Anda di halaman 1dari 5

A.

Tindak pidana korupsi di Indonesia Tindakan korupsi telah lama dianggap sebagai suatu tindakan yang merugikan perekonomian suatu Negara. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin. Curruptio atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere ( Webster Student Dictionary : 1960).1 Arti harfiah dari kata tersebut adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan kesucian, kata-kata atau ucapan yang yang menghina atau memfitnah ( The Lexicon Webster Dictionary 1978). Poerwadarminta dalam Kamus umum bahasa Indonesia menyatakan Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, pemerimaan uang sogok dan sebagainya2 Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.3 Korupsi di Indonesia telah merambah ke semua bidang tata pemerintahan, baik eksekutif,legislative, maupun yudikatif. Daniel Kaufmann, dalam laporan Bureaucratic And Judicial Bribery menyatakan praktik penyuapan di peradilan di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara Negara- Negara berkembang. Terjadinya korupsi dikarenakan oleh 3 hal yaitu adanya tekanan; adanya kesempatan; dan rasionalisasi (pembenaran) sehingga perbuatan curang tersebut dapat diterima atau dianggap wajar. 4 Adapun tekanan yang sering membuat seseorang melakukan korupsi/ kecurangan dapat diakibatkan oleh : tekanan keuangan; sifat buruk; tekananan yang berhubungan dengan pekerjaan: dan tekanan lainnya Sedangkan adanya kesempatan dapat diakibatkan beberapa hal yaitu :5 a. Kurangnya pengendalian yang dapat mencegah dan/ atau mendeteksi perilaku curang b. Ketidak mampuan menilai kualitas kerja c. Terbatasnya akses terhadap informasi d. Ketidaktahuan, apatis, dan ketidakmampuan e. Tidak adanya jejak audit. Kebijakan pemberantasan korupsi harus ditunjang dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dan prinsip pembangunan berkelanjutan ( sustainable development) hal tersebut dapat dilakukan melalui langkah-langkah:6

1 2

Kamus Hukum, Fockema Andreae. Bandung : Binacipta, 1963 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. 1976 3 Pasal 2 UU no. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi 4 Suradi. Korupsi Dalam Sektor Pemerintahan Dan Swasta. Yogyakarta: Gava Media, 2006.Halaman 101 5 Suradi, Ibid, Halaman 8 6 Andi Hamzah. Perbandingan Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara.Jakarta .Sinar Grafika. 2005 Halaman 251-252

Adanya cek terhadap kekuasaan eksekutif dan legislatif serta yudikatif Ada garis jelas akuntabilitas antara pemimpin politik, birokrasi dan rakyat System politik yang terbuka yang melibatkan masyarakat sipil yang aktif System hukum yang tidak memihak, peradilan pidana dan ketertiban umum yang menjunjung hak-hak politik dan sipil yang fundamental, melindungi keamanan pribadi dan menyediakan aturan yang konsisten, transparan untuk transaksi yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi dan social yang modern e. Pelayanan public yang professional, kompeten, kapabel dan jujur yang bekerja dalam kerangka yang akuntabel dan memerintah dengan arutan dan dalam prinsip merit dan mengutamakan kepentingan public f. Kapasitas untuk melaksanakan rencana fiscal, pengeluaran, manajemen ekonomi, system akuntabilitas financial dan evaluasi sector public g. Perjatian bukan saja pada lembaga-lembaga dan proses pemerintah pusat tetapi juga kepada atribut dan kapasitas sub nasional dan penguasa pemerintah local dan soal-soal transfer politik dan desentralisasi administrative. h. Setiap strategi anti korupsi yang efektif harus mengakui hubungan antara korupsi, etika, pemerintahan yang baik dan pembangunan berkesinambungan. B. Pegawai negeri dan penyelenggara Negara Tindak pidana jabatan (ambtsdelicten) menurut kitab undang- undang hukum pidana adalah sejumlah tindak pidana tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh orang- orang yang mempunyai sifat sebagai pegawai negeri Pegawai negeri berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 terdiri dari: a. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara, atau b. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan daerah Pejabat pemerintah termasuk Penyelenggara Negara berdasarkan Undang- undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang berish dan bebas dari korupsi,kolusi dan nepotisme adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau

a. b. c. d.

yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, di dalam Pasal 2 UU 28/1999 dijelaskan siapa saja yang termasuk penyelenggara negara, yaitu Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; Menteri; Gubernur;

Hakim; 6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan ini, anggota dewan komisaris atau direksi dari anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak termasuk sebagai penyelenggara Negara.

Kemudian, pengertian pegawai negeri dan pejabat negara diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU 43/1999): Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 1) Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang (Pasal 1 angka 4).

Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (1) UU 43/1999 dijelaskan bahwa pegawai negeri terdiri dari: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan, siapa saja yang termasuk pejabat negara dijelaskan dalam Pasal 11 ayat (1), yaitu:

a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat; d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan; e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung; f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri; h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; i. Gubernur dan Wakil Gubernur; j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/ Wakil Walikota; dan k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya, tidak disebutkan bahwa anggota dewan komisaris maupun direksi dari anak perusahaan BUMN merupakan penyelenggara negara, pejabat negara, maupun pegawai gegeri.

Kemudian, di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai BUMN maupun anak perusahaan BUMN juga tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa anggota dewan komisaris maupun direksi dari anak perusahaan BUMN merupakan penyelenggara negara, pejabat negara, maupun pegawai negeri.

Perlu diketahui pula bahwa anak perusahaan BUMN bukan termasuk BUMN. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Anak perusahaan BUMN, sahamnya dimiliki oleh BUMN tersebut sebagai perusahaan induknya, dan bukan dimiliki secara langsung oleh Negara. Penjelasan selengkapnya simak artikel Status Hukum Anak Perusahaan BUMN.

Anda mungkin juga menyukai