bertauhid serta orang-

orang yang bertawakal di antara hamba-hambanya, yang mana Allah mengkhususkan mereka untuk mendapat kecukupan dari Allah Subhanahu wa Taala, maka Allah berfirman: orangorang yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab : Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. , dan mereka tidak pernah mengatakan : cukuplah Allah bagi kami dan Rasulnya. Jika mereka berpendapat seperti ini dan Allah memuji mereka seperti itu, maka bagaimana mungkin Allah mengatakan kepada utusan-Nya dengan mengatakan : Allah dan pengikutpengikutmu akan memberimu kecukupan, sementara para pengikut Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah menjadikan Allah satu-satunya yang memberi kecukupan, dan mereka tidak pernah men-sekutu-kan Allah dengan Rasul-Nya dalam masalah memberi kecukupan, bagaimana mungkin mereka melakukan hal seperti ini ?! ini adalah kemustahilan yang paling Mustahil dan Kesesatan yang paling sesat. Hal yang serupa dengan bahasan ini adalah firman Allah yang berbunyi : Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata. Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah, . Maka perhatikanlah, bagaimana Alllah menjadikan kewajiban untuk mematuhi diri-Nya dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. , dan menjadikan kecukupan itu hanya dengan diri-Nya semata, Allah tidak pernah mengatakan : dan mereka berkata : cukuplah Allah dan Rasul-Nya bagi kami, akan tetapi Allah menjadikan diri-Nya sendiri satu-satunya yang bersifat memberi kecukupan, seperti fiman Allah : Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah. , dan Allah tidak pernah mengatakan : dan kepada Rasul-Nya, akan tetapi Allah menjadikan berharap hanya kepada-Nya semata, sebagaimana firman Allah : Maka apabila kamu telah selesai , kerjakanlah dengan sungguh-sungguh yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. Maka berharap, bertawakal, berlindung dan memberi kecukupan hanyalah kepada Allah semata, sebagaimana bahwa ibadah, taqwa dan sujud hanyalah milik Allah semata, begitu juga dengan sumpah dan bernadzar tidak diperbolehkan kecuali hanya kepada Allah semata. Dan yang serupa dengan ayat ini adalah firman Allah yang berbunyi : Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. . Maka yang mencukupi berarti Dia pula yang melindungi, di sini Allah mengabarkan bahwa hanya Dia seoranglah yang memberi perlindungan kepada hamba-Nya, sekali lagi bagaimana mungkin Allah menjadikan hambanya para pengikut Nabi bersama Allah sebagaimana yang memberi kecukupan ?!, dalil-dalil yang membuktikan kesesatan penafsiran yang merusak ini lebih banyak lagi untuk disebutkan. Footnote : Hadits Riwayat At-Tirmidzi bab doa 3426 dan ia juga mengatakan bahwa hadits ini adalah : hadits baik, benar dan asing, kami tak mengetahuinya kecuali dengan ungkapan seperti ini. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah bab doa 3886 , ia berkata di dalam Kitab Az-Zawaid : Bahwa

di dalam sanad hadits ini terdapat Harun bin Abdullah, ia adalah seorang yang lemah. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari hadits Anas bab Adab 5073 , Ahmad dalam Musnadnya yang lebih sempurna dari ungkapan ini. Hadits ini dibenarkan oleh Al-Albani sebagaimana dalam shahih Al-Jami Ash-Shagir 513, 227 . Disalin dari buku At-Tawakkul Alallah wa Alaqatuhu bil Asbab oleh Dr Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji dengan edisi Indonesia Rahasia Tawakal Sebab Akibat hal. 84 - 89 Bab Buah Tawakal, terbitan Pustaka Azzam Penerjemah Drs. Kamaluddin Sadiatulharamaini dan Farizal Tirmidzi. Sumber Allah Mencukupi Orang yang Bertawakal : http://www.salaf.web.id

Tawakal yang Sebenarnya


Sebagian orang menganggap bahwa tawakal adalah sikap pasrah tanpa melakukan usaha sama sekali. Contohnya dapat kita lihat pada sebagian pelajar yang keesokan harinya akan melaksanakan ujian. Pada malam harinya, sebagian dari mereka tidak sibuk untuk menyiapkan diri untuk menghadapi ujian besok namun malah sibuk dengan main game atau hal yang tidak bermanfaat lainnya. Lalu mereka mengatakan, Saya pasrah saja, paling besok ada keajaiban. Apakah semacam ini benar-benar disebut tawakal?! Semoga pembahasan kali ini dapat menjelaskan pada pembaca sekalian mengenai tawakal yang sebenarnya dan apa saja faedah dari tawakal tersebut. Tawakal yang Sebenarnya Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jamiul Ulum wal Hikam tatkala menjelaskan hadits no. 49 mengatakan, Tawakal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah azza wa jalla untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata. Tawakal Bukan Hanya Pasrah Perlu diketahui bahwa tawakal bukanlah hanya sikap bersandarnya hati kepada Allah semata, namun juga disertai dengan melakukan usaha. Ibnu Rajab mengatakan bahwa menjalankan tawakal tidaklah berarti seseorang harus meninggalkan sebab atau sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan. Karena Allah memerintahkan kita untuk melakukan usaha sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakal. Oleh karena itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab termasuk ketaatan kepada Allah, sedangkan tawakal dengan hati merupakan keimanan kepadaNya. Sebagaimana Allah Taala telah berfirman (yang artinya), Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada. (QS. An Nisa [4]: 71). Allah juga berfirman (yang

artinya), Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang. (QS. Al Anfaal [8]: 60). Juga firmanNya (yang artinya), Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah (QS. Al Jumuah [62]: 10). Dalam ayat-ayat ini terlihat bahwa kita juga diperintahkan untuk melakukan usaha. Sahl At Tusturi mengatakan, Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan -pen). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah, pen) maka dia telah meninggalkan keimanan. (Lihat Jamiul Ulum wal Hikam) Burung Saja Melakukan Usaha untuk Bisa Kenyang Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang. (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 310) Imam Ahmad pernah ditanyakan mengenai seorang yang kerjaannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Pria itu mengatakan, Aku tidak mengerjakan apa-apa sehingga rezekiku datang kepadaku. Lalu Imam Ahmad mengatakan, Orang ini tidak tahu ilmu (bodoh). Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Allah menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku. Dan beliau shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda (sebagaimana hadits Umar di atas). Disebutkan dalam hadits ini bahwa burung tersebut pergi pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore dalam rangka mencari rizki. (Lihat Umdatul Qori Syarh Shohih Al Bukhari, 23/68-69, Maktabah Syamilah) Al Munawi juga mengatakan, Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rezeki, yang memberi rezeki adalah Allah taala. Hal ini menunjukkan bahwa tawakal tidak harus meninggalkan sebab, akan tetapi dengan melakukan berbagai sebab yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rezeki dengan usaha sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rezeki. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jaami At Tirmidzi, 7/7-8, Maktabah Syamilah) Tawakal yang Termasuk Syirik Setelah kita mengetahui pentingnya melakukan usaha, hendaknya setiap hamba tidak bergantung pada sebab yang telah dilakukan. Karena yang dapat mendatangkan rezeki, mendatangkan manfaat dan menolak bahaya bukanlah sebab tersebut tetapi Allah taala semata.Imam Ahmad mengatakan bahwa tawakal adalah amalan hati yaitu ibadah hati semata (Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim, 2/96). Sedangkan setiap ibadah wajib ditujukan kepada Allah semata. Barang siapa yang menujukan satu ibadah saja kepada selain Allah maka berarti dia telah terjatuh dalam kesyirikan. Begitu juga apabila seseorang bertawakal dengan menyandarkan hati kepada selain Allah -yaitu sebab yang dilakukan-, maka hal ini juga termasuk kesyirikan. Tawakal semacam ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam), apabila dia bertawakal (bersandar) pada makhluk pada suatu perkara yang tidak mampu untuk melakukannya kecuali Allah taala. Seperti bersandar pada makhluk agar dosa-

dosanya diampuni, atau untuk memperoleh kebaikan di akhirat, atau untuk segera memperoleh anak sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah kubur dan wali. Mereka menyandarkan hal semacam ini dengan hati mereka, padahal tidak ada siapapun yang mampu mengabulkan hajat mereka kecuali Allah taala. Apa yang mereka lakukan termasuk tawakal kepada selain Allah dalam hal yang tidak ada seorang makhluk pun memenuhinya. Perbuatan semacam ini termasuk syirik akbar. Naudzu billah min dzalik. Sedangkan apabila seseorang bersandar pada sebab yang sudah ditakdirkan (ditentukan) oleh Allah, namun dia menganggap bahwa sebab itu bukan hanya sekedar sebab (lebih dari sebab semata), seperti seseorang yang sangat bergantung pada majikannya dalam keberlangsungan hidupnya atau masalah rezekinya, semacam ini termasuk syirik ashgor (syirik kecil) karena kuatnya rasa ketergantungan pada sebab tersebut. Tetapi apabila dia bersandar pada sebab dan dia meyakini bahwa itu hanyalah sebab semata sedangkan Allah-lah yang menakdirkan dan menentukan hasilnya, hal ini tidaklah mengapa. (Lihat At Tamhiid lisyarhi Kitabit Tauhid, 375-376; Syarh Tsalatsatil Ushul, 38; Al Qoulul Mufid, 2/29) Penutup Ingatlah bahwa tawakal bukan hanya untuk meraih kepentingan dunia saja. Tawakal bukan hanya untuk meraih manfaat duniawi atau menolak bahaya dalam urusan dunia. Namun hendaknya seseorang juga bertawakal dalam urusan akhiratnya, untuk meraih apa yang Allah ridhai dan cintai. Maka hendaknya seseorang juga bertawakal agar bagaimana bisa teguh dalam keimanan, dalam dakwah, dan jihad fii sabilillah. Ibnul Qayyim dalam Al Fawaid mengatakan bahwa tawakal yang paling agung adalah tawakal untuk mendapatkan hidayah, tetap teguh di atas tauhid dan tetap teguh dalam mencontoh/mengikuti Rasul shallallahu alaihi wa sallam serta berjihad melawan ahli bathil (pejuang kebatilan). Dan beliau rahimahullah mengatakan bahwa inilah tawakal para rasul dan pengikut rasul yang utama. Kami tutup pembahasan kali ini dengan menyampaikan salah satu faedah tawakal. Perhatikanlah firman Allah Taala (yang artinya), Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. Ath Thalaaq [65]: 2-3). Al Qurtubi dalam Al Jami Liahkamil Quran mengatakan, Barang siapa menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah membaca ayat ini kepada Abu Dzar. Lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya, Seandainya semua manusia mengambil nasihat ini, sungguh hal ini akan mencukupi mereka. Yaitu seandainya manusia betulbetul bertakwa dan bertawakal, maka sungguh Allah akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka. (Jamiul Ulum wal Hikam, penjelasan hadits no. 49). Hanya Allah-lah yang mencukupi segala urusan kami, tidak ada ilah yang berhak disembah dengan hak kecuali Dia. Kepada Allah-lah kami bertawakal dan Dia-lah Rabb Arsy yang agung.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Murojaah: Ustadz Aris Munandar Artikel www.muslim.or.id

Antara Tawakkal dan Usaha Mencari Rizki yang Halal


Syariat Islam yang agung sangat menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan usaha halal yang bermanfaat untuk kehidupan mereka, dengan tetap menekankan kewajiban utama untuk selalu bertawakal (bersandar/berserah diri) dan meminta pertolongan kepada Allah Taala dalam semua usaha yang mereka lakukan. Allah Taala berfirman, } { Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS al-Jumuah:10). Dalam ayat lain Allah Taala berfirman, } { Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal (kepada-Nya) (QS Ali Imraan:159).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Orang mukmin yang kuat (dalam iman dan tekadnya) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing (dari keduanya) memiliki kebaikan, bersemangatlah (melakukan) hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mintalah (selalu) pertolongan kepada Allah, serta janganlah (bersikap) lemah[1]. Makna Tawakkal yang Hakiki Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata, Tawakkal yang hakiki adalah penyandaran hati yang sebenarnya kepada Allah Taala dalam meraih berbagai kemaslahatan (kebaikan) dan menghindari semua bahaya, dalam semua urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepadanya dan meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang dapat memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya serta memberikan manfaat kecuali Allah (semata)[2]. Tawakkal adalah termasuk amal yang agung dan kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam, bahkan kesempurnaan iman dan tauhid dalam semua jenisnya tidak akan dicapai kecuali dengan menyempurnakan tawakal kepada Allah Taala. Allah Taala berfirman, }{ (Dia-lah) Rabb masyrik (wilayah timur) dan maghrib (wilayah barat), tiada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung (QS alMuzzammil:9)[3]. Merealisasikan tawakkal yang hakiki adalah sebab utama turunnya pertolongan dari Allah Taala bagi seorang hamba dengan Dia mencukupi semua keperluan dan urusannya. Allah Taala berfirman, }{ . Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangkasangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya (QS ath-Thalaaq:2-3). Artinya: Barangsiapa yang percaya kepada Allah dalam menyerahkan (semua) urusan kepada-Nya maka Dia akan mencukupi (segala) keperluannya[4]. Salah seorang ulama salaf berkata: Cukuplah bagimu untuk melakukan tawassul (sebab yang disyariatkan untuk mendekatkan diri) kepada Allah adalah dengan Dia mengetahui (adanya) tawakal yang benar kepada-Nya dalam hatimu, berapa banyak hamba-Nya yang memasrahkan urusannya kepada-Nya, maka Diapun mencukupi (semua) keperluan hamba tersebut. Kemudian ulama ini membaca ayat tersebut di atas[5]. Usaha yang Halal Tidak Bertentangan dengan Tawakkal

Di sisi lain, agama Islam sangat menganjurkan dan menekankan keutamaan berusaha mencari rezki yang halal untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara khusus menyebutkan keutamaan ini dalam sabda beliau r: Sungguh sebaik-baik rizki yang dimakan oleh seorang laki-laki adalah dari usahanya sendiri (yang halal) [6]. Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersungguh-sungguh mencari usaha yang halal dan bahwa usaha mencari rezki yang paling utama adalah usaha yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri[7]. Berdasarkan ini semua, maka merealisasikan tawakal yang hakiki sama sekali tidak bertentangan dengan usaha mencari rezki yang halal, bahkan ketidakmauan melakukan usaha yang halal merupakan pelanggaran terhadap syariat Allah Taala, yang ini justru menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada Allah. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menggambarkan kesempurnaan tawakal yang tidak mungkin lepas dari usaha melakukan sebab yang halal, dalam sabda beliau, Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rezki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang[8]. Imam al-Munawi ketika menjelaskan makna hadits ini, beliau berkata: Artinya: burung itu pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali waktu petang dalam keadaan perutnya telah penuh (kenyang). Namun, melakukan usaha (sebab) bukanlah ini yang mendatangkan rezki (dengan sendirinya), karena yang melimpahkan rezki adalah Allah Taala (semata). Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa tawakal (yang sebenarnya) bukanlah berarti bermalas-malasan dan enggan melakukan usaha (untuk mendapatkan rezki), bahkan (tawakal yang benar) harus dengan melakukan (berbagai) macam sebab (yang dihalalkan untuk mendapatkan rezki). Oleh karena itu, Imam Ahmad (ketika mengomentari hadits ini) berkata: Hadits ini tidak menunjukkan larangan melakukan usaha (sebab), bahkan (sebaliknya) menunjukkan (kewajiban) mencari rezki (yang halal), karena makna hadits ini adalah: kalau manusia bertawakal kepada Allah ketika mereka pergi (untuk mencari rezki), ketika kembali, dan ketika mereka mengerjakan semua aktifitas mereka, dengan mereka meyakini bahwa semua kebaikan ada di tangan-Nya, maka pasti mereka akan kembali dalam keadaan selamat dan mendapatkan limpahan rezki (dari-Nya), sebagaimana keadaan burung[9]. Imam Ibnu Rajab memaparkan hal ini secara lebih jelas dalam ucapannya: Ketahuilah bahwa sesungguhnya merealisasikan tawakal tidaklah bertentangan dengan usaha untuk (melakukan) sebab yang dengannya Allah Taala menakdirkan ketentuan-ketentuan (di alam semesta), dan (ini merupakan) ketetapan-Nya yang berlaku pada semua makhluk-Nya. Karena Allah Taala memerintahkan (kepada manusia) untuk melakukan sebab (usaha)

sebagaimana Dia memerintahkan untuk bertawakal (kepada-Nya), maka usaha untuk melakukan sebab (yang halal) dengan anggota badan adalah (bentuk) ketaatan kepada-Nya, sebagaimana bertawakal kepada-Nya dengan hati adalah (perwujudan) iman kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Taala, }{ Hai orang-orang yang beriman, bersiapsiagalah kamu (QS an-Nisaa:71). Dan firman-Nya, }{ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (QS al-Anfaal:60). Juga firman-Nya, } { Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS al-Jumuah:10) [10]. Makna inilah yang diisyaratkan dalam ucapan Sahl bin Abdullah at-Tustari[11]: Barangsiapa yang mencela tawakal maka berarti dia telah mencela (konsekwensi) iman, dan barangsiapa yang mencela usaha untuk mencari rezki maka berarti dia telah mencela sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam[12]. Tawakkal yang Termasuk Syirik dan yang Diperbolehkan Dalam hal ini juga perlu diingatkan bahwa tawakkal adalah salah satu ibadah agung yang hanya boleh diperuntukkan bagi Allah Taala semata, dan mamalingkannya kepada selain Allah Taala adalah termasuk perbuatan syirik. Oleh karena itu, dalam melakukan usaha hendaknya seorang muslim tidak tergantung dan bersandar hatinya kepada usaha/sebab tersebut, karena yang dapat memberikan manfaat, termasuk mendatangkan rezki, dan menolak bahaya adalah Allah Taala semata, bukan usaha/sebab yang dilakukan manusia, bagaimanapun tekun dan sunguh-sungguhnya dia melakukan usaha tersebut. Maka usaha yang dilakukan manusia tidak akan mendatangkan hasil kecuali dengan izin Allah Taala[13]. Dalam hal ini para ulama menjelaskan bahwa termasuk perbuatan syirik besar (syirik yang dapat menyebabkan pelakuknya keluar dari Islam) adalah jika seorang bertawakkal (bersandar dan bergantung hatinya) kepada selain Allah Taala dalam suatu perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali olah Allah Taala semata. Adapun jika seorang adalah jika seorang bertawakal (bersandar dan bergantung hatinya) kepada makhluk dalam suatu perkara yang mampu dilakukan oleh makhluk tersebut, seperti memberi atau mencegah gangguan, pengobatan dan sebagainya, maka ini termasuk syirik

kecil (tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, tapi merupakan dosa yang sangat besar), karena kuatnya ketergantungan hati pelakunya kepada selain Allah Taala, dan juga karena perbuatan ini merupakan pengantar kepada syirik besar, nauudzu bilahi min dzalik. Sedangkan jika seorang melakukan usaha/sebab tanpa hatinya tergantung kepada sebab tersebut serta dia meyakini bahwa itu hanyalah sebab semata, dan Allah-lah yang menakdirkan dan menentukan hasilnya, maka inilah yang diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam[14]. Penutup Tawakkal yang sebenarnya kepada Allah Taala akan menumbuhkan dalam hati seorang mukmin perasaan ridha kepada segala ketentuan dan takdir Allah, yang ini merupakan ciri utama orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah Taala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai rasulnya[15]. Semoga Allah Taala memudahkan kita semua untuk mencapai kedudukan yang agung ini dan semoga Dia senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk memiliki sifatsifat mulia dan terpuji dalam agama-Nya. Kota Kendari, 19 Rabiul Tsani 1431 H Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Zuhud dan Tawakal
di 06:20 Diposkan oleh Riwayat Attubani

Pembelajaran Riwayat-Materi pembelajaran 1. Penegertian Zuhud Secara bahasa kata zuhud berasal dari bahasa Arab - berarti meninggalkan.Orang yang zuhud disebut Zahid. Menurut istilah zuhud didefenisikan dalam kalimat yang berbeda-beda namun tetap dalam arti yang sama. a. berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi bersifat material dan kemawahan duniawi dengan mengharapkan sesuatu yang lebih baik dan bersifat spritual berupa kebahagiaan ukhrawi. b. Menurut Imam al-Qusyairi Zuhud adalah tidak merasa bangga kemewahan dunia yang dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta c. Menurut Imam Gazali, Zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan dunia sesuai dengan kadar kemampuannya d. menurut Ali Bin abi Thaib zuhud berarti membatasi ambisi-ambisi duniawi, syukur setiap anugrah dan menghindari apa yang telah haramkan oleh Allah swt. Dari pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa Zuhud berarti suatu sikap hidup dimana

seseorang tidak terlalu mementingkan dunia dan harta kekayaan. Materi dan dunia ini hanya merupakan sarana dan alat untuk mencapai tujuan yang hakiki yaitu kehidupan akhirat Dengan demikian zuhud tidak berarti membuang harta benda dan menolak apa yang dibolehkan akan tetapi zuhud berarti kita tidak boleh beranggapan bahwa apasaja yang kita miliki adalah lebih utama dari pada apa yang ada disisi Allah swt. 2. Dalil yang terkait dengan bersikap Zuhud Firman Allah swt.: ( : 131) Artinya: Dan janganlah engkau tunjukkan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.(Qs.Thaha : 131) 3. Contoh perilaku Zuhud a. Senantiasa mensyukuri nimat yang diberikan Allah swt. b. Senantisa merasa cukup meskipun harta yang dimiliki sekedar untuk memenuhi kebutuhan. c. Orang yang memiliki kemampuan untuk hidup mewah, tetapi mereka tidak mau, sebab mereka selalu membelajakan hartanya di jalan Allah swt. untuk mendaptkan keridhaan-Nya. d. Tidak mencintai dunia secara berlebihan. Maksudnya adalah mencintai dunia sehingga melupakan cintanya kepada Allah swt dan Rasul-Nya. e. Tidak meninggalkan kehidupan dunia secara total namun Menjadikan kehidupan dunia menjadi sarana yang menentukan kehidupan di akhirat. Firman Allah swt.: ( :77) Artinya: katakanlah kesenangan didunia ini hanya sebentar (sidikit) dan akhirat itu lebih baik bagi orangorang yang bertakwa. (Qs. an-Nisa: 77). 4. Upaya untuk membiasakan sifat zuhud Seseorang yang ingin memiliki sifat zuhud setidaknya ia harus: a. Jangan menjadikan dunia sebagai`tujuan hidup, jadikanlah dunia sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan hidup yang utama,karena kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang hakiki tetapi hanyalah kehidupan senda gurau dan sementara. Kehidupan dunia yang berlebih-lebihan dapat mengantarkan manusia ke dalam kebinasaan. Firman Allah swt.: Artinya: Dan kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan perainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.(Qs.al-Ankabut : 64) b. Menyadari tugas manusia di dunia sebagai kekhalihan di permukaan bumi, yang akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat. Dengan demikian kita akan selalu menjadikan dunia sebagai sarana untuk bebuat baik dan beribadah kepada Allah swt. c. Selalu membiasakan diri untuk tidak meminta sesuatu yang berlebihan, menerima dengan lapang dada hasil dari apa yang diuasahakan. B. TAWAKAL

1. Pengertian tawakal Menurut bahasa berasal dari bahasa arab wakkala yang artinya menyerahkan atau mempercayakan. Menurut istilah, tawakkal didefenisikan dalam kalimat yang berbeda-beda namun tetap dalam arti yang sama. a. Menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukannya serta diri sepenuhnya untuk mendapat manfaat atau menolak mudharat dari Allah swt. b. Berserah diri kepada kehendak Allah swt.dan percaya dengan sepenuh hati atas keputusan-Nya. c. Membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah swt. dan menyerahkan keputusan segala sesuatu kepada-Nya. d. Berserah diri kepada Allah swt dengan penuh keikhlasan baik dalam penderitaan, cobaan, maupun kebahagiaan. 2. Dalil tentang tawakkal ( )3 :

Artinya : Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan bagi tiap-tiap sesuatu.(QS.At-Thalaq:3). Hadist Nabi, artinya: ... ( ) Artinya: Jikalau kamu tawakal kepada Allah dan berserah diri sepenuhnya, maka kamu akan mendapat rizki seperti rizki burung-burung yang diwaktu pagi berada dalam keadaan lapar dan kembali sore dengan perut kenyang.(HR.Turmuzi). 3. Tingkatan tawakkal Berdasarkan tingkatannya tawakkal dibagi menjadi beberapa tingkatan, diantaranya adalah: a. Tawakkalul wakil, artinya sesorang yang mempercayakan urusannya kepada sang wakil yaitu Allah swt. tawakkal seperti ini dilakukan oleh mukmin biasa. b. Tawakkal Taslim, artinya seseorang ysng tidak membutuhkan sesuatu selain Allah swt. tingkatan tawakkal seperti ini adalah tawakkalnya para Nabi/Rasul. 4. Contoh perilaku tawakkal a. Selalu mempersiapkan diri terhadap kemungkinan yang terjadi pada dirinya. seperti bersyukur apabila mendapat karunia ,jika tidak ia akan bersabar. b. Tenang dalam menjalankan kehidupan, tidak pernah berkeluh resah dan gelisah. c. Selalu giat bekerja dan ikhtiar, karena ia berprinsip bahwa langit tidak akan pernah menurunkan hujan emas dan perak. d. Selalu giat berdoa kepada Allah e. Menerima segala ketentuan Allah swt. dengan ridho terhadap dirinya dan keadaannya. f. Berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain. 5. Membiasakan diri berperilaku tawakal. a. Membaca sejarah para Nabi dan Rasul Allah swt.sebagai suri tauladan dalam kehidupan kita.

Seperti kesabaran Nabi Ayyub as. Dari cobaan yang ditimpakan kepadanya dll. b. Selalu giat bekerja, ikhtiar dan berdoa. c. Melatih kesabaran dengan memperbanyak ibadah sunah sesudah ibadah wajib. d. Selalu memiliki sifat optimis dan tidak putus asa, dengan prinsip hidup tidak datu jalan keroma. Kesimpulan 1. Zuhud dan tawakkal termasuk sifat yang terpuji. 2. Zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan dunia sesuai dengan kadar kemampuannya 3. Tawakkal adalah Berserah diri kepada kehendak Allah swt.dan percaya dengan sepenuh hati atas keputusan-Nya. Tawakal dalam menghadapi musibah Pemakaian kata yang berasal dari bahasa lain sering kali mengalami pengurangan, penambahan atau pergeseran makna. Distorsi atau pergeseran makna juga berlangsung ketika sejumlah kata atau istilah dalam bahasa Alquran (Arab) masuk ke dalam khazanah Bahasa Indonesia. Pemakaian kata tawakal misalnya telah mengalami unsur pejoratif sehingga terjadi reduksi, depresiasi dan degradasi makna yang terkandung di dalamnya. Kata tawakal acap kali dipahami dan dimaknai sebagai sikap pasrah dan menyerah atas suatu peristiwa atau keadaan. Ketika seorang menengok sahabatnya yang sedang terkena musibah dan dia menganjurkan untuk bersabar dan tawakal maka yang dimaksudkan pastilah saran untuk pasrah menerima kenyataan yang sedang disandangnya. Tawakal juga sering dikaitkan dengan sikap putus harapan, frustrasi dan kehabisan akal. Pemahaman seperti di atas jelas menyesatkan karena tawakal mengandung arti yang lebih luas dan mendalam daripada sekadar pasrah, menyerah dan bertentangan dengan sikap putus asa. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah menyatakan: kalau kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana burung-burung diberi rezeki; pagi-pagi meninggalkan sarang dalam keadaan lapar dan sore pulang dalam keadaan kenyang (HR Tirmidzi). Pernyataan Rasulullah ini mengandung pesan bahwa kita tidak boleh berpangku tangan soal rezeki tetapi harus berusaha mendapatkannya. Manusia hidup haruslah berusaha atau bekerja seperti halnya burung-burung yang meninggalkan sarang mencari makan. Tawakal bukanlah pasrah dan Apatis tetapi aktif berusaha dengan tenaga dan pikiran yang dimilikinya. Rasulullah suatu kali memberikan petunjuk dengan amat jelas tentang makna tawakal kepada orang yang keliru memahaminya. Ketika ada orang yang membiarkan untanya tanpa diikat di tonggak atau pohon dengan alasan tawakal kepada Allah, maka kemudian Rasulullah segera mengingatkan: ikatlah lebih dulu untamu itu baru kemudian engkau bertawakal (HR Tirmidzi dan Ibnu Majjah). Ketika musibah beruntun terjadi di negeri ini, baik darat, laut maupun udara, maka yang perlu diupayakan ialah menambatkan unta lebih dahulu yakni secara preventif mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan transportasi sebagai bagian dari sikap tawakal. Setiap orang mengetahui bahwa benda yang dipakai dengan frekuensi tinggi dan dalam jangka waktu yang lama pasti akan cepat menjadi aus. Demikian halnya dengan pesawat terbang, kapal laut, kereta api dan bus yang setiap hari tidak pernah berhenti beroperasi pasti cepat aus komponen-komponennya

sehingga memerlukan perawatan dan pengawasan yang ketat. Disiplin dan kontrol yang ketat terhadap kendaraan maupun manusianya mutlak dilakukan: apakah sebuah kendaraan laik jalan, apakah sopir, masinis, nakhoda atau pilot siap menjalankan kewajibannya, dan seterusnya. Banyak kecelakaan bus disebabkan rem blong atau sopir teler. Berkali-kali kereta Anjlog karena rel dan bantalannya lapuk dimakan usia. Kesadaran yang sama hendaknya juga dimiliki penumpang untuk membeli karcis dan tidak memaksakan diri ketika kendaraan telah melewati daya tampung dan daya angkut. Lebih jauh, kata tawakal dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 43 kali dalam Alquran. Sebagian dari jumlah tadi bergandengan dengan kata sabar, salah satunya dalam surah An-Nahl ayat 42 yang berbunyi: Yaitu orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. Maka, kata tawakal bergandengan dengan sabar mengandung pesan agar ulet, tekun dan sungguhsungguh dalam mengupayakan segala sesuatu agar terhindar dari berbagai musibah yang dapat mengancam dirinya. Bagaimana dengan musibah yang diakibatkan gempa bumi, angin topan dan sebagainya? Marilah kita simak firman Allah yang berbunyi: Tiada suatu bencana pun yang ada di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah, agar kamu tidak sampai berputus asa ketika mendapat kecelakaan dan jangan pula terlalu gembira atas keberuntungan yang kamu peroleh, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang berlebih-lebihan. (QS 57: 22-23). Barangkali sebagian peristiwa di muka bumi ini memang menjadi rahasia dan kehendak Allah yang tidak dapat terjangkau akal pikiran ini manusia yang demikian terbatas. Namun satu hal yang pasti ialah bahwa setiap muslim wajib mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Dan dalam perspektif yang lebih luas setiap individu sesungguhnya, dalam batas-batas tertentu, memiliki peluang untuk menentukan hari esok yang lebih baik tadi. Bukankah Allah mempersilakan manusia untuk memilih jalan kebajikan atau jalan kejahatan sebagaimana firmanNya, Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan? (QS 90:10). Dan Allah pula yang berpesan: ....dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS:3: 102). Berdasarkan uraian di atas, setiap muslim wajib bertawakal dalam pengertian berusaha dan berdoa agar terhindar dari beragai bencana atau musibah. Adapun peristiwa yang telah berlalu adalah kehendak Allah yang tidak seorang pun mengetahui sebelumnya. Semua itu hendaknya menjadi pelajaran bagi setiap muslim agar dapat mengendalikan diri, baik ketika keberuntungan datang maupun ketika kemalangan menimpa. Allah tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan, baik di kala suka maupun duka. Wallahu'alam bish shawab. - A Dahlan Rais, Dosen UNS, sekretaris PP Muhammadiyah

Keimanan kepada Allah SWT Melalui Pemahaman Sifat-Sifat-Nya


Pembelajaran Riwayat.netA. Pengertian Iman Kepada Allah Secara bahasa iman berarti percaya atau yakin. Menurut istilah iman adalah meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Sebagian ulama merumuskan iman adalah: Arinya: Iman adalah dibenarkan dengan hati, diucapkan dengan lidah, dan dibuktikan dengan perbuatan. Dengan demikian ada tiga unsur pengertian iman, yaitu hati, lisan dan amal perbuatan. Namun, di antara ketiga indikator tersebut, iman lebih menekankan pada aspek qalbu (hati) lalu akan tercermin dalam perkataan dan perbuatan. Iman kepada Allah adalah meyakini sepenuh hati bahwa Allah itu benar-benar ada dan Dialah yang menciptakan, memelihara dan mengatur alam semesta. Untuk meningkatkan iman kepada Allah, kita perlu mengenal Allah. Adapun cara mengenal Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya. B. Sifat-sifat Allah Secara garis besar, sifat Allah ada tiga, yaitu: a. Sifat wajib, yaitu sifat kesempurnaan yang pasti dimiliki Allah. Jumlah sifat ini ada 13. b. Sifat mustahil, yaitu sifat-sifat yang tidak mungkin atau mustahil ada pada Allah. Sifat ini merupakan lawan atau kebalikan dari sifat wajib. c. Sifat jaiz, yaitu sifat mungkin bagi Allah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Sifat ini merupakan hak peroregatif Allah. Jumlahnya hanya satu, yaitu wewenang Allah untuk berbuat atau tidak menurut kehendak-Nya. Misalnya menciptakan jenis pepohonan, jenis binatang, dan sebagainya. C. Klasifikasi sifat wajib bagi Allah Sifat wajib bagi Allah itu dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu: 1. Nafsiyah artinya diri atau dzat, yaitu sifat hakikat dzat Allah itu sendiri mutlak ada. 2. Salbiyah artinya bertentangan, yaitu sifat yang hanya ada pada Allah semata dan bertentangan dengan sifat makhluk yang Dia ciptakan. 3. Maani artinya hakikat, yaitu hakikatnya sifat Allah, tetapi sebagian kecil darinya dianugerahkan Allah kepada makhluk-Nya. 4. Maanawiyah artinya hakikat yang sempurna, yaitu sifat ke-maha-an yang mutlak milik Allah semata tanpa diberikan kepada makhluk-Nya.

D. Sifat Wajib dan Mustahil Sifat wajib dan mustahil bagi Allah yang wajib diketahui ada 13, yaitu: No Sifat Wajib Sifat Mustahil Keterangan Sifat Arti Sifat Arti 1 Ada Tiada Sifat Nafsiyah 2 Terdahulu Baru Sifat Salbiyah 3 Kekal Binasa 4 Berbeda dengan makhluk Serupa dengan makhluk 5 Berdiri sendiri Membutuhkan bantuan lain 6 Esa Berbilang 7 Kuasa Lemah Sifat Maani 8 Berkehendak Terpaksa 9 Mengetahui Bodoh 10 Hidup Mati 11 Mendengar Bisu 12 Melihat Buta 13 Berfirman Bisu

Ulama lain ada yang menambahkan tujuh sifat lain dan digolongkan ke dalam sifat maknawiyah, sehingga sifat wajib Allah tersebut berjumlah dua puluh. Ketujuh sifat itu adalah: No Sifat Wajib Sifat Mustahil Keterangan Sifat Arti Sifat Arti Maha Kuasa Maha Lemah Sifat Maknawiyah 2 Maha Berkehendak Maha Terpaksa 3 Maha Mengetahui Maha Bodoh 4 Maha Hidup Maha Mati 5 Maha Mendengar Maha Tuli 6 Maha Melihat Maha Buta 7 Maha Berfirman Maha Bisu

D. Sifat-sifat Allah dan Dalilnya 1. Wujud Allah itu bersifat wujud artinya Dia mutlak ada. Adanya makhluk merupakan salah satu bukti adanya Allah. Jadi mustahil Allah itu tiada. Dalilnya surat ad-Dukhan/44 ayat 7 8: . Artinya: Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan (Dialah) Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu.

2. Qidam Allah itu bersifat terdahulu atau tidak berawal, dan mustahil ia baru atau berawal. Buktinya, segala sesuatu yang ada ini memiliki asal. Asal mula dari segala sesuatu itu adalah atas ciptaan yang Maha Pencipta, Dialah Allah yang terdahulu dari segala sesuatu dan ada-Nya tersebut tidak berawal. Sebab, jika ia berawal, lalu siapa pula yang mengawali Dia?. Ingat, jangan samakan Allah dengan makhluk, termasuk kita sendiri yang memiliki asal dan berawal dari sesuatu. Oleh karena itu, sifat ini disebut salbiyah, karena berlainan dengan sifat makhluk-Nya. Dalil naqlinya surat al-hadid/57 ayat 3: Artinya: Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. 3. Baqa Allah itu kekal, dan mustahil binasa. Semua makhluk, seperti gunung, manusia, hewan, tumbuhan, termasuk bumi ini pasti akan binasa. Hanya Allah yang kekal, sebab Dialah yang akan menentukan akhir dari segala-galanya. Dalilnya surat ar-Rahman/55: 26 27: . Artinya: Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. 4. Mukhalafatu lil hawadits Allah itu berbeda dengan makhluk-Nya, sebab Dialah yang menciptakan makhluk itu sendiri. Allah sebagai khaliq pasti tidak sama dengan makhluk (ciptaan-Nya). Dengan demikian, mustahil Allah serupa dengan makhluk-Nya. Dalilnya surat as-Syura/42 ayat 11: Artinya: Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat. 5. Qiyamuhu bi nafsihi Allah itu berdiri sendiri dan tidak membutuhkan suatu apa pun dalam mengurus makhluk-Nya, sebab segala sesuatu selain Dia adalah makhluk (ciptaan)-Nya. Berbeda dengan manusia, pasti membutuhkan bantuan dan pertolongan pihak lain dalam kehidupannya. Jadi, mustahil Allah membutuhkan pertolongan pihak lain. Dalilnya surat Ali Imran/3 ayat 255: Artinya:

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.

6. Wahdaniyah Allah itu Esa dan mustahil Dia berbilang. Ke-esa-an Allah menunjukkan kesempurnaan-Nya. Sebab jika tuhan lebih dari satu, pastilah ia tidak sempurna. Agama lain juga mengakui adanya tuhan yang maha esa, tetapi konsep keesaan tuhan mereka masih mengandung unsur syirik, sebab adanya kekuatan lain selain tuhan, apakah itu berbentuk anak, dewa, dan sebagainya. Sementara konsep ke-Esa-an dalam Islam adalah Allah mutlak Esa, tidak ada kekuatan apa pun yang ada apalagi yang setara dengan-Nya, sebab selain Dia disebut makhluk, yaitu ciptaan-Nya sendiri. Oleh karena itu, jangan pernah mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Kemudian, Dia juga tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dalilnya surat al-Ikhlas/112 ayat 1 4 Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". 7. Qudrat Allah itu bersifat kuat atau berkuasa dan mustahil Ia lemah. Terjadinya alam semesta, berbagai keindahan alam yang kita saksikan, dan berbagai keajaiban yang menakjubkan dalam pandangan mata merupakan bukti bahwa Allah itu berkuasa atas segala sesuatu. Lalu kita merasa kuat dan berkuasa dalam melakukan pekerjaan, hal ini juga dapat terjadi karena Allah memberikan qudrat kepada manusia. Dalilnya surat al-Baqarah/2 ayat 20: Artinya: Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. 8. Iradat Allah bersifat berkehendak atas segala sesuatu yang Dia perbuat, dan mustahil Dia terpaksa. Kehendak Allah itu tidak bisa dipengaruhi oleh pihak lain. Namun kehendak Allah itu sangat adil. Dalilnya surat Yasin/36: 82 Artinya: Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.

9. Ilmu Allah itu maha mengetahui, mustahil ia bodoh. Buktinya, keindahan alam semesta, berbagai fenomena yang muncul dan beragam jenis makhluk yang ada merupakan sebagian bukti akan pengetahuan Allah. Ilmu Allah itu tidak tergantung kepada masa dan tempat. Kapan dan dimana pun Allah pasti mengetahui segala sesuatu, masa lalu, sekarang dan yang akan datang pasti diketahui Allah. Bahkan sekecil apapun yang terniat di hati kita Dia pasti mengetahuinya. Dalilnya surat al-Hujurat/49: 16 Artinya: Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?" 10. Hayat Allah bersifat hidup, dan mustahil ia mati. Buktinya, segala yang hidup di muka bumi ini pastilah ada yang menghidupkan. Dengan demikian, Allah itu hidup lagi menghidupkan dan akan tetap hidup selamanya. Sementara manusia dan makhluk lainnya juga hidup tetapi dihidupkan dan kehidupannya pasti akan berakhir dengan kematian. Dalilnya surat al-Baqarah/2 ayat 255: Artinya: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). tidak mengantuk dan tidak tidur. 11. Sama Allah itu bersifat mendengar dan mustahil Dia tuli. Pendengaran Allah tidak terhalang oleh jarak, waktu, dan tempat tertentu. Oleh karena itu, Allah senantiasa mendengar segala gerak-gerik, ucapan dan bisikan makhluk-Nya, termasuk ucapan dalam hati. Dalilnya surat al-Anbiya/21: 4 Artinya: Berkatalah Muhammad (kepada mereka): "Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". 12. Bashar Allah itu bersifat melihat dan mustahil Dia buta. Penglihatan Allah juga tidak terhalang oleh tempat, waktu dan masa. Meskipun semut hitam berada di atas batu hitam di tengah malam kelam, Allah juga pasti melihat. Demikian juga setiap perbuatan makhluk-Nya, Allah pasti melihatnya. Dalilnya surat al-Anam/6 ayat 103: Artinya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan

Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. 13. Kalam Allah itu bersifat kalam atau berfirman. Buktinya, Allah menurunkan kitab kepada nabi-Nya, termasuk al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat Muhammad yang ingin hidupnya selamat dunia dan akhirat. Dengan demikian mustahil Allah itu bisu. Dalilnya surat an-Nisa/4 ayat 164: Artinya: Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. E. Perilaku yang ditampilkan sebagai cerminan keyakinan akan sifat Allah Banyak pelajaran hal yang dapat kita petik dari adanya keyakinan terhadap sifat-sifat Allah sehingga mempengaruhi perilaku kita. Seperti sifat nafsiyah, yaitu wujud, mengajarkan kepada kita bahwa hanya Allah yang mutlak ada. Adanya alam ini, termasuk adanya diri kita sendiri tentulah karena adanya Allah. Pada hakekatnya yang ada hanyalah dua, yaitu: khaliq (Sang Pencipta), dan makhluq (yang diciptakan). Adanya khaliq tidak berawal dan tidak berakhir, sementara adanya makhluq karena diciptakan oleh sang khaliq. Dengan keyakinan seperti itu, maka setiap mukmin mestinya merasakan bahwa Allah senantiasa ada kapan dan dimana pun ia berada. Sifat salbiyah menunjukkan bahwa Allah tidak sama dengan makhluk-Nya serta membuktikan bahwa Allah adalah Tuhan yang benar dan berhak untuk disembah secara meyakinkan dan rasional. Dia ada dengan sendiri-Nya dan kekal selama-lamanya. Dia juga Esa (wahdaniyah) dan ke-esa-an Allah itu berbeda dengan konsep ke-esa-an dalam agama/kepercayaan di luar Islam. Dengan sifat wahdaniyah, tidak satu pun sekutu Allah, baik dalam bentuk anak, teman, atau tandingannya. Bahkan kekuatan sekecil apapun tidak akan pernah ada selain apa yang telah diciptakan Allah. Dia tidak pernah membutuhkan yang lain karena Dia berdiri dengan sendiri-Nya (qiyamuhu bi nafsihi). Maka perilaku yang mencerminkan keyakinan ini adalah adanya keimanan yang kuat tanpa adanya keraguan sedikit pun terhadap kebenaran Allah sebagai Tuhan yang menciptakan dan memelihara alam semesta, termasuk diri kita sendiri. Kemudian jangan pernah memohon pertolongan kepada sesuatu kecuali hanya kepada Allah. Demikian pula sifat mukhalafatu lilhawadis menunjukkan bahwa Allah itu berbeda dengan makhlukNya, sebab Dia-lah yang menciptakan makhluk itu. Oleh karena itu, setiap mukmin tidak boleh membayangkan bentuk Allah, sebab bentuk apapun yang ada dalam pikiran dan yang dikenal manusia adalah makhluk, sementara Allah berbeda dengan makhluk. Adapun sifat maani menunjukkan bahwa Allah sangat menyayangi makhluk-Nya terutama manusia. Salah satu buktinya adalah Dia lengkapi manusia dengan berbagai potensi, termasuk potensi maani, yaitu manusia memiliki kekuatan, kehendak, pengetahuan, hidup, pendengaran, pengliahatan dan mampu berbicara. Oleh karena itu, setiap mukmin tidak boleh sombong. Kita bisa berilmu karena Allah yang memberikan kita ilmu, kita kuat karena Allah yang memberikan kekuatan, kita hidup karena Allah yang menghidupkan, kita bisa mendengar karena Allah yang memberikan pendengaran, begitu seterusnya. Kita juga harus mempertanggungjawabkan potensi-potensi itu di hadapan Allah dengan cara memanfaatkannya sebagaimana yang diperintahkan Allah. Selain itu, sifat maani juga menunjukkan bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memelihara

makhluk-Nya. Maka jangan pernah melupakan Allah kapan dan dimana pun kita berada, sebab apa pun yang kita kerjakan tidak pernah terlepas dari pengawasan Allah yang nantinya akan dibalasinya sesuai dengan amal perbuatan kita. Sementara sifat maknawiyah menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat Maha Sempurna. Meskipun Allah memberikan berbagai potensi kepada manusia, seperti kekuatan, kehendak, pengetahuan, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara, namun pada hakekatnya semua itu ada pada milik Allah secara sempurna. Dengan demikian, manusia tidak boleh menganggap diri paling baik apalagi sempurna. Manusia harus senantiasa taat kepada aturan Allah secara ikhlas dengan kesadaran diri sebagai hamba dan ciptaan-Nya.

Musibah Pelebur Dosa

musibah gempa Dalam sebuah hadis disebutkan, kelak pada hari kiamat akan didatangkan seorang penduduk dunia yang paling mendapatkan nikmat dari penghuni neraka. Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka dengan sekali celupan. Kemudian ditanya, Wahai anak keturunan Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan? Apakah kamu pernah mendapatkan kenikmatan? la menjawab, Tidak, demi Allah, wahai Tuhanku. Lantas didatangkan seorang yang paling menderita di dunia dari penduduk surga, lalu ia dicelupkan ke dalam surga sekali celupan. Lantas ditanya, Wahai anak keturunan Adam, pernahkah kamu melihat penderitaan? Pernahkah kamu merasakan kesengsaraan? la pun menjawab, Tidak demi Allah, wahai Tuhanku. Tidak pernah aku mengalami penderitaan dan tidak pernah melihat kesengsaraan. (HR Muslim). Secara kasat mata, ada segolongan manusia yang menderita secara fisik karena baru saja ditimpa bencana serta kehilangan harta benda yang dimiliki. Tapi, bagi manusia beriman, cobaan fisik seperti itu tak membuatnya sakit berkepanjangan.

Musibah yang menimpa tidak menjadikannya berputus asa dari karunia-Nya. Ujian yang diterima justru dijawab dengan tetap beribadah kepada-Nya, bahkan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan sikap tawakal dan sabar, insya Allah, dia tak akan merasakan sakitnya musibah ketika hidup di dunia, karena Allah SWT menggantinya dengan kenikmatan tiada tara. Sebagai balasan atas keimanannya kepada Yang Maha kuasa, dia akan tetap dapat bertahan di tengah cobaan hidup yang bertubi-tubi. Kadar iman dan takwa mendorongnya untuk mengatakan kepada Sang Pencipta, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun, Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan cobaan, akan berusaha mengobati sendiri. Caranya, pertama, menyadari sepenuhnya dunia adalah tempatnya ujian, petaka, dan musibah. Kedua, melihat sekelilingnya bahwa masih banyak musibah lain yang jauh lebih besar dari musibah yang menimpa orang lain. Ketiga, menyerahkan kepada Allah SWT seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpanya, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Keempat, meyakini bahwa cobaan dan musibah sebagai pelebur dari dosa-dosanya yang telah lalu. Rasululah SAW bersabda, Senantiasa cobaan menimpa laki-laki dan perempuan yang beriman pada tubuhnya, harta, dan anaknya, sehingga ia berjumpa dengan Allah SWT dalam keadaan tidak memiliki dosa. (HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

MENGAKTIFKAN INDERA KEENAM UNTUK MELIHAT ALLAH SWT


Dan barang siapa di dunia ini buta hatinya, maka di akhirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat lagi jalannya. (QS. Al-Israa [17]: 72)

Mendengar kata indera keenam pasti yang terbayang dalam benak kita adalah orangorang sakti yang memiliki ilmu kanuragan tinggi, sakti mandraguna, bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa lihat, dan bisa merasakan apa yang orang lain tidak rasakan. Manusia sebenarnya memiliki enam indera. Namun yang kita tahu selama ini hanyalah lima indera saja atau yang biasa disebut panca indera. Fungsi dan mekanisme kerja indera keenam dan panca indera sangat berbeda.

Panca indera terdiri dari mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Mata, digunakan untuk melihat. Hanya dapat melihat sesuatu apabila ada cahaya. Secara fisika, benda dapat kita lihat karena benda tersebut memantulkan cahaya ke mata kita. Jika tidak ada pantulan cahaya, meskipun di depan kita ada suatu benda, benda tersebut tidak akan bisa kita lihat. Misalnya dalam kegelapan, kita bahkan tidak akan mampu melihat tangan kita sendiri. Maka bersyukurlah kepada Allah SWT karena diberikannya sinar atau cahaya. Indera penglihatan ini memiliki keterbatasan. Ia hanya mampu melihat jika ada pantulan cahaya pada frekuensi 10 pangkat 14 Hz. Mata tidak bisa melihat benda yang terlalu jauh. Tidak bisa melihat benda yang terlampau kecil seperti sel-sel ataupun bakteri. Tidak bisa melihat benda yang ada dibalik tembok. Bahkan mata kita sering tertipu dengan berbagai kejadian. Misalnya pada siang hari yang terik, dari kejauhan terlihat air yang mengeluarkan uap di atas jalan beraspal. Namun apabila kita mendekat ternyata yang kita lihat tidak benar adanya. Ini yang kita sebut fatamorgana. Tipuan lain adalah pembiasan benda lurus dalam air, sehingga benda tersebut kelihatan bengkok. Bintang yang kita lihat di langit sangat kecil ternyata sungguh sangat besar, dan lebih besar dari bumi yang kita tempati. Penglihatan oleh mata kita sangat kondisional, seringkali tidak menceritakan keadaan yang sesungguhnya pada otak kita. Bukti-bukti di atas memberikan gambaran bahwa indera mata kita mengalami distorsi alias penyimpangan yang sangat besar. Namun, mata inilah yang kita gunakan untuk melihat dan memahami dunia nyata yang ada di luar diri kita. Matapun tidak bisa melihat apa yang ada dalam diri kita dan yang ada dalam diri orang lain. Apa yang orang lain pikirkan dan rasakan tidak bisa dilihat oleh mata. Mata sungguh sangat terbatas. Namun keterbatasan ini harus pula kita syukuri. Bayangkan saja apabila mata kita bisa melihat benda yang ukurannya mikroskopis seperti bakteri ataupun jamur. Maka kita tidak akan bisa makan dengan tenang dan nikmat, sebab semua makanan yang kita makan mengandung bakteri dan jamur yang bentuknya sangat menyeramkan. Satu menit saja kita menyimpan makanan dalam keadaan terbuka maka jamur dan bakteri sudah ada pada makanan tersebut. Atau seandainya mata kita tidak terbatas, maka kita akan bisa melihat setan-setan dan jin-jin yang berkeliaran di sekitar kita, dapat melihat orang di balik tembok, dapat melihat proses pencernaan yang terjadi dalam tubuh kita sendiri sehingga menjadi kotoran. Sungguh kehidupan kita akan sangat menyeramkan. Indera selanjutnya adalah telinga. Ia merupakan organ tubuh yang digunakan untuk mendengarkan suara. Telinga hanya bisa mendengar suara pada frekuensi 20 s/d 20 ribu Hz. Suara yang memiliki frekuensi tersebut akan menggetarkan gendang telinga kita, untuk kemudian diteruskan ke otak oleh saraf-saraf pendengar. Hasil dari interpretasi otak, suara dapat ditandai dan dikerahui. Apabila suara getarannya dibawah 20 Hz maka suara tidak bisa didengar, dan apabila melebihi 20 ribu Hz maka suarapun tidak akan mampu didengar dan bahkan gendang telinga akan pecah alias rusak. Pada intinya telinga kitapun memiliki keterbatasan layaknya mata. Allah SWT memberikan batasan pendengaran pada kita sebagai karunia dan rahmat yang harus pula kita syukuri. Bayangkan saja jika pendengaran kita tidak dibatasi, maka kita akan bisa mendengarkan suara-suara binatang malam, juga kita bisa mendengarkan suara jin sedang bercakap-cakap, dan lain sebagainya, maka hidup kitapun tidak akan tenang.

Indera yang ketiga adalah hidung. Indera ini digunakan untuk merasakan bau. Di dalam rongga hidung terdapat saraf-saraf yang akan menerima rangsangan bau yang masuk. Selanjutnya saraf menghantarkannya ke otak untuk diterjemahkan. Sebagaimana mata dan telinga, hidung juga memiliki keterbatasan kemampuan. Misalnya, apabila hidung kita menerima aroma makanan yang terlalu pedas maka kita akan bersin-bersin. Apabila hidung sering merasakan bau busuk maka kepekaannya terhadap bau busuk akan hilang. Misalnya kita tinggal di lingkungan yang banyak sampah berbau busuk. Awalnya kita amat terganggu dan tidak tahan dengan bau tersebut, namun lama kelamaan kita tidak akan merasakan bau busuk tersebut. Indera keempat dan kelima adalah indera pengecap dan peraba, yakni lidah dan kulit. Lidah digunakan untuk mengecap rasa, sedangkan kulit untuk merasakan kasar, halus, panas, dingin, dan lain-lain. Kedua indera inipun memiliki keterbatasan dalam memahami fakta yang ada di luar dirinya. Kalau kulit kita dibiasakan dengan benda kasar terus dalam kurun waktu yang lama, maka kepekaan kulit kita untuk memahami benda yang halus juga akan berkurang. Begitu juga dengan kemampuan lidah kita. Dalam kondisi tertentu, misalnya kita terbiasa dengan makanan pedas, maka lidah tidak akan merasakan enaknya makanan yang tidak terasa pedas. Dengan berbagai penjelasan di atas tidak diragukan lagi bahwa lima indera yang kita miliki semuanya serba terbatas, kondisional, dan seringkali tertipu oleh hal-hal yang sebenarnya jelas namun terinterpretasi secara tidak jelas. Sebenarnya manusia memiliki indera yang lebih hebat lagi dibandingkan dengan panca indera. Itulah indera keenam. Setiap orang memiliki indera keenam yang bisa berfungsi melihat, mendengar, merasakan, dan membau sekaligus. Indera tersebut yakni hati kita. Akan tetapi beberapa potensi fungsi hati di atas tidak pernah mampu kita maksimalkan. Kenapa? karena memang kita tidak pernah melatihnya. Manusia terlahir sudah memiliki indera keenam yang berfungsi dengan baik. Karena itu seorang bayi dapat melihat dunia dalamnya. Ia menangis dan tertawa sendiri karena melihat ada dunia lain. Seorang anak pada masa balitanya bisa melihat dunia jin misalnya. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya waktu, kemampuan indera keenam tersebut menurun drastis. Sebabnya adalah orang tua kita tidak melatih indera keenam kita. Mereka lebih melatih panca indera kita untuk memahami dunia luar. Orangtua kita sangat risau apabila kita tidak bisa menggunakan panca indera kita dengan baik. Namun sebenarnya kemampuan penginderaan hati kita jauh lebih dahsyat. Hati kita bisa merasakan, melihat, dan mendengar apa yang tidak dirasakan, dilihat, dan didengar oleh panca indera. Kita bisa kenalan dengan Allah SWT hanya dengan cara mengaktifkan fungsi hati kita dengan baik. Kita bisa melihat Allah hanya dengan hati kita, bukan dengan mata. Kita bisa merasakan adanya Allah bukan dengan kulit kita, namun dengan hati. Allah SWT sudah mengingatkan kita dalam Alquran akan pentingnya menghidupkan hati, dalam Alquran surat Al-Israa [17] ayat 72 disebutkan: dan barang siapa di dunia ini buta hatinya, maka di akhirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat lagi jalannya. Rasulullah SAW pernah mengingatkan para sahabat akan pentingnya mengedepankan fungsi hati sebagai raja bagi kehidupan. Apabila kita menjadikan akal kita sebagai raja dan hati menjadi pengawalnya, maka tunggulah kehancuran hidup kita. Hati kita akan tertutup

dengan bercak hitam sehingga kita tidak mampu mengenal Allah. Akal menjadi raja untuk diri kita karena kita membiasakan diri menilai kebahagiaan hidup hanya melalui apa yang dirasakan di dunia ini saja. Yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dirasakan oleh lidah dan kulit, semuanya diinterpretasikan di otak (akal). Sehingga kitapun lebih memercayai rsio, logika dan nalar kita untuk mengukur kebahagiaan hidup. Pola ini akan membawa kita pada pola hidup yang mengandalkan akal dan mengesampingkan hati nurani. Banyak orang yang pintar dan cerdas dalam menguasai suatu ilmu namun kering akan ruhani ketuhanan. Mereka tidak mampu melihat sesuatu yang metafisik, sesuatu dibalik segala ciptaan yang tak terbatas. Mereka akhirnya juga tidak mampu mereguk nikmatnya ibadah dan tidak mampu merasakan kehadiran Allah SWT. Berbeda halnya apabila hati kita yang menjadi raja bagi diri kita. Kita akan bisa merasakan kehadiran Allah SWT dalam hidup kita. Dalam kehidupan sosial, kita juga bisa merasakan apa yang orang lain rasakan (peka). Oleh karena itu jadikanlah hati sebagai raja bagi diri kita. Orang yang tidak melatih hatinya saat hidup di dunia sehingga hatinya tertutup maka mereka akan dibangkitkan oleh Allah SWT di akhirat nanti dalam keadaan buta. Dalam surat Thahaa [20] ayat 124 disebutkan: Barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Lalu, bagaimanakah cara melatih hati kita untuk bisa melihat Allah SWT? Mari kita menuntut ilmu demi mengharap ridha Allah SWT, bekerja karena Allah SWT, sholat, puasa, bersedekah, dzikir, doa, dan semua bentuk ibadah adalah karena Allah SWT, dengan hati yang tulus dan ikhlas. Insya Allah kita akan bisa melihat Allah SWT di dunia ini dan juga di akhirat kelak. Wallahu aalam bi showab.

Muhammad Nizaar Pengurus Takmir Masjid Baitul Qohhar UII Cik Ditiro\

Sifat-sifat Roh (Hati)


Roh yang ada di dalam diri kita ini terlalu abstrak (seni). Sifatnya sensitif, selalu berubahubah, sekejap baik dan sekejap jahat. Perubahan ini berlaku terlalu cepat sekali sehingga susah untuk kita mengesannya. Ini menyebabkan banyak sifat-sifat yang baik telah terabai dan sifatsifat yang buruk (jahat) dibiarkan bermaharajalela dalam diri sama ada disengaja atau tidak, disedari atau tidak. Sifat-sifat roh terbahagi kepada dua iaitu:
1. Sifat-sifat mahmudah (sifat positif atau sifatsifat yang baik) 2. Sifat-sifat mazmumah (sifat negatif atau sifatsifat yang keji) Pertama: Sifat-sifat mahmudah

antaranya: a) jujur b) ikhlas c) tawadhuk d) amanah e) taubat f) sangka baik g) pemaaf h) pemurah i) syukur j) zuhud k) tolak ansur (timbang rasa) l) sabar m) redha n) berani o) lapang dada p) lemah lembut q) kasih sayang r) selalu ingat mati s) tawakal t) takut Allah
Kedua: Sifat-sifat mazmumah

di antaranya:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. riyak ujub sumah takabur atau sombong hasad dengki pemarah dendam bakhil penakut cinta dunia gila pangkat gila puji jahat sangka putus asa tamak

Kajian terhadap sifat-sifat mahmudah dan mazmumah ini sangat penting kerana dengan adanya ilmu ini memudahkan seseorang itu mengenal hakikat dirinya. Yakni, kenal sungguh tentang sifat batinnya. Bila sifat baik dan sifat jahat sudah dikenal pasti ada dalam diri seseorang itu maka tindakan yang perlu dilakukan ialah:

1. Sifat-sifat yang terpuji (mahmudah) itu hendaklah kita pertahankan, suburkan, pertajamkan dan kekalkan kerana sifat-sifat ini dikehendaki dan diperintahkan oleh Allah dan Rasul serta digemari oleh manusia seluruhnya, yang mana itulah bunga diri pada seseorang. 2. Sifat-sifat yang terkeji (mazmumah) pula hendaklah ditumpaskan, dikikis, dibuang, dihapus dan dicabut. Ini perlu dilakukan melalui proses mujahadatun nafsi (melawan hawa nafsu). Yakni melalui latihan terus-menerus terhadap nafsu (riadatun nafsi). Wajib dicabut buang sifat-sifat keji ini kerana sifat-sifat ini sangat dibenci oleh Allah dan rasul serta dibenci oleh manusia seluruhnya.

Untuk mendapat akhlak yang baik (terpuji) macamlah proses mendapatkan buah yang baik dan manis. Ia didapati setelah ditanam daripada benih-benih yang baik dan manis. Begitulah juga untuk melahirkan perbuatan dan tindakan yang baik serta akhlak yang baik itu adalah dengan menanam benih-benih yang baik di dalam roh (hati). Yakni benih-benih sifat-sifat mahmudah seperti kasih sayang, rasa simpati, rasa malu, sukakan ilmu pengetahuan, pemurah, pemaaf, sabar dan lain-lain lagi. Buah yang masam adalah hasil ditanam benih yang masam. Begitulah perbuatan atau tindakan yang buruk atau akhlak yang buruk (keji) adalah berpunca daripada ditanam benihbenih yang keji (mazmumah) di dalam roh (hati). Adapun benih-benih mahmudah dan benih-benih mazmumah yang wujud dalam roh (hati) hanya dapat dikesan oleh mata hati yang dibantu oleh ilmu mengenainya. Bukan dengan mata kepala yang sifatnya tidak dapat menjangkau dan merasainya. Yakni roh melihat roh. Hanya roh yang dapat mengenali atau mengesan roh. Ini bererti, mengesan sifat-sifat roh ini mestilah melalui kepekaan pandangan mata hati serta dibantu oleh ilmu. Perjalanan roh ini laju dan sentiasa berubah-ubah, sensitif dan berbolakbalik dari detik ke detik. Kalau kita tidak peka dalam mengesannya setiap saat, kita akan rugi. Tidak peka dalam mengesan sifat-sifat yang baik bererti kita telah mengabaikan sifat-sifat roh yang baik atau perasaan-perasaan yang baik. Maka sifat baik tadi jadi tidak subur. Macam menanam pokok tanpa disiram air, tanpa diberi baja, tanpa dijaga, walaupun pokok itu boleh tumbuh tetapi daunnya kuning, kering, akhirnya mungkin mati. Yang baiknya, perlu ada guru mursyid yang memberi pimpinan atau didikan (yang dapat memimpin hati kita, asalkan kita sanggup mentaatinya). Tidak peka dalam mengesan sifat-sifat mazmumah (jahat) bererti kita biarkan mazmumah itu berada dalam diri. Dari hari ke hari mazmumah itu kian subur bersama suburnya jasad lahir. Akhirnya ia menguasai diri dan kehidupan kita. Ketidakpekaan tadi menyebabkan mazmumah itu tetap bersarang di dalam hati (roh), tidak ditumpaskan, dikikisbuangkan dan dicabut. Akhirnya hati yang jahat itu mendorong untuk melakukan perbuatan atau tindakantindakan jahat atau akhlak-akhlak jahat. Yang kerananya akan merosakkan pergaulan dan menerjunkan kita ke Neraka. Bagaimanakah kaedah untuk mengesan kelajuan perubahan sifat-sifat roh yang sentiasa berubah-ubah dan berbolak-balik ini? Cara mengesan benih-benih sifat-sifat roh (hati) ialah roh melihat roh atau roh meneropong roh. Diteropong, dikaji dan diselidiki sebaik-baiknya dengan dibantu oleh ilmunya untuk memastikan di kala mana berlaku sifat-sifat yang baik dan di waktu mana berlaku sifat-sifat jahat. Bila didapati roh (hati) bersifat baik maka hendaklah disuburkan. Di waktu roh (hati) bersifat jahat maka dikekang dan dilawan, serta ditahan.

CONTOH SIFAT-SIFAT MAHMUDAH:


1. Sifat kasih sayang

Dengan pandangan mata hati (mata roh) kita akan dapat mengesan adanya benih kasih sayang dalam hati. Ia adalah fitrah semula jadi yang murni. Yakni hati terasa terhutang budi kepada orang yang membantu atau berjasa kepada kita. Mengikut istilah syariat dikatakan rasa syukur atau rasa hendak balas budi. Ini sifat baik (positif). Apabila didapati ada sifat-sifat ini dalam hati hendaklah disuburkan, dipertajamkan dan dikekalkan serta dilaksanakan supaya kita jadi orang yang berterima kasih pada manusia. Lebih-lebih lagi bersyukur kepada Allah kerana nikmat-Nya yang tidak pernah putus-putus. Rasa kasih sayang ini diperintahkan oleh Allah dan Rasul. Rasulullah bersabda: Maksudnya: Barang siapa yang tidak mengasihi sesama manusia maka dia tidak dikasihi Allah. (Riwayat Tirmizi) Hadis ini menyuruh kita untuk berkasih sayang. Ia mendorong kita untuk saling mengasihi antara manusia dan makhluk Allah yang lain. Suburkan dan tajamkan lagi sehingga matang bersama matangnya jasad lahir kita. Lakukan bermacam-macam cara untuk suburkan sifat kasih sayang ini.
2. Rasa simpati, timbang rasa atau tolak ansur

Benih rasa simpati atau timbang rasa ini dapat dikesan ada dalam hati bila berhadapan dengan orang yang mendapat kesusahan. Walaupun kita tidak dapat menolong dan membantunya tetapi secara automatik timbul rasa belas kasihan atau simpati itu. Setelah dikesan didapati ada sifat baik ini maka mestilah disuburkan dan dikekalkan. Ini supaya mendorong kita menolong orang yang susah atau sanggup bersusah payah untuk berkhidmat dan berbakti pada orang lain. Syariat juga menyuruh kita bersimpati atau bertimbang rasa atau bertolak ansur pada orang. Sabda Rasulullah SAW: Maksudnya: Sebaik-baik manusia ialah manusia yang dapat memberi manfaat kepada manusia lain. (Riwayat Qudhai dari Jabir)
3. Rasa malu

Benih rasa malu dapat dikesan wujudnya dalam hati, lebih-lebih lagi bila kita berbuat salah. Rasa malu bila orang lain tahu. Ini mesti disuburkan supaya dapat membendung kita daripada berbuat salah, sekalipun kesalahan-kesalahan dosa kecil, apatah lagi dosa besar. Ini juga mendorong kita segera bertaubat apabila bersalah. Seterusnya ia akan menyuburkan sifat jujur (berlaku benar), ikhlas dan amanah terhadap Allah dan Rasul serta manusia seluruhnya.
4. Rasa sukakan ilmu pengetahuan

Benih rasa sukakan ilmu pengetahuan dapat dikesan ada dalam hati bila ada perasaan ingin tahu, ingin pandai, ingin menyiasat, ingin memiliki ilmu sepertimana orang yang sudah ada ilmu, ingin amalkan, ingin membaca, mengkaji, menilai dan prihatin pada satu-satu perkara

atau ingin mencari pengalaman sebanyak- banyaknya. Bila didapati benih sifat baik ini ada dalam hati maka suburkan dan dorong lagi supaya kecintaan kepada ilmu bertambah. Ini bersesuaian dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Sabda Rasulullah SAW: Maksudnya: Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad. Maksudnya: Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China, menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam. (Riwayat Ibnu Abdul Bar dari Anas) Bertambahnya ilmu dan pengetahuan memberi kesan lahiriah yang baik pada akhlak dan perbuatan seseorang itu seperti berani, pandai, berwibawa, cakapnya bernas, hidup tidak buntu, kreatif dan lain-lain lagi. Perlu diingat bahawa sifat-sifat yang baik yang disebut di atas tadi dan banyak lagi sifat-sifat mahmudah lainnya itu, ia wujud bersama dengan jasad lahir. Rasa-rasa itu semuanya tidak perlu dipelajari dan tidak ada guru yang mengajarinya. Ia adalah perasaan semula jadi yang murni yang ada dalam hati. Cuma waktu kecil ia tidak subur. Tetapi ia ikut dewasa bersama dewasanya tubuh kasar. Benih-benih sifat-sifat mahmudah tersebut mesti dikenal pasti dengan menggunakan teropong mata hati serta dibantu oleh ilmunya. Kemudian sifat-sifat baik ini hendaklah disuburkan, dipertajamkan dan didorong lagi supaya kita dapat mengekalkan sifat-sifat mahmudah itu dalam diri. Dengan itu lahirlah akhlak-akhlak yang baik, tindakan-tindakan yang mulia dan perbuatan-perbuatan yang terpuji dalam kehidupan kita.
CONTOH SIFAT-SIFAT MAZMUMAH: 1. Rasa tidak senang (berdendam)

Benih-benih mazmumah rasa tidak senang atau tidak redha atau berdendam dapat dikesan ada dalam hati di waktu kita diuji atau ditimpa bala. Sama ada ujian-ujian itu berbentuk lahiriah atau maknawiah (batiniah). Umpamanya:

Terasa tidak senang bila dikata nista, dihina, diumpat, difitnah. Hati rasa marah, rasa dendam, rasa ingin hinakan orang itu semula. Ini sangat merbahaya. Boleh mencetuskan pecah ukhwah, pecah belah, huru-hara dan pergaduhan dalam masyarakat. Terasa tidak senang atau menderita bila tidak ada duit, tidak ada pangkat atau harta. Terasa tidak senang bila diuji dengan sakit atau kematian orang yang dikasihi. Terasa tidak senang atau kecewa apabila orang-orang yang dikasihi membuat ragam atau tidak bertanggungjawab.

Terasa tidak senang atau tidak redha dengan takdir Allah. Ini dapat dikesan bila kehendakkehendak atau hajat-hajat hati tidak tercapai. Katalah kita hendak begian, dapat begian. Hendak banyak, dapat sikit. Hendak pandai, tidak pandai-pandai juga. Hendak pangkat, jawatan, pujian tapi tidak dapat-dapat. Barangkali kalau didorong sifat keji ini akan timbul bimbang terhadap masa depan. Hati makin susah sebelum susah yang sebenarnya menimpa. Misalnya hati merasa, Bagaimana nanti kalau aku sakit? Bagaimana kalau aku miskin? Kalau aku tak kahwin? Kalau aku tak dapat anak? Kalau aku tak ada rumah? Kalau tak ada kebun selepas pencen? Dan macam-macam hajat yang tak tercapai.

Bila rasa tidak senang ini disuburkan, ia boleh membawa kepada iri hati atau hasad dengki pada orang lain. Dia tidak akan senang melihat ada orang yang dapat lebih nikmat atau lebih senang daripadanya. Setelah dikesan adanya rasa tidak senang atau tidak redha dengan ketentuan Allah ini mestilah dikikisbuangkan, ditumpas dan dicabut. Jika sifat-sifat ini tidak dibuang dan dibendung sebaliknya disuburkan, ia akan jadi lebih parah lagi. Dia sentiasa keluh-kesah atau gelisah bila berhadapan dengan sebarang ujian atau kesusahan. Ia menjadi seorang yang pemarah, pendendam, tidak senang dan putus asa hingga timbul akhlak-akhlak yang buruk atau perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang buruk yang merosakkan dirinya dan masyarakat. Maka hilanglah kebahagiaan hidup. Sebab itu dalam Islam disuruh redha dengan ketentuan Allah. Sifat tidak redha ini sangat dibenci Allah dan Rasul serta seluruh manusia. Untuk membendungnya ingatlah perintahperintah Allah SWT. Firman-Nya dalam Al Quran:

Maksudnya: Hendaklah kamu katakan semua itu datang daripada Allah. (An Nisaa: 78)

Maksudnya: Janganlah kamu berputus asa daripada nikmat Allah. (Yusuf: 87) Ingatlah setiap perkara yang berlaku sama ada baik atau buruk, hakikatnya daripada Allah. Ia ada hikmahnya yang tersendiri, yang tersembunyi, untuk kebaikan dan manfaatnya pada diri kita kalau kita pandai menerimanya. Sebenarnya ada rahsia yang kita tidak tahu. Mungkin kalau kita dapat apa yang kita kehendaki, kita tidak bersyukur. Tentulah ini berdosa. Boleh jadi ada orang lain pula yang hasad dengki dengan apa yang kita dapat itu. Bukankah itu membahayakan diri kita? Kalau kita sedar hakikat ini tentulah kita rasa bertuah dengan apa yang ada atau apa yang Allah berikan. Walaupun tidak memenuhi hajat kita namun tidaklah sampai rasa tidak senang, yang mana bererti kita tidak senang dengan Allah, Tuhan yang Maha Adil itu. Bila rasa tidak senang ertinya kita kufur dengan nikmat. Itulah penzaliman terhadap diri yang kita lakukan

setiap saat. Oleh itu sifat keji ini hendaklah dikikisbuangkan. Kalau tidak, ia akan menjadi dosa dan menerjunkan kita ke Neraka, waliyazubillah.
2. Rasa ujub

Benih rasa ujub ini dapat dikesan bila kita dapat nikmat lebih sama ada lebih ilmu, lebih pangkat, lebih harta, lebih cantik, lebih pandai, lebih bijak dan lain-lain kelebihan lagi. Waktu itu hati terasa istimewa, terasa hairankan diri. Bila didorong lagi sifat keji ini akan menjadi sifat riyak. Yakni timbul rasa ingin menunjuk-nunjuk. Seterusnya bila disuburkan lagi berubah kepada sifat keji yang lain pula iaitu sifat sombong. Yakni rasa bermegah-megah, rasa diri superman atau superwoman, rasa hebat diri dan suka menghina orang lain. Sifat keji ini bila didapati wujud dalam hati, maka mestilah ditumpaskan dan dikikisbuangkan melalui proses mujahadatunnafsi. Ini kerana sifat sombong atau takabur atau membesarkan diri sangat dimurkai Allah. Yang mana ia merupakan pakaian Allah SWT yang tidak dibolehkan bersekutu pada mana-mana makhluk-Nya. Sombong ini boleh menimbulkan hilang ukhwah, hilang kasih sayang dan benci-membenci. Akhirnya bergaduh dan timbul perpecahan, krisis, tegang dan jatuh-menjatuhkan. Masyarakat jadi haru-biru dan porak-peranda serta hilang kebahagiaan dan keamanan.
3. Rasa tamak atau bakhil

Benih rasa tamak ini dapat dikesan ada di hati bila kita melihat atau ternampak nikmat. Waktu itu rasa hendak memiliki nikmat itu untuk jadi hak milik sendiri. Iri hati kalau nikmat itu dipunyai oleh orang lain. Rasa tamak dan haloba menyerang hati. Walau apa cara sekalipun dia akan usahakan untuk memilikinya tanpa mengira halal atau haram. Rasa hati di waktu itu rakus, gelojoh dan ganas. Dia tidak peduli sama ada menyusahkan orang lain atau tidak. Melanggar hak asasi kemanusiaan atau tidak. Pokoknya dia dapat walau apa cara sekalipun. Sifat keji ini tersangat merbahaya. Ia boleh bertindak merampas, menipu, mencuri, merompak, rasuah, merogol, berzina, bergaduh dan akhirnya berperang. Penyakit ini perlu ditumpaskan dari awal lagi. Bila dikesan ada rasa tamak, ia hendaklah ditumpaskan dan dikikisbuangkan melalui proses mujahadatunnafsi. Ia sangat dibenci dan menjadi musuh Allah dan Rasul-Nya serta seluruh manusia. Kemudaratannya bukan setakat di dunia bahkan di Akhirat akan dicampak ke Neraka, waliyazubillah.
4. Rasa takut

Benih rasa takut dapat dikesan wujud dalam hati bila berhadapan dengan makhluk yang lebih berkuasa, lebih kaya, lebih berpangkat, lebih berpengaruh atau yang berbudi padanya dan lain-lain lagi. Boleh jadi rasa takut ini juga disebabkan oleh inferiority complex dengan makhluk. Bila takut menguasai diri, dia akan hilang kebebasan dan kemerdekaan diri. Kalau disuburkan rasa takut ini, tanpa sedar dia akan menganggap makhluk lebih berkuasa daripada Tuhan. Terjebak dengan mentuhankan makhluk tanpa sedar. Ini termasuk syirik khafi. Sifat keji ini tersangat merbahaya. Ia mengakibatkan orang ini sanggup melanggar syariat Allah dan Rasul

serta menafikan kuasa Allah. Walaupun mulutnya mengatakan Allah-lah yang berkuasa tetapi pada realitinya makhluklah tempat dia rujuk, patuhi, taati dan takuti. Ertinya, dia sudah mentuhankan makhluk atau mentuhankan manusia. Contohnya, dia sembahyang, puasa, naik haji tetapi tunduk dengan tuannya bila disuruh jual atau beli atau minum arak. Katalah dia tidak minum arak, cuma jual atau beli arak, tetapi kerana tuannya memberinya gaji, maka dia taat dan patuh. Walhal dia tahu perbuatan ini jelas melanggar syariat Allah. Ertinya dia lebih takutkan arahan manusia melebihi suruhan Allah SWT. Oleh itu sifat keji ini hendaklah dihapus dan ditumpaskan daripada bersarang di hati kita. Kalau perkara ini tidak dikaji dan diteliti, sudah tentu tidak diketahui. Kikiskanlah dengan menanam rasa takut hanya pada Allah. Rasakanlah Allah Maha Berkuasa, Maha Besar dan Allah-lah Maha Kuat dan Maha Gagah daripada segala-galanya. Semua makhluk ini samasama lemah di sisi Tuhan yang Maha Perkasa itu. Kalaupun makhluk itu kuat atau berkuasa, hanya kerana dia diberi nikmat yang lebih sedikit saja daripada orang lain. Tetapi dia tetap lemah dan tetap dalam kuasa Tuhan yang Maha Berkuasa. Allah telah mendidik kita agar hanya pada-Nya kita wajib takut dan menghinakan diri. Ini kerana Allah-lah yang Maha Mencipta, Maha Menganugerah, Maha Pemberi, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Allah-lah yang mengadakan dan mentiadakan sesuatu. Allah-lah yang menentukan nasib makhluk. Allah-lah yang muassir (memberi bekas). Selain-Nya semuanya tidak lebih gagah, tidak lebih besar dan tidak memberi bekas apa-apa. Walaupun makhluk itu lahirnya kita nampak besar dan hebat, gagah dan berkuasa tapi hakikatnya semua makhluk itu tetap dalam genggaman Allah SWT. Hanya empat sifat mazmumah saja yang kita kaji secara terperinci di sini, yang merupakan sebahagian daripada sifatsifat mazmumah yang banyak itu. Perlu diingat juga bahawa sifat-sifat yang jahat ini semuanya sudah wujud bersama lahirnya tubuh kasar. Rasa-rasa itu tidak perlu dipelajari dan tidak ada guru yang mengajarinya. Cuma waktu kecil ia tidak subur. Tetapi ia ikut dewasa bersama dewasanya tubuh kasar. Oleh itu benihbenih sifat mazmumah dalam hati ini mesti dikenal pasti di awal-awal lagi. Dengan menggunakan teropong mata hati dengan dibantu oleh ilmunya, sifat-sifat jahat ini mesti ditumpaskan dan dikikisbuangkan melalui proses mujahadatunnafsi (yang akan kita bincangkan dalam bab akan datang). Barulah sifat mazmumah ini dapat dikekang dan dikosongkan, yang akhirnya sifat mahmudah dapat diisi dalam hati. Di sinilah pentingnya mengkaji dan mengesan sifat-sifat roh (hati). Supaya setelah keduaduanya dikesan, yang mahmudahnya dapat disuburkan dan yang mazmumahnya dapat dihapuskan. Barulah manusia itu kembali kepada hakikat dirinya. Yakni hakikat manusia itu sendiri. Ini kerana nilai diri manusia itu adalah pada sifat roh (hati)nya. Ia jadi penentu yang mencorak kehidupannya dan manusia seluruhnya. Roh ini dikekalkan untuk ditanya dan dipertanggungjawabkan di Akhirat nanti. Roh inilah yang mukalaf. Ia yang akan merasai nikmat atau azab. Roh inilah juga yang akan ke Syurga

ADA BEBERAPA LANGKAH


YANG MEMILIKI PENGARUH POSITIF TERHADAP KECERMERLANGAN CAHAYA BATHIN MANUSIA YAITU :

1. Zikir 2. Do'a 3. Shalawat Nabi 4. Makanan Halal dan Bersih 5. Berpantang Dosa Besar 6. Berhati Ikhlas dan Berpantang Tamak 7. Bersedekah ( Dermawan ) 8. Mengurangi Makan dan Tidur 9. Zikir Kalimah Toyyibah 10. Mengenakan Wewangian

Beberapa hal tersebut diatas apabila di amalkan, Insya Allah seseorang akan memiliki cahaya / kekuatan batin yang kuat sehingga apa yang terprogram dalam hati akan cepat terlaksana.

1. Zikir

Zikir memiliki pengaruh yang kuat terhadap kecemerlangan cahaya batin. Hati yang selalu terisi dengan Cahaya Zikir akan memancarkan Nur Allah dan keberadaannya akan mempengaruhi perilaku yang serba positif.
Kebiasaan melakukan zikir dengan baik dan benar akan menimbulkan ketentraman hati dan menumbuhkan sifat ikhlas. Hikmah zikir amatlah besar bagi orang yang ingin membangkitkan kekuatan indera keenamnya ( batin ). Di tinjau dari sisi ibadah, zikir merupakan latihan menuju Ikhlasnya hati dan Istiqomah dalam berkomunikasi dengan Al Khaliq ( Sang Pencipta ).
Ditinjau dari sisi kekuatan batin, zikir merupakan metode membentuk dan memperkuat Niat Hati, sehingga dengan izin Allah SWT, apa yang terdapat dalam hati, itu pula yang akan di kabulkan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, zikir memiliki beberapa manfaat, di antaranya : Membentuk, Memperkuat Kehendak, Mempertajam Batin, sekaligus bernilai Ibadah. Dengan zikir berarti membersihkan dinding kaca batin, ibarat sebuah bohlam lampu yang tertutup kaca yang kotor, meyebabkan cahaya-sinarnya tidak muncul keluar secara maksimal. Melalui zikir, berarti membersihkan kotoran yang melekat sehingga kaca menjadi bersih dan cahaya-sinarnya bisa memancar keluar.

Sampai di sini mungkin timbul suatu pertanyaan. Apakah zikir memiliki pengaruh terhadap kekuatan batin ? untuk menjawab pertanyaan ini, kiranya perlu diketahui bahwa hal tersebut merupakan bagian dari karunia Allah SWT. Dalam sebuah Hadist. Bahwa dengan selalu mengingat Allah menyebabkan Allah membalas ingat kepada seorang hamba-Nya " Aku selalu menyertai dan membantunya, selama ia mengingat Aku " karena itu, agar Allah senantiasa mengingat Anda, perbanyaklah mengingat-Nya dengan selalu berzikir.

2. Do'a Seseorang yang ingin memiliki kekuatan Rohani pada dirinya, hendaklah memperbanyak do'a kepada orang lain, di samping untuk diri sendiri dan keluarganya. Caranya, cobalah anda mendo'akan seseorang yang anda kenal dimana orang itu sedang mengalami kesulitan.
Menurut para Ahli Hikmah, seseorang yang mendoa'kan sesamanya maka reaksi do'a itu akan kembali kepadanya, contohnya : Anda mendo'akan si "A" yang sedang di rundung duka agar Allah berkenan mengeluarkan dari kedukaan, maka yang pertama kali merasakan reaksi do'a itu adalah orang yang mendo'akan, baru setelah itu reaksi do'anya untuk orang yang dituju. Karena itu semakin banyak anda berdo'a untuk kebaikan sahabat, guru anda, orang yang dikenal/ tidak di kenal, siapa pun juga, maka akan semakin banyak kebaikan yang akan anda rasakan. Sebaliknya jika anda berdo'a untuk kejelekan si "A" sementara si "A" tidak patut di do'akan jelek maka reaksi do'a tersebut akan kembali kepada Anda. Contohnya : Anda berdo'a agar si "A" jatuh dari sepeda motor, maka boleh jadi anda akan jatuh sendiri dari sepeda motor, setelah itu baru giliran si "A". Tetapi dalam sebuah Hadist di sebutkan, Seseorang yang berdo'a untuk kejelekan sesamanya maka do'a itu melayang-layang di Angkasa, jika orang yang dido'akan jelek itu orang zalim maka Allah SWT akan memperkenankan do'anya, sebaliknya jika orang yang dituju itu orang baik-baik, maka do'a itu akan kembali menghantam orang yang berdo'a. Dari sini lalu timbul konsep " Saling Do'a men Do'akan " seperti guru memberikan atau menghadiahkan do'a berupa surat Al Fatehah kepada muridnya. Sebaliknya murid pun berdo'a untuk kebaikan gurunya. Lalu siapa yang patut disebut guru ? guru adalah orang yang memberikan informasi pengetahuan akan suatu ilmu. Dimana ilmu itu selanjutnya kita amalkan dan bermanfaat. Dalam Hadist yang lain di sebutkan bahwa do'a yang mudah di kabulkan adalah do'a yang diucapkan oleh seorang sahabat Secara Rahasia, Mengapa ?? ini di sebabkan karena do'a itu diucapkan secara Ikhlas. Keikhlasan memiliki nilai ( kekuatan ) yang sangat tinggi.

Karena itu perbanyaklah berdo'a atau mendo'akan sesama yang sedang dirundung duka. Insya Allah reaksi dari do'a itu akan anda rasakan terlebih dahulu, selanjutnya baru orang yang anda do'akan, semoga . Di samping itu, mendo'akan seseorang memiliki nilai dalam membentuk kepribadian lebih peka terhadap persoalan orang lain. Jika hal ini dikaitkan dengan janji Allah ; Bahwa barang siapa yang mengasihi yang dibumi maka yang dilangit akan mengasihinya, berlakulah hukum timbal balik. Siapa menanam kebajikan ia akan menuai kebajikan juga, sebaliknya jika ia menanam kezaliman maka ia pun akan menuai kezalimannya juga.

3. Shalawat Nabi Mungkin sudah sering / pernah mendengar nasihat dari orang-orang tua kita bahwa kalau ada bahaya, kita disarankan salah satunya adalah untuk memperbanyak Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Konon dengan mendo'akan keselamatan kepada Nabi, Allah SWT akan mengutus para malaikat untuk ganti mendo'akan keselamatan kepada orang itu. Dalam beberapa hadist Rasullullah SAW banyak kita temukan berbagai keterangan tentang Afdalnya bershalawat. Diantaranya "Setiap do'a itu Terdindingi, sampai dibacakan Shalawat atas Nabi " ( HR. Ad- Dailami ). Pada hadist yang lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa'I dan Hakim, Rasullullah SAW bersabda, " Barang siapa membaca Shalawat untuk Ku sekali, maka Allah membalas Shalawat untuknya sepuluh kali dan menanggalkan sepuluh kesalahan darinya dan meninggikannya sepuluh derajat " . Yang berkaitan dengan urusan kekuatan batin, terdapat dalam Hadist yang diriwayatkan Ibnu Najjar dan Jabir, " Barangsiapa ber-Shalawat kepada Ku dalam satu hari seratus kali, maka Allah SWT memenuhi seratus hajatnya, tujuh puluh daripadanya untuk kepentingan akhiratnya dan tiga puluh lagi untuk kepentingan dunianya". Berdasarkan hadist-hadist itu, benarlah adanya jika orang-orang tua kita menyuruh anakanaknya untuk memperbanyak shalawat kepada anak cucunya. Karena selain merupakan penghormatan kepada junjungannya juga memiliki dampak yang amat menguntungkan dunia dan akhirat.

4. Makanan Halal dan Bersih

Seseorang yang ingin memiliki kekuatan batin bersumber dari tenaga Ilahiyah harus memperhatikan makanannya. Baginya pantang kemasukan makanan yang haram karena keberadaannya akan mengotori hati. Makanan yang haram akan membentuk jiwa yang kasar dan tidak religius. Makanan
yang haram disini bukan hanya dilihat dari jenisnya saja ( Misal ; Babi, bangkai, dll. ), tapi juga dari cara dan proses untuk mendapatkan makanan tersebut.

Efek dari makanan yang haram ini menyebabkan jiwa sulit untuk diajak menyatu dengan hal-hal yang positif, seperti : dibuat zikir tidak khusuk, berdo'a tidak sungguh-sungguh dan hati tidak tawakal kepada Allah. Daging yang tumbuh dari makanan yang haram selalu menuntut untuk diberi makanan yang haram pula. Seseorang yang sudah terjebak dalam lingkaran ini sulit untuk melepaskannya, sehingga secara tidak langsung menjadikan hijab atau penghalang seseorang memperoleh getaran/ cahaya Ilahiyah. Disebutkan, setitik makanan yang haram memberikan efek terhadap kejernihan hati. Ibarat setitik tinta yang jatuh diatas kertas putih, semakin banyak unsur makanan haram yang masuk, ibarat kertas putih yang banyak ternoda tinta. Sedikit demi sedikit akan hitamlah semuanya. Hati yang gelap menutupi hati nurani, menyebabkan tidak peka terhadap nilai-nilai kehidupan yang mulia. Seperti kaca yang kotor oleh debu-debu, sulitlah cahaya menembus nya. Tapi dengan zikir dan menjaga makanan haram, hati menjadi bersih bercahaya. Begitu halnya jika anda menghendaki dijaga para malaikat Allah, jangan kotori diri anda dengan darah dan daging yang tumbuh dari makanan yang haram. Inilah mengapa para ahli Ilmu batin sering menyarankan seorang calon siswa yang ingin suatu ilmu agar memulai suatu pelajaran dengan laku batin seperti puasa. Konon, puasa itu bertujuan menyucikan darah dan daging yang timbul dari makanan yang haram. Dengan kondisi badan yang bersih, diharapkan ilmu batin lebih mampu bersenyawa dengan jiwa dan raga. Bahkan ada suatu keyakinan bahwa puasa tidak terkait dengan suatu ilmu. Fungsinya hanya untuk mempersiapkan wadah yang bersih terhadap ilmu yang akan diwadahinya.

5. Berpantang Dosa Besar


Berpantang melakukan dosa-dosa besar juga dalam upaya membersihkan rohani. Di mana secara umum kemudian dikenal pantangan Ma-Lima yaitu : Main, Madon, Minum, Maling dan Madat, yang artinya berjudi, zina, mabukmabukan, mencuri dan penyalahgunaan narkotika. Walau lima hal ini belum mencakup keseluruhan dosa besar tetapi kelimanya diyakini sebagai biang dari segala dosa. Judi umpamanya, seseorang yang sudah terlilit judi andaikan ia seorang pemimpin maka cendrung korup dan hanya kecil kejujuran yang masih tersisa padanya. Begitu halnya dengan perbuatan seperti zina, mabuk-mabukan, mencuri, dan menyalahgunakan narkotika diyakini sebagai hal yang mampu menghancurkan kehidupan

manusia. Karena itu orang yang ingin memiliki kekuatan batin yang hakiki hendaknya mampu menjaga diri dari lima perkara ini. Seseorang yang sudah " Kecanduan " satu diantara yang lima perkara ini bukan hanya rendah di pandang Allah, di pandangan manusia biasa pun ikut rendah. Nurani yang kotor menyebabkan do'a-do'a tidak terkabul. Beberapa langkah apabila dilakukan secara konsekuen, Insya Allah menjadikan manusia "Sakti" Dunia Akhirat. Getaran batinnya kuat, ibarat voltage pada lampu yang selalu di tambah getarannya sementara kaca yang melingkari lampu itu pun selalu di bersihkan melalui laku-laku yang positif. Hikmah suatu amalan ( bacaan ) biasanya terkait dengan perilaku manusianya. Dalam hadistnya Turmudzi meriwayatkan, " Seseorang yang mengucapkan Laa ilaha illallah dengan memurnikan niat, pasti dibukakan untuknya pintu-pintu langit, sampai ucapannya itu dibawa ke Arsy selagi dosa-dosa besar dijauhi ". Hadist ini bisa ditafsiri bahwa suatu amalan harus diimbangi dengan pengamalan. Adanya keselarasan antara ucapan mulut dengan tindakan menyebabkan orang itu mencapai hakikatnya " Kekuatan-Kesaktian".

6. Berhati Ikhlas Berpantang Tamak


Seseorang yang memiliki hati ikhlas, tidak rakus dengan dunia lebih memiliki kepekaan dalam menyerap pelajaraan ilmu batin. Secara logika, orang yang berhati ikhlas lebih mudah memusatkan konsentrasinya pada satu titik tujuan, yaitu persoalan yang di hadapinya.

Disebutkan bahwa orang yang berhati ikhlas diperkenankan Allah SWT untuk : Berbicara, Melihat, Berpikir dan Mendengar bersama dengan Lidah, Mata, Hati dan Telinga Allah ( baca hadist Thabrani ). Hati yang ikhlas identik dengan ketiadaan rasa tamak. Orang yang memiliki sifat ikhlas dan tidak tamak amat di sukai manusia. Rasullullah SAW pernah didatangi seorang sahabat yang ingin meminta resep agar disukai Allah SWT dan disukai sesama manusia. Rasullullah bersabda : " Jangan rakus dengan Harta Dunia, tentu Allah akan menyenangimu, dan jangan tamak dengan hak orang lain, tentu banyak orang yang menyenangi mu ".
Hadist ini jika dikaitkan dengan kehidupan para spiritualis mereka memiliki power pertama kali disebabkan karena kharismanya, jika seseorang itu banyak disukai sesamanya maka apa yang di ucapkan pun akan di percaya. Sebaliknya walau orang itu berilmu tinggi tetapi kalau tidak di sukai sesamanya maka apa yang di ucapkannya pun tidak akan ada yang menggubris.

7. Bersedekah ( Dermawan )
Bersedekah selain untuk tujuan ibadah sosial juga memiliki pengaruh terhadap menyingkirnya bahaya. Banyak hadist membahas masalah sedekah berkaitan dengan tolak-balak. Dengan banyak bersedekah, seseorang akan memperoleh limpahan rezeki dan kemenangan.

Rasullullah SAW bersabda : "Wahai Manusia !! Bertobatlah Kamu kepada Allah sebelum mati, segeralah Kamu beramal saleh sebelum Kamu sibuk, sambunglah hubungan dengan Tuhanmu dengan memperbanyak zikir dan memperbanyak amal sedekah dengan rahasia maupun terang-terangan. Tuhan akan memberi Kamu rezeki, pertolongan dan kemenangan"( HR Jabir RA ). Dalam kehidupan bermasyarakat kita bisa melihat hikmah dari sedekah ini. Seseorang yang memiliki jiwa dermawan amat di sukai sesamanya. Logikannya jika orang itu di sukai banyak orang maka ia jauh dari bahaya. Kisah nyata terjadi pada suatu daerah. Dua orang yang sama-sama memiliki ilmu batin memiliki kebun mangga. Ketika hampir musim panen, mangga dari seorang dermawan itu tidak ada yang mencurinya, sebaliknya kebun mangga yang milik orang bakhil itu banyak dicuri anak-anak muda. Disnyalir, pencurian itu terjadi karena unsur "Tidak Suka " dengan pemilik kebun. Sedangkan anak-anak muda itu mengapa tidak mau mencuri kebun milik sang dermawan, rata-rata mereka mengutarakan keengganannya " Ah dia orang baik kok kita kerjain " katanya, nah anda ingin menang dan sakti dunia akhirat ?? perbanyaklah sedekah.

8. Mengurangi Makan dan Tidur


Sebuah laku tirakat yang universal yang berlaku untuk seluruh makhluk hidup adalah puasa. Ulat agar bisa terbang menjadi kupu-kupu harus berpuasa terlebih dahulu, ular agar bisa ganti kulit harus puasa terlebih dahulu dan ayam agar bisa beranak pun harus puasa terlebih dahulu.

Secara budaya banyak hal yang dapat diraih melalui puasa. Orang-orang terdahulu tanpa mempermasalahkan sisi ilmiahnya aktivitas puasa telah berhasil mendapatkan segala daya linuwih atau keistimewaan melalui puasa yang lazim disebut tirakat. Para spiritualis mendapatkan Wahyu maupun Wisik ( Petunjuk ghoib melalui puasa terlebih dahulu ). Dan tradisi itu masih terus dilestarikan orang-orang zaman sekarang. Intinya sampai kapanpun orang tetap meyakini dengan mengurangi makan dalam hal ini adalah puasa, seseorang akan memperoleh inspirasi baru, intuisi. Tradisi kita, ketika secara budaya sudah tiada lagi tempat untuk bertanya, melalui puasa seseorang bisa mendapatkan telinga yang baru dan ketika ia tak lagi mampu berkata, dengan puasa seseorang mampu memperoleh mulut yang baru.

Secara logika, puasa adalah bentuk kesungguhan yang di wujudkan melalui melaparkan diri. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh saja yang sanggup melakukannya. Aktivitas ini jika ditinjau dari sisi ilmu batin, menunjukan bahwa kesungguhan memprogram niat itu yang akan menghasilkan kelebihan-kelebihan. Hati yang diprogram dengan singguh-sungguh akan menghasilkan seseuatu yang luar biasa. Karena itu dalam menempuh ilmu batin, aktivitas puasa mutlak dibutuhkan. Karena didalam puasa itu tidak hanya bermakna melaparkan diri semata. Lebih dari itu, berpuasa memiliki tujuan manonaktifkan nafsu syaithoni. Non aktifnya nafsu secara tidak langsung meninggikan taraf spiritual manusia, sehingga orang-orang yang berpuasa do'a nya makbul dan apa yang terusik dalam hatinya sering menjadi kenyataan. Menurut Imam Syafi'i dengan berpuasa seseorang terhindar dari lemah beribadah, berat badanya, keras hatinya, tumpul pikirannya dan kebiasaan mengantuk. Dari penyelidikan ilmiah puasa diyakini memiliki pengaruh terhadap kesehatan manusia. Orang-orang terdahulu memiliki ketajaman mata batin dan manjur Ilmu kanuragannya karena kuatnya dalam Laku Melek atau mengurangi tidur malam hari. Bahkan burung hantu yang dilambangkan sebagai lambang ilmu pengetahuan pun disebabkan karena kebiasannya "Tafakur" pada malam hari. Dalam filosofi ilmu batin, memperbanyak tafakur malam hari menyebabkan seseorang memiliki "Mata Lebar", yaitu ketajaman dalam melihat dan membaca apa-apa yang tersirat dibalik kemisterian alam semesta ini. Bahkan ketika agama Islam datang pun membenarkan informasi sebelumnya yang dibawa oleh agama lain. Hanya Islam yang menginformasikan bahwa dengan ber-Tahajud ketika orang lain terlelap dalam tidur, menyebabkan orang itu akan ditempatkan Allah SWT pada tempat yang terpuji. Pada keheningan malam terdapat berbagai hikmah. Melawan "Nafsu" tidur menuju ibadah kepada Allah SWT dan dalam suasana hening itu konsentrasi mudah menyatu. Saat inilah Allah SWT memberikan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya guna memohon apa saja yang diinginkan. Banyak para spiritualis yang memiliki keunikan dalam ilmu batin bukan karena banyaknya ilmu dan panjangnya amalan yang di bacanya, melainkan karena laku prihatin pada malam harinya. Insya Allah seseorang yang membiasakan diri tafakur dan beribadah pada malam hari, maka Allah SWT akan memberikan keberkahan dalam ilmu-ilmunya.

9. Zikir Kalimah Toyyibah

Ada hal-hal yang tersembunyi dibalik zikir kalimah Toyyibah " La ilaha illallah " pertama, zikir ini di sebut sebagai sebaik-baiknya zikir, berdasarkan hadist riwayat Nasa'i, Ibnu Majjah, Ibnu Hibban, dan Hakim " Afdhaluzd dzikri La ilaha Illallaahu " yang artinya : sebaik-baik zikir adalah La ilaha illallah. Kemudian pada hadist yang lain disebutkan bahwa dengan zikir kalimah Toyyibah ini menyebabkan pintu langit terbuka, selagi yang membaca kalimah itu orang yang menjauhi dosa-dosa besar. Sedangkan dengan mengamalkan zikir kalimah ini, sepanjang zikir ini diamalkan secara tulus ikhlas mengharap ridho Allah SWT, justru Allah yang akan mengatur potensi manusia. Dalam hadist Qudsy tersurat : " Barang siapa disibukkan zikir kepada-Ku sehingga tidak sempat memohon dari-Ku maka Aku akan memberikan yang terbaik dari apa saja yang Ku berikan " Artinya : hikmah dari zikir kalimah Toyyibah itu, seseorang akan diberi karunia oleh Allah SWT walau jenis karunia itu tidak di mintanya. Ini Yang disebut dengan rezeki yang tak terduga-duga. Hikmah lain, dari membiasakan diri berzikir kalimah " La ilaha illallah ", secara tidak langsung berarti merekam kalimat itu pada alam bawah sadar manusia. Seseorang dalam kondisi kritis, kalimat yang reflek muncul dari alam bawah sadarnya adalah kalimat yang paling akrab dengan lidah dan hatinya.

Maka, seseorang yang istiqomah dalam zikir kalimah " La ilaha illallah ", bila saat sakaratul maut hendak menjemput, Insya Allah kalimat itu yang akan muncul dari mulutnya. Dengan demikian berlakulah janji Allah SWT bahwa seseorang yang diakhir hayatnya mengucapkan kalimat " La ilaha illallah ", maka sorgalah balasannya.
Menyimak hal-hal dibalik kalimah Toyyibah ini, ada dua keuntungan yang bisa kita raih. Pertama keuntungan dunia berupa ketenangan hati akibat bias dari aktivitas zikir, juga keuntungan dunia berupa datangnya karunia yang dilimpahkan yang lebih baik dibanding hamba lain yang meminta. Sedangkan pahala akhiratnya adalah menemui kematian dengan Khusnul Khotimah. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang memperoleh keuntungan dunia akhirat. Amin.

10. Memakai Wewangian


Kalau kekuatan fisik seseorang di tentukan dari ototnya. Kekuatan ilmu batin ditentukan dari roh. Memperkuat roh, salah satu caranya dengan wewangian. Karena itu orang yang sedang mempelajari ilmu batin atau ingin melestarikan kekuatan ilmu batin dalam jiwa raganya, ia di tuntut selalu mengenakan wewangian. Disebutkan, wewangian amat dibenci setan dan di sukai para malaikat. Pengertian "Wangi " di sini bukan sekedar wangi karena bau minyak wangi. Wangi yang hakiki adalah wanginya kepribadian, dan itu berarti Ahlakul Karimah. Tentu saja, melengkapi antara syareat dan hakikat itu seseorang memang disunahkan memakai wewangian sekaligus menghiasi diri dengan Ahlak yang baik.

Anda mungkin juga menyukai