Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN Latar Belakang Korupsi di indonesia sepertinya sudah menjadi budaya di negeri ini, korupsi seakan sulit untuk

diberantas meskipun perangkat hukum dan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi sudah begitu banyak dan lengkap, namun korupsi tetap saja terjadi di indonesia. Pada hakekatnya, korupsi adalah benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambatan utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam pertimbangan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dengan tegas menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Faktanya korupsi di Indonesia tiap tahun semakin banyak yang terungkap oleh komisi pemberantasan korupsi dan diungkap oleh LSM-LSM yang bergerak menuntaskan korupsi seperti ICW berdasarkan laporan masyarakat. Namun, tetap saja Indonesia hanya memperoleh IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 3.0 pada tahun 2011. Kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia membuat Indonesia masuk dalam katagori negara terkorup. Kasus-kasus korupsi di Indonesia seperti penyalahgunaan kewenangan dan memperkaya diri sendiri beserta kroninya. Kasus korupsi terakhir di lakukan pejabat public adalah andi malarangeng yang dijadikan tersangka atas kasus wisma atlet di Hambalang, kasus pengadaan alquran di kementerian agama, kasus bupati buol tentang hak pengelolaan lahan perkebunan, kasus simulator sim yang melibatkan pejabat kapolri, kasus bank century, dan banyak kasus-kasus lain yang melibatkan pejabat publik di daerah-daerah. Pejabat daerah yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi malah mendapat promosi jabatan setelah dia keluar penjara yaitu Azirwan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan yang terbukti menyuap anggota DPR, Al-Amin Nasution, namun malah naik pangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi Kepulauan Riau.1 Perilaku-perilaku korupsi terjadi disegala lini. Mulai birokrasi rendah sampai birokrat tinggi. Sungguhan kebiasaan ini mengakibatkan akumulasi, sehingga masyarakat memandang perbuatan korupsi sebagai perbuatan yang legal. Untuk itu perlu adanya terobosan baru untuk menumpas kebudayaan masyarakat yang melegalkan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, melihat situasi di atas maka diperlukan suatu terobosan baru demi mengurangi angka korupsi di Indonesia. Salah satu alternatif yang kami ajukan dalam karya tulis ini adalah melalui pencabutan hak politik bagi tindak pidana korupsi. Hal ini dikarenakan banyak pejabat publik yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada kenyataannya masih dapat masuk dalam pemerintahan. Rumusan Masalah 1. Apa saja kebijakan pemerintah dalam mengurangi angka tindak pidana korupsi di Indonesia?
1

http://www.merdeka.com/peristiwa/hanya-di-indonesia-sudah-korupsi-malah-dapat promosi.html

2. Apakah pencabutan hak politik bagi pelaku tindak pidana korupsi dapat menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih di Indonesia? Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Untuk mencari solusi baru dalam menanggulangi tindak pidana korupsi di Indonesia. 2. Untuk menciptakan suatu good governance dan clean governance. Adapun manfaat dari penulisan ini adalah: 1. Mengetahui sebab-sebab dan dampak dari tindak pidana korupsi. 2. Mengetahui keefektifan kebijakan yang telah diambil pemerintah untuk menaggulangi tindak pidana korupsi.

GAGASAN Landasan Teori Hak Politik Indonesia adalah negara hukum dan sejak kelahirannya pada tahun 1945 menjunjung tinggi HAM. Sikap Indonesia tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa meskipun dibuat sebelum diproklamasikannya DUHAM, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah memuat beberapa ketentuan tentang penghormatan HAM yang sangat penting. Penghormatan terhadap hak asasi manusia terus mengalami perubahan di dalam UndangUndang Dasar NRI tahun 1945 hingga menghasilkan penjaminan terhadap hak asasi manusia yang diakui di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hasil amandemen keempat. Di dalam konstitusi kita tersebut menjamin adanya hak politik bagi setiap warga negara Indonesia. Sehingga dapat kita ambil kesimpulan bahwa hak politik merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak asasi manusia menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia yang dalam tulisan ini kita akan membicarakan hak asasi manusia dalam bidang politik. Sedangkan defenisi politik itu sendiri mempunyai defenisi yang beragam karena setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik.2 Salah satu defenisi politik menurut Andrew Heywood adalah kegiatan suatu
2

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 2008, hal.16

bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturanperaturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat etrlepas dari gejala konflik dan kerja sama. Khusus untuk masalah HAM yang berkaitan dengan bidang politik diatur di dalam UUD Tahun 1945, Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), Undang-Undang No.2 Tahun 2008 jo Undang-Undang No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dan berbagai peraturan perundangundangan lainnya yang mengatur secara tegas maupun secara tidak tegas mengenai Hak Politik. Sedangkan menurut Prof. Bagir Manan secara tidak langsung pelaksanaan dari hak politik di dalam UUD Tahun 1945 ada 3 jenis yaitu: Hak Kebebasan Berserikat dan Berkumpul di dalam Pasal 28 UUD Tahun 1945 Hak Kemerdekaan mengeluarkan Pikiran dengan Lisan dan Tulisan di dalam Pasal 28 UUD Tahun 1945 Hak menyampaikan Pendapat di Muka Umum di dalam Pasal 28 UUD Tahun 19453 Hak-hak inilah yang kemudian diimplementasikan dalam berbagai peraturan perundangundangan. Begitu luasnya pengertian hak politik inilah, maka berkenaan dengan karya tulis kami mengenai pencabutan hak politik penulis mengaharapkan suatu bentuk yang konkrit mengenai hak politik yang akan dicabut untuk pelaku tindak pidana korupsi. Untuk itu, berkenaan dengan hak politik yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah hak setiap warga negara untuk ikut serta dalam bidang politik yang berbentuk: a. Ikut serta dalam pemerintahan b. Ikut serta dalam pemilu c. Ikut serta dalam partai politik

Tindak Pidana Korupsi Tindakan korupsi telah lama dianggap sebagai suatu tindakan yang merugikan perekonomian suatu Negara. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin. Curruptio atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere .4 Arti harfiah dari kata tersebut adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan kesucian, kata-kata atau ucapan yang yang menghina atau memfitnah. Poerwadarminta dalam Kamus umum bahasa Indonesia menyatakan Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, pemerimaan uang sogok dan sebagainya5 Seperti yang ditulis oleh Jeremy Pope (Jeremy Pope, 2003 : 31) ternyata bahwa pandangan responden tentang apa yang disebut korup dan apa yang tidak sangat berbeda satu sama lain. Seperti dalam laporan penelitian di New South Wales, Australia, dikatakan penting sekali bagi semua orang yang ingin turut mengurangi korupsi untuk menyadari bahwa apa yang diartikan sebagai perilaku korupsi akan berbeda-beda dari satu responden ke responden lain. Bahkan konvensi PBB mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi tidak berani memberikan definisi tentang apa yang disebut korupsi dan apa yang tidak merupakan korupsi.

Prof. Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Bandung: PT. Alumni. 2001. hal. 152-185 4 Kamus Hukum, Fockema Andreae. Bandung : Binacipta, 1963 5 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. 1976

Namun, secara umum unsur-unsur dari tindak pidana korupsi dapat kita lihat dalam pasal 2 Undang-Undang No.31 tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, bahwa tindak pidana korupsi adalah perbuatan yg secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yg dapat merugikan keuangan negara. Korupsi di Indonesia telah merambah ke semua bidang tata pemerintahan, baik eksekutif,legislative, maupun yudikatif. Daniel Kaufmann, dalam laporan Bureaucratic And Judicial Bribery menyatakan praktik penyuapan di peradilan di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara Negara- Negara berkembang. Terjadinya korupsi dikarenakan oleh 3 hal yaitu adanya tekanan, adanya kesempatan dan rasionalisasi (pembenaran) sehingga perbuatan curang tersebut dapat diterima atau dianggap wajar. 6

Kondisi Kekinian

Angka Korupsi di Indonesia Begitu banyak teori dan kebijakan yang dikemukakan untuk menanggulangi tindak pidana korupsi di Indonesia, namun tidak sedikitpun dapat mengurangi angka korupsi di Indonesia. Korupsi tak ubahnya seperti penyakit kanker yang sudah akut yang sulit untuk diobati. Bukannya sembuh melainkan semakin parah. Dari hasil survei Transparency International yang meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) dari tahun ke tahun. Peringkat korupsi Indonesia sejak 1998-2004 selalu berada dalam peringkat sepuluh besar negara terkorup di dunia. Tahun 1998 (peringkat 6 terkorup dari 85 negara), tahun 1999 (peringkat 3 terkorup dari 98 negara), tahun 2000 (peringkat 5 terkorup dari 90 negara), tahun 2001 (peringkat 4 terkorup dari 91 negara), tahun 2002 (peringkat 6 terkorup dari 102 negara), tahun 2003 (peringkat 6 terkorup dari 133 negara). Dan terakhir di tahun 2004, Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 dari 146 negara.7 Kemudian dalam survei yang dilakukan terhadap 183 negara di dunia pada tahun 2011 tersebut, Indonesia menempati skor CPI sebesar 3,0, naik 0,2 dibanding tahun sebelumnya sebesar 2,8. Namun menurut Ketua Transparency International (TI) Indonesia Natalia Subagyo, lompatan skor Indonesia dari 2,8 pada tahun 2010 dan 3,0 tahun 2011 bukanlah pencapaian yang signifikan karena Indonesia sebelumnya telah menargetkan mendapatkan skor 5,0 dalam CPI 2014 mendatang. Jadi, pesan yang bisa ditangkap dari hasil ini adalah tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.8 Data tentang korupsi dan koruptor di Indonesia diperparah dengan banyaknya pejabat publik yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Pejabat publik yan g terlibat terdiri dari pejabat
6

Suradi. Korupsi Dalam Sektor Pemerintahan Dan Swasta. Yogyakarta: Gava Media, 2006.Halaman 101 7 Upaya Pemberantasan Korupsi 1,http://ikhwan-kiri.blogspot.com/2010/10/upaya-pemberantasankorupsi.html , terakhir diakses pada 9 November 2012 jam 21.48 wib. 8 Ary Wibowo, Indonesia Peringkat Ke-100 Indeks Persepsi Korupsi-2011, http://nasional.kompas.com/read/2011/12/01/17515759 terakhir diakses pada 8 November 2012 jam 01.00 wib

eksekutif maupun legislatif. Data tindak pidana korupsi pada tahun 2007 bahkan menunjukkan kepala daerah sebagai pelaku korupsi yang dominan. Dari 143 kasus dalam catatan pusat kajian anti (pukat) korupsi fakultas hukum Universitas Gadjah Mada, sebanyak 69 kasus diantaranya melibatkan kepala daerah. Kepala daerah yang dimaksud adalah tujuh orang gubernur/mantan gubernur, 47 bupati/mantan bupati, enam walikota/mantan walikota, enam wakil bupati, dan tiga wakil walikota. Selain itu, sebanyak 31 pejabat pemerintah daerah terlibat korupsi. Delapan diantaranya merupakan kepala dinas dan dua orang sekretaris daerah. Anggota DPR/DPRD yang terlibat korupsi adalah sebanyak 27 orang.9 Angka nominal yang dikorupsi dari tahun ke tahun meskipun tidak selalu meningkat namun cukup memprihatinkan. Di tahun 2006 saja, menurut ICW kerugian negara akibat dari tindak pidana korupsi adalah sebesar Rp. 14,1 Trilyun . Sektor yang terkorup menurut ICW adalah sektor pemerintahan, disusul sektor perhubungan dan transportasi, perumahan dan pertanahan. Pun, barangkali hanya terjadi di Indonesia, sudah korupsi malah dapat promosi. Seorang yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi bisa mendapat promosi jabatan setelah dia keluar penjara. Hal inilah yang dialami oleh Azirwan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan yang terbukti menyuap anggota DPR, Al-Amin Nasution, kini malah naik pangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi Kepulauan Riau.10 Bukan hanya sampai disitu sebagian dari PNS yang menjadi terpidana korupsi dan telah menjalani hukuman itu justru mendapat promosi dan menduduki jabatan eselon II di tingkat provinsi atau kabupaten. Setidaknya ada 14 PNS bekas terpidana korupsi yang justru mendapat promosi jabatan strategis di daerah. Hanya dua orang yang mengundurkan diri dari jabatannya setelah mendapat tekanan dari publik.11 Dampak Korupsi di Indonesia Begitu banyak dan luas dampak yang disebabkan oleh perbuatan korupsi. Diantaranya adalah daya saing Indonesia tahun ini merosot akibat beberapa masalah mendasar, seperti kasus korupsi dan penyuapan. Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) soal daya saing global tahun 2012-2013 mengungkapkan posisi Indonesia yang turun empat peringkat menjadi ke-50 dibanding tahun lalu. WEF juga menggarisbawahi masalah perilaku tidak etis sektor swasta, hambatan birokrasi, minimnya belanja pemerintah, serta infrastruktur yang belum berkembang.12 Dampak lain korupsi ialah, kehancuran birokrasi itu sendiri. Birokrasi merupakan garda terdepan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh de dalam birokrasi. Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.13 Dalam melaksanakan tugasnya seringkali birokrasi sebagai pemegang kekuasaan berpotensi untuk menyalahgunakan kewenangannya untuk melayani kepentingan diri sendiri.
9

http://www.suaramerdeka.com/harian/0712/29/nas09.htm, diakses tanggal 27 Maret 2008

10 11

http://www.merdeka.com/peristiwa/hanya-di-indonesia-sudah-korupsi-malah-dapat promosi.html http://nasional.kompas.com/read/2012/11/06/09440588/153.PNS.Bekas.Terpidana 12 Koran Tempo, 6 September 2012 13 http://mgtabersaudara.blogspot.com/2011/06/dampak-korupsi-terhadap-eksistensi.html

Birokrasi semacam itu boleh jadi memang melayani masyarakat, namun ia juga dapat menggunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan bagi para pengelolanya. Setelah birokrasi hancur maka rentetan dampak korupsi lainnya adalah meningkatnya angka kriminalitas serta pengangguran. Mengutip Sun Yan Set yang menyatakan bahwa dampak korupsi ialah menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik. Dapatlah juga dikatakan bahwa perbuatan korupsi merupakan bentuk penistaan terhadap tujuan negara.

Solusi yang Pernah Diterapkan untuk Mengurangi Angka Korupsi di Indonesia Sanksi Penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi telah diatur diberbagai peraturan perundang-undangan. Baik itu dalam bentuk sanksi pokok maupun sanksi tambahan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Berikut ini adalah produk peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah sanksi pidana bagi tindak pidana korupsi : a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi c. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi d. Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi Jenis-jenis sanksi yang telah dicantumkan di dalam peraturan perundang-undangan di atas yaitu: a. Pidana Mati b. Pidana Penjara c. Pidana Denda Berbeda dengan sanksi yang dijatuhkan pada orang, sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi memiliki ciri yang lebih khusus. Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi terdapat sanksi yang dapat diberikan terhadap korporasi antara lain :14 a. Sanksi yang dapat dikenakan terhadap korporasi adalah pidana tambahan berupa penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si terhukum, apabila tindak pidana ekonomi dilakukan untuk waktu selama-lamanya satu tahun (Pasal 7 ayat (1) sub b). b. Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tidak berwujud dan yang tidak berwujud termasuk perusahaan si terhukum yang berasal dari tindak pidana ekonomi (Pasal 7 ayat (1) sub c jo. Sub d) c. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan kepada si terhukum oleh pemerintah berhubungan dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun (Pasal 7 ayat (1) sub e) d. Pengumuman putusan hakim (Pasal 7 ayat (1) ) e. Tindakan tata tertib, seperti menempatkan perusahaan si terhukum di bawah pengampuan, mewajibkan pembayaran uang jaminan, mewajibkan membayar sejumlah uang sebagai pencabutan keunatungan, mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan, tanpa hak, dan

14

Mulhadi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Kencana : Jakarta,2010). H. 159

melakukan jasa-jasa. untuk memperbaiki akibat satu sama lain, semua atas biaya si terhukum, sekadar hakim tidak menentukan lain (Pasal 8 sub a, b, c, d); dan f. Pidana denda, sebab menurut pasal 9 dikatakan bahwa penjatuhan tindakan tata tertib dalam pasal 8 harus bersama-sama dengan sanksi pidana, dan sanksi pidana yang tepat dapat dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda. Ini dapat menjadi dasar penjatuhan sanksi selain denda terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi dalam pembentukan rancangan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi Reward Selain dari pemberian sanksi kepada pelaku tindak pidana korupsi, masyarakat juga harus diikutsetakan dalam menangani tindak pidana korupsi ini. Untuk itulah bagi masyarakat yang telah berperan aktif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi diperlukan adanya reward. Di dalam Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pembentukan Lembaga Baru Sejak tahun 2002, KPK secara formal merupakan lembaga anti korupsi yang dimiliki Indonesia. Pembentukan KPK didasari oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai dengan undang-undang tersebut, KPK memiliki tugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Sementara itu, kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Gagasan Yang Diajukan Menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dipahami bahwa yang namanya sebuah kejahatan tidak akan pernah berakhir dimuka bumi. Yang pasti, angka-angka kejahatan hanya dapat diminimalisir. Sebagaimana hasil penelitian Thomas Moore, selama 25 tahun ada 72.000 pencuri yang digantung di daerah dengan jumlah penduduk tiga sampai empat juta orang saja, tetapi kejahatan terus saja merajalela. Menurut moore, dengan kekerasan saja tidak akan

membendung kejahatan15. Sama halnya dengan korupsi, untuk dapat mengurangi angkanya kita semestinya tidak hanya sebatas memberikan hukuman penjara serta denda, namun juga pencabutan hak-hak tertentu seperti pencabutan hak politik. Hak politik yang penulis maksudkan merupakan hak untuk ikut serta dalam penyelenggaraan negara, serta hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Namun penulis menekankan bahwa pencabutan hak-hak politik bukan hanya dikenakan pada pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi, tetapi juga setiap orang. Dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada, yaitu Undang-Undang No.31 Tahun 1991 jo 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 18 ayat (1) point (d) disebutkan pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut dan secara rinci apa yang dimaksud dengan pencabutan hak-hak tertentu. Pada kalimat pembuka pasal yang sama disebutkan bahwa Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana tambahan adalah.... Frasa kutipan pasal tersebut mensyaratkan kita untuk merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pencabutan hak-hak tertentu diatur di dalam Pasal 10 huruf (b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu Pidana Tambahan dapat berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Dimana pengaturan lebih lanjut dan rinci mengenai pencabutan hak-hak tertentu tersebut dituangkan dalam pasal 35 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diantara hak-hak yang dapat dilakukan pencabutan berupa hak memegang jabatan, hak memasuki Angkatan Bersenjata, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan, hak menjadi penasihat hukum, wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas dan hak menjalankan mata pencarian tertentu. Namun ketentuan pencabutan hak-hak tertentu ini tidak dapat dilaksanakan terhadap pejabat karena bunyi pasal (35) ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dimana disebutkan bahwa Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu. Contoh kasus konkrit mengenai hal ini ialah kasus Azirwan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan yang terbukti menyuap anggota DPR, Al-Amin Nasution, kini malah naik pangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi Kepulauan Riau16. Sudah korupsi malah dapat promosi, seorang yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi bisa mendapat promosi jabatan setelah keluar penjara. Dimana dengan tegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil memperbolehkan terpidana kasus korupsi yang dikenakan hukuman dibawah empat tahun penjara memperbolehkan Pegawai Negeri Sipil untuk tetap bekerja sebagaimana mestinya. Meskipun belakangan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan surat edaran yang berintikan untuk tidak memberikan jabatan kepada mereka yang pernah menjalani pidana korupsi Untuk menghindari hal yang sama terjadi kembali dikemudian hari, penulis berpendapat tindakan yang harus dilakukan adalah pencabutan hak-hak politik. Tujuan dari pemberian sanksi pencabutan hak politik bagi pelaku tindak pidana korupsia adalah memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi, menciptakan good governance dan clean governance, memutus mata rantai korupsi dan mencegah terjadinya kerugian negara

W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Terjemahan R.A. Koesnon, Jakarta : PT Pembangunan, 1955, hlm. 46 16 http://www.merdeka.com/peristiwa/hanya-di-indonesia-sudah-korupsi-malah-dapat-promosi.html

15

Pihak-pihak Yang Dapat Membantu Mengimplementasikan Gagasan Dikarenakan sistem peradilan pidana dimulai dari pembentukan undang-undang sampai pada pembinaan hingga keluar dari lembaga permasyarakatan17. Maka para pihak dalam gagasan ini adalah Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Hakim, Polisi, Jaksa serta pihak yang paling utama adalah masyarakat. Langkah Strategis Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan adalah : 1. Melakukan pencabutan hak-hak politik Hak politik yang penulis maksudkan merupakan hak untuk ikut serta dalam penyelenggaraan negara, serta hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum yakni hak memegang jabatan, serta hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum dengan cara merevisi terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan jabatan publik, seperti Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil serta Undang-Undang Pemilihan Umum sehingga terpidana kasus korupsi tidak dapat menjabat lagi sebagai pejabat publik. Frase norma yang penulis ajukan berbunyi : Setiap orang yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara langsung tidak dapat ikut serta dalam penyelenggaraan negara. 2. Memberikan tanda khusus terhadap tanda pengenal terpidana kasus korupsi (gambar terlampir). Pemberian tanda khusus ini bertujuan untuk memberikan efek psikologis bagi pelaku tindak pidana korupsi di dalam pergaulan sosial dalam masyarakat serta memberikan rasa takut kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana korupsi. 3. Membuat website eksiklopedi koruptor dan menginput database riwayat korupsi dalam tanda pengenal terpidana kasus korupsi. Pembuatan website eksiklopedi koruptor ini bertujuan untuk mempermudah lembagalembaga atau pihak-pihak yang ingin memastikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak pidana korupsi serta memberikan keterbukaan bagi masyarakat bahwa penjatuhan sanksi yang diberikan oleh seorang hakim telah sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku. Contoh: Bagi seseorang yang kehilangan Kartu Tanda Penduduknya (KTP), Komisi Pemilihan Umum dapat memeriksanya di website ini.

17

Prof. Dr. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. PT Snar Grafika, 2010 hlm. 3.

Kesimpulan
Dari keterangan, uraian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang tergolong kedalam kejahatan luar biasa, sehingga diperlukan juga adanya perlakuan yang luar biasa pula. Selain hukuman berupa pidana dan denda namun juga sudah seharusnya pidana tambahan berupa pencabutan hak politik berupa pencabuatan hak untuk ikut serta dalam penyelenggaraan negara, serta hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. 2. Bahwa pencabutan hak politik berupa pencabutan hak untuk ikut serta dalam penyelenggaraan negara, serta hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum tidak hanya sebatas kepada penyelenggara negara dan pegawai negeri namun juga setiap orang yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. 3. Adapun mekanisme dalam melakukan pencabutan hak politik dengan cara merevisi Undang-Undang tindak pidana korupsi, memberikan tanda khusus pada tanda pengenal dan pembuatan website ensiklopedi koruptor disertai input database riwayat korupsi pada tanda pengenal. 4. Pencabutan hak politik ini merupakan upaya yang bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi, menciptakan good governance dan clean governance, memutus mata rantai korupsi dan mencegah terjadinya kerugian negara.

Anda mungkin juga menyukai